Kamis, 31 Desember 2020

Akhir Kisah Pembela NKRI Bersyariah

 Oleh: Abdurrahman Abu Aisyah



Rabu. 30 Desember 2020 menjadi hari terakhir bagi ormas F*I dan seluruh aktifitasnya. Surat Keputusan Bersama (SKB) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia mengakhiri kiprah organisasi keagamaan di persada Indonesia ini.

Sebagai sebuah organisasi keagamaan Islam, F*I menjadi pioner dalam amar ma’ruf nahi munkar, khususnya di wilayah Jabodetabek sebagai pusat kepengurusannya. Mereka juga berkontribusi di berbagai wilayah khususnya ketika terjadi bencana, tanpa pamrih mereka membantu masyarakat yang mengalami musibah dan kesusahan. Kiprah mereka sangat jelas di dunia nyata dan rekam dunia maya, kontribusi mereka tidak diragukan untuk membantu masyarakat yang memerlukan bantuan.  

Pembubaran F*I  syarat dengan kepentingan politik yang berbau Islamophobia. Bagaimana tidak? Alasan yang tidak masuk akal dengan menyatakan bahwa F*I merongrong Pancasila dan Kesatuan Republik Indonesia adalah fitnah belaka. Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) sebagai perjuangan dasar mereka jelas sekali menjujung tinggi dan membela Negara Kesatuan Republik Indonesia. Justru mereka ingin agar Indonesia ini BERSYARIAH, negara yang memiliki aturan yang jelas dan membela rakyatnya. Bukan negara yang hanya mengutamakan kepentingan golongan tertentu apalagi kepentingan asing yang ingin menjajah Indonesia.

Walaupun pembubaran ini ditanggapi dengan “kegembiraan” oleh para pengurusnya, namun sejatinya di balik pembubaran ini terdapat ancaman besar dan bisa disebut dengan Perang Pemikiran atau Ghazwu Fikri, di mana masih banyak orang yang tidak paham dengan Islam, sehingga organisasi yang mengatasnamakan Islam dianggap sebagai ancaman bagi NKRI. Belum lagi kejahilan mereka terhadap kata syariah dan istilah-istilah khas dalam Islam yang mengakibatkan mereka menudingkan semua yang negatif kepada Islam dan para pemeluknya.

Perang pemikiran yang mengarah pada perang peradaban sepertinya tidak bisa dielakan, kecuali masing-masing pihak berusaha untuk menahan diri dan memahami antara satu dengan yang lainnya. Jika Islam memberikan toleransi yang sangat tinggi terhadap pemeluk agama dan kepercayaan lainnya maka sudah selayaknya mereka yang di luar Islam juga memahami Islam dengan benar. Lebih dari itu umat Islam yang masih mengaku Islam jangan sampai mereka justru yang paling keras permusuhannya terhadap saudara muslim lainnya hanya karena beda jalan perjuangan.

Jika orang-orang di luar Islam memusuhi Islam dan umatnya, mungkin masih “wajar” karena mereka memang tidak paham dengan Islam, yang parah dan sangat memprihatinkan adalah ketika sebagian umat yang mengaku Islam sendiri malah memusuhi Islam, syariahnya dan organisasi keagamaan Islam. Hanya karena beda aliran dan jalan perjuangan kemudian rsa hasad menjadikan mereka memusuhinya.

Apabila dianalisis tentu saja penyakit sebagian umat Islam ini adalah karena jahil (bodoh) dengan agamanya sehingga dengan mudah menyalahkan jalan perjuangan orng atau kelompok lain yang tidak sama dengan diri dan kelompoknya. Padahal dalam ranah dakwah masing-masing orang dan lembaga memiliki posisinya masing-masing yang harus saling mendukung. Kalau belum mampu untuk bersinergi jangan sampai malah memusuhi dan berusaha untuk menjatuhkannya. Apalagi jika masih dalam konteks sama-sama mendukung NKRI, fitnah yang menyatakan sebagian umat Islam ingin merongrong Pancasila dan NKRI adalah “jualan” orang-orang yang tidak suka dengan Islam.

