Senin, 24 Februari 2014

Pilar Ekonomi Syariah: Sektor Zakat

 1.    Pilar Ketiga Ekonomi Syariah adalah Sektor Zakat, infaq, shadaqah, wakaf, dll.

Zakat merupakan Rukun Islam ke-3, sehingga jika dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan, akan meningkatkan keimanan dan keislaman. Allah ta’ala berfirman:

فَإِن تَابُوا۟ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُا۟ ٱلزَّكَوٰةَ فَإِخْوَٰنُكُمْ فِى ٱلدِّينِ ۗ وَنُفَصِّلُ ٱلْءَايَٰتِ لِقَوْمٍۢ يَعْلَمُونَ

Jika mereka bertobat, mendirikan salat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui. (QS. At-Taubah [9]: 5 dan 11).

Selain itu Zakat adalah ibadah maaliyyah ijtima’iyyah yang akan meningkatkan kesejahteraan sekaligus meningkatkan ekonomi umat. Hal ini terbukti secara empirik dalam sejarah (masa Nabi dan sahabat serta Umar bin Abdul Azis) melahirkan kekuatan ekonomi dan kesejahteraan. Sekarang pun beberapa Negara, termasuk Indonesia, telah menjadikan zakat sebagai salah satu sarana untuk mensejahterakan masyarakat. Tidak hanya dalam bidang konsumsi saja, saat ini berkembang pula zakat produktif, yaitu zakat yang digunakan untuk moda usaha dan peningkatan ekonomi para mustahik zakat. Maka ke depan zakat adalah elemen penggerak ekonomi global yang sangat luar biasa.

Berdasarkan tiga pilar tersebut maka ekonomi syariah harus bisa ditegakkan oleh seluruh umat Islam. Dukungan dari seluruh umat Islam menjadi sebuah keniscayaan bagi mercu suar ekonomi syariah di masa yang akan datang. Saya melihat bahwa untuk menegakan pilar-pilar ekonomi syariah tersebut, mau tidak mau harus menyediakan adanya SDM Syariah yang memiliki loyalitas yang tinggi terhadap Islam. SDM Syariah sebagai para pelaku ekonomi syariah seharusnya menjadi perhatian utama dalam mengembangkan ekonomi syariah. Managemen Sumber Daya Manusia (SDM) Syariah yang berupa pengaturan dari mulai pemilihan, pelatihan, pegembangan dan pengelolaannya mutlak untuk dilakukan.

Berdasarkan hal tersebut saya mendukung sepenuhnya terbitnya Buku HRD Syariah ini. Mudah-mudahan ia akan menjawab semua permasalahan berkenaan dengan HR Syariah bagi perkembangan ekonomi syariah di masa yang akan datang. Buku ini berisi teori-teori managemen HRD Syariah yang didasarkan kepada nilai-nilai Syariah yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah serta implementasi Nabi dalam me-manage SDM pada saat itu. Peristiwa-peristiwa pada masa Nabi diekplorasi dan dikembangkan sehingga menjadi teori serta praktik HRD Syariah yang universal. Para penulis buku ini telah saya kenal secara pribadi karena merupakan akademisi pada lembaga pendidikan yang konsen pada ekonomi syariah. Demikian pula mereka adalah sosok praktisi syariah yang telah lama malang melintang di dunia HRD Syariah di beberapa lembaga keuangan syariah di negeri ini. Semua itu menambah nilai dari buku ini yang masih jarang ditemukan di pasaran, yaitu buku yang membahas secara mendalam dari teori ke implemantasi HRD Syariah. Semoga buku ini bisa memberikan sumbangan positif bagi perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Wallahu a’lam.   

Pilar Ekonomi Islam: Sektor Moneter

Oleh: Prof. DR. KH. Didin Hafidhuddin, MS


1.    Pilar Kedua Ekonomi Syariah: Sektor Moneter

Pilar kedua Ekonomi Syariah adalah sektor moneter. Sektor ini akan berjalan dengan baik apabila Lembaga Keuangan Syariah (LKS), baik perbankan syariah maupun non perbankan syariah berjalan dengan baik. Alhamdulillah sektor moneter ini telah menunjukkan kemajuan yang signifikan, walaupun belum optimal. Hal ini ditandai antara lain oleh:

  1. Jumlah lembaga keuangan syariah, seperti perbankan syariah semakin meningkat, demikian pula jumlah assetnya.
  2. Kajian tentang ilmu ekonomi syariah juga semakin meningkat, terutama di kalangan Perguruan Tinggi. Misalnya: IPB dan Unair telah membuka program S-1 Ekonomi Syariah, di samping PT lainnya seperti UI, UIKA, UIN, IAIN, STAIN, SEBI, TAZKIA, STAI Al-Hidayah Bogor, dll.
Dukungan pemerintah terhadap sektor ini semakin kentara dengan sosialisasi yang dilakukan secara terus-menerus. salah satu sosialisasi yang belum ada ini dilakukan adalah Program GRES (Gerakan Ekonomi Syariah) oleh Presiden Republik Indonesia pada Ahad, 17 Nopember 2013 M/13 Muharram 1435 H. Presiden  telah mencanangkan kembali gerakan ekonomi syariah (GRES) yang diharapkan akan menguatkan peran ekonomi syariah terhadap ekonomi umat dan bangsa.
Regulasi tentang kegiatan Ekonomi Syariah telah semakin terarah, seperti UU No 21 / 2008 tentang Perbankan Syariah, UU No. 19 / 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, Fatwa DSN-MUI tentang kegiatan ekonomi syariah telah mencapai sekitar 80 buah fatwa, dll. Demikian pula kegiatan LKS non bank, seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, BMT dll. telah menunjukkan kemajuan yang menggembirakan. Hal terbukti dengan berkembangnya lembaga-lembaga tersebut yang semakin bertambah dari tahun ke tahun. Selain itu tumbuh dan berkembang pula asosiasi-asosiasi ekonomi syariah, baik di pusat maupun daerah, seperti MES (masyarakat ekonomi syariah), PKES (pusat kajian ekonomi syariah), IAEII (ikatan ahli ekonomi Islam Indonesia) ASBISINDO (asosiasi bank syariah Indonesia), disamping juga BAZNAS (badan amil zakat nasional) dan BWI (badan wakaf Indonesia).
Kemajuan ekonomi syariah tidak akan bisa tercapai tanpa dukungan dari seluruh elemen umat Islam. Sehingga menjadi sebuah kewajiban bagi seluruh kaum muslimin untuk mendukung upaya penguatan lembaga keuangan syariah, baik dengan bertransaksi melalui LKS maupun dengan menyebarkan dan mendakwahkannya pada masyarakat. Hal ini dilandasi dengan berbagai alasan, antara lain sebagai berikut:

Pertama, perintah melaksanakan ajaran Islam secara menyeluruh, termasuk di bidang mu’amalah, di samping bidang yang lainnya. Allah ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ. ﴿البقرة: ٢٠٨﴾.
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu." (QS. Al-Baqarah [2]: 208).
Masuk ke dalam Islam secara kaafah (keseluruhan) berarti melaksanakan seluruh syariat Islam, baik dalam bidang aqidah, ibadah dan muamalah. Maka ketika seseorang masuk ke dalam Islam secara keseluruhan, ia harus pula melaksanakan seluruh aturan syariah yang berkenaan dengan aktifitas ekonominya. Apalagi dalam Islam aktifitas ekonomi terkait erat dengan hukum-hukum ibadah, seperti larangan memakan riba, haramnya berjudi, mengonsumsi minuman keras dan lain sebagainya. 
Kedua, pelaksanaan ekonomi syariah ini sesungguhnya merupakan implementasi dari fiqih mu’amalah yang sudah dibahas oleh para ulama sejak zaman dahulu dengan berasaskan al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Ia adalah salah satu bab dari empat (4) bab kajian fiqih (hukum Islam) yaitu fiqih ibadah, fiqih munakahat, fiqih muamalat, dan fiqih jinayah.

Ketiga, terdapat perbedaan yang mendasar antara LKS dengan Lembaga Keuangan Konvensional (LKK) misalnya perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional, antara lain sebagai berikut:

1)        Akad dan Aspek Legalitas: Akad dalam bank syariah senantiasa merujuk pada ketentuan syari’ah, seperti tidak boleh ada unsur riba (bunga) yang secara jelas diharamkan. Akadnya bervariasi, ada: wadi’ah, mudharabah, musyarakah, murabahah, ijarah, dan lain sebagainya. Jika terjadi perselisihan diselesaikan melalui mekanisme musyawarah dan atau melalui Badan Syari’ah Arbitrase Nasional (BASARNAS). Struktur Organisasi: Bank syariah memiliki Dewan Pengawas Syari’ah (DPS) yang salah satu fungsi utamanya mengawasi operasional bank syariah dan produknya agar sesuai dengan ketentuan syari’ah.            DPS berada di bawah Dewan Syari’ah Nasional Majlis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Fatwa-fatwa dikeluarkan oleh DSN, sedangkan DPS hanya mengawasi pelaksanaan fatwa di bank syariah sekaligus memberikan pendapat syari’ah (syari’ah opinion) jika diperlukan.

2)        Bisnis dan Usaha Yang Dibiayai, disamping memperhatikan aspek keuntungan juga harus mempehatikan hal-hal yang terkait dengan syariah, misalnya:1.   Apakah kegiatan bisnis itu halal ataukah haram? 2.Apakah manfaat ataukah mafsadat? 3.Apakah memperkuat/memperlemah da’wah/syi’ar Islam? 4   Apakah berkaitan dengan perbuatan a-susila ataukah tidak? 5.Apakah berkaitan dengan perjudian? 6.Apakah berkaitan dengan kegiatan ilegal (senjata ilegal) atau senjata pemusnah?.

