Minggu, 30 November 2014

PENGALAMAN
MENYUSUNAN DRAFT UNDANG- UNDANG  OTONOMI ACEH
DAN MENGAMATI PELAKSANAAN SYARIAT ISLAM DI ACEH

Oleh:
Juhaya S Praja[1]

Pendahuluan

                 Penulis mengucapkan terimakasih atas kepercayaan Panitya untuk menyampaikan makalah pada hari ini. Makalah ini adalah pengalaman penulis ketika mendapat tugas Menteri Agama, KH Tolhah Mansur di era Presiden RI, KH Abdurahman Wahid. Ketika itu penulis ditugasi MENAG untuk mewakili beliau dalam rangka mendampingi Menteri Kehakiman Bapak Burhanudin Lopa dalam menyusun Undang undang Otomi Daerah istimewa Aceh tahun 1999. Dengan demikan, penulis sementara waktu berkantor bersama DIRJEN PERUNDANG-UNDANGAN, pada waktu itu dijabat oleh Prof Dr A. Gani Abdullah SH, gurubesar Fakultas Syariah UIN Bandung (sekarang Hakim Agung). Penulis bertugas menyiapkan draf UU manakala pihak eksekutif dengar pendapat dengan DPR RI. Setelah dengar pendapat dengan DPRRI, penulis merevisi draft sesuai dengan masukan dari yth anggota DPR,. Demikian selanjutnya sampai ketuk palu pengesahann RUU menjadi UU.
 Di samping itu, makalah ini juga ditulis berdasarkan pengalaman penulis selama menjadi guru besar tamu Pascaarajana UIN Ar Raniry Banda Aceh dan membimbing sejumlah kandidat doktor yang menulis disertasinya tentang pelaksanaan syariat Islam di Aceh.

OTONOM MELAKSANAKAN SYARIAT ISLAM
                Otonomi melaksanaan syariat Islam di Aceh disertai catatan-catatan dalam bentuk undang-undang. Keuangan (termasuk bentuk mata uang), hubungan luar negeri dan mengangkat Tentara tidak termasuk wilayah otonomi. Kecuali mengangkat prajurit termasuk wilayah otonomi, tetapi mengangkat perwira pertama hingga tinggi adalah  hak dan wewenang pemerintah pusat RI. Sedangkan bidang hukum pidana juga terbatas, yakni selama tidak bertentangan dengan KUHPidana nasional.  Ketika ada  beberapa pasal yang terasa mengganjal, terbetik dalam hati penulis bahwa di kemudian hari akan menjadi masalah, yaitu; Nama UU tentang nama Aceh menjadi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), dan pasal yang mengatur otonomi di bidang hukum pidana.
                Ternyata apa yang dikhawatirkan penulis menjadi kenyataan. Tentang nama Nangroe Aceh Darussalam (NAD), kemudian direvisi melalui Undang Undang Pemerintah Aceh (UUPA) menjadi Provinsi Aceh saja. Tentang partai politik juga dinamis dimana diizinkan adanya partai lokal khusus Aceh. Sekalipun demikian masalah masih tetap ada,  al, tentang Wali Nangroe yang sampai sekarang masih tarik ulur.
                Walaupun ada masalah, proses pelaksanaan syariat Islam, baik dalam bentuk Pembuatan Qonun melalui DPRD, maupun pembentukan lembaga-lembaga syariah terus berkembang dan berjalan. Terutama setelah dibentuknya Dinas Syariah, Mahkamah Syariah, Wilayatul Hisbah (WH),  dan terbitnya Qanun tentang pelaksanaan syari’ah secara kaffah yang meliputi ibadah, solat Jum’at, busana muslimah, maisir, minuman keras, berkhalwat, serta sanksi-sanksinya berupa kurungan dan hukum cambuk.

DINAMIKA SYARIAT ISLAM SELAMA 15 TAHUN
                Dinamika pelaksanaan syariat Islam di Aceh tidak bisa lepas dari peranan dan cara pandang kelompok Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Tidak bisa dipungkiri juga bahwa bencana sunami juga berperan penting daalam dinamika masyarakat Aceh secara menyeluruh. Yang paling menarik setelah lahirnya UUPA dimana Nangroe Aceh Darussalam (NAD) menjadi Aceh. Perubahan nomenklatur ini merubah semua papan nama seuruh Aceh dan berbagai atribut lembaga birokrasi. 
                Segera setelah terbit Qonun maka lembaga HW terbentuk dan merekrut sjumlah sarjana untuk mengawasi pelaksanaan syariat Islam, mengarahkan bentuk bangunan restoran, dan mengarahkan perilaku masyakakat Aceh maupun tamu atau wisatawan yang berkunjung ke Aceh. Lembaga HW yang semula berdiri sendiri, kemudian digabung dengan SATUAN POLISI PAMONG PRAJA.    Berbagai tindak pidana syariah disidangkan di Mahkamah Syariah setelah melewati penyidikan pihak Polri dan Dilanjutkan pihak Kejaksaan kemudian diputus oleh hakim dan kembali dieksekusi pihak kejaksaan. Kendalanya ialah dalam masalah budgeting untuk eksekusi sehingga banyak eksekusi yang terhambat karena budgeting.
                Pelaksanaan syariat Islam di Aceh menunjukkan kerja teori hukum Rouscou Pond yang menyatakan hukum adalah tool of social engineering and tool of social control. Qonun Aceh telah merubah tradisi busana Muslimah Aceh. Bahkan di Kabupaten Meulaboh ada Perda Bupati yang mengatur busana Muslimah yang berkendaraan sepeda motor. Ruang publik seperti rstoran, tinggi dinding ruang makan hanya boleh sekitar 60 cm, supaya tidk dijadikan tempat berkhlwat. Sanksi adat juga berlaku bagi pelaku  yang trtangkap tangan. Ada adat yang memberi hukuman tambahan dengan membayar denda dengan 1, 2, atau 3 ekor kambing plus dibanjur air comberan, baru setelah itu mereka dikawinkan.
                Jika hari Jumat datang, pada waktu solat Jumat pun jalanan sepi karena penduduk solat Jumat, mereka yang tidak solat pun tidak berani berkeliaran di tempat umum karena kalau tertangkap WH akan dijatuhi  sanksi.  Wisatawan pun jika masuk Aceh, umumnya berbusana Muslimah sekalipun non Muslim dan orang asing. Akan tetapi, begitu meninggalkan Aceh, umpamanya sampai Medan, mulailah mereka melepas busana Muslimah. Dalam acara resmi, jika ada wanita tidak berbusana Muslimah akan diusir oleh Satpam, wartawati sekalipun.
                Sisi lain dari pelaksanaan syariat adalah adanya “keterpaksaan” aparat hukum mempelajari syariat Islam, terutama polisi dan jaksa serta angota WH atau Muhtasib atau polisi syariah. Hal ini berimbas pada dunia pendidikan dimana kurikulum fakultas hukum memasukkan materi pelajaran syariat Islam dsnlembags-lembaga syariah. Sementara peran ulama pun meningkat. Bagian ini akan dibahas oleh Sdr Kandidat Doktor ilmu hukum Islam,  Mursyididn AR., M.Ag, dosen STAIN(SEKOLAH TINGI AGAMA ISLAM NEGERI) Langsa, Aceh yang sudah hadir di sini sejak kemarin.


