Kamis, 17 September 2015

Sayyidul Istighfar



عَنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : سَيِّدُ الْاِسْتِغْفارِ أَنْ يَقُوْلَ الْعَبْدُ: اَللَّهُمَّ أَنْتَ رَبِّيْ ، لَا إِلٰـهَ إِلاَّ أَنْتَ خَلَقْتَنِيْ وَأَنَا عَبْدُكَ ، وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَا اسْتَطَعْتُ ، أَعُوْذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا صَنَعْتُ ، أَبُوْءُ لَكَ بِنِعْمتِكَ عَلَيَّ ، وَأَبُوْءُ بِذَنْبِيْ فَاغْفِرْ لِيْ ، فَإِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلاَّ أَنْتَ مَنْ قَالَهَا مِنَ النَّهَارِ مُوْقِنًا بِهَا ، فَمَـاتَ مِنْ يوْمِهِ قَبْل أَنْ يُمْسِيَ ، فَهُو مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ ، وَمَنْ قَالَهَا مِنَ اللَّيْلِ وَهُوَ مُوْقِنٌ بِهَا فَمَاتَ قَبْلَ أَنْ يُصْبِحَ ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ . 


Dari Syaddad bin Aus Radhiyallahu anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , "Sesungguhnya Istighfâr yang paling baik adalah seseorang hamba mengucapkan : 


ALLAHUMMA ANTA RABBII LÂ ILÂHA ILLÂ ANTA KHALAQTANII WA ANA 'ABDUKA WA ANA 'ALA 'AHDIKA WA WA'DIKA MASTATHA'TU A'ÛDZU BIKA MIN SYARRI MÂ SHANA'TU ABÛ`U LAKA BINI'MATIKA 'ALAYYA WA ABÛ`U BIDZANBII FAGHFIRLÎ FA INNAHU LÂ YAGHFIRU ADZ DZUNÛBA ILLÂ ANTA 


(Ya Allâh, Engkau adalah Rabbku, tidak ada Ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau. Engkau yang menciptakan aku dan aku adalah hamba-Mu. Aku menetapi perjanjian-Mu dan janji-Mu sesuai dengan kemampuanku. Aku berlindung kepada-Mu dari keburukan perbuatanku, aku mengakui nikmat-Mu kepadaku dan aku mengakui dosaku kepada-Mu, maka ampunilah aku. Sebab tidak ada yang dapat mengampuni dosa selain Engkau). 


(Beliau bersabda) “Barangsiapa mengucapkannya di waktu siang dengan penuh keyakinan lalu meninggal pada hari itu sebelum waktu sore, maka ia termasuk penghuni surga. Barangsiapa membacanya di waktu malam dengan penuh keyakinan lalu meninggal sebelum masuk waktu pagi, maka ia termasuk penghuni surga.

Rabu, 16 September 2015

Hukum Bisnis Syariah Islam

Disusun Oleh:
Dr. Misno, MEI

A.  Pengertian

Hukum
Meyers mengartikan Hukum "Sebagai semua aturan yang mengandung  pertimbangan kesusilaan, ditujukan kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat yang menjadi pedoman bagi penguasa negara dalam melakukan tugasnya".
Utrecht Mengartikan Hukum "Merupakan himpunan peraturan (perintah dan larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dan oleh karena itu harus di taati oleh masyarakat".
Mochtar Kusumaatmadja Mengartikan Hukum "Tidak hanya di artikan sebagai suatu peraturan atau norma, melainkan hukum di maknai dengan keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat termasuk lembaga dan proses yang menjadi-kan kaidah serta asas berfungsi, kaidah atau norma merupakan peraturan yang mengikat serta memiliki sanksi apabila tidak di  patuhi; asas merupakan hal-hal mendasar atau prinsip yang melatarbelakangi lahirnya suatu norma.

Bisnis
Kata ’Bisnis’ dipinjam dari Bahasa Inggris yaitu business, yang artinya urusan, usaha atau melakukan kegiatan yang bermanfaat yang mendatangkan keuntungan dan  berguna. Kegiatan yang demikian di Indonesia dikenal dengan istilah dagang, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Stbl 1938  No.276.

Islam
Pengertian Islam secara  harfiyah artinya damai, selamat, tunduk, dan bersih. Kata Islam terbentuk dari tiga huruf, yaitu S (sin), L (lam), M (mim) yang bermakna dasar "selamat" (Salama). Pengertian Islam menurut Al-Quran tercantum dalam sejumlah ayat.
1. Islam berasal dari kata "as-silmu " yang artinya damai. “dan jika mereka condong kepada perdamaian, Maka condonglah kepadanya dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. Al-Anfal:61).
2. Islam berasal dari kata "aslama " yang artinya menyerahkan diri (pasrah). “Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, dan ia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? dan Allah mengambil Ibrahim menjadi kesayanganNya” (QS. An-Nisa:125).
3. Islam berasal dari kata "istalma mustaslima " yang artinya penyerahan total kepada Allah. ”Bahkan mereka pada hari itu menyerah diri” (QS. Ash-Shaffat:26).
4. Islam berasal dari kata "saliimun salim " yang artinya bersih dan suci. “Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih” (QS. Asy-Syu ' ara:89 )
5. Islam berasal dari kata "salamun " yang artinya selamat. “Berkata Ibrahim: "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku” (QS. Maryam:47).

Islam adalah ‘ketundukan seorang hamba kepada wahyu Ilahi yang diturunkan kepada para nabi dan rasul khususnya Muhammad SAW guna dijadikan pedoman hidup dan juga sebagai hukum/ aturan Allah SWT yang dapat membimbing umat manusia ke jalan yang lurus, menuju ke kebahagiaan dunia dan akhirat.

الاستسلام لله بالتوحيد والانقياد له بالطاعة والبراءة من الشرك وأهله
Berserah diri pada Allah dengan mentauhidkan-Nya, patuh kepada-Nya dengan melakukan ketaatan dan berlepas diri dari syirik dan pelaku syirik.

Hukum Bisnis
Hukum bisnis atau Business Law (dalam bahasa Inggris) merupakan keseluruhan dari peraturan-peraturan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang mengatur hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian-perjanjian maupun perikatan-perikatan yang terjadi dalam praktik bisnis.
Hukum Bisnis adalah suatu perangkat kaidah hukum (termasuk enforcement-nya) yang mengatur tentang tatacara pelaksanaan urusan atau kegiatan dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan  produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan uang dari para entrepreneunr dalam risiko tertentu dengan usaha tertentu dengan motif (dari entrepreneur tersebut) adalah untuk mendapatkan keuntungan. (Munir Fuady, 2005 : 2).
Menurut Abdul R.Saliman, dkk : Hukum Bisnis atau Business Law/Bestuur Rechts adalah keseluruhan dari peraturan-peraturan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, yang mengatur hak dan kewajiban yang timbul dari perjanjian-perjanjian maupun perikatan-perikatan yang terjadi dalam praktek bisnis.
Menurut Dr. Johannes Ibrahim, SH, M.Hum : Hukum bisnis adalah seperangkat kaidah hukum yang diadakan untuk mengatur serta menyelesaikan berbagai persoalan yang timbul dalam aktivitas antar manusia, khususnya dalam bidang perdagangan.
Hukum bisnis merupakan suatu perangkat kaidah hukum yang mengatur tata cara pelaksanaan urusan atau kegiatan dagang, industri atau keuangan yang dihubungkan dengan produksi atau pertukaran barang atau jasa dengan menempatkan uang dari entepreneur dalam resiko dan usaha tertentu dengan motif mendapatkan keuntungan tertentu pula.