Ada juga sebagian umat Islam yang terfitnah dunia, hanya karena kepentingan dirinya, kelompoknya dan kepentingan dunia lainnya dia mengorbankan sauadaranya sesama muslim untuk tujuan dunianya. Sangat disayangkan jika hal ini terjadi pada umat Islam, hanya karena takut tidak mendapatkan “kue” kekuasaan dan keduniaan ia tega memfitnah dan memusuhi saudaranya yang muslim. Ini tentu tidak boleh terjadi pada umat Islam, di mana izzah, kemuliaan dan kehormatan saudara dalam Islam lebih dari segala kepentingan dunia.

Kepada saudara-saudaraku yang bergabung di F*I, maka teruslah berjuang dan jangan lupa terus belajar tentang agama ini. Semangat amar ma’ruf nahi mungkar juga harus dibarengi dengan ilmu. Sehingga lembutkanlah dakwah anda, walaupun selembut apapun dakwah tetap saja orang-orang yang tidak suka dengan Islam akan tetap memusuhi orang-orang yang komitmen dengan Islam. Namun, teruslah belajar agar langkah dakwah amar ma’ruf nahi mungkar semakin terarah sehingga tidak salah jalan. Apalagi dalam konteks NKRI yang sudah final, negara ini adalah negara mayoritas umat Islam sehingga harus dijaga dan tidak boleh untuk melakukan berbagai bentuk makar, kekerasan apalagi kudeta. Walaupun saya yakin anda semua tidak akan berjalan ke sana, namun berhati-hati terhadap segelintir orang dan kelompok yang mencoba masuk ke organisasi F*I dan yang sejenisnya. Mereka ada dua macam, pertama adlah sebagian umat Islam yang memiliki ghirah dan semangat yang tinggi namun jahil dengan realitas Islam dan keindonesiaan. Kedua adalah musuh-musuh Islam yang masuk ke dalam tubuh Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam, merek pura-pura menjadi anggota bahkan kepengurusan, kemudian perlahan mereka mendoktrin dengan ajaran yang salah hingga kemudian sebagian kita terfitnah. Mereka ada dan nyata, bahkan sejak aman perjuangan kemerdekaan musuh-musuh Islam masuk ke dalam tubuh umat Islam dan membuat berbagai kerusakan, bahkan mereka akan selalu ada hingga akhir masa, maka berhati-hatilah. Tujuan utama mereka adalah menghancurkan umat Islam dari dalam, terkadang bahkan menggunakan tangan-tangan dari anak-anak umat Islam sendiri.

Terakhir adalam konteks NKRI tentu saja kita sebagai umat Islam Indonesia sepakat bahwa Pancasila yang sudah Islami dengan Sila pertamanya dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah ijma’ (kesepakatan) dari umat Islam di Indonesia. Sehingga taat terhadap berbagai aturan yang telah dibuat pemerintah adalah sebuah keniscayaan. Tentu saja ketaatan tersebut dalam hal yang ma’ruf dan dibolehkan oleh syariah, apabila ada yang bertentangan dengan Islam maka tegurlah dengan cara yang baik, tidak boleh dengan anarki dan kekerasan. Inilah jalan Islam, mudah-mudahan Allah Ta’ala senantiasa memberkahi umat Islam di Indonesia dan di seluruh dunia... Aameen Ya Rabbal Aalameen. Pagi menjelang siang di Kota Hujan, 31 Desember 2020.

Rabu, 16 Desember 2020

Sinopsis Buku: Perjalanan Menuju Pernikahan

 Sinopsis Buku


Judul Buku: Perjalanan Menuju Pernikahan

Penulis: Abdurrahman Misno BP

Penerbit: Kertasentuh

ISBN: 9786236858196

Tahun Terbit: 2020

Info: 085885753838

 

Syukur kepada Ilahi yang telah memberikan kesempatan berharga sekali buat  ana (saya maksudnya), -soalnya jarang-jarang bisa ketemuan- khususnya kesempatan yang sangat ruarr biasa, apalagi kalo bukan nyusunin kata demi kata dalam buku ini.  Mudah-mudahan  apa yang dibahas di dalamnya memberikan manfaat tidak hanya untuk pembaca tapi khususan ila arwahi yang nulis buku ini tentunya. Mangpaat (kata urang Sunda mah…) bisa didapet oleh pembaca yang masih muda-muda, cantik-cantik dan manis-manis, yang udah rada pahit silahkan minggir. Tapi kalo ga mau minggir ya ga apa-apa, mungkin dia ingin tahu (bukan tempe) isinya apaan sih buku ini. So, buku ini emang untuk yang berjiwa remaja (Bapak-bapak dan emak-emak mikir; “Usia boleh kepala 3, 4, dan 5 tapi jiwa tetap 17 an-“ agar tau begimane seeh rasenye nikeh? And macam mana pula langkah-langkahnya?

