Oleh: Dr. Misno, MEI
Ini adalah sepenggal kisah manusia tentang pengaruh tahta
(kekuasan) dalam bentuk jabatan yang telah menggelapkan mata. Bahkan persahabatan
yang telah dibina sejak semula akhirnya menjadi permusuhan yang tiada
hujungnya. Karena tahta dunia yang didapatkannya dengan mudah ia membuah fitnah
dan menghalalkan segala cara, termasuk tidak lagi mengindahkan syariah Allah Ta’ala
yang mulia.
Tahta dalam bentuk kekuasaan atau jabatan menjadi satu dari hal
yang diidam-idamkan oleh manusia, selain wanita (pria) dan harta. Dengan berbagai
cara manusia berlomba untuk mendapatkannya, hingga sebagian mereka menghalalkan
segala cara untuk dapat meraih kedudukan dan jabatan tertingginya. Jika jabatan
yang didapatkan adalah amanah yang diberikan kepadanya, atau dengan terus
meluruskan niat ikhlas menjadi jabatan sebagai sarana untuk mewujudkan
mashlahat dan sejalan dengan syariat tentu tidak menjadi masalah. Permasalahannya
adalah ketika cara mendapatkan jabatan tersebut harus mengorbankan orang lain,
persahabatan hingga melanggar tatanan syariah Ar-Rahman. Hal ini tentu tidak
bisa dibiarkan dan harus diberikan peringatan.
Penulis adalah saksi hidup sebuah perseteruan untuk mendapatkan
jabatan yang entah mengapa banyak yang memperebutkannya. Hal yang menarik
adalah ketika ternyata jabatan yang diperebutkan tersebut ternyata menjadi
sebab bagi permusuhan di antara mereka. Pada awalnya mereka adalah satu
kelompok yang berjuang bersama-sama untuk menasehati pemimpin sebelumnya. Namun
ketika pemimpin tersebut mengundurkan diri maka mulailah perseteruan di antara
mereka terjadi. Masing-masing mengajukan diri untuk menjadi pengganti dari
pemimpin yang mengundurkan diri tersebut. Maka perlahan persahabatan yang
dibina selama ini mulai retak, renggang dan akhirnya terpisah oleh kepentingan
mendapatkan kedudukan dan jabatan.
Allah Ta’ala menakdirkan salah satu dari mereka menjadi pemimpin,
tentu saja pihak yang kalah protes dengan mengajukan beberapa bukti bahwa
mekanisme pemilihan telah disetting sedemikian rupa sehingga memenangkan
rivalnya. Dari mulai fit and proper test yang menggandeng rekanan
pendukung satu pihak, test psikologi dan Potensi Akademik yang direkayasa,
hingga lobby terhadap pemilik yang luar biasa. Itu beberapa bukti yang dikemukakan
oleh pihak yang kalah.
Sementara pihak yang menang menyatakan bahwa semua bukti tersebut
adalah dusta dan tanpa adanya bukti yang dapat dihadirkan, hingga perseteruan
berlanjut dengan saling memutuskan hubungan persahabatan. Memang, secara lisan
konflik ini lebih tidak kelihatan, tapi faktanya perseteruan ini terus
berlanjut hingga terjadilah konflik demi konflik yang sebab utamanya adalah
jabatan dan kedudukan.
Konflik semakin menjadi ketika pihak yang kalah mendatangi yang
menang dan menyampaikan secara langsung berbagai pertanyaan yang harus dijawab
terkait dengan kecurangan dan penyebab kenapa tega mengkhianatinya (perlu diketahui
bahwa pemenang adalah yunior di tempat tersebut yang sejak awal selalu dibantu
oleh pihak yang kalah sebagai senior dalam beberapa hal). Namun ternyata
jawaban dari pihak pemenang di luar dugaan, dengan pongahnya dia melawan balik
dengan menyatakan bahwa kepemimpinan sebelumnya gagal dan dia harus “berlari”
untuk mengejar keterlambatan lembaga yang dipimpinnya. Pihak pemenang juga
menggunakan “Hak Prerogratif” untuk memilih orang-orang yang satu pandangan
dengannya, hingga pihak yang kalah menjadi korban dan tersingkirkan dari kancah
jabatan.
Inilah yang banyak terjadi di dunia nyata, di mana ketika satu
pihak mendapatkan kekuasaan maka seluruh “kroni”-nya akan dibawa menjadi para
pejabat di sekelilingnya, sementara musuh yang sejak awal menjadi oposisi akan
dihancurkan dan dibinasakan. Semacam balas dendam kekuasaan karena selama ini
ia merasa didzalimi oleh pemimpin sebelumnya. Hal yang menarik adalah justru
teman seperjuangan yang awalnya selalu bersama pun harus dikorbankan dan
menjadi lawan karena jabatan yang diraihnya.
Konflik dan perseteruan di antara mereka belum berakhir, namun
hingga Sabtu 04 Juni 2022 memberikan banyak sekali pelajaran kepada kita yang
menyaksikannya, yaitu bagaimana “Kuasa Tahta” telah menggelapkan mata manusia
hingga berbagai ucapan dan Tindakan yang dilakukannya melanggar syariah mulia. Dari
mulai ucapan dusta, fitnah yang disampaikan, mengumbar aib orang lain hingga
memutuskan persahabatan yang selama ini terjalin dengan baik. kekuasaan dalam
bentuk jabatan telah membuat manusia lupa akan syariahNya yang mulia, hingga
melabrak segala cara, bahkan agama yang seharusnya menjadi dasar kepemimpinanya
diinjak-injak di bawah kekuasaannya.
Semoga Allah Ta’ala menghindarkan kita dari segala bentuk fitnah
tahta, jabatan dan kekuasaan. Kalaupun saat ini ada yang menjadi pemimpin maka
selalu ingatlah bahwa kepemimpinan itu akan dimintai pertanggungjawaban. Tahta,
jabatan dan kekuasaan haruslah digunakan untuk kemashlahatan dan menjunjung
tinggi syariah Islam. Jangan sampai justru kekuasaan yang didapatkan
mengorbankan persahabatan, persaudaraan dan kebersamaan yang selama ini dibina.
Semoga Allah Ta’ala sentiasa memberikah hidayah kepada kita, sehingga terhindar
dari fitnah, harta, tahta dan fitnah dunia lainnya. Wallahu’alam, 05062022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...