Hukum Bisnis Islam  
Hukum Bisnis Islam adalah aturan-aturan hukum Islam yang terkait dengan bisnis. Istilah ini dapat dipadankan dengan hubungan antara manusia yang merupakan bagian dari muamalah.
Muamalah secara bahasa berasal dari kata aamala, yuamilu, muamalat yang berarti perlakuan atau tindakan terhadap orang lain, hubungan kepentingan.
Louis Ma’luf: Hukum-hukum syara yang berkaitan dengan urusan dunia, dan kehidupan manusia, seperti jual beli, perdagangan, dan lain sebagainya.
Ahmad Ibrahim Bek: Peraturan-peraturan mengenai tiap yang berhubungan dengan urusan dunia, seperti perdagangan dan semua mengenai kebendaan, perkawinan, thalak, sanksi-sanksi, peradilan dan yang berhubungan dengan manajemen perkantoran, baik umum ataupun khusus, yang telah ditetapkan dasar-dasarnya secara umum atau global dan terperinci untuk dijadikan petunjuk bagi manusia dalam bertukar manfaat di antara mereka.

Studi Hukum Bisnis Syariah



Bisnis yang Boleh dan yang Terlarang
Dalam qaidah fiqih terdapat suatu rumusan ”Al ashlu fi al asyya’ al ibahah hatta yadulla ad dalilu ala at tahriimi” yaitu dalam hal muamalah hukum asal sesuatu adalah dibolehkan hingga ada dalil yang mengaharamkan. Untuk itu kaum muslimin cukup bertanya tentang apa yang dilarang. Kalau tidak ada larangan maka berarti hal tersebut dibolehkan. Akan tetapi untuk mengetahui sesuatu itu dilarang atau tidak dibolehkan maka kita harus berusaha untuk mengetahui atau mempelajari apakah ada larangan dalam syariat Islam.
Jangan di salah artikan, ”belum tahu hukum” tidak sama dengan ”tidak ada larangan”. dalam qaidah fiqih dinyatakan ”al yaqiinu la yuzaalu bisysyaki” ambil yang yakin tinggalkan yang ragu. Kalau setelah di selidiki hukum sesuatu ternyata memang tidak dilarang oleh Al Quran atau Hadis Nabi maka baru kita boleh mengatakan hukumnya mubah (boleh).

Potensi Konflik
Ada beberapa peluang terjadinya konflik dalam bisnis syariah; pertama belum terwujudnya sistem pengawasan ekonomi syariah yang betul-betul berdasarkan syariah. Contohnya pengawasan perbankan syariah dilakukan oleh Gubernur Bank Indonesia yang notabenenya adalah menganut sitem konvensional.
Kedua ; belum ditemukannnya sistem mudharabah yang betul-betul berdasarkan syariah. Sistim bagi hasil yang kerap dilakukan adalah pembagian hasil dari produk mudharabah suatu lembaga keuangan syariah diawal kerjasama, padahal seharusnya dibagi diakhir kerjasama atau apabila telah ada keuntungan. Dan juga kerugian kerjasama mudharabah hanya ditanggung oleh nasabah, karena keuntungan telah dipatok oleh pihak bank dan telah dibayar diawal. Sehingga pihak bank tetap mendapat keuntungan walaupun pihak nasabah rugi.

Peraturan Perundang-undangan dan Asas-asas
Peraturan Perundang-undangan pada prinsipnya adalah untuk untuk melindungi semua pihak atau untuk melindungi kepentingan umum. Dalam hal pereknomian syariah yang yang perlu dilindungi adalah tersedianya pelayan ekonomi yang berbasis syariah. Karena Indonesia mayoritas muslim dan mereka butuh tersedia pelayanan ekonomi yang sesuai syariah.
Di samping itu juga perlu dilindungi kepentingan masyarakat umum, dan kepentingan negara yang mengurusi seluruh masyarakat Indonesia dari berbagai latar belakang suku, adat, ras dan agama. Tidak di benarkan membentuk peraturan yang ditujukan untuk menindas dan menyakiti pihak lain. Namun yang perlu diperhatikan adalah segala peraturan dan perundang-undangan yang dibuat harus ditempuh dengan cara-cara elengan dan demokratis.
Di Indonesia sudah ada beberapa undang-undang, peraturan dan lain sebagainya yang mengatur tentang ekonomi syariah, baik yang yang pengatur perbankan syariah, asuransi syariah, dan lain sebagainya, namun perlu disempurnakan terus menerus. Peraturan perundang-undangan itu harus dapat menegakkan asas-asas perbankan syariah, yang tentunya berbeda dengan perbankan konvensional.

Rambu-rambu Kesehatan Bank
Pada masa-masa dekade terakhir rezim Orde Baru, bank-bank di Indonesia sering mendapat pujian dari luar negeri dan bahkan ketika itu Indonesia diberi julukan Macan Asia karena angka pertumbuhan ekonomi Indonesia paling tinggi di kawasan Asia Tenggara. Pada hal angka pertumbuhan yang menjadi patoksan waktu itu hanya sektor moneter. Setelah itu apa yang terjadi ? tahun 1997-1998 Indonesia mengalami krisis moneter yang mengakibatkan segala pujian asing tersebut tidak dapat diterima.
Oleh sebab itu perlu adanya kejujuran untuk memberikan penilaian terhadap sebuah bank apakah sehat atau tidak sehat. Tidak cukup menilainya dari aspek moneter saja, akan tetapi aspek pembiayaan, pelayanan dengan prinsip Know Your Costumers (Kyc), dll.

Aspek Hukum Pasar Modal Syariah
Salah satu kelemahan Pasar modal konvensional adalah menyalahgunakan uang dari alat bayar menjadi barang dagangan. Uang dibuat tujuan aslinya adalah sebagai alat tukar bukan sebagai barang dagangan. Pasar modal dibuat juga demikian tujuannya adalah untuk menghimpun modal dari investor guna disalurkan untuk progrtam pembiayaan. Namun sekarang pasar modal telah berubah menjadi perdagangan uang.
Disinilah perlunya kehadiran pasar modal syariah yang dapat menjamin aspek kenyamanan kustumer terutama dibidangan agama. Ada beberapa transaksi yang dilarang dalam Islam yaitu :
1. Pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang didalamnya mengandung unsur dharar, gahar, riba, maisyir, riswah, maksiat dan kezaliman.
2. Transaksi yang mengandung dharar, gharar, riba, maisyir, riswah, maksiat, dan kezaliman meliputi :
a. Najsy yaitu melakukan penawaran palsu.
b. Ba’i al-ma’dum yaitu melakukan penjualan atas barang (Efek yang belum dimiliki (short selling)
c. Insider trading yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperoleh keuntungan atas transaksi yang dilarang.
d. Menimbulkan informasi yang menyesatkan.
e. Margin Trading, yaitu melakukan transaksi atas Efek dengan Fasilitas pinjaman berbunga atas kewajiban penyelesaian pembelian efek Efek tersebut.
f. Ihtikar (penimbunan) yaitu melakukan pembelian atau pengumpulan suatu Efek untuk menyebabkan perubahan harga Efek dengan tujuan mempengaruhi pihak lain.
g. dan transaksi-transaksi lain yang mengandung unsur di atas.