Saya sengaja menulis buku ini, dengan sadar dan rasa tanggungjawab sserta tidak ada paksaaan dari pihak manapun terutama dalam menggunakan bahasa yang sederhana dan “renyah“ tentunya. Hal ini mengingat tulisan ini memang dikhususkan buat kamu yang masih remaja, tentunya tidak menutup kemungkinan bagi yang sudah dewasa untuk membacanya, barangkali sekadar iseng-iseng dapat ilmu deh.

Tsuma… buku ini akan ngebahas secara tuntas… tas....tas…. tentang sebuah perjalanan menuju pernikahan, wow keren khan? So…. buat kamu yang masih ngebayang-bayangin pernikahan atawa yang akan menuju pernikahan atau yang sudah menikah ga’ ada salahnya kalau kamu ngebaca tulisan ini.

Insya Allah buku tetap berpegang kepada nash-nash yang shahih dan pendapat yang rajih dari ulama yang mu’tabar, moga-moga aja kamu bisa menikmati perjalanan ini.

 

 

Selasa, 15 Desember 2020

Buku: Mari Ziarah Kubur

Sinopsis
Judul Buku: Mari Ziarah Kubur
Penulis: Dr. Abdurrahman Misno BP, MEI
Penerbit: Pustaka Adab
Tahun: 2020
Info: 085885753838


Kematian adalah sebuah keniscayaan, ia akan menghampiri semua mahkluk hidup di semesta ini. Ketika kematian datang maka tidak ada satu makhluk pun yang mampu untuk menolaknya. Akhir dari kematian adalah jasad yang terkubur di komplek pemakaman, menunggu hingga hari kebangkitan. 
Kuburan yang tersisa menjadi tempat bagi sanak saudara yang masih tinggal di dunia, mereka berziarah untuk mendoakan dan mengingat akan giliran kematian itu datang. Ziarah kubur sebagai satu kegiatan yang telah dilakukan sejak dahulu kala, bahkan sejak manusia pertama meninggal yaitu Nabi Adam alaihi salam. Anak cucunya berkunjung untuk mengingat kembali akan nenek moyang mereka. 
Tradisi ziarah kubur terus berjalan hingga kehadiran Islam yang memberikan seperangkat aturan dengan mengembalikan fungsi dari ziarah kubur yaitu mengingat kematian. Ziarah kubur kini menjadi bagian tidak terpisahkan bagi masyarakat muslim di berbagai wilayah di dunia.  Buku ini membahas mengenai hakikat ziarah kubur dalam Islam, memberikan pedoman tata caranya sehingga pembaca dapat mengamalkannya. Mari Ziarah Kubur...

Kamis, 10 Desember 2020

MENGGENGGAM NUSANTARA: Pasca Covid-19 : Resesi Ekonomi atau Kebangkitan?

Dr. Abdurrahman Misno BP, MEI
Dr. Sabri Mohamad Sharif, M.Sc.


Nusantara Raya adalah wilayah kaya raya yang telah membuktikan eksistensinya sejak masa dahulu kala. Pengalaman peradaban tinggi di masa silam, pahit getir masa penjajahan dan berjuta pengalaman telah menghantarkan wilayah ini untuk menyongsong kebangkitan baru Nusantara. 

Pandemi Covid-19 telah meluluh-lantahkan perekonomian di seluruh dunia termasuk wilayah Nusantara. Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Indonesia, Perintah Kawalan Pergerakan (PKP) di Malaysia dan  _lockdown_  di beberapa wilayah lainnya telah memaksa masyarakat  untuk stay at home dan membatasi berbagai aktifitas dalam jumlah besar.  

Bagaimana Nusantara Raya menghadapi pandemi ini? apakah pasca Covid-19 berakhir ianya akan kembali bangkit dan mencapai kejayaan?  Strategi apa yang dilakukan para pebisnis untuk kembali berjaya dan mampu *Menggenggam Nusantara Raya*? 

