Kamis, 02 Juni 2022

Akad Ijarah dalam Islam

Oleh: Dr. Misno, MEI




Lafal al-ijarah dalam bahasa Arab berarti upah, sewa, jasa, atau imbalan. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership milkiyah) atas barang itu sendiri (Antonio, 2001). Secara terminologi, ada beberapa definisi akad ijarah yang dikemukakan para ulama fiqih: Pertama, Ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan: “Transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan.”. Kedua, ulama Syafi`iyah mendefinisikannya dengan: dituju,  yang  manfaat  suatu  terhadap  “Transaksi  Artinya: َ….  imbalan dengan dimanfaatkan boleh dan mubah bersifat tertentu, tertentu.”. Ketiga, Ulama Malikiyah dan Hanabilah mendefinisikannya dengan: “Pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan.”

Sewa atau akad Ijarah dapat dipakai sebagai bentuk pembiyaan, pada mulanya bukan merupakan bnetuk pembiayaan, tetapi kativitas usaha seperti jual beli. Individu yang membutuhkan pembiayaan untuk membeli aset dapat mendatangi pemilik dana dalam hal ini bank ataupun lembaga keuangan dan non keuangan yang telah mendapat standarisasi syariah oleh DSN MUI untuk pembiayaan aset produktif. Pemilik dana kemudian membeli barang yang dimaksud kemudian menyewakannya kepada yang membutuhkan aset tersebut.

Dasar hukum akad ijarah adalah dalam Al-Qur`an, yaitu firman Allah Ta’ala dalam surat az-Zukhruf [43]: 32:

أَهُمۡ يَقۡسِمُونَ رَحۡمَتَ رَبِّكَۚ نَحۡنُ قَسَمۡنَا بَيۡنَهُم مَّعِيشَتَهُمۡ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَاۚ وَرَفَعۡنَا بَعۡضَهُمۡ فَوۡقَ بَعۡضٖ دَرَجَٰتٖ لِّيَتَّخِذَ بَعۡضُهُم بَعۡضٗا سُخۡرِيّٗاۗ وَرَحۡمَتُ رَبِّكَ خَيۡرٞ مِّمَّا يَجۡمَعُونَ 

 

Artinya: “Apakah mereka membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian dari mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain...”

 

Demikian juga dalam Firman Allah surat al-Baqarah [2]: 233:

وَإِنۡ أَرَدتُّمۡ أَن تَسۡتَرۡضِعُوٓاْ أَوۡلَٰدَكُمۡ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ إِذَا سَلَّمۡتُم مَّآ ءَاتَيۡتُم بِٱلۡمَعۡرُوفِۗ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَٱعۡلَمُوٓاْ أَنَّ ٱللَّهَ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرٞ 

Artinya: “... Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, tidak dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan.”

 

Kedua ayat ini menunjukan mengenai disyariatkannya ijarah dalam Islam, di mana pada ayat pertama terkait dengan penggunaan tenaga orang lain sedangkan pada surat Al-Baqarah menunjukan tentang kebolehan memberikan upah kepada seseorang yang menyusui anak kita.

Dasar hukum berikutnya adalah hadits dari Nabi Muhammad SAW, diantaranya adalah hadits  riwayat Ibn Majah dari Ibnu Umar, bahwa Nabi bersabda:

أَنَّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أُعْطُوا الْأَجِيْرَ أُجْرَتَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ

Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: berikanlah upahnya buruh sebelum kering keringatnya.” HR. Ibn Majah dan al-Baihaqi.

 

Berikutnya adalah hadits riwayat Abd ar-Razzaq dari Abu Hurairah dan Abu Sa`id al-Khudri, Nabi SAW bersabda: “Barang siapa mempekerjakan pekerja, beritahukanlah upahnya.”

Berdasarkan kedua hadits tersebut menjelaskan kewajiban seseorang yang memperkerjaan pekerja agar memberikan upah yang sepadan dengan pekerjaan yang diberinya. Perumpamaan keringat yang kering adalah tidak menunda-nunda pembayaran setelah pekerjaan selesai dan memberitahu upah yang akan diberikan.

Adapun sumber hukum dari kaidah fiqhiyyah diantaranya adalah kaidah:

الأصل فى المعاملة الإباحة إلا أن يدل دليل على تحريمها

“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya.”

 

Berikutnya adalah kaidah yang kedua, yaitu “Menghindarkan mafsadat atau kerusakan harus didahulukan atas mendatangkan kemaslahatan.”

Rukun dari akad ijarah yang harus dipenuhi dalam transaksi bisnis dan keuangan syariah yaitu:

1)  Ijab dan Qobul.

2)  Musta`jir (penyewa).

3)  Mu`jir (pemilik).

4)  Ma`jur (aset yang disewakan).

5)  Ujrah (upah atau harga sewa).

Adapun syarat dari akad ijarah yang terdiri dari sebagai berikut:

1)      Kedua orang yang berakad, menurut ulama Syafi`iyah dan Hanabilah, disyaratkan telah balig dan berakal.

2)      Kedua belah pihak yang berakad menanyatakan kerelaannya untuk melakkukan akad ijarah.

3)      Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui secara sempurna, sehingga tidak muncul perselisihan di kemudian hari.

4)      Objek ijarah itu boleh diserahkan dan dipergunaan secara langsung dan tidak boleh cacat.

5)      Objek ijarah itu sesuatu yang dihalalkan oleh syariat.

6)      Objek ijarah adalah sesuatu yang dapat disewakan.

7)      Upah sewa dalam akad ijarah harus jelas dan disepakati kedua belah pihak.

8)      Murabahah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...