Oleh: Dr. Misno, MEI
Murabahah atau disebut juga ba`i
bitsamanil ajil. Kata murabahah berasal dari kata bahasa Arab ْ الربح ribhu yang artinya keuntungan
(Ascarya, 2015). Sehingga murabahah berarti saling menguntungkan yang
berarti suatu penjualan barang tersebut ditambah keuntungan yang disepakati
(Rais dan Hasanudin, 2011)
Secara termininologi murabahah
adalah akad jual beli yang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang
disepakati (Antonio, 2010) Dalam murabahah ketika pembeli ingin membeli barang
dari penjual, si penjual harus memberi tahu harga asli dari barang tersebut.
Setelah mengetahui harga asli barang, penjual dan pembeli menyepakati
keuntungan yang harus didapat oleh penjual dari tambahan harga jual kepada
pembeli. Ada beberapa pendapat ulama fiqih tentang murabahah:
1)
Ulama
Hanafiyah berpendapat murabahah dengan pemindahan sesuatu yang dimiliki dengan
akad awal dan harga awal disertai tambahan keuntungan.
2)
Ulama
Malikiyah berpendapat murabahah dengan jual beli di mana pemilik barang
menyebutkan harga beli barang tersebut, kemudian ia mengambil keuntungan dari
pembeli secara sekaligus dengan mengatakan, “Saya membelinya dengan harga
sepuluh dinar dan Anda berikan keuntungan kepadaku sebesar satu dinar atau dua
dinar.” Atau merincinya dengan mengatakan, “Anda berikan keuntungan sebesar
satu dirham per satu dinar- nya. Atau bisa juga ditentukan dengan ukuran
tertentu maupun dengan menggunakan persentase.
3)
Ulama
Syafi’iyyah dan Hanabilah berpendapat murabahah dengan jual beli dengan harga
pokok atau harga perolehan penjual ditambah keuntungan satu dirhampada setiap
sepuluh dinar.Atau semisalnya, dengan syarat kedua belah pihak yang
bertransaksi mengetahui harga pokok (Farid, 2018).
Dasar hukum dari akad murabahah
adalah ayat al-qur’an dan hadits Nabi Muhammad SAW., ayat Al-Qur`an yang
menjadi dasar hukumnya adalah firman Allah surat al-Baqarah [2]: 275
… وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلۡبَيۡعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰاْۚ …
Artinya: …“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan
riba...”.
Demikian juga Firman Allah surat an-Nisa 4: 29
… إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٖ مِّنكُمۡۚ …
Artinya: “...kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
suka sama-suka di antara kamu...”.
Adapun dasar hukum dari hadits
diantaranya adalah hadits riwayat
Baihaqi dan Ibn Majah sebagai berikut:
عَنْ أَبِيْ
سَعِيْدٍ الْخُدْرِيْ رضي الله عنه أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنِّمَا الْبَيْعُ عَنْ تَرَاضٍ، (رواه البيهقي وابن
ماجه وصححه ابن حبان(
Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda,
"Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka." (HR.
al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
Berikutnya adalah hadits dari Nabi
Muhammad riwayat Ibn Majah, dimana Rasulullah SAW pernah bersabda:
ثَلَاثٌ فِيهِنَّ الْبَرَكَةُ :
الْبَيْعُ إلَى أَجَلٍ وَالْمُقَارَضَةُ ، وَإِخْلَاطُ الْبُرِّ بِالشَّعِيرِ
لِلْبَيْتِ لَا لِلْبَيْعِ
…
dari Shuhaib Nabi SAW bersabda, Allah SWT berfirman: ‘Ada tiga hal yang
mengandung berkah: jual beli tidak secara tunai, muqaradhah (mudharabah), dan
mencampur gandum dengan jewawut untuk keperluan rumah tangga, bukan untuk
dijual. (HR. Ibnu Majah dari Shuhaib).
Dua hadits tersebut menjelaskan
bahwa kegiatan jual beli harus dilakukan dengan suka rela tanpa ada paksaan
yang akan menembulkan kerugian disalah satu pihak. Jual beli adalah salah satu
kegiatan yang mengandung berkah.
Dasar hukum dari Kaidah Fiqih:
الأصل فى المعاملة الإباحة
إلا أن يدل دليل على تحريمها
“Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada
dalil yang mengharamkannya.”
Rukun dan Syarat dari murabahah
berdasarkan jumhur ulama menyatakan rukum akad murabahah ada empat,
yaitu:
1)
Ada
orang yang berakad atau al-muta`aqidain (penjual dan pembeli).
2)
Ada
sighat (lafal ijab dan qabul).
3)
Ada
barang yang dibeli.
4)
Ada
nilai tukar pengganti barang. (Djazuli, 2010).
Syarat untuk akad murabahah,
yaitu:
1)
Penjual
memberi tahu biaya modal kepada pembeli.
2)
Kontrak
pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
3)
Kontrak
harus bebas dari riba.
4)
Penjual
harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang yang sudah
dibeli.
5)
Penjual
harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika
pembelian dilakukan secara utang.
Secara prinsip, jika syarat di atas
tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan, yaitu:
1)
Melanjutkan
pembelian seperti apa adanaya.
2)
Kembali
kepada penjual dan menyatakan ketidak setujuan atas barang yang dijual.
3)
Membatalkan
kontrak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...