[1] Guru Besar Filsafat Hukum, Ketua Prodi S3 Hukum Islam Pascasarjana, Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati Bandung . Lulus DR UIN SYAHIDA Jakarta 1998; Visiting Fulbright rofessor Denver University, Colorado USA, 1992; Columbia University, New York City, 1993; Binghamton University/ State Univrsity of New York (SUNY), Negara bagian New York, 2002-2003; Visiting Expert on TERRORISM, Universitas PBB ( UNAFEI), Fuchu si, Tokyo, Jepang; dan sejumlah universitas di Indonesia dan Malaysia, dll. 

Selasa, 18 November 2014

Satu Ranjang Dua Iman

Dasar munculnya perkawinan beda agama adalah padangan bahwa pernikahan harus didasarkan kepada rasa cinta (suka) antara seorang laki-laki dan seorang perempuan tanpa memandang derjat, profesi, suku bangsa, miskin-kaya dan agama. Intinya adalah bahwa perkawinan tidaklah melihat pada status sosial seseorang termasuk tidak memandang agama yang dianut oleh seseorang. Pandangan ini menjadi landasan terbentuknya keluarga beda agama dalam suatu masyarakat. Apabila kita cermati dengan seksama, maka yang mendasari terbentuknya pernikahan beda agama dalam suatu masyarakat, adalah  karena adanya beberapa faktor seperti: 
1.    faktor diri sendiri, dimana semuanya hanya didasarkan atas nama cinta tanpa memperhatikan dampak yang lainnya yang dapat juga berdampak pada keluarga kedua belah pihak,
2.    faktor kekeluargaan, yaitu para pasangan keluarga beda agama sama-sama memiliki keluarga yang menganut keyakinan yang berbeda juga dengan mereka, sehingga pada saat mereka memilih untuk hidup dengan pasangan yang berbeda agama mereka maka mereka sudah saling mengetahui satu sama lain,
3.    faktor adat istiadat di mana terdapat sebuah tradisi/ kebiasaan yang tumurun temurun yaitu dimana sebuah ikatan hidup bersama yang hanya  disaksikankan oleh beberapa orang yang dituakan di tempat tersebut, seperti kepala kampung kedua mempelai, keluarga besar masing- masing dan para tetangga di lingkungan tempat tinggal yang akan disatukan untuk hidup bersama tanpa ada  akad nikah/ pencatatan sipil, cukup dengan disaksikan oleh keluarga kedua belah pihak dan saksi adat seperti kepala kampung,  yang hadir pada saat perkawinan adat tersebut dilakukan. Tradisi ini, di Toraja disebut dengan istilah ma’parampo”.
Berdasarkan faktor-faktor tersebut maka rasa cinta terhadap orang lain menjadi faktor utama dalam pernikahan beda agama. Mereka yang telah merasa cocok dengan pasangannya dengan kecintaan yang mendalam tidak lagi memandang agamanya. Demikian pula tidak lagi memikirkan tentang masa depan yang akan dihadapi ketika mereka membentuk sebuah keluarga dengan agama yang berbeda-beda antara anggota keluarga.
Pernikahan beda agama banyak terdapat di kota-kota besar khususnya wlayah dengan pluralitas sosial yang tinggi. Kota Bogor adalah salah satu wilayah di Provinsi Jawa Barat yang juga memeiliki beberapa warganya yang melakukan pernikahan beda agama. Walaupun jumlahnya tidak sebanyak wilayah lainnya namun perkembangannya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Data pada kantor catatan sipil Kota Bogor menunjukan bahwa pernikahan beda agama dilakukan karena tidak diterima di Kanotr Urusan Agama. Alasan utama mereka adalah karena sudah merasa cocok sehingga melanjutkan ke jenjang pernikahan. Beberapa kasus memang tidak mendapatkan izin dari keluarga dan kerabat, namun sebagian lainnya mengizinkan. 
Jika pada pernikahan seagama saja banyak terjadi perbedaan pandangan antara individu yang mengarah kepada konflik terjadi, maka pada keluarga beda agama akan memiliki peluang konflik yang lebih besar. Benarkah demikian? Bagaimana keharmonisan keluarga beda agama bisa tercipta? Hal inilah yang menjadi latar belakang peneliti untuk mengkaji lebih mendalam mengenai mengenai harmoni keluarga beda agama. Adapun judul dari penelitian ini adalah “Satu Ranjang Dua Iman: Studi Harmoni Keluarga Beda Agama di Kota Bogor Jawa Barat ”.

Satu Ranjang Dua Iman

Pernikahan antara pemeluk agama atau inter cross marriage adalah sebuah fenomena yang saat ini semakin berkembang di masyarakat. Keberagaman masyarakat dengan berbagai agama dan kepercayaan telah mendorong berkembangnya pernikahan antar pemeluk agama. Jika pada beberapa pendapat tokoh agama di Indonesia tidak diperbolehkan melangsungkan pernikahan antara penganut agama yang berbeda maka justru di masyarakat fenomena ini semakin berkembang. Ternyata perbedaan agama tidak menjadi penghalang bagi sebagian orang untuk membangun sebuah keluarga, meskipun harus dengan agama yang berbeda, dimana seorang suami dan seorang istri menganut agama yang berlainan antara satu dengan yang lainnya, dalam  sebuah keluarga yang mereka bina. Hukum positif tidak mampu menahan keinginan ini, hingga berbagai jalan dilakukan untuk melegalkan pernikahan beda agama.
Saat ini pernikahan beda agama bukan lagi sesuatu yang tabu di masyarakat, fenomena ini telah menjadi gejala sosial yang terus berkelanjutan. Jika dulu pasangan beda agama harus berjuang mati-matian dalam melegalkan pernikahannya. Kini mereka sudah dapat melenggang dengan menikah di kantor catatan sipil, jika masalah administrasi masih menjadi kendala, maka menikah di luar negeri menjadi pilihan selanjutnya. Menikah adalah hak setiap orang, sehingga dengan siapa saja seseorang hendak menikah maka itu menjadi hak asasinya. Apalagi jika cinta menjadi alasan utama, maka tidak ada satu orangpun yang bisa memisahkannya. 
Saat ini isu “haram”nya nikah beda agama tidak lagi dipedulikan oleh para pelaku pernikahan beda agama. Secara perlahan masyarakat juga mulai menerima kenyataan ini, walaupun masih ada beberapa kelompok masyarakat yang masih mempermasalahkannya. Pada dasarnya seluruh agama menolak pernikahan beda agama, teks-teks ayat suci juga menyebutkan secara eksplisit dan implisit masalah ini, namun dengan berjalannya waktu saat ini mereka mulai lebih longgar dalam pada kenyataan ini.
Agama Nasrani pada awalnya menolak pernikahan beda agama, namun saat ini beberapa alirannya sudah menerimanya, tentu dengan syarat-syarat tertentu. Demikian pula Islam, jika pada awalnya Islam menentang keras pernikahan beda agama, maka saat ini sebagian masyarakat telah melegalkan pernikahan beda agama tersebut. Hal ini terjadi juga pada agama Budha, Khonghucu, dan yang lainnya.
Berdasarkan kasusu ini terjadi perubahan paradigma dan pandangan di masyarakat baik secara individu dan kelompok. Awalnya mereka menolak pernikahan beda agama, kemduaian lambat laun beberapa dari mereka menyetujui terhadap pernikahan beda agama dengan segala variasinya. Terjadi evolusi pemahaman yang memunculkan satu anggapan bahwa perbedaan agama tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perkawinan.
Pernikahan baik seagama atau beda agama adalah satu media yang menyatukan antara dua orang yang berbeda. Perbedaan ini dapat berupa sikap, tingkah laku, budaya, adat istiadat dan kepercayaan. Pada pernikahan beda agama perbedaan ini akan semakin kentara, yaitu perbedaan keyakinan ditambah perbedaan adat dan budaya masing-masing pasangan. Sementara di satu sisi setiap individu dalam keluarga beda agama akan tetap mempertahankan keyakinan agama masing-masing individu, di sisi lain mereka juga memiliki keturunan yang selayaknya mengikuti keyakinan masing-masing agama mereka.
Keluarga sebagai satu pranata sosial bukan hanya sebagai wadah hubungan antara suami dan istri, atau anak-anak dan orang tua, tetapi juga sebagai suatu rangkaian  tali hubungan antara jaringan sosial, anggota- anggota keluarganya dan jaringan yang lebih besar lagi yaitu masyarakat. Sehingga kokohnya masyarakat sakah satunya ditentukan oleh keluarga yang memiliki nilai-nilai yang dipegang teguh oleh seluruh anggotanya.
Sebuah proses percintaan dan pemilihan jodoh, seseorang harus melihat lagi bahwa masyarakat juga menaruh perhatian akan hasilnya. Tetapi ternyata ketika cinta menjadi dasar segalanya, maka perbedaan apapun bukanlah sebuah penghalang untuk melangsungkan perkawinan, meskipun harus dengan agama yang berbeda dan dengan melalui proses yang panjang dan akan membawa  berbagai dampak untuk kedua belah pihak. Semua itu tetap dilaksanakan karena sudah merasa cocok dengan pasangannya,
Pernikahan beda agama saat ini telah mengalami perkembangan yang signifikan, jika dahulu hanya terjadi di luar negeri dan kota-kota besar dengan penduduk yang plural. Maka saat ini telah merambah ke berbagai wilayah termasuk ke kampung-kampung yang jauh dari suasana kota. Walaupun   mendapatkan tanggapan yang pro dan kontra baik dari pemerintah, pemuka agama maupun masyarakat. Namun, tetap saja tidak sedikit pernikahan seperti ini  terdapat dalam masyarakat Indonesia, baik di kota besar maupun di desa.
Perkawinan beda agama dalam hal ini adalah seorang pria dan seorang wanita  yang membentuk sebuah keluarga dan menganut agama yang berbeda, melalui sebuah perkawinan, di mana perkawinan merupakan ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa. Inilah fenomene yang terus berkembang di berbagai masyarakt kita khususnya di wilayah perkotaan dengan pluralitas warganya.  

