Oleh: Misno
Salah satu dari hidayah yang diberikan Allah Ta’ala kepada para
hambaNya adalah diberikannya kenikmatan untuk beribadah kepadaNya. Ibadah sebagai
bentuk penghambaan diri kepadaNya sejatinya adalah kebutuhan setiap insan,
namun masih banyak manusia yang tidak bisa merasakan manisnya ibadah kepadaNya.
Kenapa hal ini terjadi?
Allah menciptakan manusia dengan tujuan utama agar mereka beribadah
kepadaNya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَمَا خَلَقْتُ
ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku. QS. Adz-Dzariyat: 56
Hal ini bukan berarti Allah Ta’ala membutuhkan ibadah manusia
sebagai hambaNya, namun justru sebagai bentuk kasih sayangNya kepada seluruh
umat manusia. Dengan beribadah kepada Allah Ta’ala maka manusia akan
mendapatkan berbagai kemashlahatan baik di dunia maupun di akhirat sana.
Namun, tidak semua manusia mendapatkan hidayah untuk dapat
beribadah kepadaNya, sebagian manusia lali dari beribadah kepadaNya. Sementara sebagian
lainnya merasa berat dan susah ketika beribadah. Misalnya ketika akan
melaksanakan shalat jiwa merasa berat, demikian pula ketika melaksanakan ibadah
puasa maka badan menjadi lemah terasa. Apalagi jika ibadah tersebut memerlukan
pengorbanan yang lebih, misalnya shalat shubuh di pagi hari ketika orang lain
masih terlelap tidur. Demikian pula berpuasa ketika orang lain banyak yang tidak
puasa, semua berat dilaksanakan karena adanya faktor internal dan ekternal yang
menggoda insan.
Pertanyaan terbesar adalah “Apa yang ahrus kita lakukan ketika
berat melaksanakan ibadat? Atau ketika merasa susah melaksanakan ibadah? Benarkan
dosa dan kemaksiatan yang kita lakukan menjadi penyebab malas dalam ibadah?
Jawabannya adalah kembali kepada diri kita sendiri, dimulai dari
memperbaiki keimanan kita, muhasabah diri tentang keberadaan kita di dunia. Untuk
apa kita hadir di dunia dan kemana kita akan kembali nantinya. Memperbaiki dan
terus menguatkan keimanan kita kepada Allah Ta’ala, memperkuat ketakwaan dan
belajar untuk dapat menikmati ibadah yang dilakukan.
Pertama, Menguatkan keimanan dan ketakwaan berarti melaksanakan
seluruh perintahnya dan menjauhi semua larangannya. Hal ini berarti agar kita
tidak lagi susah dalam beribadah maka biasakan diri untuk terus beribadah,
mungkin suatu waktu harus “dipaksa” diri ini untuk beribadah kepadaNya. Mudah-mudahan
dengan pembiasaan dan sekali-kali “dipaksa” lama-kelamaan diri ini akan akan
merasakan manisnya beribadah kepadaNya.
Kedua, Berusaha sekuat tenaga meninggalkan semua laranganNya. Berdasarkan
berbagai ayat al-Qur’an hadits nabi yang mulia, pendapat para ulama serta
pengalaman manusia tenryata dosa dan maksiat menjadi penyebab seseorang tidak
dapat merasakan indahnya beribadah kepadaNya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَعَصَى
ءَادَمُ رَبَّهُ فَغَوَى . ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى .
قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ فَإِمَّا
يَأْتِيَنَّكُم مِّنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ
يَشْقَى . وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكًا
وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى . قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِي أَعْمَى
وَقَدْ كُنتُ بَصِيرًا . قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ ءَايَاتُنَا فَنَسِيتَهَا
وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنسَى . وَكَذَلِكَ نَجْزِي مَنْ أَسْرَفَ وَلَمْ يُؤْمِن
بِئَايَاتِ رَبِّهِ وَلَعَذَابُ اْلأَخِرَةِ أَشَدُّ وَأَبْقَى
Dan Adam pun mendurhakai Rabb-nya, maka ia sesat. Kemudian Rabb-nya
(Adam) memilihnya, maka Dia menerima taubatnya dan memberi Adam petunjuk. Allah
berfirman, “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi
musuh sebagian yang lain. Maka jika datang kepadamu petunjuk dariKu, lalu
barangsiapa yang mengikuti petunjukKu, ia tidak akan seat dan ia tidak akan
celaka. Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya
baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat
dalam keadaan buta”. Berkatalah ia:”Ya, Rabb-ku, mengapa Engkau menghimpun aku
dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya seorang yang bisa melihat”. Allah berfirman:”Demikianlah,
telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula)
pada hari inipun kamu dilupakan”. Dan demikanlah Kami membalas orang yang
melampaui batas dan tidak percaya terhadap ayat-ayat Rabb-nya. Dan sesungguhnya
adzab di akhirat itu lebih berat dan lebih kekal. QS. Thaha:121-127.
Ayat ini menyebutkan beberapa efek negatif yang ditimbulkan karena
perbuatan maksiat. Allah menjelaskan dalam ayat ini, bahwa akibat (yang
ditimbulkan karena) perbuatan maksiat adalah ghay (kesesatan) yang
merupakan sebuah kerusakan. Seakan-akan Allah berfirman “Barangsiapa
mendurhakai Allah, maka Allah akan merusak kehidupannya di dunia.” Makna
seperti ini juga disebutkan dalam ayat-ayat berikut. FirmanNya:
فَمَنِ
اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلاَ يَشْقَى
Lalu barangsiapa yang mengikuti petunjukKu, ia tidak akan sesat dan
ia tidak akan celaka. QS. Thaha: 123.
Maka, salah satu dari sebab beratnya kita melaksanakan ibadat dan
rasa susah ketika beribadah adalah karena dosa dan maksiat yang kita lakukan. Sehingga
sebagai seorang hamba yang terus berusaha menjadi baik hendaknya kita terus sekuat
tenaga meninggalkan segala bentuk dosa, maksiat dan kesalahan. Semoga dengan
itu kita akan dapat merasakan manisnya beribadah kepadaNya. Wallahu ‘alam, di
tengah perjuangan melawan rasa malas dan lemah. 27062022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...