3)        Lingkungan Kerja dan Corporate Culture: Sebuah bank syari’ah diharapkan mempunyai lingkungan kerja yang sejalan dengan syari’ah. Dalam hal etika, misalnya, sifat amanah dan shiddiq harus melandasi setiap karyawan sehingga tercipta profesionalisme yang berdasarkan Islam. Demikian pula dalam hal reward and punishment (imbalan dan sangsi), diperlukan sistem penggajian yang sesuai dengan syari’ah. Selain itu, cara berpakian dan tingkah laku dari para karyawan merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama Islam, sehingga tidak ada aurat yang terbuka dan tingkah laku yang tidak mencerminkan akhlaqul karimah. Demikian pula dalam mengahadapi nasabah, akhlaq harus senantiasa terjaga, misalnya dalam bentuk keramahan dan menjelaskan yang baik kepada nasabah.

4)        Bank syariah disamping memperhatikan hasil juga memperhatikan proses. Akad-akad dan persyaratan kegiatan usaha tersebut adalah mencerminkan pentingnya proses yang transparan dan sejalan dengan ajaran Islam. Sistem bagi hasil adalah sistem yang mengutamakan proses disamping hasil. Sedangkan sistem bunga yang diutamakan hasil bukan proses. Ternyata ini punya dampak terhadap perilaku umat manusia. Sistem bunga menyebabkan perilaku instant (ingin cepat berhasil yang kadangkala tidak memperhatikan cara dan proses). Sedangkan sistem bagi hasil yang merupakan sistem yang sejalan dengan ajaran Islam adalah sistem yang menyebabkan orang berpikir tentang proses disamping hasil. Karena itu al-Qur’an sangat keras memerangi riba/bunga ini. Allah ta’ala berfirman:  

يَمْحَقُ اللهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ وَاللهُ لاَ يُحِبُّ كُلَّ كَفَّارٍ أَثِيمٍ ﴿٢٧٦﴾ إِنَّ الَّذِينَ آمَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّالِحَاتِ وَأَقَامُواْ الصَّلاَةَ وَآتَوُاْ الزَّكَاةَ لَهُمْ أَجْرُهُمْ عِندَ رَبِّهِمْ وَلاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلاَ هُمْ يَحْزَنُونَ ﴿٢٧٧﴾ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ ﴿٢٧٨﴾ فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ. ﴿البقرة: ٢٧٩﴾.
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa (276) Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati (277) Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman (278).” (QS. Al-Baqarah [2]: 276-278).

Proses dalam Islam memiliki nilai penting selain hasil. Sehingga sesuatu bisa haram apabila proses yang dilakukan haram walaupun tujuannya baik. Salah satu analoginya adalah dengan kegiatan dakwah yang harus memperhatikan proses disamping hasil. Perhatikan firman-Nya dalam QS. An-Nahl [16]: 125.

ادْعُ إِلِى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ. ﴿النحل: ١٢٥﴾.
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl [16]: 125).

Pilar Ekonomi Syariah: Sektor Riil

 Oleh: Prof. DR. KH. Didin Hafidhuddin, MS

1.    Pilar Pertama Ekonomi Syariah: Sektor Riil

Banyak ayat dan hadis yang mendorong kaum muslimin untuk melakukan kegiatan bisnis/usaha dan sektor riil lainnya. Allah ta’ala berfirman:

...وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللهِ وَمَنْ عَادَ فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ . {البقرة: 275}.

... Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah [2]: 275).

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah ta’ala telah mendorong umat Islam untuk melakukan jual beli dan mengharamkan riba. aktifitas jual beli tidaklah terjadi kecuali pada sector riil. Sehingga tidak ada alasan bagi umat Islam untuk tidak terjun di sektor ini.  Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam dalam sebuah haditsnya menjelaskan:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَيُّ الْكَسْبِ أَطْيَبُ؟ قَالَ عَمَلُ الرَّجُلِ بِيَدِهِ وَكُلُّ بَيْعٍ مَبْرُوْرٍ. {رواه البزر والحاكم}.  Usaha apakah yang paling baik? Rasulullah menjawab: Kegiatan usaha dengan tangannya sendiri (wirausaha) dan setiap jual beli yang baik.” (HR. Bazzar dan Hakim).

Kegiatan usaha dengan tangannya berarti melakukan wira usaha (enterpreuner) untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Demikian pula jual beli yang mabrur, yaitu yang membawa kepada keberkahan baik di dunia maupun di akhirat. Indikasi lain spirit Islam terhadap sektor riil adalah penguatan kegiatan bisnis/usaha yang menjadi realitas umat Islam seperti:

1.    Kitab Al-Amwal karya Abu Ubaid mengemukakan sebuah hadits yang menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu rezeki berasal dari perdagangan.

2.    Kegiatan dakwah Islamiyyah tidak bisa lepas dari peranan para pengusaha muslim sangat signifikan hingga Islam tersebar ke seluruh penjuru dunia dengan jihad harta mereka.

3.    Karena itu kaum muslimin harus bergerak serius, saling mendukung dan saling bersinergi dalam membangun kekuatan sektor riil ini.

Berkenaan dengan pentingnya wirausaha (enterpreunership), Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda:
فَقَالَ يَا عَمْرُو نِعْمَ الْمَالُ الصَّالِحُ لِلْمَرْءِ الصَّالِحِ. {رواه أحمد}.
Wahai Amru, sebaik-baik harta adalah harta yang dimiliki oleh hamba yang Shalih." (HR. Ahmad).