Satu Ranjang Dua Iman

 Oleh: Abdurrahman MBP
A.      Latar Belakang Masalah
Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang memliki naluri untuk hidup dengan orang lain. Naluri ini dikenal dengan istilah gregariousness, sehingga manusia disebut juga social animal (hewan sosial).[1] Ia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain, sehingga sering pula disebut dengan zoon politicon (makhluk sosial). Sifat manusia ini didasarkan kepada sifat biologis manusia yang memang tidak bisa memenuhi kebutuhannya sendiri. Seorang bayi yang baru lahir tidak bisa langsung bisa berjalan atau mencari makan sendiri. Bahkan ketika ia telah menginjak dewasa ada dorongan biologis yang harus dipenuhi.    
Membahas tentang adaptasi biologis, setiap manusia pasti memilikinya. Ia membutuhkan orang lain untuk memenuhi hasrat biologisnya.  Seorang manusia yang telah dewasa membutuhkan pasangan hidup sebagai penyaluran hasrat biologisnya. Pernikahan adalah sarana bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Seorang manusia yang normal membutuhkan seorang pasangan hidup dalam ikatan pernikahan yang sah secara sosial. Mereka membutuhkan keluarga demi perkembangan dirinya, sehingga dapat tercipta generasi berikutnya sebagai penerus keluarga mereka kelak.
Pembentukan sebuah keluarga diawali dengan pernikahan antara seorang laki-laki dan perempuan. Peristiwa ini adalah hal sakral yang harus dilalui oleh setiap manusia yang normal, bersatunya antara seorang laki-laki dan perempuan dalam satu ikatan yang kuat yaitu pernikahan. Ikatan inilah yang akan mempersatukan dua manusia yang berbeda (laki-laki dan perempuan) dalam jiwa dan rasa untuk mencapai satu tujuan menjadi sebuah keluarga yang bahagia, sejahtera dan kekal selamanya.
Dasar dari pernikahan adalah terpenuhinya kebutuhan biologis baik laki-laki ataupun perempuan. Hubungan antara laki-laki dan perempuan dalam satu ikatan perkawainan adalah puncak dari pemenuhan kebutuhan biologis manusia. Selain hal tersebut pernikahan juga adalah penyatuan antara dua keluarga besar dari seorang laki-laki dan perempuan yang melibatkan hubungan-hubungan emosi,  perasaan, kasih sayang, hubungan politik dan hubungan sosial.[2] Artinya bahwa pernikahan selain merupakan ikatan antara seorang laki-laki dan perempuan, ia juga penyatuan dua keluarga besar yang memiliki pola-pola hubungan sosial yang berbeda-beda.
Inilah makna luas dari perkawinan, ia bukan saja pertautan antara dua manusia, namun juga merupakan pertautan antara dua keluarga yang sanggup membawa diri dan melebur sebagai keluarga sendiri. Suatu perkawinan membutuhkan adanya suatu pembauran yang bersifat positif antara kedua manusia yang mengalaminya, yang mendukung terciptanya suatu kehidupan yang harmonis. Sehingga akan lahir dari perkawinan ini generas-generasi yang akan melanjutkan estafet kehidupan umat manusia.
Islam memandang bahwa perkawinan merupakan suatu ikatan yang sangat dalam dan kuat sebagai penghubung antara seorang pria dan seorang wanita dalam membentuk suatu keluarga atau rumah tangga. Allah ta’ala menyebutnya dengan istilah miitsaqan ghalidha (ikatan yang kokoh) yang bermakna satu ikatan antara laki0-laki dan perempuan yang didasarkan pada niat karena Allah ta’ala dan sebagai sarana untuk memenuhi kebutuhan biologisnya.  Begitu besarnya perhatian Islam terhadap pernikahan ini sehingga aturan-aturannya telah disebutkan secara qhat’i di dalam Al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam. Bahkan para ahli hukum Islam telah merumuskan apa yang disebut dengan fiqh munakahat, yaitu hukum-hukum Islam yang berkenaan dengan perkawinan.
Pembentukan keluarga antara seorang laki-laki dan perempuan memerlukan adanya komitmen yang kuat di antara keduanya. Komitmen terssebut dalam bentuk pemahaman terhadap hak dan kewajiban dari masing-masing pasangan. Hak dan kewajiban tersebut diatur dalam agama dan kepercayaan dari masing-masing individu. Sehingga dalam hal ini Undang- Undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 pada pasal 2 ayat 1 menyatkan bahwa  suatu perkawinan dinyatakan sah apabila dilakukan menurut hukum masing- masing agama dan kepercayaan pasangan yang melakukan pernikahan.
Landasan hukum agama dan kepercayaan dalam melaksanakan sebuah perkawinan merupakan hal yang sangat penting dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, sehingga penentuan boleh tidaknya dan sah batalnya suatu perkawinan tergantung pada ketentuan agama. Hal ini berarti juga bahwa hukum agama menyatakan perkawinan tidak boleh, maka tidak boleh pula menurut hukum Negara. Berdasarkan undang-undang tersebut maka apabila suatu agama melarang melakukan pernikahan dengan penganut agama yang lain maka secara otomatis peraturan pemerintah melarangnya.