Buku ini memberikan satu tema diskusi menarik mengenai strategi *Menggenggam Nusantara Raya* dan prediksi masa depan Nusantara Raya, khususnya pasca  Covid-19: Resesi Ekonomi atau Kebangkitan?

Spesifikasi Buku : 
Judul Buku: *MENGGENGGAM NUSANTARA, Pasca Covid-19 : Resesi Ekonomi atau Kebangkitan?*
Penulis: Dr. Abdurrahman Misno BP, MEI dan  Dr. Sabri Mohamad Sharif, M.Sc. 
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama Jakarta, Indonesia.
Tebal buku: xxiii + 174 halaman. 
Tahun Terbit: Desember  2020. 
Harga: Rp. 100.000 *(Harga Promo dan Gratis Khusus Hari ini)*
Info Pembelian: Abdurrahman : 085885753838 
Pembelian Format E book di Gramedia Digital: 
https://ebooks.gramedia.com/id/buku/menggenggam-nusantara-raya

Fitnah yang Lebih Dahsyat dari Wabah

Oleh: Abdurrahman Abu Aisyah

 

Dua hari sudah berlalu, sejak meninggalnya enam umat Islam Indonesia yang mengundang banyak kontroversi. Bahkan ia menjadi satu tanda bagi sebuah fitnah-fitnah berikutnya di masa yang  akan datang. Ya... saya menyebutnya fitnah karena pembunuhan dan meninggalnya seorang muslim adalah fitnah terbesar. Darah umat Islam haram untuk ditumpahkan, apalagi hingga berjumlah enam orang. Saya tidak mau terjebak ke dalam skenario besar pelaku dari pembunuhan ini, yang pasti umat Islam menjadi korban dengan berbagai alasan.

Sebuah riwayat telah shahih sampai kepada kita dari Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam “Hancurnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibandingkan terbunuhnya seorang mukmiin tanpa hak” HR. Nasai. Merujuk kepada riwayat ini maka jelas sekali bahwa meninggalnya enam orang Islam beberapa hari lalu adalah fitnah terbesar. Riwayat lainnya menyebutkan “Tidak halal darah seorang muslim kecuali tiga sebab.... HR. Bukhari dan Muslim. Riwayat ini menunjukan tentang haramnya darah seorang muslim untuk ditumpahkan.. Demikian juga riwayat lainnya yang menyebutkan bahwa “Dosa membunuh seorang muslim lebih besar daripada hancurnya dunia”. Bahkan darah seorang muslim lebih mulia daripada Ka’bah yang mulia.

Namun hari ini, orang-orang yang telah buta mata hatinya tidak lagi memperhatikan hal ini. Terlalu murah darah seseorang sehingga dengan mudah ditumpahkan. Bukan satu dua orang, tapi enam orang sekaligus, dan bisa jadi ke depan akan terus terjadi fitnah yang lebih besar lagi di negeri ini. 

Kebencian kepada Islam dan umatnya telah membawa kepada fitnah dan menghalalkan segala cara. Ada juga yang hanya ikut-ikutan tanpa ilmu kemudian dengan mudah terpancing dan terbawa berbagai isu negatif tentang Islam. Islam teroris, fundamentalis selalu membawa kekerasan dan tuduhan negatif lainnya. Jika itu muncul dari orang bukan Islam mungkin “bisa dimaklumi” karena mereka memang benci dengan Islam. Tapi, tuduhan dan fitnah ini berasal dari umat Islam yang  jahil dengan agama, hanya mementingkan dunia dan kelompoknya hingga mata hatinya tertutup. Mereka buta dengan fakta yang ada di depan mata, buta mata hatinya hingga tega menumpahkan darah sesama muslim.

Fitnah ini lebih dahsyat dari wabah yang melanda, karena jika wabah membawa kepada kematian yang berakhir karena sebab virusnya, maka fitnah ini tidak habis walaupun puluhan umat Islam meninggal dunia. Butuh beberapa generasi untuk meyakinkan bahwa Islam bukan agama kekerasan. Organisasi masyarakat Islam bukan pelaku kekerasan dan terorisme. Fitnah ini begitu dahsyat, hingga membungkam orang-ornag yang lemah iman. Mereka takut menyuarakan kebenaran hingga menjadi syaithan bisu. Melihat sebuah kemungkaran tetapi tidak berani mengingkarinya.