Aspek hukum Pegadaian Syariah
Secara etimologi dalam bahasa Arab, kata ar-rahn, berarti “tetap” dan “lestari”. Kata ar-rahn juga berarti Al-Habsu artinya “penahanan” seperti dikatakan Ni’matun Rahinah, artinya “karunia yang tetap dan lestari”, sebagaimana firman Allah : “Tiap-tiap pribadi terikat/tertahan (rahinah) atas apa yang telah diperbuat”. (QS. Al-Mudatsir (74) : 38).
Sedangkan secara terminologi Rahn didefinisikan oleh beberapa ulama fiqh sebagai berikut :
Ulama Malikiyah berpendapat, bahwa yang dimaksud dengan rahn adalah : “harta yang dijadikan pemiliknya sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat”. Ulama Hanafiyah merumuskan rahn sebagai : “menjadikan sesuatu (barang) jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin sebagai pembayar hak (piutang) itu, baik seluruhnya maupun sebagainya”. Sementara itu, ulama Syafi’iyah dan Hanabilah memberikan definisi rahn : “menjadikan materi (barang) sebagai jaminan utang, yang dapat dijadikan pembayar utang apabila orang yang berutang tidak bisa membayar utangnya itu. [12]
Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan fatwa ”Bahwa pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn dibolehkan dengan ketentuan sebagai berikut :
1. Mutahin ( penerima barang ) mempunyai hak untuk menahan Marhun ( barang ) sampai semua utang Rahin ( yang menyerahkan barang ) dilunasi.
2. Marhun dan manfaatnya tetap menjadi milik Rahin. Pada prinsipnya, Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dengan tidak mengurangi nilai marhun dan pemanfaatanya itu sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatannya
3. Pemeliharaan dan penyimpanan Marhun pada dasarnya menjadi kewajiban Rahin namum dapat juga oleh Murtahin, sedangkan biaya dan pemeliharaaan penyimpanan tetap menjadi kewajiban Rahin.
4. Besar biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
5. Penjualan Marhun
• apabila jatuh tempo, Murtahin harus memperingati Rahin untuk segera melunasi hutangnya.
• Apa bila Rahin tidak dapat melunasi utangnya, maka Marhun dijual paksa/dieksekusi melalui lelang sesuai syariah.
• Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi hutang, biaya pemeliharaan dan penyimpanan yang belum dibayar serta biaya penjualan.
• Kelebihan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin.
jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajiban atau jika terjadi perselisihan diantara dua belah pihak, maka penyelesaian dilakukan melalui badan Arbitrase syariah setelah tidak terjadi kesepakatan melalui musyawarah.[13]

Aspek hukum BMT
BMT adalah sebuah organisasi informal dalam bentuk Kelompok Simpan Pinjam (KSP) atau Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM). Secara prinsip BMT memiliki sistem operasi BPR syariah. Namun ruang lingkup dan produk yang dihasilkan berbeda.[14]
Penggunaan badan hukum KSM dan koperasi untuk BMT itu disebabkan karena BMT tidak termasuk kepada lembaga keuangan formal yang dijelaskan UU Nomor 7 Tahun 1992 dan UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perbankan, yang dapat dioperasikan untuk menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Menurut undang –undang , pihak yang menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat adalah bank umum dan bank perkreditan rakyat, baik dioperasikan dengan cara konvensional maupun dengan cara bagi hasil. Namun demikian, kalau BMT dengan badan hukum KSM atau koperasi itu telah berkembang dan telah memenuhi syarat-syarat BPR, maka pihak manajemen dapat mengusulkan diri kepada pemerintah agar BMT itu dijadikan sebagai BPRS dengan badan hukum koperasi atau perseroan terbatas.[15]
Peran umum BMT yang dilakukan adalah melakukan pembinaan dan pendanaan yang berdasrkan sistem syariah. Peran ini menegaskan arti penting prinsip-prinsip syariah dalam kehidupan ekonomi masyarakat. SEbagai lembaga keuangan syariah yang bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat kecil yang seba cukup (ilmu pengetahuan ataupun materi), maka BMT mempunyai tugas penting dalam segala aspek kehidupan masyarakat.[16]

Pengertian Asas Hukum Bisnis Islam
            Perkataan asas berasal dari bahasa arab asasun, yang artinya dasar, basis, pondasi. Kalau dihubungkan dengan sistem berfikir, yang dimaksud dengan asas adalah landasar berfikir yang sangat mendasar. Oleh karena itu, Di dalam bahasa Indonesia, asas mem[unyai arti (1) dasar, alas, pondamen (Poerwadarminta, 1976:60).(2) Kebenaran yang menjadi tumpuan berfikir atau pendapat.(3) cita-cita yang menjadi dasar organisasi atau Negara[1].
            Jika asas dihubungkan dengan hokum, yang dimaksud dengan asas adalah kebenaran yang dipergunakan sebagai tumpuan berfikir dan alas an pendapat, terutama, dalam penegakan dan pelaksanaan hokum.[2]
            Sedangkan Bisnis memiliki pengetian kerjasama dalam melakukan pekerjaan tertentu, yang terjadi antara pihak pertama dan pihak kedua dalam arti dua orang yang bersekutu.Dari pernyataan diatas dapat kita simpulkan bahwa pengertian asas hokum bisnis islam adalah tata cara atau dasar-dasar yang mengatur tentang kerjasama dalam prinsip syariat islam.
          

Akad atau kontrak berasal dari bahasa Arab yang berarti ikatan atau simpulan baik ikatan Nampak (hissy) maupun tidak Nampak (Ma’nawy)[3].Sedangkan akad menurut istilah adalah suatu kesepakatan atau komitment bersama baik lisan, Isyarat, maupun tulisan antara dua pihak atau lebih yang memiliki implikasi hokum nyang mengikat untuk melaksanakannya.[4]Dalam hokum islam istilah kontrak tidak dibedakan dengan perjanjian, keduanya identik dan disebut akad. Sehingga dalam hal ini akad didefinisikan sebagai pertemuan ijab yang dinyatakan oleh salah satu pihak dengan Kabul dari pihak lain secara sah menurut syarak yang tampak akibat hukumnya pada obyeknya.[5]
Hukum kontrak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu contract of law, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan overeenscomstrecht.[6]Michael D. Bayles mengartikan contract of law atau hokum kontrak adalah “Might than be taken to be the law pertaining to enporcement of promise or agreement”.[7]Yaitu sebagai aturan hokum yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian atau persetujuan.




Dari definisi hokum kontrak diatas dapat dikemukakan unsure-unsur yang tercantum dalam hokum kontrak yaitu :
a.       Adanya kaidah hokum
b.      Adanya subyek hokum
c.       Adanya prestasi
d.      Adanya kata sepakat
e.       adanya akibat hukum[8]
Adapun yang dimaksud dengan istilah hokum ontrak syari’ah disini adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hokum yang mengatur hubungan hokum di bidang mu’amalah khususnya perilaku dalam menjalankan hubungan ekonomi antara dua pihak atau lebih bedasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hokum secara tertulis berdasarkan hokum islam.[9]Kaidah-kaidah hokum yang berhubungan langsung dengan konsep hokum kontrak syari’ah di sini, adlaah yang bersumber dari Al-Quran dan Al-Hadist maupun hasil interpretasi terhadap keduanya, serta kaidah-kaidah fiqih.[10]
      Tahap pracontractual dalam hokum kontrak syari’ah adalah perbuatan sebelum terjadi kontrak yaitu tahap bertemunya ijab dan Kabul, sedangkan tahap postcobtractual adalah pelaksanaan perjanjian termasuk timbulnya akibat hokum dari kontrak tersebut.