[1] Sorjono Soekanto, hlm. 
[2]  (Widjaya, 1986

Etika Bisnis Islam

Oleh: Jafar

A.    Latar Belakang

Dunia bisnis Indonesia tengah mengalami proses perubahan. Arus globalisasi yang semakin deras tengah menekan dunia bisnis Indonesia untuk mengadopsi standar – standar pengelolaan bisnis secara internasional. Sustainable development maupun green business merupakan isu yang semakin berkembang. Masyarakat dunia semakin peduli akan kelestarian lingkungan. Keseimbangan dunia bisnis dan lingkungan harus bisa dicapai.  Ecolabeling merupakan salah satu contoh usaha masyarakat untuk menyelamatkan lingkungan dari ancaman dunia bisnis.

Dunia bisnis akan bisa survive jika mereka dapat menjaga keseimbangan dirinya dan lingkungannya. Profit bukanlah semata – mata tujuan yang harus selalu diutamakan. Dunia bisnis juga harus berfungsi sosial dan harus dioperasikan dengan mengindahkan etika – etika yang berlaku dimasyarakat. Para pengusaha juga harus menghindar dari upaya yang menyalagunakan segalah cara untuk mengejar keuntungan pribadi semata tanpa peduli berbagai akibatyang merugikan pihak lain, masyarakat luas, bahkan merugikan bangsa dan negara.

Etika dalam istilah umum adalah ukuran perilaku yang baik. Bahkan ada yang berpendapat bahwa islam itu akhlak karena mengatur semua perilaku kita, mulai dari tidur sampai bangun kembali bahkan sampai pada ekonomi, bisnis dan politik. Etika atau moral dalam bisnis merupakan buah dari keimanan, keislaman dan ketakwaan yang didasarkan pada keyakinan akan kebenaran Allah SWT. Islam diturunkan Allah pada hakekatnya adalah untuk memperbaiki akhlak atau etika yang baik.








B.     Rumusan Masalah
1.      Pengertian etika bisnis dalam islam.
2.      Bagaimana etika bisnis islam berbeda dengan etika bisnis lainnya.
3.      Bagaiman aktivitas bisnis yang dilarang dalam syariat islam.
4.      Strategi Bisnis dalam Islam.

C.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui bagaimana pengertian etika bisnis dalam islam
2.      Untuk mengetahui etika bisnis islam berbeda dengan etika bisnis lainnya
3.      Untuk mengetahu aktivitas bisnis yang dilarang dalam syariat islam

D.    Manfaat
Dengan adanya makalah ini, dapat bermanfaat bagi pembaca untuk menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat dijadikan referensi pengusaha untuk berperilaku sesuai etika syariat islam.


BAB II
PEMBAHASAN

  1.  Pengertian Bisnis dalam Islam
Etika dipahami sebagai seperangkat prinsip yang mengatur hidup manusia (a code or set of principles which people live). Berbeda dengan moral, etika merupakan refleksi kritis dan penjelasan rasional mengapa sesuatu itu baik dan buruk. Menipu orang lain adalah buruk. Ini berada pada tataran moral, sedangkan kajian kritis dan rasional mengapa menipu itu buruk dan apa alasan pikirnya, merupakan lapangan etika. Perbedaan antara moral dan etika sering kabur dan cendrung disamakan. Intinya, moral dan etika diperlukan manusia supaya hidupnya teratur dan bermartabat. Orang yang menyalahi etika akan berhadapan dengan sanksi masyarakat berupa pengucilan dan bahkan pidana.Bisnis merupakan bagian yang tak bisa dilepaskan dari kegiatan manusia. Sebagai bagian dari kegiatan ekonomi manusia, bisnis juga dihadapkan pada pilihan-pilihan penggunaan factor produksi. Efisiensi dan efektifitas menjadi dasar prilaku kalangan pebisnis. Sejak zaman klasik sampai era modern, masalah etika bisnis dalam dunia ekonomi tidak begitu mendapat tempat. Ekonom klasik banyak berkeyakinan bahwa sebuah bisnis tidak terkait dengan etika. Dalam ungkapan Theodore Levitt, tanggung jawab perusahaan hanyalah mencari keuntungan ekonomis belaka. Atas nama efisiensi dan efektifitas, tak jarang, masyarakat dikorbankan, lingkungan rusak dan karakter budaya dan agama tercampakkan.

Perbedaan etika bisnis islam dengan etika bisnis yang selama ini dipahami dalam kajian ekonomi terletak pada landasan tauhid dan orientasi jangka panjang (akhirat). Prinsip ini dipastikan lebih mengikat dan tegas sanksinya. Etika bisnis syariah memiliki dua cakupan. Pertama, cakupan internal, yang berarti perusahaan memiliki manajemen internal yang memperhatikan aspek kesejahteraan karyawan, perlakuan yang manusiawi dan tidak diskriminatif plus pendidikan. Sedangkan kedua, cakupan eksternal meliputi aspek trasparansi, akuntabilitas, kejujuran dan tanggung jawab. Demikian pula kesediaan perusahaan untuk memperhatikan aspek lingkungan dan masyarakat sebagai stake holder perusahaan.

Jika kita menelusuri sejarah, dalam agama Islam tampak pandangan positif terhadap perdagangan dan kegiatan ekonomis. Nabi Muhammad SAW adalah seorang pedagang, dan agama Islam disebarluaskan terutama melalui para pedagang muslim. Dalam Al Qur’an terdapat peringatan terhadap penyalahgunaan kekayaan, tetapi tidak dilarang mencari kekayaan dengan cara halal (QS: 2;275) ”Allah telah menghalalkan perdagangan dan melarang riba”. Islam menempatkan aktivitas perdagangan dalam posisi yang amat strategis di tengah kegiatan manusia mencari rezeki dan penghidupan. Hal ini dapat dilihat pada sabda Rasulullah SAW: ”Perhatikan oleh mu sekalian perdagangan, sesungguhnya didunia perdagangan itu ada sembilan dari sepuluh pintu rezeki”.

Kunci etis dan moral bisnis sesungguhnya terletak pada pelakunya, itu sebabnya misi diutusnya Rasulullah ke dunia adalah untuk memperbaiki akhlak manusia yang telah rusak. Seorang pengusaha muslim berkewajiban untuk memegang teguh etika dan moral bisnis Islami yang mencakup Husnul Khuluq. Pada derajat ini Allah akan melapangkan hatinya, dan akan membukakan pintu rezeki, dimana pintu rezeki akan terbuka dengan akhlak mulia tersebut, akhlak yang baik adalah modal dasar yang akan melahirkan praktik bisnis yang etis dan moralis. Salah satu dari akhlak yang baik dalam bisnis Islam adalah kejujuran
(QS: Al Ahzab;70-71). Sebagian dari makna kejujuran adalah seorang pengusaha
senantiasa terbuka dan transparan dalam jual belinya ”Tetapkanlah kejujuran karena sesungguhnya kejujuran mengantarkan kepada kebaikan dan sesungguhnya kebaikan mengantarkan kepada surga” (Hadits). Akhlak yang lain adalah amanah, Islam menginginkan seorang pebisnis muslim mempunyai hati yang tanggap, dengan menjaganya dengan memenuhi hak-hak Allah dan manusia, serta menjaga muamalah nya dari unsur yang melampaui batas atau sia-sia. Seorang pebisnis muslim adalah sosok yang dapat dipercaya, sehingga ia tidak menzholimi kepercayaan yang diberikan kepadanya ”Tidak ada iman bagi orang yang tidak punya amanat (tidak dapat dipercaya), dan tidak ada agama bagi orang yang tidak menepati janji”, ”pedagang yang jujur dan amanah (tempatnya di surga) bersama para nabi, Shiddiqin (orang yang jujur) dan para syuhada” (Hadits).