Maka, bagi umat Islam hendaknya terus belajar tentang dien (agama) ini, jangan Islam yang kita memiliki sekadar ada di KTP, hanya ada di Kartu Keluarga dan identitas  tanpa ruh di dalamnya. Karena dengan semakin belajar Islam kita akan semakin tahu bahwa Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan, Islam tidak pernah menyuruh umatnya membuat keonaran. Bagi umat Islam yang masih mementingkan kelompok atau dunianya, ingatlah bahwa kehidupan dunia ini tidak akan lama, setelah kita berusia 60 tahun, tidak lama lagi kita akan meninggalkan dunia ini. Sangat rugi sekali jika dunia yang fana ini kita korbankan dengan menyebarkan kebencian dan stigma negatif pada Islam dan  umat Islam. Dunia yang dipuja ini akan binasa, dan kita pun juga akan binasa, dan akhirat di sana abadi selamanya.

Bagi umat selain Islam yang memandang Islam sebagai agama yang mengajarkan kekerasan, ingatlah bahwa agama kami tidak seperti yang anda bayangkan. Fakta dan data sejak dahulu kala telah membuktikan bahwa Islam tidak pernah mengajarkan kekerasan, terorisme dan fundamentalisme. Narasi yang berkembang sejatinya adalah skenario yang hanya mencari keuntungan duniawi, mendapatkan uang dari fitnah yang berkembang dan menjadikan Islam sebagai sasaran permusuhan.

Fitnah ini memang begitu berat, tapi teruslah berjuang saudaraku karena bukan hasil akhir yang akan dinilai, tetapi perjuangan kita untuk Islam dan kaum muslimin, itulah sejatinya perjuangan. Teruslah berjuang sesuai dengan keahlian dan kemampuan kita masing-masing hingga seluruh dunia melihat bahwa Islam adalah rahmat bagi seluruh alam.

 

Bogor, menjelang tengah malam 10 Desember 2020.

 

 

Pasca Pesta Demokrasi

Oleh: Nurhadi, S.Sos.I., M.H.
(Penghulu KUA Kec. Tanjung Bintang Lampung Selatan)


"Tiap-tiap Kalian adalah pemimpin, dan tiap-tiap pemimpin akan ditanya tentang kepemimpinannya". (HR. Bukhari-Muslim)

Baru saja di sebagian wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melaksanakan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) secara serentak pada Rabu, 09 Desember 2020. Tentu harapan warga masyarakat dalam pesta rakyat itu akan memunculkan sesosok birokrat yang mampu memimpin daerahnya. Menjadikan pemerintahan daerah semakin tertata dengan baik di segala bidang; ekonomi, sosial dan politik  serta mampu menyatukan keragaman budaya, agama serta adat istiadat mengingat keberadaan kemajemuan masyarakat.

Tatakelola pemerintahan yang baik (good governance) ini hanya dapat dicapai dengan  menempatkan sosok pemimpin yang beriman dan bertaqwa kepada Allah Ta'ala, memiliki kepribadian yang baik, akhlak atau perilaku yang terpuji dan tantunya ilmu pengetahuan (knowledge)  yang luas. Mencintai rakyatnya dan rakyatpun mencintai karena kebijaksanaannya.

Semua warga negara, walaupun pilihannya berbeda namun memiliki harapan yang sama yakni mengaharapkan pememimpin yang dipilihnya itu mampu menjalankan roda pemerintahan sebaik-baiknya,  sehingga menjadikan masyarakat merasa nyaman di bawah kepemimpinannya.

Tata kelola birokrasi yang baik akan menjadikan pemerintah semakin terhormat dan dibanggakan masyarakat. Namun sebaliknya, tata kelola pemerintahan yang buruk, mengkhianati kepercayaan rakyat, melalui aktivitas, korupsi, kolusi dan nepostisme akan menurunkan legitimasi pemerintah serendah-rendahnya di hadapan publik.

Untuk memperbaiki citra pemerintahan daerah sebagai representasi daerah otonom perlu dilakukan revolusi akhlak dan mental dari hulu ke hilir,  yang diawali dari jajaran birokrat dan terus kebawah sampai pada kelompok masyarakat terkecil yakni keluarga.