Hadits menunjukan bahwa seseorang yang memiliki harta dan ia memiliki keimanan yang tinggi maka hal itu lebih baik daripada seseorang yang kaya namun tidak beriman. Seorang kaya yang shalih akan menggunakan hartanya tersebut di jalan Allah ta’ala, sebaliknya orang yang kaya tapi tidak beriman akan menggunakan hartanya untuk menentang agama Allah ta’ala. Maka hadits ini memberikan dorongan bagi seluruh umat Islam untuk selalu berusaha mencari harta dengan berwirausaha sehingga akan menjadikannya kaya dengan harta yang diimbangi dengan kaya iman (shalih).  

Perdagangan/kegiatan usaha yang dibingkai dengan kejujuran dan keamanahan, akan menghantarkan pelakunya masuk ke dalam surga. Rasulullah bersabda:

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: التَّاجِرُ الأَمِيْنُ الصَّدُوْقُ مَعَ النَّبِيِّيْنَ والشُّهَدَآءِ وَالصَّالِحِيْنَ. {رواه الترمذى}.

Seorang pebisnis yang jujur lagi dapat dipercaya (kelak akan dikumpulkan) bersama para nabi, syuhada dan shalihin.” (HR. Tirmidzi).

Pilar Ekonomi Syariah

Oleh: Prof. DR. KH. Didin Hafidhuddin, MS

 

Ekonomi Islam adalah ekonomi yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan. Ia memberikan keadilan bagi seluruh umat manusia, hewan dan seluruh alam semesta. Guna mengaplikasikan keadilan tersebut, ekonomi Syariah mengatur agar harta tidak hanya beredar pada kalangan orang kaya saja. Sebagaimana firmanNya:

مَّآ أَفَآءَ ٱللَّهُ عَلَىٰ رَسُولِهِۦ مِنْ أَهْلِ ٱلْقُرَىٰ فَلِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ وَلِذِى ٱلْقُرْبَىٰ وَٱلْيَتَٰمَىٰ وَٱلْمَسَٰكِينِ وَٱبْنِ ٱلسَّبِيلِ كَىْ لَا يَكُونَ دُولَةًۢ بَيْنَ ٱلْأَغْنِيَآءِ مِنكُمْ ۚ وَمَآ ءَاتَىٰكُمُ ٱلرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَىٰكُمْ عَنْهُ فَٱنتَهُوا۟ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ

Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. QS. Al-Hasyr: 7.

Ekonomi Syariah memiliki tiga (3) pilar yang berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Ketiganya perlu dibangun dan digerakkan secara bersama-sama oleh semua komponen umat dan bangsa, baik oleh pemerintah, para pelaksana lembaga keuangan syariah, para alim ulama, ustadz, muballigh, termasuk oleh civitas akademika perguruan tinggi. Ketiga pilar ini merupakan implementasi dari ajaran Islam yang berasaskan tauhidullah dan diharapkan menjadi landasan operasional LKS dan kegiatan bisnis syariah lainnya. Ketiga pilar tersebut adalah:

1.      Sektor riil, yaitu kegiatan usaha, perdagangan, dan bisnis yang secara langsung menggerakan perekonomian. 
2.      Sektor moneter, yaitu Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang terdiri dari lembaga keungan bank dan non-bank seperti Asuransi, Pegadaian, dan yang lainnya.
3.      Sektor Zakat, infaq, shadaqah, wakaf, dan lain-lain.
Ketiga pilar ini menjadi penegak bagi kejayaan ekonomi Syariah yang menopang setiap aturan-aturan ekonomi yang didasarkan kepada nilai-nilai syariah Islam. Apabila salah satu dari pilar ini lemah atau keropos maka ekonomi syariah akan mengalami keguncangan.