2.Asas-asas Hokum Bisnis Islam
Dalam hokum kontrak syari’ah terdapat asas-asas perjanjian yang melandasi penegakan dan pelaksanaannya. Asas-asas perjanjian tesebut di klasifikasi menjadi asas-asas perjanjian yang tidak berakibat hokum dan sifatnya umum dan asas-asas perjanjian yang berakibat hokum dan sifatnya khusus, adapun asas-asas perjanjian yang tidak berakibat hokum yang bersifat umum adalah:
a.Asas Ilahiah atau Asas Tauhid
Setiap tingkah laku dan perbuatan manusia tidak akan luput dari ketentuan Allah SWT. Seperti yang disebutkan dalam Q.S.al-Hadid ayat 4 yang artinya “DIa bersama kamu dimana saja kamu berada, Dan Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan”.Kegiatan muamalah termasuk perbuatan perjanjian, tidak pernah akan lepas dari nilai-nilai ketauhidan. Dengan demikian manusia memiliki tanggung jawab akan hal itu. Tanggung jawab kepada masyarakat, Tanggung jawab pada pihak kedua, tanggung jawab terhadap diri sendiri dan tanggung jawab kepada ALLAH SWT. Akibat dari penerapan asas ini, manusia tidak akan berbuat sekehendak hatinya karena segala perbuatannya akan mendapat balasan dari ALLAH SWT.[11]
b.Asas Kebolehan (Mabda al-Ibahah)
            Terdapat kaidah fiqhiyah yang artinya,”Pada dasarnya segala sesuatu itu dibolehkan sampai terdapat dalil yang melarang”.[12]Kaidah fiqih tersebut bersumber pada dua hadist berikut ini :
            Hadist riwayat al Bazar dan at-Thabrni yang artinya:
“Apa-apa yang dihalalkan ALLAH adalah halal, dan apa-apa yang di haramkan ALLAH adalah haram, dan apa-apa yang didiamkan adalah dimaafkan. Maka terimalahdari ALLAH pemaaf-Nya. SUngguh ALLAH itu tidak melupakan sesuatu.”[13]
Hadist riwayat Daruquthni, dihasankan oleh an-Nawawi yang artinya:
“Sesungguhnya ALLAH telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka janganlah kamu sia-siakan dia dan ALLAH telah memberikan beberapa batas, maka janganlah kamu langgar dia, dan ALLAH telah mengharamkan sesuatu makajanganlah kamu pertengkarkan dia, dan ALLAH telah mendiamkan beberapa hal, maka janganlah kamu perbincangkan dia.[14]
            Kedua hadist diatas menunjukkan bahwa segala sesuatu adalah boleh atau mubah dilakukan. Kebolehan ini dibatasi sampai ada dasar hokum yang melarangnya. Hal ini berarti bahwa islam member kesempatan luas kepada yang berkepentingan untuk mengembangkan bentuk dan macam transaksi baru sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
c.Asas keadilan ( Al’Adalah )
            Dalam Q.S Al-Hadid ayat 25 disebutkan bahwa Allah berfirman yang artinya”Sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-kitab dan Neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksakan keadilan”. Dalam asas ini para pihak yang melakukan kontrak dituntut untuk berlaku benar dalam mengungkapkan kehendak dan keadilan, memenuhi perjanjian yang telah mereka buat, dan memenuhi semua kewajibannya.[15]
d.Asas persamaan atau Kesetaraan
            Hubungan muamalah dilakukan untuk memenuhi kebutuhana hidup manusia.sering kali terjadi bahwa seseorang memiliki kelebihan dari yang lainnya.Oleh karena itu sesame manusia masing-masing memilki kelebihan dan kekurangan.Dalam melakukan kontrak para pihak menentukan hak dan kewajiban masing-masing didasarkan pada asas persamaan dan kesetaraan.[16]  
e.Asas Kejujuran dan Kebenaran (Ash Shidiq)
            Jika kejjuran ini tidak diterapkan dalam kontrak, maka akan merusak legalitas kontrak dan menimbulkan perselisihan diantara para pihak.[17]Suatu perjanjian dikatakan benar apabila memiliki manfaatbagi para pihak yang melakukan perjanjian dan bagi masyarakat dan lingkungannya. Sedangkan perjanjian yang mendatangkan madharat dilarang.
f.Asas Tertulis (Al Kitabah)
            SUatu perjanjian hendaknya dilakukan secara tertulis agar dapat dijadikan sebagai alat bukti apabila di kemudian hari terdapat persengketaan.[18]
g.Asas Iktikad Baik (Asas Kepercayaan)
            Asas ini dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang berbunyi, “Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”.
h.Asas Kemanfaatan dan Kemaslahatan
            Asas ini mengandung pengertian bahwa semua bentuk perjanjian yang dilakukan harus mendatangkan kemanfaatan dan kemaslahatan baik para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian maupun bagi masyarakat sekitar meskipun tidak terdapat ketentuan dalam AL-Quran dan Al-Hadist.[19]
i.Asas Keseimbangan Prestasi
            Yang dimaksud dengan asas ini adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian.[20]Dalam hal ini dapat diberikan ilustrasi, kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui harta debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan iktikad baik.
j.Asas Kepribadian (personalitas)
            Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa sesorang yang akan  melakukan dan atau membuat  kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan.Hal ini dapat dipahami dari bunyi pasal 1315 dan pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi: “Pada umumnya sesorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri.”Dengan demikian asas kepribadian dalam perjanjian dikecualikan apabila perjanjian tersebut dilakukan seseorang untuk orang lain yang memberikan kuasa bertindak hokum untuk dirinya atau orang tersebut berwenang atas nya.



Sejarah Perkembangan Ekonomi Syariah di Indonesia



Secara garis besar, perkembangan ekonomi syariah di Indonesia dibagi ke dalam tiga fase, antara lain:

Fase Pencerahan
Fase pencerahan sejak kelahiran ekonomi syariah di Indonesia ditandai dengan diberlakukannya undang-undang nomor 10 tahun 1998, yang isinya memberikan arahan kepada bank-bank konvensional untuk membuka divisi perbankan syariah, atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi bank syariah. Pada fase ini, bank serta lembaga keuangan berbasis syariah mulai bermunculan dan disosialisasikan hingga melewati jaman millenium ke-2.

Fase Kebangkitan
Kemudian sejalan dengan peralihan fase pencerahan menuju fase kebangkitan, pada waktu itu hasil evaluasi dari sosialisasi ekonomi syariah yang dilakukan oleh masing-masing lembaga keuangan syariah menghasilkan kesadaran para praktisi di industri perbankan syariah yang menemukan cetusan bahwa sosialisasi sistem ekonomi syariah untuk masyarakat Indonesia hanya dapat berhasil apabila dilakukan dengan cara yang terstruktur dan berkelanjutan. Menyadari hal tersebut, para praktisi dari lembaga-lembaga keuangan syariah terpanggil dan mengajak seluruh kalangan yang berkepentingan untuk membentuk satu organisasi yang ditujukan untuk melaksanakan program sosialisasi terstruktur dan berkesinambungan kepada masyarakat. Organisasi yang berdiri tahun 2001 ini dinamakan Perkumpulan Masyarakat Ekonomi Syariah, atau disingkat MES, yang dalam bahasa Inggrisnya organisasi berskala nasional ini disebut Islamic Economic Society.
Pembentukan komunitas tersebut menandakan awal pemusatan sosialisasi sistem ekonomi Islam kepada masyarakat Indonesia dalam satu wadah yang sejak awal didirikan di Jakarta. Kegiatannya memberikan inspirasi bagi rekan-rekan di daerah untuk melaksanakan kegiatan dan aktivitas serupa di bidang perekonomian berbasis syariah. Hingga tahun 2008, MES yang memiliki cabang di 23 provinsi dan 35 kabupaten di Indonesia, serta 4 wilayah khusus di luar negeri, yaitu Arab Saudi, Britania Raya, Malaysia, dan Jerman ini adalah organisasi independen yang mengedepankan visi untuk menjadi wadah yang diakui sebagai acuan dan teladan bagi usaha percepatan, pengembangan, dan penerapan sistem ekonomi dan etika usaha yang sesuai dengan syariah Islam di Indonesia. Maju terus MES, maju terus ekonomi syariah Indonesia!