Dengan revolusi mental ini diharapkan para pemimpin tidak akan memanfaatkan jabatannya sebagai ajang atau kesempatan untuk memeperkaya diri, keluarga dan kelompoknya saja akan tetapi akan semakin sadar bahawa jabatan dan kepercayaannya itu adalah amanah yang harus dijaga dan dilaksanakan dengan orientasi kemakmuran rakyat yang dipimpinnya.

Pentingnya revolusi mental bagi rakyat juga diharapkan akan mampu membangkitkan masyarakat dari keterpurukan karena kekerdilan mentalnya yang selalu mengharapkan pemberian dari tuannya. Maka dengan revolusi mental terhadap masyarakat akan menjadikan masyarakat yang mandiri, semakain kokoh dan yang lebih penting adalah semakin percaya diri, berakhlak mulia, beriman dan bertaqwa ke Allah Ta'ala.

Semoga para pemimpin yang terpilih dalam pesta demokrasi ini mampu membawa kebaikan dan keberkahan dengan menjalankan roda pemerintahan berdasarkan ideologi pancasila: Berketuhanan Yang Maha Esa, Berperikemanusiaan yang adil dan beradab, memiliki misi Persatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta memiliki sifat kemanusian yang adil dan beradab.

Lampung, 10 Desember 2020

Rabu, 09 Desember 2020

PILKADA di Era Covid 19

Oleh : Nurhadi, S.Sos.I., M.H.

Lega sudah setelah melaksanakan hak pilih dalam Pemilihan Kepala Daerah (disingkat: PILKADD). Walau sebagain besar warga tidak dapat Surat Pemberitahuan Pemungutan Suara Kepada Pemilih atau Model C Pemberitahuan-KWK, namun sebagai warga negara yang peduli kita harus tetap ikut memilih pemimpin yang kita harapkan akan dapat mampu membawa kemajuan derah kita dan mejadikan rakyat semakin sejahtera. 

Memang benar bahwa kita hanya punya satu suara. Namun satu suara yang kita miliki itu akan mementukan nasib daerah kita 5 tahun kedepan. So.. Jangan sampai tidak memilih ya. 

Gunakan E-KTP sebagai senjata untuk mendapatkan surat suara dan tiket untuk masuk ke bilik TPS bagi yang tidak dapat formulir Model C.  Tapi di akhir pemungutan suara pukul 12:00 s.d 13:00. E-KTP kita itu kartu multi guna lho. Jadi jangan hanya dijadikan sebagai alat untuk mengambil Bantuan Langsung Tunai (BLT) saja. Manfaatkan  E-KTP juga untuk mengambil hak suara dalam PILKADA.

PILKADA musim ini berbeda dengan PILKADA-PILKADA sebelumya. Bedanya adalah PILKADA musin ini di Era Pandemi Covid 19. Harus tetap mensukseskan PILKADA ini dengan menerapkan Protokoler kesehatan. Budayakan 3M. Tahukan 3M? Yang jelas bukan Maju Mundur Macet. Tapi M yang pertama adalah Mencuci Tangan dengan sabun, M yang kedua Memakai Masker dan M yang ke tiga Menjaga Jarak. 

Harus tahu juga aturan khusus yang diberlakukan di TPS agar tidak di suruh pulang lagi oleh petugas TPS. Yaitu mau mamakai sarung tangan berbahan plastik transparan yang disediakan di TPS. 

Jika semua sudah di lakukan sesuai aturan baik aturan memilih maupun aturan protokoler kesehatan berati kita telah ikut menyukseskan PILKADA di Era Pandemi Covid 19. Dan harus sadar diri. Siapapun yang jadi kepala daerah di wilayah kita itulah  pemimpin terpilih yang harus kita akui keberadannya.

#SalamPILKADA

Senin, 30 November 2020

Islam di Indonesia: Dari Fitnah pada Ulama hingga Terorisme yang kembali mengemuka

Oleh: Misno


 

Akhir Nopember 2020 menjadi catatan kelam bagi umat Islam khususnya di Indonesia. Bagaimana tidak? Berbagai fitnah atas nama Islam berkembang dan menyebar di berbagai media sosial. Fitnah yang belum tentu kebenarannya, serta kebenaran yang diselimuti oleh sejuta dusta yang bertujuan untuk mendeskriditikan Islam. Dari mulai fitnah yang terjadi pada seorang tokoh terkemuka di Indonesia, hingga munculnya kembali kelompok teroris di Sulawesi sana.