Kamis, 20 Februari 2014

Ancaman Memperolok-Olok Syariat Islam



Termasuk orang yang memperolok-olok Allah atau Rasul-Nya, Al-Qur`an, agama Islam, malaikat, dan para ulama yakni ilmu yang dihasung ulama tersebut. Atau, memperolok-olok salah satu syiar Islam, seperti shalat, zakat, puasa, haji, thawaf di Ka’bah, wukuf di Arafah, masjid, azan, jenggot, sunnah-sunnah Nabi, dan lain-lain dari syiar-syiar Allah dan kesucian Islam, maka orang yang semacam ini dihukumi kafir.
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنْتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ(65)لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ إِنْ نَعْفُ عَنْ طَائِفَةٍ مِنْكُمْ نُعَذِّبْ طَائِفَةً بِأَنَّهُمْ كَانُوا مُجْرِمِينَ(66)
“Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: "Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja". Katakanlah: "Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?" Tidak usah kamu minta ma`af, karena kamu kafir sesudah beriman. Jika Kami mema`afkan segolongan daripada kamu (lantaran mereka taubat), niscaya Kami akan mengazab golongan (yang lain) disebabkan mereka adalah orang-orang yang selalu berbuat dosa.” (At-Taubah :65,66)
إِنَّ الَّذِينَ أَجْرَمُوا كَانُوا مِنَ الَّذِينَ ءَامَنُوا يَضْحَكُونَ(29)وَإِذَا مَرُّوا بِهِمْ يَتَغَامَزُونَ(30)وَإِذَا انْقَلَبُوا إِلَى أَهْلِهِمُ انْقَلَبُوا فَكِهِينَ(31)وَإِذَا رَأَوْهُمْ قَالُوا إِنَّ هَؤُلَاءِ لَضَالُّونَ(32)وَمَا أُرْسِلُوا عَلَيْهِمْ حَافِظِينَ(33)فَالْيَوْمَ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنَ الْكُفَّارِ يَضْحَكُونَ(34)عَلَى الْأَرَائِكِ يَنْظُرُونَ(35)هَلْ ثُوِّبَ الْكُفَّارُ مَا كَانُوا يَفْعَلُونَ(36)
“Sesungguhnya orang-orang yang berdosa, adalah mereka yang dahulunya (di dunia) menertawakan orang-orang yang beriman. Dan apabila orang-orang yang beriman lalu di hadapan mereka, mereka saling mengedip-ngedipkan matanya. Dan apabila orang-orang berdosa itu kembali kepada kaumnya, mereka kembali dengan gembira. Dan apabila mereka melihat orang-orang mu'min, mereka mengatakan: "Sesungguhnya mereka itu benar-benar orang-orang yang sesat", padahal orang-orang yang berdosa itu tidak dikirim untuk penjaga bagi orang-orang mu'min. Maka pada hari ini, orang-orang yang beriman menertawakan orang-orang kafir, mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang. Sesungguhnya orang-orang kafir telah diberi ganjaran terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan.” (Muthaffifin:29-36)
وَإِذَا رَأَيْتَ الَّذِينَ يَخُوضُونَ فِي ءَايَاتِنَا فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ وَإِمَّا يُنْسِيَنَّكَ الشَّيْطَانُ فَلَا تَقْعُدْ بَعْدَ الذِّكْرَى مَعَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ(68)
“Dan apabila kamu melihat orang-orang memperolok-olokkan ayat-ayat Kami, maka tinggalkanlah mereka sehingga mereka membicarakan pembicaraan yang lain. Dan jika syaitan menjadikan kamu lupa (akan larangan ini), maka janganlah kamu duduk bersama orang-orang yang zalim itu sesudah teringat (akan larangan itu).” (Al-An’am :68)
وَقَدْ نَزَّلَ عَلَيْكُمْ فِي الْكِتَابِ أَنْ إِذَا سَمِعْتُمْ ءَايَاتِ اللَّهِ يُكْفَرُ بِهَا وَيُسْتَهْزَأُ بِهَا فَلَا تَقْعُدُوا مَعَهُمْ حَتَّى يَخُوضُوا فِي حَدِيثٍ غَيْرِهِ إِنَّكُمْ إِذًا مِثْلُهُمْ إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا(140)
“Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam Al Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka. Sesungguhnya Allah akan mengumpulkan semua orang-orang munafik dan orang-orang kafir di dalam Jahannam,” (An-Nisa’ :140)
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ حُرُمَاتِ اللَّهِ فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ عِنْدَ رَبِّهِ وَأُحِلَّتْ لَكُمُ الْأَنْعَامُ إِلَّا مَا يُتْلَى عَلَيْكُمْ فَاجْتَنِبُوا الرِّجْسَ مِنَ الْأَوْثَانِ وَاجْتَنِبُوا قَوْلَ الزُّورِ(30)
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah maka itu adalah lebih baik baginya di sisi Tuhannya. Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, maka jauhilah olehmu berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.”(Al-Hajj :30)
ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ(32)
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi`ar-syi`ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (Al-Hajj :32)

Seri Disertasi: Rekomendasi Disertasi

1.      Saran dan Rekomendasi
Penelitian ini merupakan penelitian awal bagi sebuah harmoni antara adat dan hukum Islam di Indonesia. Penelitian lanjutan mengenai hal ini harus terus dilanjutkan sebagai perwujudan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Beberapa saran dan rekomendasi yang penulis sampaikan adalah:
a.    Istibanth al-ahkam (penggalian hukum Islam) mengenai eksistensi adat dalam sistem hukum Islam harus terus digalakan.
b.    Perumusan kembali sistem hukum Islam yang memiliki nuansa keindonesiaan dan ramah budaya lokal.
c.    Peran juru dakwah dalam menyebarkan Islam dan membina komunitas adat harus terus ditingkatkan.
d.   Perumusan mengenai pola dakwah bagi komunitas adat menjadi hal yang urgen dilakukan oleh umat Islam.
e.    Peran negara dalam penyebaran hukum Islam dengan membuat kebijakan-kebijakan yang mendukung penerapan hukum Islam harus dilanjutkan dan dikembangkan di masa-masa yang akan datang. 

