Jumat, 10 Juni 2022

Manisnya Jabatan, Tapi Ingat Kawan…

Oleh: Dr. Misno, SHI., SE., MEI

 


Sudah fitrah bagi manusia untuk mencintai pasangan, anak keturunan, harta dan jabatan. Sebagaimana firmanNya dalam Surat Ali Imran ayat 14 “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”. Fitrah ini tidak ada salahnya ketika tetap dalam tuntunan syariahNya, menjadi salah ketika mengutamakan keduniaan tersebut untuk akhirat yang abadi di sana.

Jabatan adalah sebuah posisi di mana seseorang mendapatkan banyak fasilitas kehidupan, kehormatan dan dikagumi oleh orang-orang di sekitarnya. Begitu manis jabatan ini sehingga banyak manusia berlomba-lomba untuk mendapatkannya, bahkan tidak jarang menghalalkan segala cara. Jabatan yang diduduki oleh seseorang menjadikannya seperti raja, ia bebas memerintah apa saja, dipatuhi oleh para bawahannya dan semua yang diinginkan mudah untuk didapatkan. Jabatan juga membuat orang yang mendudukinya berada pada strata sosial yang lebih tinggi di mata manusia, hingga seolah-olah berada di atas awang-awang.

Manisnya jabatan seringkali membuat orang-orang yang berhasrat dengannya mau melakukan apa saja, dari mulai menghabiskan waktunya untuk mencapainya, menginjak orang-orang yang di bawahnya dan menjilat para atasannya. Ia juga tidak jarang mengorbankan persahabatan yang selama ini dibina, teman satu perjuangan dan satu barisan dengan mudah dilupakan bahkan menjadi musuh bebuyutan karena mengejar syahwat jabatan. Inilah fenomena yang banyak terjadi, di mana karena jabatan banyak pertemenan, persahabatan, dan persaudaraan terpecah menjadi permusuhan yang tidak berkesudahan.

Ada juga di sisi lain, ketika mendapatkan jabatan maka semua teman, shahabat, keluarga dan orang dekat dilantik dan dijadikan “kroni” dalam jabatannya tanpa memandang kemampuan atau kualitasnya. Tentu saja ini juga tidak sesuai dengan Amanah jabatan yang dibebankan, Nepotisme menjadi negatif ketika kedekatan menjadi alasan dalam memberikan jabatan. Dalam perspektif Islam hal ini juga sangat tidak dianjurkan, karena bukan mengajak kebaikan kepada orang dekat tetapi justru menjerat dan membawa mereka ke dalam lingkaran setan jabatan tanpa sifat professional. Ujung-ujungnya adalah kejahatan yang dilakukan bersama, atas nama kedekatan yang mereka bina.

Jabatan yang terasa manis ini oleh sebagian orang juga mulai terkikis dan perlahan akan habis. Masa jabatan yang dibatasi memaksanya untuk berfikiri dan kembali mengatur strategi. Apakah akan berjuang kembali mendapatkan jabatannya, minimal dua periode atau mencukupkan diri dan mencari jabatan lain lagi. Manisnya jabatan bagi mereka yang akan menghabiskan masa jabatan begitu terasa bahkan semakin terasa, hingga tidak rela untuk meninggalkannya. Fenomena menjelang pension menjadi salah satu bukti nyatanya.

Padahal semua kita mungkin paham, bahwa jabatan itu memang ada batasnya apalagi jabatan di dunia semua akan berakhir adanya. Maka mengingat kembali tentang hakikat manusia dan jabatan yang diamanahkan kepadanya adalah kunci utama dalam menikmati mansinya jabatan. Ia suatu saat akan ditinggalkan, lebih dari itu adalah bahwa jabatan itu akan dimintai pertanggungjawabannya. Apalagi jika jabatan itu terkait dengan kepemimpinan umat yang pasti akan dimintai pertanggungjawaban. Ingatlah sabda Nabi yang mulia “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya”.

Maka, manisnya jabatan itu memang sangat terasa di dunia, tapi ingatlah bahwa ia akan dimintai pertanggungjawabannya. Tidak hanya di dunia namun juga di akhirat sana, jangan bangga dengan jabatan yang ada, karena bisa jadi jabatan itu adalah “fitnah” atau ujian yang melihat bagaimana kualitas dari keimanan kita. Jangan pernah sombong dengan jabatan yang ada karena ianya akan menjadi “bala” dan “neraka” bila kita tidak mampu memanggunakan di jalanNya.  Apalagi jika jabatan yang ada digunakan untuk kesewenang-wenangan, mendzalimi bawahan, menyikut sejawat, menjilat atasan hingga mengesampingkan syariah Ar-Rahman.

Jabatan itu memang manis, tapi ia akan dimintai pertanggungjawaban… maka manfaatkan jabatan itu di jalanNya, menebarkan rahmah Islam untuk semesta dan terus muhasabah dengan Amanah yang dibebankan kepada kita. Semoga Allah Ta’ala sentiasa menjaga kita semua dari segala fitnah jabatan dan fitnah keduniaan lainnya. Wallahu a’alam, Jumat berkah 10062022.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...