Kebencian terhadap Islam yang termanifestasi dengan fitnah yang terus dilancarkan kepada tokoh umat Islam menjadi bahan berita yang mungkin akan terus ada entah sampai kapan berakhirnya. Sikap yang konsisten terhadap perjuangan Islam, walaupun terkadang muncul sedikit kesalahan ucapan menjadikan tokoh ini terus diburu dan menjadi obyek sasaran orang-orang yang tidak suka dengan Islam. Ada yang memang karena kebenciannya terhadap Islam, ada pula yang karena beda golongan, sementara sebagian lainnya adalah yang karena kepentingan harta dan dunia hingga rela mengorbankan agamanya untuk memfitnahnya. Sebagian lainnya terfitnah dan terbawa dalam berita-berita yang tidak benar, hingga karena kebodohannya dengan mudah percaya dengannya. Semuanya berujung pada kebencian yang berada di puncaknya, bahkan hingga ke ubun-ubun kepala mereka.

Fitnah pada Islam berikutnya adalah dengan munculnya kelompok bersenjata yang membuat kergaduhan di Sulawesi sana. Berdasarkan beberapa berita yang beredar bahwa mereka adalah kelompok Islam yang merupakan aliansi dari ISIS yang terus berjuang menegakan syariah Islam di Indonesia. Kelompok ini kembali muncul dengan melakukan pembantaian terhadap keluarga dan merusak beberapa rumah penduduk di sana.

Tentu saja Islam jauh dari sifat yang seperti itu, kalaupun kelompok tersebut betul-betul ada maka sejatinya mereka adalah umat Islam yang memiliki pemahaman yang salah. Membunuh dalam Islam adalah perbuatan dosa besar, demikian pula membuat kerusakan di muka bumi dengan merampok atau membakar rumah-rumah penduduk. Suasana politik yang cukup panas sepertinya menjadi alasan kuat kelompok ini muncul atau dimunculkan kembali. Tentu saja kita harus cerdas dalam menyikapi munculnya kelompok ini, seperti “teroris-teroris” lainnya maka kemunculannya selalu tepat berkaitan dengan berbagai isu besar yang muncul. Bukan buruk sangka, tetapi ini dengan mudah dapat dianalisa. Walaupun kembali seperti tulisan saya sebelumnya bahwa kalaupun mereka benar ada, sejatinya itu bukanlah ajaran Islam. Mereka yang memiliki pemahaman yang salah tentang Islam hingga kemudian dengan tega membunuh dan membuat kerusakan di masyarakat. Islam berlepas diri dari segala bentuk perbuatan ini, karena dalam Islam perbuatan tersebut diharamkan.

Melihat dunia fenomena ini serta berbagai fitnah terhadap Islam saat ini, maka penulis kembali merenung. Terlalu banyak fitnah yang melanda Islam, terlalu banyak manusia yang benci dengan Islam dengan berbagai kepentingannya. Bahkan muncul image bahwa setiap teroris itu Islam, sebagaimana muncul pandangan bahwa kalau kita berpegang teguh dengan Islam berarti menentangan Pancasila dan NKRI.

Tentu saja hal ini sangat tidak benar, Islam yang telah ada di bumi pertiwi ini tidak bperah sekalipun membuat kerusakan. Tidak pernah... kalaupun ada gerakan Islam di masa lalu maka kalau kita telaah lagi, mereka bukan membuat kerusakan. Bahkan justru fitnah yang dilakukan kepada Islam dan umatnya yang menjadikan nama Islam tercoreng di bumi pertiwi ini. Hingga Islam seolah-olah selalu membawa kekerasan, bahkan fitnah ini masih ada hingga hari ini.

Hari-hari ini dan mungkin ke depan kita akan disuguhkan berbagai fitnah yang akan dilancarkan kepada para ulama dan Islam pada umumnya. Para ulama yang mencoba konsisten perlahan akan menjadi obyek fitnah dari orang-orang yang tidak suka dengan Islam dan mereka yang menginginkan keuntungan duniawi. Islam juga akan terus difitnah hingga seolah-olah semua kekerasan bersumber dari Islam.