Cerita di balik Disertasi

Oleh: AM Bambang Prawiro

Menulis disertasi adalah sebuah tanggung jawab ilmiah bagi mahasiswa program S3, ia menjadi tolok ukur bagi kualitas akademiknya. Tentu saja penulisan ini diawali dengan penelitian sebagaimana penulisan ilmiah lainnya. Terkadang cerita di balik penulisan dan riset disertasi lebih menarik daripada disertasi itu sendiri. Jika penulisan disertasi terpenjara oleh berbagai aturan akademik maka penulisan cerita di balik penulisannya lebih bebas dan mewakili ekspresi penulisnya. Cerita berkisar perjuangan melakukan penelitian, penulisan disertasi hingga ujian akhir.
Disertasi saya yang mengambil tema komunitas adat juga membawa cerita tersendiri dan betul-betul saya nikmati. Hingga cerita di balik penulisannya lebih berkesan bagi saya dari pada isi disertasi itu sendiri. Maklum saja disertasi saya berbasis data di lapangan sehingga mau tidak mau harus turun lapangan dan bertemu dengan berbagai tipe masyarakat yang menjadi obyek penelitian. Meneliti tindakan manusia sangat menarik, mengenal mereka lebih dekat hingga rasa simpati kepada kelebihan mereka yang terkadang menjadi sikap kagum berlebihan. Alasan apapun tidak bisa ditutupi bahwa ketika meneliti di masyarakat kita akan menemukan orang-orang yang jahat dan tidak mendukung penelitian kita namun ada juga orang-orang baik dan super baik yang membantu seluruh penelitian kita.
Satu di antara orang-orang baik yang membantu penelitian saya adalah dari tempat penelitian saya. Sebagai petugas guide, ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik. Menemai saya setiap turun lapangan, memberikan informasi yang saya butuhkan dan lebih dari itu ia telah memberikan satu inspirasi hidup yang selama ini saya cari. Ketertarikan saya kepada komunitas adat semakin sempurna ditambah kehadirannya. Kedekatan kami dalam setiap pelaksanaan penelitian menumbuhkan rasa simpati yang berlebihan padanya, hingga merasa dia adalah saudara dekat saya. Kata-kata yang keluar darinya begitu menyihir perasaan, hingga rasa untuk mendengarkan cerita-cerita dan ucapan-ucapannya selalu saya nantikan. Perawakannya yang buntek memberikan nilai tersendiri bagi saya. Nada suaranya khas, betul-betul memberikan pencerahan lahir batin buat saya. Orangnya juga supel dan mudah bergaul, suka bercanda dan tidak senang jika disanjung-sanjung.
Namun rasa simpati saya kepadanya dihadapkan pada aturan adat yang tidak bisa ditembus, bahkan memisahkan kami berdua. Larangan menceritakan semua hal yang berkaitan dengan obyek penelitian, hingga aturan yang membatasi penelitian saya. Selain itu ketaatan yang berlebihan terhadap pimpinan menjadi sebab lainnya. Sebenarnya bukan berarti terputus tetapi di akhir penelitian, ia membeberkan tentang aturan adat yang berlaku bagi peneliti, tidak boleh satu tahun, tidak boleh mengikuti ritual lagi hingga kewajiban izin apabila kembali ke obyek penelitian. Yang lebih menyakitkan lagi adalah sikapnya yang berubah 180 derajat. Benar-benar berbeda dengan pertama kali saya mengenalnya. Mungkin dia kecewa karena dulu saya pernah bercerita akan melihat acara dari luar kampung. Ia betul-betul marah dan menganggap saya kurang ajar dan melanggar adat hingga akhirnya hubungan kami agak renggang.
Selanjutnya hubungan kami semakin hambar karena lebih banyak salah paham dan sms-sms yang dikirim hanya bersifat formal dan tidak ada lagi kedekatan secara batin. Saya sendiri merasa kecewa karena selama ini sikapnya hanya sebatas pelayanan penelitian. Padahal saya sendiri menganggap dia adalah orang dekat saya yang bisa diajak berbagi tentang berbagai hal, terutama obyek penelitian saya.
Mendekati akhir penelitian saya, hubungan itu sudah sulit untuk kembali dibangun, sikap acuhnya benar-benar membuat saya tidak habis pikir. Mungkin dia kecewa dengan saya yang terlalu merasa diri bagian dari mereka, padahal mereka sendiri menganggap saya adalah tamu yang terkadang merepotkan mereka karena banyak bertanya tentang berbagai hal. Saya sendiri juga tidak habis pikir sikapnya yang dulu ramah, baik, suka bercanda, dan menganggap saya adiknya kini telah berubah, lagi-lagi dia beralasan adat tidak membolehkannya. Ah… adat, seperti roman klasik saja, harus terpisah hanya karena adat….
Romantika meneliti pada komunitas adat memang gampang-gampang susah, memerlukan tekhnik sendiri agar bisa mengorek informasi dari mereka. walaupun niat kita baik belum tentu oleh mereka disetujui karena standard baik kita berbeda dengan mereka. intinya adalah disertasi yang saya tulis betul-betul meresap dalam jiwa saya hingga membawa emosi dan perasaan saya masuk ke dalamnya.  