Sifat toleran juga merupakan kunci sukses pebisnis muslim, toleran membuka
kunci rezeki dan sarana hidup tenang. Manfaat toleran adalah mempermudah pergaulan, mempermudah urusan jual beli, dan mempercepat kembalinya modal. ”Allah mengasihi orang yang lapang dada dalam menjual, dalam membeli serta melunasi hutang” (Hadits).Konsekuen terhadap akad dan perjanjian merupakan kunci sukses yang lain dalam hal apapun sesungguhnya Allah memerintah kita untuk hal itu ”Hai orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu” (QS: Al- Maidah;1), ”Dan penuhilah janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya” (QS: Al Isra;34). Menepati janji mengeluarkan orang dari kemunafikan sebagaimana sabda Rasulullah ”Tanda-tanda munafik itu tiga perkara, ketika berbicara ia dusta, ketika sumpah ia mengingkari, ketika dipercaya ia khianat” (Hadits).

  1. Etika Bisnis Islam
Islam merupakan sumber nilai dan etika dalam segala aspek kehidupan manusia secara menyeluruh, termasuk wacana bisnis. Islam memiliki wawasan yang komprehensif tentang etika bisnis. Mulai dari prinsip dasar, pokok-pokok kerusakan dalam perdagangan, faktor-faktor produksi, tenaga kerja, modal organisasi, distribusi kekayaan, masalah upah, barang dan jasa, kualifikasi dalam bisnis, sampai kepada etika sosio ekonomik menyangkut hak milik dan hubungan sosial. Aktivitas bisnis merupakan bagian integral dari wacana ekonomi. Sistem ekonomi Islam berangkat dari kesadaran tentang etika, sedangkan sistem ekonomi lain, seperti kapitalisme dan sosialisme, cendrung mengabaikan etika sehingga aspek nilai tidak begitu tampak dalam bangunan kedua sistem ekonomi tersebut. Keringnya kedua sistem itu dari wacana moralitas, karena keduanya memang tidak berangkat dari etika, tetapi dari kepentingan (interest). Kapitalisme berangkat dari kepentingan individu sedangkan sosialisme berangkat dari kepentingan kolektif.

Bisnis syariah merupakan implementasi/perwujudan dari aturan syari’at Allah. Sebenarnya bentuk bisnis syari’ah tidak jauh beda dengan bisnis pada umumnya, yaitu upaya memproduksi/mengusahakan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan konsumen. Namun aspek syariah inilah yang membedakannya dengan bisnis pada umumnya. Sehingga bisnis syariah selain mengusahakan bisnis pada umumnya, juga menjalankan syariat dan perintah Allah dalam hal bermuamalah. Untuk membedakan antara bisnis syariah dan yang bukan, maka kita dapat mengetahuinya melalui ciri dan karakter dari bisnis syariah yang memiliki keunikan dan ciri tersendiri. Beberapa ciri itu antara lain:

1.      Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran. 
Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat fundamental dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam tataran ini, beliau bersabda:“Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.
2.  Selalu Berpijak Pada Nilai-Nilai Ruhiyah.
Nilai ruhiyah adalah kesadaran setiap manusia akan eksistensinya sebagai ciptaan (makhluq) Allah yang harus selalu kontak dengan-Nya dalam wujud ketaatan di setiap tarikan nafas hidupnya. Ada tiga aspek paling tidak nilai ruhiyah ini harus terwujud , yaitu pada aspek : (1) Konsep, (2) Sistem yang di berlakukan, (3) Pelaku (personil).
3.   Memiliki Pemahaman Terhadap Bisnis yang Halal dan Haram.
Seorang pelaku bisnis syariah dituntut mengetahui benar fakta-fakta (tahqiqul manath) terhadap praktek bisnis yang Sahih dan yang salah. Disamping juga harus paham dasar-dasar nash yang dijadikan hukumnya (tahqiqul hukmi).
4.    Benar Secara Syar’iy Dalam Implementasi.
Intinya pada masalah ini adalah ada kesesuaian antara teori dan praktek, antara apa yang telah dipahami dan yang di terapkan. Sehingga pertimbangannya tidak semata-mata untung dan rugi secara material.
5.  Berorientasi Pada Hasil Dunia dan Akhirat. Bisnis tentu di lakukan untuk mendapat keuntungan sebanyak-banyak berupa harta, dan ini di benarkan dalam Islam. Karena di lakukannya bisnis memang untuk mendapatkan keuntungan materi (qimah madiyah). Dalam konteks ini hasil yang di peroleh, di miliki dan dirasakan, memang berupa harta.
6. Namun, seorang Muslim yang sholeh tentu bukan hanya itu yang jadi orientasi hidupnya. Namun lebih dari itu. Yaitu kebahagiaan abadi di yaumil akhir. Oleh karenanya. Untuk mendapatkannya, dia harus menjadikan bisnis yang dikerjakannya itu sebagai ladang ibadah dan menjadi pahala di hadapan Allah . Hal itu terwujud jika bisnis atau apapun yang kita lakukan selalu mendasarkan pada aturan-Nya yaitu syariah Islam.

Etika bisnis dapat ditinjau dari sisi etika pendirian perusahaan, etika manajemen, etika produksi, etika pemasaran atau marketing, etika menejer, etika karyawan, dan etika konsumsi. Diasumsikan karena entitas, lembaga, institusi dan mukalaf (orang yang bertanggung jawab) dalam islam tidak dapat dipisahkan, etika pribadi sebagai seorang muslim yang mukalaf yang memiliki kewajiban selaku muslim berlaku juga pada perusahaan, lembaga dan organisasi.
a.       Etika pendirian perusahaan
Umumnya dalam mendirikan perusahaan dalam islam yaitu dilandaskan beberapa etika, yaitu hanya mendirikan bisnis dengan niat karena Allah dan menjalankannya sesuai dengan syariat islam, menjadikan perusahaan sebagian dari fungsi  amar ma’ruf nahi munkar demi kemashlahatan umat dan menjadikan perusahaan dengan fungsi sosial sesuai ketentuan syariat islam.
b.      Etika manajemen
Dalam perusahaan, pihak yang bertanggung jawab pada kegiatan bisnis adalah manajemen sehingga sukar untuk memisahkan manajemen dan perusahaan. Perusahaan harus memiliki etika yang dilaksanakan dan dipertanggung jawabkan oleh manjemen, pemilik, dan mereka yang terlibat didalamnya seperti yang disyariatkan dalam islam. Etika yang harus diperhatikan majemen yaitu, memberikan informasi yang lengkap dan benar, mendengarkan keluhan pelanggan, tidak menjual barang yang rusak atau kadaluwarsa, tidak menjual barang haram, memberikan hak konsumen berupa keamanan, menciptakan lingkungan atau budaya budaya bisnis berdasarkan syariat, menerapkan manjemen yang jujur dan amanah sesuai syariat, membayar kewajiban (pajak, zakat, infak dan sedekah) serta mematuhi semua perintah Allah dan pemerintah.
c.       Etika produksi
Memproduksi adalah usaha perusahaan yang menggunakan manusia dan mesin untuk menukarkan bahan – bahan dan bagian kepada produk yang boleh dijual. Bermula dari proses produksi lagi para pengusaha harus berpegang pada nilai – nilai dan etika yang luhur untuk mengelakkan kesalahan seperti penyedian produk yang tidak berkualitas, produk atau prosesnya yang mencemarkan alam sekitar dan juga penjualan produk yang membahayakan konsumen.
d.       Etika pemasaran atau marketing
Pemasaran adalah suatu kegiatan yang terus menerus berlaku didalam masyarakat dan diharuskan untuk memenuhi kebutuhan tiap individu. Kegiatan pemasaran perlu dikelola dengan metode 4P (produk, price, promosi dan place)
e.        Etika menejer
Etika menejer merupakan standar perilaku yang memandu menejer dalam melakukan aktivitas mereka. Dalam pandangan islam, seorang menejer harus menjadi penerima manajemen yang amanah, memperlakukan bawahan sesuai dengan nilai islam, mengharagai keyakinan karyawan lain, membentuk iklim tim yana islami dan tidak melakukan manipulasi dalam bentuk apapun.