Sumber: Edisi Khusus Majalah Sharing Oktober 2009 mengenai sejarah perkembangan ekonomi syariah.

Kamis, 10 September 2015

KONSEP WARIS PERSPEKTIF HADITS


Oleh: Farhan ibn Ahmadi

PENDAHULUAN

Hukum waris menduduki tempat amat penting dalam Hukum Islam. Sedemikian pentingnya kedudukan hukum waris Islam dalam hukum Islam dapat disimpulkan dari hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dan Addaraquthni:
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ الْحِزَامِيُّ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ بْنِ أَبِي الْعِطَافِ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ تَعَلَّمُوا الْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوهَا فَإِنَّهُ نِصْفُ الْعِلْمِ وَهُوَ يُنْسَى وَهُوَ أَوَّلُ شَيْءٍ يُنْزَعُ مِنْ أُمَّتِي
Pelajarilah faraidl (hukum waris) dan ajarkanlah kepada orang banyak, karena faraidl adalah separoh ilmu dan mudah dilupakan serta merupakan ilmu yang pertama kali hilang dari umatku.[1]
            Islam telah memberikan ketentuan-ketentuan dalam pembagian harta pusaka dalam al-Quran dan Hadits, sehingga bagi umat Islam diwajibkan untuk mengetahui dan mengamalkannya. Dalam makalah ini, akan dipaparkan hal-hal yang berkaitan dengan harta warisan dan ketentuan-ketentuannya yang berdasarkan pada hukum Islam, sehingga dapat diketahui dan dapat diamalkan. 












PEMBAHASAN

A. Pengantar Ilmu Faraidh
Al-faraidh adalah kata jamak dari al-faridhoh yang artinya "bagian yang ditentukan kadarnya". Faraidh dalam arti mawarits, hokum waris-mewaris, dimaksud sebagai bagian, atau ketentuan yang diperoleh oleh ahli waris menurut ketentuan syara'. Adapun kata al-mawarits, adalah jamak dari kata mirots. Dan yang dimaksud al-mirotsu, demikian pula al-irtsu, wirtsy, wirotsah dan turots, yang diartikan dengan al-murutsu adalah harta peninggalan dari orang yang meninggal untuk ahli waritsnya.
Secara singkatnya, ilmu faraidh dapat didefinisikan sewbagi ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan harta pusaka bagi ahli waris. Orang yang meninggalkan harta tersebut dinamakan al-muwaritsu, sedang ahli waris disebut dengan al-waritsu.[2]

B. Prinsip-prinsip Hukum Waris Islam[3]
Dalam hukum waris Islam, terdapat prinsip-prinsip sebagai berikut.
a.   Prinsip Ijbari, yaitu bahwa peraliban harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup berlaku dengan sendirinya.
b.   Prinsip Individual, yaitu bahwa harta warisan dapat dibagi-bagikan kepada ahli waris untuk dimiliki secara perseorangan.
c.   Prinsip Bilateral, artinya bahwa baik laki-laki maupun perempuan dapat mewaris dari kedua belah pihak garis kekerabatan, atau dengan kata lain jenis kelamin bukan merupakan penghalang untuk mewarisi atau diwarisi.
d.   Prinsip kewarisan hanya karena kematian, yakni bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain dengan sebutan kewarisan berlaku setelah yang mempunyai harta tersebut meninggal dunia. Dengan demikian, tidak ada pembagian warisan sepanjang pewaris masih hidup.

C. Sebab-sebab Terjadinya Warisan[4]
a.   Hubungan Nasab (Darah), seperti ayah, ibu, anak, saudara, paman, kakek dan nenek
b.   Hubungan Perkawinan, yang terdiri dari duda atau janda. Perkawinan yang sah menimbulkan hubungan kewarisan. Jika seorang suami meninggal dunia maka isteri atau jandanya mewarisi harta suaminya, dan demikian pula sebaliknya.
Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanyalah : anak, ayah, ibu, suami atau istri.

E.     Manawi'ul Irtsi
Yang dimaksud Manawi'ul Irtsi ialah penghalang terlaksananya waris-mewarisi. Keadaan yang menyebabkan seorang ahli waris tidak dapat memperoleh harta warisan ialah:
1.            Perbudakan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: "Budak adalah manusia yang tidak memiliki wewenang sendiri, tetapi dia dimiliki, boleh dijual, boleh dihibahkan dan diwaris. Dia dikuasai dan tidak memiliki kekuasaan. Adapun (yang menjadi) sebab dia tidak mendapatkan warisan, karena Allah membagikan harta waris kepada orang yang berwenang memiliki sesuatu, sedangkan dia (budak) tidak memiliki wewenang.
Rasulullah bersabda:
Dan barangsiapa membeli budak sedangkan budak itu memiliki harta, maka hartanya milik si penjual, kecuali bila pembeli membuat syarat. [Hadits Riwayat Bukhari 2/838 dan Muslim 3/1173]
Selanjutnya beliau berkata : Jika dia tidak berhak memiliki, maka tidak berhak mewarisi, sebab bila dia mewarisi, maka akan beralih kepemilikannya kepada pemiliknya. [Lihat Tashilul Fara'id : 21][5]
2.      Pembunuhan
Rasulullah bersabda:
Siapa yang membunuh seseorang, ia tidak dapat mewarisi dari terbunuh itu, sekalippun orang yang terbunuh itu tidak mempunyai ahli waris kecuali si pembunuh itu saja, apabila si pembunuh itu orang tuanya atau anaknya, si pembunuh tidak berhak menerima harta warisan. [HR Ahmad dari Umar][6]



3.      Berlainan agama

حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ عُثْمَانَ عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلَا الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ
Seorang muslim tidak akan mewaris dari seorang kafir, dan seorang kafir tidak akan mewaris dari seorang muslim.[7]
4.      Berlainan negara
Berlainan negeri, yang berarti berlainan tempat, tetapi negeri-negeri itu adalah negeri Islam, tidak menjadi penghalang untuk memperoleh harta warisan.
Bagaimana apabila berlainan bagi orang yang bukan muslim?
Menurut madzhab Hanafi dan Syafi'i, keadaan tersebut menjadi penghalang. Dalam hal ini ialah apabila tidak ada ishmah antara dua negeri itu dan keduanya saling memandang halal memerangi yang lain di samping itu tidak ada hubungan persahabatan. Sedang negeri-negeri Islam dianggap satu negara saja. Menurut madzhab Maliki, Ahmad, dan ahludzdzohir, berlainan negeri bagi orang yang bukan Islam tidak menghalangi mereka untuk saling mewarisi.[8]