Sabtu, 15 Februari 2014

Doa di Waktu Hujan



63- DOA UNTUK MINTA HUJAN
169- اَللَّهُمَّ أَسْقِنَا غَيْثًا مُغِيْثًا مَرِيْئًا مَرِيْعًا، نَافِعًا غَيْرَ ضَارٍّ، عَاجِلاً غَيْرَ آجِلٍ.
169. “Ya Allah! Berilah kami hujan yang merata, menyegarkan tubuh dan menyu-burkan tanaman, bermanfaat, tidak membahayakan. Kami mohon hujan secepatnya, tidak ditunda-tunda.”[1]
170- اَللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اَللَّهُمَّ أَغِثْنَا، اَللَّهُمَّ أَغِثْنَا.
170. “Ya Allah! Berilah kami hujan. Ya Allah, turunkan hujan pada kami. Ya Allah! Hujanilah kami,”[2]
171- اَللَّهُمَّ اسْقِ عِبَادَكَ وَبَهَائِمَكَ، وَانْشُرْ رَحْمَتَكَ، وَأَحْيِي بَلَدَكَ الْمَيِّتَ.
171. “Ya Allah! Berilah hujan kepada hamba-hambaMu, ternak-ternakMu, beri-lah rahmatMu dengan merata, dan suburkan tanahMu yang tandus.”[3]

64- DOA APABILA HUJAN TURUN
172- اَللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا.
172.“Ya Allah! Turunkanlah hujan yang bermanfaat (untuk manusia, tanaman dan binatang).”[4]

65- BACAAN SETELAH HUJAN TURUN
173- مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ.
173. “Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah.”[5]

66- DOA AGAR HUJAN BERHENTI
174- اَللَّهُمَّ حَوَالَيْنَا وَلاَ عَلَيْنَا، اَللَّهُمَّ عَلَى اْلآكَامِ وَالظِّرَابِ، وَبُطُوْنِ اْلأَوْدِيَةِ وَمَنَابِتِ الشَّجَرِ.
174. “Ya Allah! Hujanilah di sekitar kami, jangan kepada kami. Ya, Allah! Berilah hujan ke daratan tinggi, bebe-rapa anak bukit perut lembah dan beberapa tanah yang menumbuhkan pepohonan.”[6]


[1] HR. Abu Dawud 1/303, dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud 1/216.
[2] HR. Al-Bukhari 1/224 dan Muslim 2/613.
[3] HR. Abu Dawud 1/305 dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Shahih Abi Dawud 1/218.
[4] HR. Al-Bukhari dengan Fathul Bari 2/518.
[5] HR. Al-Bukhari 1/205, Muslim 1/83.
[6] HR. Al-Bukhari 1/224 dan Muslim 2/614.

Seri Disertasi: Hukum Islam di Marunda Pulo, Kampung Naga dan Baduy

Oleh: Abdurrahman Misno Bambang Prawiro

UNSUR, PROSES DAN FAKTOR PENYERAPAN HUKUM ISLAM OLEH KOMUNITAS MARUNDA PULO, KAMPUNG NAGA DAN BADUY

Penyerapan hukum Islam oleh komunitas Kampung Marunda Pulo, Kampung Naga dan Baduy berlangsung sejak Islam masuk ke tiga wilayah tersebut. Proses ini berjalan secara terus-menerus dan berkesinambungan hingga saat ini. Unsur-unsur hukum Islam yang diserap oleh mereka berkisar pada permasalahan ibadah amaliyah dan sebagian muamalah. Penyerapan terjadi dengan variasi berbeda pada masing-masing komunitas.
Komunitas Kampung Marunda Pulo memiliki tingkat penyerapan hukum Islam lebih tinggi dibandingkan dua komunitas lainnya. Hal ini terlihat dari praktek hukum Islam yang lebih dominan dilaksanakan dibandingkan dengan adat kebiasaan setempat. Peringkat kedua adalah komunitas Kampung Naga yang menyerap hukum Islam dengan tetap mempertahankan adat kebiasaannya. Penyerapan hukum Islam yang mereka lakukan tidak menghilangkan adat yang selama ini dilaksanakan. Pada beberapa tradisi kedua hukum tersebut bersandingan dalam pelaksanaannya. Sementara pada bagian lainnya penyerepan tidak terjadi sehingga mereka tetap konsisten dengan adatnya.
Komunitas Baduy menjadi komunitas yang sangat rendah dalam menyerap hukum Islam, walaupun sejak awal mereka telah berinteraksi dengan Islam namun sistem hukum adat sangat ketat dilaksanakan sehingga hanya bagian kecil dari hukum Islam yang mereka serap. Faktor penyebab utamanya adalah keengganan mereka menerima Islam sebagai agama, sehingga hukum Islam yang dilaksanakan sebatas aturan dari pemerintah dan hukum yang diperintahkan oleh puun. Sistem hukum adat mereka yang ekslusif juga menjadikan sulitnya mereka menerima unsur hukum lain di luar sistem adat mereka.  
Proses penyerapan hukum Islam pada komunitas Kampung Marunda Pulo dan Kampung Naga terjadi sebagai konsekuensi syahadah-nya. Kredo yang diucapkan meniscayakan pelaksanaan hukum Islam tersebut. Walaupun dalam prakteknya proses penyerapan ini berlangsung tidak kaafah, beberapa hukum Islam diserap dalam batas teori yang tidak dilaksanakan. Lebih dari itu mereka masih melaksanakan hukum yang berasal dari adat mereka. Mereka menganggap bahwa hukum adat mereka lebih adil dibandingkan hukum Islam, sebagai contoh pembedaan bagian ahli waris laki-laki dan perempuan.
Pada komunitas Baduy, penyerapan hukum Islam terjadi karena kekuasaan negara atas wilayah ini. Hegemoni negara dengan sistem hukumnya memaksa mereka untuk melaksanakan beberapa hukum yang menjadi perintah penguasa. Proses ini berlangsung sejak awal kemunculan mereka hingga masa sekarang ini, dimana berdirinya Kampung Cicakal Girang menjadi bukti otentik bahwa Islam masuk ke wilayah Baduy dengan menggunakan kekuasaan negara.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan hukum Islam oleh ketiga komunitas meliputi faktor internal dan eksternal. Faktor internal terjadi karena keputusan dari masing-masing individu untuk menyerap hukum Islam, serta kesepakatan bersama seluruh anggota komunitas. Sementara faktor eksternalnya adalah pengaruh pihak lain sebagai efek interaksi, kondisi lingkungan alam, lingkungan sosial dan hukum negara yang menjadi agen perubahan bagi masyarakat tersebut.