f.       Etika karyawan
Dalam hubungan kerja, banyak nilai – nilai norma yang harus di tanam dan di jaga. Dalam pandangan islam seorang karyawan harus bekerja secara ikhlas dan dianggap ibadah, jujur dan amanah, mematuhi pemimpin, dan rela bekerjasama dengan tim lain.
g.       Etika konsumsi
Pola konsumsi dalam islam harus menjamin agar konsumsi itu akan melahirkan serta dapat menciptakna jiwa yang sehat dan tentram, menciptakan akhlak yang mulia. Islam menganjurkan untuk membelanjakan uang agar dapat berputar untuk kemajuan perekonomian. Islam menganjurkan sifat filantropik berupa kegiatan infak, wakaf dan sedekah.

  1. Aktivitas Bisnis yang Terlarang dalam Syariat Islam
1.      Menghindari transaksi bisnis yang diharamkan agama Islam. Seorang muslim harus komitmen dalam berinteraksi dengan hal-hal yang dihalalkan oleh Allah SWT. Seorang pengusaha muslim tidak boleh melakukan kegiatan bisnis dalam hal-hal yang diharamkan oleh syariah. Dan seorang pengusaha muslim dituntut untuk selalu melakukan usaha yang mendatangkan kebaikan dan masyarakat. Bisnis, makanan tak halal atau mengandung bahan tak halal, minuman keras, narkoba, pelacuran atau semua yang berhubungan dengan dunia gemerlap seperti night club discotic cafe tempat bercampurnya laki-laki dan wanita disertai lagu-lagu yang menghentak, suguhan minuman dan makanan tak halal dan lain-lain (QS: Al-A’raf;32. QS: Al Maidah;100) adalah kegiatan bisnis yang diharamkan.
2.       Menghindari cara memperoleh dan menggunakan harta secara tidak halal. Praktik riba yang menyengsarakan agar dihindari, Islam melarang riba dengan ancaman berat (QS: Al Baqarah;275-279), sementara transaksi spekulatif amat erat kaitannya dengan bisnis yang tidak transparan seperti perjudian, penipuan, melanggar amanah sehingga besar kemungkinan akan merugikan. Penimbunan harta agar mematikan fungsinya untuk dinikmati oleh orang lain serta mempersempit ruang usaha dan aktivitas ekonomi adalah perbuatan tercela dan mendapat ganjaran yang amat berat (QS:At Taubah; 34 –35). Berlebihan dan menghamburkan uang untuk tujuan yang tidak bermanfaat dan berfoya-foya kesemuanya merupakan perbuatan yang melampaui batas. Kesemua sifat tersebut dilarang karena merupakan sifat yang tidak bijaksana dalam penggunaan harta dan bertentangan dengan perintah Allah (QS: Al a’raf;31).
3.      Persaingan yang tidak fair sangat dicela oleh Allah sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an surat Al Baqarah: 188: ”Janganlah kamu memakan sebagian harta sebagian kamu dengan cara yang batil”. Monopoli juga termasuk persaingan yang tidak fair Rasulullah mencela perbuatan tersebut : ”Barangsiapa yang melakukan monopoli maka dia telah bersalah”, ”Seorang tengkulak itu diberi rezeki oleh Allah adapun sesorang yang melakukan monopoli itu dilaknat”. Monopoli dilakukan agar memperoleh penguasaan pasar dengan mencegah pelaku lain untuk menyainginya dengan berbagai cara, seringkali dengan cara-cara yang tidak terpuji tujuannya adalah untuk memahalkan harga agar pengusaha tersebut mendapat keuntungan yang sangat besar. Rasulullah bersabda : ”Seseorang yang sengaja melakukan sesuatu untuk memahalkan harga, niscaya Allah akan menjanjikan kepada singgasana yang terbuat dari api neraka kelak di hari kiamat”.
4.       Pemalsuan dan penipuan, Islam sangat melarang memalsu dan menipu karena dapat menyebabkan kerugian, kezaliman, serta dapat menimbulkan permusuhan dan percekcokan. Allah berfirman dalam QS:Al-Isra;35: ”Dan sempurnakanlah takaran ketika kamu menakar dan timbanglah dengan neraca yang benar”. Nabi bersabda ”Apabila kamu menjual maka jangan menipu orang dengan kata-kata manis”.
Dalam bisnis modern paling tidak kita menyaksikan cara-cara tidak terpuji yang
dilakukan sebagian pebisnis dalam melakukan penawaran produknya, yang dilarang dalam ajaran Islam. Berbagai bentuk penawaran (promosi) yang dilarang tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1)  Penawaran dan pengakuan (testimoni) fiktif, bentuk penawaran yang dilakukan oleh penjual seolah barang dagangannya ditawar banyak pembeli, atau seorang artis yang memberikan testimoni keunggulan suatu produk padahal ia sendiri tidak mengkonsumsinya.
2) Iklan yang tidak sesuai dengan kenyataan, berbagai iklan yang sering kita saksikan di media televisi, atau dipajang di media cetak, media indoor maupun outdoor, atau kita dengarkan lewat radio seringkali memberikan keterangan palsu.
3) Eksploitasi wanita, produk-produk seperti, kosmetika, perawatan tubuh, maupun produk lainnya seringkali melakukan eksploitasi tubuh wanita agar iklannya dianggap menarik. Atau dalam suatu pameran banyak perusahaan yang menggunakan wanita berpakaian minim menjadi penjaga stand pameran produk mereka dan menugaskan wanita tersebut merayu pembeli agar melakukan pembelian terhadap produk mereka.Model promosi tersebut dapat kita kategorikan melanggar ’akhlaqul karimah’, Islam sebagai agama yang menyeluruh mengatur tata cara hidup manusia, setiap bagian tidak dapat dipisahkan dengan bagian yang lain.
4)   Demikian pula pada proses jual beli harus dikaitkan dengan ’etika Islam’ sebagai bagian utama. Jika penguasa ingin mendapatkan rezeki yang barokah, dan dengan profesi sebagai pedagang tentu ingin dinaikkan derajatnya setara dengan para Nabi, maka ia harus mengikuti syari’ah Islamtr secara menyeluruh, termasuk ’etika jual beli’.