F.     Bagian-Bagian Bagi Ahli Waris Perspektif Hadits
1.      Bagian bagi anak perempuan
حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ حَدَّثَنِي زَكَرِيَّاءُ بْنُ عَدِيٍّ أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ جَاءَتْ امْرَأَةُ سَعْدِ بْنِ الرَّبِيعِ بِابْنَتَيْهَا مِنْ سَعْدٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَاتَانِ ابْنَتَا سَعْدِ بْنِ الرَّبِيعِ قُتِلَ أَبُوهُمَا مَعَكَ يَوْمَ أُحُدٍ شَهِيدًا وَإِنَّ عَمَّهُمَا أَخَذَ مَالَهُمَا فَلَمْ يَدَعْ لَهُمَا مَالًا وَلَا تُنْكَحَانِ إِلَّا وَلَهُمَا مَالٌ قَالَ يَقْضِي اللَّهُ فِي ذَلِكَ فَنَزَلَتْ آيَةُ الْمِيرَاثِ فَبَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى عَمِّهِمَا فَقَالَ أَعْطِ ابْنَتَيْ سَعْدٍ الثُّلُثَيْنِ وَأَعْطِ أُمَّهُمَا الثُّمُنَ وَمَا بَقِيَ فَهُوَ لَكَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ وَقَدْ رَوَاهُ شَرِيكٌ أَيْضًا عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ
           
Abd bin Humaid menceritakan kepada kami, Zakaria bin Adi memberitahukan kepada kami, Ubaidillah bin Amr memberitahukan kepada kami dari Abdullah bin Muhammad bin Aqil dari Jabir bin Abdillah berkata: "Istri Sa'ad bin Ar-Rabi' datang kepada Rasulullah dengan membawa kedua anak perempuannya lalu berkata: "Wahai Rasulullah ini adalah kedua anak perempuan Sa'ad bin Ar-Rabi' yang ayahnya gugur bersamamu dalam perang Uhud dengan mati syahid. Sesungguhnya paman mereka mengambil harta mereka tanpa meninggalkan harta sedikitpun bagi mereka dan mereka tidak bisa dikawinkan kecuali jika mereaa mempunyai uang." Beliau bersabda: "Allah akan memutuskan tentang hal itu". Maka turun ayat tentang pembagian harta warisan, kemudian Rasulullah mengutus seseorang kepada paman mereka lalu beliau bersabda: "Berilah  kedua anak perempuan Sa'ad bin Ar-Rabi' dua pertiga dari harta dan berilah ibua mereka seperdelapan dan sisanya adalah untukmu". Abu Isa berkata hadits ini hasan shahih. Kami tidak mengetahuinya selain dari hadits Abdillah bin Muhammad bin Aqil. Syarik juga meriwayatkannya dari Abdillah bin Muhammad bin Aqil.[9]
2.      Bagian anak perempuannya anak laki-laki beserta anak perempuan
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ عَنْ أَبِي قَيْسٍ الْأَوْدِيِّ عَنْ هُزَيْلِ بْنِ شُرَحْبِيلَ قَالَ
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى أَبِي مُوسَى وَسَلْمَانَ بْنِ رَبِيعَةَ فَسَأَلَهُمَا عَنْ الِابْنَةِ وَابْنَةِ الِابْنِ وَأُخْتٍ لِأَبٍ وَأُمٍّ فَقَالَ لِلِابْنَةِ النِّصْفُ وَلِلْأُخْتِ مِنْ الْأَبِ وَالْأُمِّ مَا بَقِيَ وَقَالَا لَهُ انْطَلِقْ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ فَاسْأَلْهُ فَإِنَّهُ سَيُتَابِعُنَا فَأَتَى عَبْدَ اللَّهِ فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ وَأَخْبَرَهُ بِمَا قَالَا قَالَ عَبْدُ اللَّهِ قَدْ ضَلَلْتُ إِذًا وَمَا أَنَا مِنْ الْمُهْتَدِينَ وَلَكِنْ أَقْضِي فِيهِمَا كَمَا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلِابْنَةِ النِّصْفُ وَلِابْنَةِ الِابْنِ السُّدُسُ تَكْمِلَةَ الثُّلُثَيْنِ وَلِلْأُخْتِ مَا بَقِيَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَأَبُو قَيْسٍ الْأَوْدِيُّ اسْمُهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ ثَرْوَانَ الْكُوفِيُّ وَقَدْ رَوَاهُ شُعْبَةُ عَنْ أَبِي قَيْسٍ
Al-Hasan bin Arafah menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun memberitahukan kepada kami, dari Sufyan ats-Tsauri dari Abi Qais al-Audi dari Huzail bin Syurahbil berkata: : Seseorang datang kepada Abi Musa dan Sulaiman bin Rabi'ah dan bertanya kepada mereka tentang anak perempuan dan anak perempuannya anak laki-laki dan saudara perempuan seayah dan seibu. Mereka berkata: Bagi anak perempuan seperdua dan bagi saudara perempuan seayah serta ibu harta yang tersisa." Mereka berkata kepadanya: "Pergilah kepada Abdullah bin Mas'ud, bertanyalah kepadanya maka dia akan mengikuti kami". Kemudian dia datang kepada Abdullah lalu menyampaikan kepadanya apa yang mereka katakan. Abdullah bin Mas'ud berkata: "Benar-benar aku tersesat apabila aku menyetujui jawaban mereka dan aku tidak termasuk orang yang mendapat petunjuk tetapi aku memutuskan dalam soal ini seperti keputusan Rasulullah bagi anak perempuan seperdua, bagi anak perempuan anak laki-laki seperenam untuk menyempurnakan dua pertiga dan bagi saudara perempuan harta yang tersisa.[10]
3.      Bagian saudara laki-laki seayah seibu
حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ الْحَارِثِ عَنْ عَلِيٍّ أَنَّهُ قَالَ إِنَّكُمْ تَقْرَءُونَ هَذِهِ الْآيَةَ { مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ } وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى بِالدَّيْنِ قَبْلَ الْوَصِيَّةِ وَإِنَّ أَعْيَانَ بَنِي الْأُمِّ يَتَوَارَثُونَ دُونَ بَنِي الْعَلَّاتِ الرَّجُلُ يَرِثُ أَخَاهُ لِأَبِيهِ وَأُمِّهِ دُونَ أَخِيهِ لِأَبِيهِ
Bundar menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun memberitahukan kepada kami, Sufyan memberitahukan kepada kami, dari Abi Ishaq dari al-Harits dari Ali bahwa dia berkata: "Sesungguhnya kamu membaca ayat ini {[11]{ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ. Dan sesungguhnya Rasulullah memutuskan melunasi hutang sebelum wasiat dan sesungguhnya saudara-saudara seayah seibu saling mewarisi dengan tidak memberi pembagian waris kepada saudara seayah. Seseorang mewarisi saudaranya laki-laki seayah seibu dengan tidak memberi pembagian waris kepada saudara laki-laki seayah."[12]
4.      Bagian saudara-saudara perempuan
حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ الصَّبَّاحِ الْبَغْدَادِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُنْكَدِرِ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ
مَرِضْتُ فَأَتَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُنِي فَوَجَدَنِي قَدْ أُغْمِيَ عَلَيَّ فَأَتَى وَمَعَهُ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَهُمَا مَاشِيَانِ فَتَوَضَّأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَبَّ عَلَيَّ مِنْ وَضُوئِهِ فَأَفَقْتُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ أَقْضِي فِي مَالِي أَوْ كَيْفَ أَصْنَعُ فِي مَالِي فَلَمْ يُجِبْنِي شَيْئًا وَكَانَ لَهُ تِسْعُ أَخَوَاتٍ حَتَّى نَزَلَتْ آيَةُ الْمِيرَاثِ
{ y7tRqçFøÿtGó¡o È@è% ª!$# öNà6ÏFøÿムÎû Ï's#»n=s3ø9$# 4 ÈbÎ) (#îtâöD$# y7n=yd }§øŠs9 ¼çms9 Ó$s!ur ÿ¼ã&s!ur ×M÷zé& $ygn=sù ß#óÁÏR $tB x8ts? 4 uqèdur !$ygèO̍tƒ bÎ) öN©9 `ä3tƒ $ol°; Ó$s!ur 4 bÎ*sù $tFtR%x. Èû÷ütFuZøO$# $yJßgn=sù Èb$sVè=V9$# $®ÿÊE x8ts? 4 bÎ)ur (#þqçR%x. Zouq÷zÎ) Zw%y`Íh [ä!$|¡ÎSur ̍x.©%#Î=sù ã@÷WÏB Åeáym Èû÷üus[RW{$# 3 ßûÎiüt6ムª!$# öNà6s9 br& (#q=ÅÒs? 3 ª!$#ur Èe@ä3Î/ >äóÓx« 7OŠÎ=tæ  }[13]