Kamis, 13 Februari 2014

Seri Disertasi: Analisis Teori Kredo

Oleh: Abdurrahman Misno BP, MEI

A.    Analisisis Menggunakan Teori Kredo (Syahadah).
Hukum Islam sebagai sistem hukum yang datang dari Allah ta’ala merupakan bagian tidak terpisahkan dari agama Islam. Seseorang yang bersyahadah dengan mengucapkan “Asyhadu an la ilaha ilallah wa ashadu anna Muhammad Rasulullah (Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah) maka orang tersebut telah menerima Islam sebagai agamanya. Penerimaannya terhadap Islam secara otomatis membawa konsekuensi kepada penerimaan terhadap sistem hukumnya.[1]
Komunitas Marunda Pulo dan Kampung Naga telah menerima Islam sebagai agamanya, sehingga secara otomatis menerima otoritas hukum Islam sebagai pedoman hidupnya. Realitas di kedua lokasi menunjukan bahwa mereka melaksanakan hukum-hukum Islam dengan penuh kesadaran. Artinya mereka memahami bahwa pelaksanaan hukum Islam merupakan sebuah kewajiban yang ada dalam Islam itu sendiri. Tuntutan untuk melaksanakan hukum Islam secara berkesinambungan telah mereka dapatkan dari para ustadz dan ajeungan yang menyiarkan Islam di kedua lokasi tersebut. Hingga saat ini hanya di Marunda Pulo yang masih mengadakan pengajian mingguan, bulanan dan pada hari-hari besar Islam untuk menyampaikan pesan-pesan Islam termasuk tarbiyah Islam dan sistem hukumnya kepada anggota komunitasnya.
Pengajian di Kampung Naga tidak dilaksanakan secara berkesinambungan, fakta di lapangan menunjukan pengajian agama dalam keadaan vakum (tidak berjalan dengan baik). Sarana untuk menyampaikan pesan-pesan Islam dan sistem hukumnya hanya dilakukan pada saat shalat jumat, Idhul Fitri dan Idhul Adha dengan porsi yang sangat terbatas karena penyampaian khutbah dilakukan dengan menggunakan bahasa Arab. Pada tahun-tahun sebelumnya yaitu antara 2010-2012 pernah dilakukan pembinaan keagamaan dengan mengadakan pengajian mingguan yang diisi oleh petugas dari KUA Kecamatan Salawu, namun karena beberapa hal akhirnya kegiataan keagamaan ini berhenti.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka syahadah yang mereka ucapkan seharusnya membawa konsekuensi logis untuk menerima otoritas hukum Islam bagi kehidupan mereka. Namun hal ini harus dibarengi dengan bimbingan keagamaan dalam bentuk pengajian dan kegiatan keagamaan lainnya. Sehingga kesadaran tersebut akan muncul dan semakin ditingkatkan.  
Teori kredo tidak berlaku pada komunitas Baduy, penolakan mereka terhadap Islam telah pula menolak sistem hukum Islam yang ada. Sehingga hingga saat ini mereka tidak melaksanakan hukum Islam dikarenakan mereka belum menerima Islam sebagai agamanya. Walaupun demikian, bukan berarti tidak ada unsur hukum Islam yang tidak diserap. Berdasarkan observasi dan wawancara mendalam ditemukan data bahwa mereka menyerap beberapa hukum Islam yang berkaitan dengan amaliah praktis. Penyerapan terjadi karena interaksi mereka dengan orang-orang di sekitarnya yang beragama Islam selain kekuasaan negara untuk mengatur beberapa sendi hukum dari kehidupan mereka.

[1] Lihat Juhaya S Praja, Filsafat Hukum Islam, hlm. 133.