  1. Strategi Bisnis dalam Islam
1.      Mencari Bisnis yang Tepat
Tidak mudah untuk memulai sebuah bisnis. Apalagi bagi seorang yang biasa bekerja (karyawan) ataupun orang yang belum pernah berpengalaman mendirikan sebuah bisnis. Banyak hal yang membuat ragu atau menghalangi tekad seseorang untuk memulai bisnis. Hal-hal tersebut diantaranya tidak tahu bisnis apa yang harus dijalankan, takut rugi, bingung untuk memasarkan bisnisnya dan sebagainya.
Langkah awal bagi seseorang yang ingin memulai bisnis tentu adalah mencari bisnis yang tepat untuk dijalankan. Banyak faktor yang menentukan penilaian terhadap suatu bisnis yang ingin dijalankan. Faktor pertama yang wajib diperhatikan pebisnis muslim tentu saja adalah halal atau haramkah bisnis yang hendak dijalankan. Bila bisnisnya haram maka wajib ditinggalkan meski memberikan keuntungan yang berlimpah. Faktor kedua, yaitu suka atau tidak kita terhadap bisnis yang akan dimulai. Sebagus apa pun kalau kita tidak enjoy untuk menjalankannya, maka semuanya malah akan menjadi berantakan.


2.      Mencari Modal
Seperti yang diketahui bersama bahwa bisnis memerlukan modal. Berapa pun besarnya dan apa pun bentuknya, modal tetap dibutuhkan untuk memulai bisnis. Karena bagaimanapun modal diperlukan untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan seperti sewa tempat, beli peralatan, membayar karyawan, biaya operasional dan sebagainya. Pada kenyataannya, tidak semua orang yang memiliki niat berbisnis atau memiliki ide bisnis memilki modal. Bagi mereka yang memilki uang banyak, tidak perlu pusing-pusing lagi untuk mencari modal.
Kenyataan yang lainnya, banyak orang yang memiliki ide bisnis bagus, tapi tidak memiliki modal sama sekali. Oleh karena itu, ia mencari rekan bisnis untuk memberikan modal padanya. Atau dengan istilah lain, perlu mencari investor. Investor ini bisa individu maupun lembaga keuangan. Sebagai seorang pebisnis muslim, maka investor yang harus dicari adalah investor yang mau berbisnis dengan sistem syariah. Jauhilah para investor yanng masih menerapkan sistem konvensional atau ribawi. Kita bisa mengajukan permohonan modal kepada bank-bank syariah, BMT, dan lembaga keuangan syariah lainnya.
3.      Membangun Jaringan Bisnis
Aspek ini bisa dikatakan sebagai kaki dari bisnis yang kita jalankan. Semakin kuat kaki yang dimilki, maka geraknya semakin leluasa. Dengan jaringan bisnis yang bagus dan kuat, kita bisa mendapatkan suplai bahan baku yang murah, tenaga kerja yang andal, tempat yang strategis, saling bertukar informasi bisnis, dan sebagainya. Tanpa jaringan bisnis yang bagus, kita sulit mendapatkan bahan baku yang murah, tenaga kerja apa adanya, sulit mencari tempat yang strategis, ataupun sulit untuk bertukar informasi tentang bisnis yang sedang dijalankan.
4.      Marketing yang Baik
Marketing adalah nyawa dari suatu bisnis yang sedang dijalankan. Sederhananya, marketing adalah untuk mengenalkan, memasarkan, dan menarik konsumen sehingga membeli produk yang ditawarkan. Marketing atau pemasaran yang baik akan memberikan dampak positif terhadap bisnis,  Sebaliknya, bisnis yang buruk tentu akan memberikan dampak negatif bagi seorang pebisnis. Ada banyak cara untuk mengenalkan produk ke konsumen. Bisa melalui iklan dimedia elektronik atau media cetak. Bisa juga dengan cara lain seperti mengadakan demonstrasi produk, direct selling ke masyarakat, kerjasama dengan komunitas-komunitas hobi, dan sebagainya. Pengenalan yang dilakukan tidak sekedar mengenalkan produk saja. Tetapi juga sembari menarik minat konsumen untuk membeli produk yang diperkenalkan. Seiring dengan itu, pendistribusian produk juga dilakukan. Ketika mereka berminat untuk membeli, maka mereka mudah untuk mendapatkan produknya.
Terkadang dalam melakukan marketing, banyak pebisnis melalui marketernya yang menghalalkan segala cara. Bahkan, ada yang rela untuk menipu konsumen. Mereka memberikan gambaran kelebihan produk yang muluk-muluk. Penjelasan tentang keunggulan yang disampaikan ke konsumen melebihi kondisi aslli produknya dan sebagainya.
5.      Membangun Brand
Brand sering disebut juga dengan istilah merek. Merek merupakan salah satu hal penting yang perlu dibentuk dan dibangun. Terlebih lagi, masyarakat negeri ini adalah konsumen yang memiliki karakter bangga atau gengsi terhadap suatu brand yang telah terkenal. Bahkan, sebagian masyarakat indonesia rela mengeluarkan uang banyak hanya untuk mendapatkan produk-produk bermeek terkenal. Padahal terkadang kualitas produk-produk tersebut tidak lebih baik dari produk buatan dalam negeri.
Adalah suatu kenyataan bahwa brand yang baik akan memberikan keuntungan, sementara brand yang buruk akan menimbulkan kerugian. Suatu produk yang memiliki brand yang baik akan mendorong penjualan produk tersebut ke konsumen, baik dalam waktu cepat maupun dalam jangka waktu yang lama. Sedangkan, suatu produk dengan brand buruk akan menurunkan penjualan produk, atau malah membuat barang tersebut tidak laku dipasaran. Setelah produk yang dibuat sudah memiliki kualitas yang baik, maka langkah-langkah penciptaan brand yang selanjutnya dapat  dilakukan. Langkah-langkah selanjutnya seperti penamaan produk yang menarik, kemasan yang bagus, marketing yang andal, dan pelayanan terhadap konsumen yang baik pula. Bagaimanapun, suatu produk pasti memerlukan sebuah nama. Dan nama ini dapat dimanfaatkan untuk melekatkan brand positif di otak/pikiran konsumen. Contohnya adalah merek telpon genggam “Nokia”. Kemampuan menciptakan brand yang kuat membuat nokia menjadi merek telpon genggam nomor satu di dunia.