قَالَ جَابِرٌ فِيَّ نَزَلَتْ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Al-Fadhl bin Ash-Shabah al-Baghdadi menceritakan kepada kami, Sufyan bin uayinah menceritakan kepada kami, Muhammad bin al-Munkadir menceritakan kepada kami, dia mendengar Jabir bin Abdillah berkata: "Aku sakit lalu Rasulullah datang kepadaku untuk menjengukku kemudian mendapatkanku benar-benar tidak sadar lalu beliau datang kepadaku beserta Abu Bakar. Mereka berjalan kaki kemudian Rasulullah berwudlu lalu beliau menuangkan air wudlunya atasku kemudaian akau bangun lalau berkata: "Wahai Rasulullah, bagaimana aku memutuskan mengenai hartaku atau bagaimana aku perbuat mengenai hartaku?" beliau tidak menjawabku sedikitpun sedangkan dia mempunyai sembilan saudara perempuan sehingga turun ayat mirats: "Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah)[14]. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu."
Jabir berkata: "Ayat ini turun mengenai aku". Abu Isa berkata hadits ini hasan shahih.[15]
    1. Bagian para ahli waris yang memperoleh ashabah

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَخْبَرَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا ابْنُ طَاوُوسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لِأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ
حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ ابْنِ طَاوُوسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ وَقَدْ رَوَى بَعْضُهُمْ عَنْ ابْنِ طَاوُوسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرْسَلًا
Abdullah bin Abdurrahman menceritakan kepada kami, Muslim bin Ibrahim memberitahukan kepada kami Wuhaib menceritakan kepada kami Ibnu Thawus menceritakan kepada kami dari ayahnya dari Ibnu Abbas dari Rasulullah bersabda: "Sampaikanlah harta pusaka sesuai dengan ketentuan kepada mereka yang berhak lalu harta pusaka yang tersisa bagi orang laki-laki yang terdekat kepada orang yang meninggal."
Abd bin Humai menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq memberitahukan kepada kami, dari Ma'mar dari Ibnu Thawus dari ayahnya dari Ibnu Abbas dari Rasulullah seperti hadits Abdullah bin Abdurrahman. Hadits ini hasan. Sebagian Rawi hadits meriwayatkan dari ibnu Thawus dari ayahnya dari Rasulullah secar mursal.[16]

    1. Bagian Kakek
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ عَنْ هَمَّامِ بْنِ يَحْيَى عَنْ قَتَادَةَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ قَالَ
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ ابْنِي مَاتَ فَمَا لِي فِي مِيرَاثِهِ قَالَ لَكَ السُّدُسُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ لَكَ سُدُسٌ آخَرُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ قَالَ إِنَّ السُّدُسَ الْآخَرَ طُعْمَةٌ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَفِي الْبَاب عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ

Al-Hasan bin Arafah menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, dari Hammam bin Yahya dari Qatadah dari al-Hasan dari Imran bin Hushain berkata: "Seseorang datang kepada Rasulullah lalu berkata: "Sesungguhnya anakku meninggal dunia berapa bahagianku dari harta yang ditinggalkannya?" Beliau bersabda: "Bagimu seperenam dari harta pusaka." Ketika dia pergi beliau memanggilnya dan bersabda: "Bagimu seperenam lagi." Lalu ketika dia pergi, beliau memanggilnya dan bersabda: "Sesungguhnya seperenam lagi bagimu itu adalah sebagian pemberian untukmu."
Abu Isa berkata hadits ini hadits hasan shahih [17]
7.      Bagian Nenek
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا الزُّهْرِيُّ قَالَ مَرَّةً قَالَ قَبِيصَةُ و قَالَ مَرَّةً رَجُلٌ عَنْ قَبِيصَةَ بْنِ ذُؤَيْبٍ قَالَ
جَاءَتْ الْجَدَّةُ أُمُّ الْأُمِّ وَأُمُّ الْأَبِ إِلَى أَبِي بَكْرٍ فَقَالَتْ إِنَّ ابْنَ ابْنِي أَوْ ابْنَ بِنْتِي مَاتَ وَقَدْ أُخْبِرْتُ أَنَّ لِي فِي كِتَابِ اللَّهِ حَقًّا فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ مَا أَجِدُ لَكِ فِي الْكِتَابِ مِنْ حَقٍّ وَمَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى لَكِ بِشَيْءٍ وَسَأَسْأَلُ النَّاسَ قَالَ فَسَأَلَ النَّاسَ فَشَهِدَ الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطَاهَا السُّدُسَ قَالَ وَمَنْ سَمِعَ ذَلِكَ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ مَسْلَمَةَ قَالَ فَأَعْطَاهَا السُّدُسَ ثُمَّ جَاءَتْ الْجَدَّةُ الْأُخْرَى الَّتِي تُخَالِفُهَا إِلَى عُمَرَ
قَالَ سُفْيَانُ وَزَادَنِي فِيهِ مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ وَلَمْ أَحْفَظْهُ عَنْ الزُّهْرِيِّ وَلَكِنْ حَفِظْتُهُ مِنْ مَعْمَرٍ أَنَّ عُمَرَ قَالَ إِنْ اجْتَمَعْتُمَا فَهُوَ لَكُمَا وَأَيَّتُكُمَا انْفَرَدَتْ بِهِ فَهُوَ لَهَا
Ibnu Abi Umar menceritakan kepada kami, Sufyan menceriytakan kepada kami, Az-Zuhri menceritakan kepada kami, dia berkata suatu kali: "Qabishah berkata dan dia berkata pada saat yang lain dari seseorang dari Qabishah bin Dzuaib berkata: "Seorang nenek yaitu ibunya ibu atau ibunya bapak datang kepada Abu Bakar lalu berkata: "Sesungguhnya cucu laki-laki dari anakku laki-laki atau cucu laki-laki dari anakku perempuan meninggal dunia dan benar-banar aku diberitahukan bahwa aku di dalam kitabullah memperoleh bagian harta pusaka." Abu Bakar berkata: "Aku tidak dapat menemukan bagian harta pusaka bagimu dalam kitabullah dan aku tidak pernah mendengar Rasulullah memutuskan bagian harta pusaka bagimu dan aku akan bertanya pada manusia". Lalu al-Mughirah bin Syu'bah menyaksikan bahwa Rasulullah memberi seperenam kepadanya. Abu Bakar berkata: "Siapa yang mendengar hadits itu bersamamu?. Dia; berkata: "Muhammad bin Maslamah", Rawi berkata: "Lalu dia memberi seperenam kepadanya". Kemudian seorang nenek lain yang berbeda dengan nenek tersebut datang kepada Umar. Sufyan berkata: "Dan Ma'mar menambah dalam hadits ini dari Az-Zuhri tapi aku tidak menghafalnya dari az-Zuhri tetapi aku menghafalanya dari Ma'mar bahwa Umar berkata: "Kalau kamu berdua berkumpul maka seperenam itu bagimu berdua dan siapa saja di antara kamu sendirian maka seperenam baginya."[18]
8.      Bagian saudara laki-laki dari Ibu
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ عَيَّاشِ بْنِ أَبِي رَبِيعَةَ الزُّرَقِيِّ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حَكِيمِ بْنِ عَبَّادِ بْنِ حُنَيْفٍ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ أَنَّ رَجُلًا رَمَى رَجُلًا بِسَهْمٍ فَقَتَلَهُ وَلَيْسَ لَهُ وَارِثٌ إِلَّا خَالٌ فَكَتَبَ فِي ذَلِكَ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ إِلَى عُمَرَ فَكَتَبَ إِلَيْهِ عُمَرُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ مَوْلَى مَنْ لَا مَوْلَى لَهُ وَالْخَالُ وَارِثُ مَنْ لَا وَارِثَ لَهُ
Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami dan Ali bin Muhammad berkata, Waki' menceritakan kepada kami dari Sufyan dari Abdurrahman bin al-Harits bin Ayyasy bin Abi Rabi'ah az-Zuraqi dari Hakim bin Hakim bin 'Abbad bin Hunaif al-Anshari dari Abi Umamah bin Sahl bin Hunaif bahwa seorang laki-laki telah melempar seorang laki-laki dengan tombak sehingga ia telah membunuhnya dan tak ada seorang ahli warispun baginya selain seorang paman dari ibunya, maka Abu Ubaidah menulis surat kepada Umar dan Umar menulis surat kepadanya bahwa Nabi bersabda: "Allah dan rasul-Nya adalah tuan orang yang tidak mempunyai tuan dan paman dari ibu adalah ahli waris bagi orang yang tidak mempunyai ahli waris."[19]
9.      Orang yang meninggal dunia dan tidak mempunyai ahli waris
حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْأَصْبِهَانِيِّ عَنْ مُجَاهِدٍ وَهُوَ ابْنُ وَرْدَانَ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ مَوْلًى لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَعَ مِنْ عِذْقِ نَخْلَةٍ فَمَاتَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْظُرُوا هَلْ لَهُ مِنْ وَارِثٍ قَالُوا لَا قَالَ فَادْفَعُوهُ إِلَى بَعْضِ أَهْلِ الْقَرْيَةِ وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ

Bundar menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, Sufyan memberitahukan kepada kami dari Abdurrahman bin al-Ashbihani dari Mujahid bin Wardan dari Urwah dari Aisyah bahwasannya bekas hamba sahaya Rasulullah jatuh dari tandan pohon kurma lalu meninggal dunia kemudian Rasulullah bersabda: "Lihatlah apakah dia mempunyai ahli waris?" Mereka berkata: "Tidak". Beliau bersabda: "Serahkanlah harta pusakanya kepada sebagian penduduk desanya." Ini adalah hadits hasan.[20]
10.  Bagian anak hasil zina
Adapun dalil yang dijadikan pegangan oleh jumhur ulama, yaitu sabda Nabi saw. "Anak milik orang yang memiliki ranjang (suami) dan wanita pezina mendapatkan sanksi." Ishaq bin Rahawaih, Ibnu Taimiyah, dan Ibnul Qayyim menakwilkan sebab Nabi saw. bersabda demikian, yakni karena terjadi perdebatan antara wanita pezina dengan pemilik ranjang (suaminya). 
Meskipun demikian, kita bisa melihat bahwa pendapat jumhur ulama lebih kuat, karena ada riwayat lain dari 'Amr bin Syu'aib, yaitu Nabi saw. bersabda, "Lelaki mana pun yang berbuat zina dengan seorang wanita merdeka atau budak, maka anak yang lahir adalah anak zina, tidak bisa mewarisi atau diwarisi." (HR Turmudzi)
Dengan demikian anak hasil zina tidak bisa mewarisi dari ayahnya atau dari ibunya yang melakukan zina, dan juga dari kerabatnya, selain itu mereka juga tidak bisa mewarisi dari anak hasil zina tersebut. Syaukani berkata, "Demikian juga halnya dengan anak yang lahir karena perbuatan zina. Ini sudah disepakati. Harta warisnya diberikan untuk ibu dan kerabat ibunya."[21]
11.  Bagian anak tiri atau anak angkat
            Menurut hukum Islam, sebab-sebab seseorang dapat menerima warisan adalah karena ada hubungan nasab atau hubungan perkawinan (sebagai suami istri) dengan pewaris (orang yang meninggal), beragama Islam dan tidak ada halangan menurut hukum (pasal 171 KHI). Dari ketentuan ini maka anak tiri atau anak angkat tidak dapat menerima warisan dari ayah/ibu tirinya atau ayah/ibu angkatnya. [22]

















KESIMPULAN
            Allah telah menentukan pembagiannya bagi para ahli waris dengan sebaik-baik pembagian dan yang paling adil, sesuai dengan tuntunan Hikmah-Nya yang sangat tinggi dan rahmat-Nya yang sangat menyeluruh serta ilmu yang mencakup segala sesuatu. Dia menjelaskan yang demikian dengan penjelasan yang sangat sempurna. Maka datanglah ayat-ayat dan hadits-hadits tentang waris yang meliputi segala sesuatu yang mungkin terjadi terkait dengan pembagian harta warisan, namun diantara ayat-ayat tersebut ada yang terang dan jelas maksudnya bagi orang-orang awam dan sebagian lainnya membutuhkan perhatian dan perenungan mendalam.

Daftar Pustaka
1.      Al-Quran dan Terjemahannya.
2.      At-Tirmidzi, Muhammad Isa bin Surah. Terjemah Sunan At-Tirmidzi, terj. Sunan At-Tirmidzi oleh Moh. Zuhri dkk. Semarang: Asy-Syifa': 1992.
3.      Daradjat, Zakiah. Ilmu Fiqh Jilid III. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995.
4.      Saifullah, Muhammad, dkk (tim editor). Hukum Islam: Solusi Permasalahan Keluarga Yogyakarta: UII Press, 2005.
5.      Software al-Maktabah al-Syamilah.
6.      WWW. Google.com. Diakses pada tanggal 9 Mei 2009.


[1] Lihat software al-Maktabah al- Syameelah, Sunan Ibnu Majah, Bab Pembahasan Mempelajari Faraidh, juz 8, hlm. 196
[2] Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh Jilid III (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), hlm. 1-3
[3] www. Google.com diakses pada tanggal 9 Mei 2009
[4] www. Google.com
[5] http://www.indonesiaindonesia.com/ diakses pada tanggal 9 Mei 2009
[6] Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh Jilid III , hlm. 21
[7] Lihat software al-Maktabah al- Syameelah, Shahih Bukhari, juz 21, hlm. 7
[8] Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh Jilid III , hlm. 31
[9] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 437
[10] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 439
[11] QS. An-Nisa': 12
[12] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 441

[13] QS. An-Nisaa': 176
[14] Kalalah ialah seseorang mati yang tidak meninggalkan ayah dan anak.
[15] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 446

[16] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 448
[17] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 450
[18] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 452. Hadits ini juga terdapat dalam Sunan Ibnu Majah, Juz 8, hlm. 203

[19] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan Ibnu Majah, Juz 8, hlm. 221
[20] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 460
[21] Hak Waris Anak Hasil Zina dan Li'an, www. Google.com, diakses pada tanggal 9 Mei 2009.
[22] Muhammad Saifullah, dkk (tim editor), Hukum Islam: Solusi Permasalahan Keluarga (Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm. 180-181