Oleh: Dr. Misno, SHI., SE., MEI
Sudah fitrah bagi manusia untuk mencintai pasangan, anak keturunan,
harta dan jabatan. Sebagaimana firmanNya dalam Surat Ali Imran ayat 14 “Dijadikan
indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu:
wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda
pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di
dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”. Fitrah ini
tidak ada salahnya ketika tetap dalam tuntunan syariahNya, menjadi salah ketika
mengutamakan keduniaan tersebut untuk akhirat yang abadi di sana.
Jabatan adalah sebuah posisi di mana seseorang mendapatkan banyak
fasilitas kehidupan, kehormatan dan dikagumi oleh orang-orang di sekitarnya. Begitu
manis jabatan ini sehingga banyak manusia berlomba-lomba untuk mendapatkannya,
bahkan tidak jarang menghalalkan segala cara. Jabatan yang diduduki oleh
seseorang menjadikannya seperti raja, ia bebas memerintah apa saja, dipatuhi
oleh para bawahannya dan semua yang diinginkan mudah untuk didapatkan. Jabatan juga
membuat orang yang mendudukinya berada pada strata sosial yang lebih tinggi di
mata manusia, hingga seolah-olah berada di atas awang-awang.
Manisnya jabatan seringkali membuat orang-orang yang berhasrat
dengannya mau melakukan apa saja, dari mulai menghabiskan waktunya untuk
mencapainya, menginjak orang-orang yang di bawahnya dan menjilat para
atasannya. Ia juga tidak jarang mengorbankan persahabatan yang selama ini dibina,
teman satu perjuangan dan satu barisan dengan mudah dilupakan bahkan menjadi
musuh bebuyutan karena mengejar syahwat jabatan. Inilah fenomena yang banyak
terjadi, di mana karena jabatan banyak pertemenan, persahabatan, dan persaudaraan
terpecah menjadi permusuhan yang tidak berkesudahan.
Ada juga di sisi lain, ketika mendapatkan jabatan maka semua teman,
shahabat, keluarga dan orang dekat dilantik dan dijadikan “kroni” dalam
jabatannya tanpa memandang kemampuan atau kualitasnya. Tentu saja ini juga
tidak sesuai dengan Amanah jabatan yang dibebankan, Nepotisme menjadi negatif ketika
kedekatan menjadi alasan dalam memberikan jabatan. Dalam perspektif Islam hal
ini juga sangat tidak dianjurkan, karena bukan mengajak kebaikan kepada orang
dekat tetapi justru menjerat dan membawa mereka ke dalam lingkaran setan jabatan
tanpa sifat professional. Ujung-ujungnya adalah kejahatan yang dilakukan
bersama, atas nama kedekatan yang mereka bina.
Jabatan yang terasa manis ini oleh sebagian orang juga mulai terkikis
dan perlahan akan habis. Masa jabatan yang dibatasi memaksanya untuk berfikiri
dan kembali mengatur strategi. Apakah akan berjuang kembali mendapatkan
jabatannya, minimal dua periode atau mencukupkan diri dan mencari jabatan lain
lagi. Manisnya jabatan bagi mereka yang akan menghabiskan masa jabatan begitu terasa
bahkan semakin terasa, hingga tidak rela untuk meninggalkannya. Fenomena menjelang
pension menjadi salah satu bukti nyatanya.
Padahal semua kita mungkin paham, bahwa jabatan itu memang ada
batasnya apalagi jabatan di dunia semua akan berakhir adanya. Maka mengingat
kembali tentang hakikat manusia dan jabatan yang diamanahkan kepadanya adalah
kunci utama dalam menikmati mansinya jabatan. Ia suatu saat akan ditinggalkan,
lebih dari itu adalah bahwa jabatan itu akan dimintai pertanggungjawabannya. Apalagi
jika jabatan itu terkait dengan kepemimpinan umat yang pasti akan dimintai
pertanggungjawaban. Ingatlah sabda Nabi yang mulia “Setiap kalian adalah pemimpin
dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya”.
Maka, manisnya jabatan itu memang sangat terasa di dunia, tapi
ingatlah bahwa ia akan dimintai pertanggungjawabannya. Tidak hanya di dunia
namun juga di akhirat sana, jangan bangga dengan jabatan yang ada, karena bisa
jadi jabatan itu adalah “fitnah” atau ujian yang melihat bagaimana kualitas
dari keimanan kita. Jangan pernah sombong dengan jabatan yang ada karena ianya
akan menjadi “bala” dan “neraka” bila kita tidak mampu memanggunakan di
jalanNya. Apalagi jika jabatan yang ada digunakan
untuk kesewenang-wenangan, mendzalimi bawahan, menyikut sejawat, menjilat
atasan hingga mengesampingkan syariah Ar-Rahman.
Jabatan itu memang manis, tapi ia akan dimintai pertanggungjawaban…
maka manfaatkan jabatan itu di jalanNya, menebarkan rahmah Islam untuk semesta
dan terus muhasabah dengan Amanah yang dibebankan kepada kita. Semoga Allah Ta’ala
sentiasa menjaga kita semua dari segala fitnah jabatan dan fitnah keduniaan
lainnya. Wallahu a’alam, Jumat berkah 10062022.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...