6.      Inovasi Tiada Henti
Dalam kamus bahasa inggris, inovasi disebut dengan inovation yang artinya pembaruan. Inovasi sering juga diistilahkan dengan penemuan baru baik dalam hal cara maupun hasil dari cara tersebut seperti produk. Ada banyak manfaat yang didapat dari suatu inovasi terhadap bisnis. Di antara manfaat tersebut misalnya meningkatkan kemampuan memproduksi suatu barang, meningkatkan kualitas barang, membantu pekerjaan marketing dan sebagainya. Dengan kehadiran teknologi, kegiatan untuk melakukan hal itu akan lebih mudahdan cepat. Sehingga hanya dalam waktu hitungan menit, ribuan botol telah terisi dengan minuman dan dapat segera dipasarkan. Dalam kasus ini, kita dapat melihat manfaat lain dari suatu inovasi, yaitu adanya efektivitas dan efesiensi produksi. Sudah menjadi rahasia umum bisnis, kalau suatu inovasi dapat meningkatkan efektivitas dan efesiensi pada suatu bisnis. Efektivitas dan efesiensi tersebut diantaranya dapat dilihat pada hal penggunaan waktu yang lebih singkat, takaran produk yang lebih tepat, biaya pengeluaran yang lebih murah, dan tenaga yang dikeluarkan lebih sedikit.
Kemudian, kita juga bisa lihat manfaat dari inovasi terhadap marketing. Contoh mudahnya adalah iklan sebagai salah satu alat marketing. Dengan kehadiran iklan di media massa sebagai sebuah inovasi, maka pekerjaan mempromosikan produk tidak sesulit dahulu. Sudah saatnya bagi para pebisnis muslim untuk memperhatikan tentang inovasi terhadap bisnisnya. Pebisnis muslim harus mampu melakukan berbagai inovasi untuk mengembangkan bisnis yang sedang berjalan. Pesbisnis muslim harus bisa melakukan inovasi-inovasi produk yang halal, baik dan bermanfaat bagi para pengguna produk tersebut. Bila seorang pebisnis muslim mampu melakukan berbagai inovasi tersebut, Insya Allah ia akan dapat bersaing dengan pebisnis lainnya.
7.      Kualitas Produk yang Baik
Ketika orang berbisnis maka ada dua macam yang dijualnya, yaitu produk/barang atau jasa. Meski produk dan jasa berbeda, tetapi pada intinya kedua produk bisnis tersebut harus memilliki kualitas yang baik jika kita ingin memajukan bisnis. Semakin bagus kualitas produk yang kita jual, maka konsumen pun akan semakin merasa puas terhadap produk tersebut. Produk yang berkualitas baik tidak dapat dinilai dari kemasannya saja. Kenyataanya, banyak produk berkualitas bagus tapi tidak memiliki kemasan yang menarik. Begitu juga sebaliknya, banyak produk yang dikemas bagus dan menarik, tapi belum tentu memiliki kualitas yang bagus.
Ada berbagai penilaian mengenai kualitas suatu produk. Biasanya tergantung dari jenis masing-masing produk. Produk yang satu dengan yang lainnya memiliki unsur-unsur penilaian yang berbeda. Unsur-unsur penilaian tersebut misalnya daya tahan, ukuran, warna, berat, dan lain-lain.
Sebagai seorang pebisnis terutama pebisnis muslim yang ingin menang dalam persaingan, sudah selayaknya membuat produk dengan kualitas yang baik. Karena kualitas produk yang baik akan memberikan kepuasan kepada konsumen. Bila mereka puas, maka akan menimbulkan kepercayaan. Bila konsumen sudah percaya, maka mereka akan terus menggunakan produk tersebut. Bahkan, para konsumen itu akan menjadi tenaga marketing atas produk kita kepada orang-orang yang mereka kenal.
8.      SDM yang Andal
Maju mundurnya suatu bisnis tergantung dari kepiawaian tangan-tangan sumber daya manusia yang ada. SDM ini ibarat para awak kapal yang sedang berlayar. Sedangkan bisnisnya adalah ibarat kapal tersebut. Setiap perusahaan yang baik pasti memiliki divisi yang secara khusus bertugas untuk mencari dan membangun sumber daya manusianya. Pada umumnya, divisi ini memiliki tugas utama untuk mencari dan mencetak SDM yang andal minimal sesuai dengan standar perusahaan yang berlaku. Divisi inilah yang berperan pada regenerasi karyawan dan para pemimpin perusahaan. Merekrut sekian jumlah karyawan baru dengan beberapa tahap seleksi. Kemudian melatih mereka sehingga dapat bekerja seperti yang diharapkan oleh perusahaan. Mereka yang berpretasi maka biasanya akan naik menjadi pimpinan perusahaan. Begitu seterusnya.
      Seorang pebisnis muslim harus bisa memilih dan mengolah sumber daya manusia yang dimilikinya dengan baik. Mereka harus jujur, dapat dipercaya, bertanggungjawab, ahli pada bidangnya, disiplin dan sebagainya.
9.      Manajemen yang Baik
Manajemen atau pengelolaan suatu bisnis harus dilakukan dengan baik dan benar. Itu bila kita ingin bisnis yang sedang kita jalankan menjadi maju dan berkembang. Sebaik apa pun ide bisnis dan selengkap apa pun fasilitas yang ada, tetap saja bisnis bisa hancur bila tidak dikelola dengan baik. Sebelum mulai mengelola bisnis yang akan dijalankan, maka sebaiknya perlu adanya visi dan misi yang ditetapkan. Visi dan misi ini terutama sekali berguna pada bisnis-bisnis yang bersifat patungan atau kumpulan dari beberapa orang. Visi dan misi berguna untuk mengarahkan perjalanan bisnis sehingga menjadi lebih fokus dan jelas pada apa yang ingin dicapai. Karena visi menggambarkan latar belakang atau pandangan mengapa bisnis didirikan. Sedangkan misi merupakan cara-cara yang akan ditempuh untuk menjawab visi tersebut.
Oleh karena itu, seorang pebisnis harus bisa merencanakan kegiatan bisnis apa saja yang akan dilakukan dimasa mendatang. Ia juga harus bisa menetukan target-target untuk menuju kepada rencana tersebut. Karena pada dasarnya keberhasilan target bisnis hari ini adalah kesuksesan bisnis di masa depan. Selain itu, menurut saya kunci kesuksesan dari suatu manajemen bisnis adalah adanya komunikasi antara berbagai pihak yang terlibat dalam bisnis, terutama pimpinan dengan para manajernya. Karena semua masalah dan rintangan akan mudah diselesaikan bila dikomunikasikan atau dibicarakan bersama


BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Islam tidak memandang aktivitas bisnis hanya dalam tataran kehidupan dunia sebab semua aktivitas dapat bernilai ibadah jika dilandasi dengan aturan-aturan yang telah disyariatkan Allah. Dalam dimensi inilah konsep keseimbangan kehidupan manusia terjadi, yakni menempatkan aktivitas keduniaan dan keakhiratan dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Etika bisnis adalah tuntutan yang harus dilaksanakan oleh pelaku bisnis dalam menegakkan konsep keseimbangan ekonomi. Jika saja pengambilan keuntungan berlipat-lipat adalah sebuah kesepakatan pelaku ekonomi, bukankah hal ini menjadikan supply-demand tidak seimbang, pasar bisa terdistorsi dan seterusnya. Betapa indahnya jika sistem bisnis yang kita lakukan dibingkai dengan nilai etika yang tinggi. Etika itu akan membuang jauh kerugian dan ketidaknyamanan antara pelaku bisnis dan masyarakat. Lebih dari itu, bisnis yang berdasarkan etika akan menjadikan sistem perekonomian akan berjalan secara seimbang.



DAFTAR PUSTAKA

Harahap, Sofyan S.2011. Etika Bisnis dalam Perspektif Islam. Jakarta : salemba Empat.
Ricky, W Griffin and Ronald, J Ebert. 2007. Bisnis_edisi kedelapan.  Jakarta : Erlangga.
Sukirno, Sadono dkk.2004. Pengantar Bisnis. Jakarta : Prenada Media
Ramdan, Anton.2013.Etika Bisnis dalam Islam.Jakarta : Bee Media Indonesia