Oleh karena itu, saudaraku dalam Islam (fiillah), persiapkanlah perbekalan. Bukan persiapan untuk berjihad dengan senjata, tetapi persiapan dengan iman dan takwa. Bersikap cerdas dan bijak dalam menyikapi setiap berita dan fenomena yang ada, optimalkan seluruh potensi dirimu untuk izzul islam wal muslimin. Karena itulah sejatinya tujuan dari hadirnya kita di semesta ini... teruslah membela Islam hingga titik darah penghabisan. Wallahu a’alam. 30 Nopember 2020. Menjelang tengah malam, gerimis manis di Bogor Selatan.

 

 

 

 

Senin, 23 November 2020

Kebencian yang Menghinakan

Oleh Abdurrahman


 Kebencian kepada seseorang muncul karena banyak hal, dari mulai dia pernah menyakiti kita hingga ide dan gagasannya yang tidak sama. Manusia dengan berjuta hawa nafsunya memang seringkali memiliki rasa benci kepada orang lainnya, namun tentu saja rasa ini harus dapat di-manage dengan benar. Kebencian karena syariat Allah Ta’ala dilecehkan atau dihinakan adalah sebuah keniscayaan. Bahkan tidak benci kepada kekufuran dan segala bentuk kemaksiatan adalah tanda dari kemunafikan. Oleh karena itu rasa benci dengan orang lain haruslah didasarkan kepada syariah Islam, bughdhu fiillah benci karena Allah Ta’ala.

Tentu saja benci karena Allah Ta’ala adalah kebencian yang muncul atas perbuatan dari seseorang yang menghina Allah dan RasulNya atau syariahNya, kebencian ini akan membawa kepada kebajikan karena sejatinya seluruh syariahNya adalah baik dan untuk kebaikan manusia. Seseorang membenci perbuatan maksiat, karena maksiat itu akan merusak kehidupan manusia, demikian pula kita membenci perbuatan zina karena akan membawa kerusakan di tengah masyarakat.

Sayangnya kebencian seseorang terhadap orang lain sering sekali membabi buta, hingga semua yang ada pada orang yang dibenci menjadi tercela semuanya. Bahkan ia tidak segan-segan untuk mencaci dan menghina orang yang dibencinya. Ini adalah bentuk benci yang karena hawa nafsunya, karena kepentingan dunianya serta kepentingan kelompok dan golongannya. Ada juga yang benci karena terprovokasi atau dipengaruhi oleh orang lain, sehingga dengan mudah ia mempercayai setiap yang sampai kepadanya tanpa tabayun terlebih dahulu.

Kebencian inilah yang saat ini terjadi pada anak negeri, karena bukan dari kelompoknya kemudian ia membenci orang lain yang ada di luar golongannya. Ia tidak segan-segan untuk menghina dan menyebarkan keburukan dari orang lain yang dibencinya. Jika dasarnya ia tidak mengetahui dan kebenciannya karena terprovokasi atau karena membela golongannya mungkin agak lebih ringan dibanding dengan mereka yang membenci dengen kebencian yang memuncak terhadap orang lain yang berada di luar golongannya. Mereka sangat membenci lawan politiknya, membenci orang lain yang berada di luar golongannya tanpa memahami kenapa ia harus membencinya.

Menyebarnya photo Anis Baswedan yang sedang membaca buku “How Democracies Die” menjadi viral di media sosial. Namun orang-orang yang membencinya kemudian menggantinya buku yang dibacanya dengan majalah “Hidayah” dengan tema “Bangkit Dari Kubur”.  Tentu saja ini secara jelas adalah bentuk dari penghinaan kepada seseorang sebagai bentuk rasa kebenciannya. Kebencian yang memuncak, mungkin orang umum mengatakan sudah sampai ubun-ubun sehingga semua yang dilakukan oleh orang yang dibencinya akan terlihat buruk dan dibuat sedemkian rupa agar selalu buruk.

Inilah kebencian yang tidak diperbolehkan dalam Islam, Al-Qur’an Surat Al Maidah ayat 8 memberikan pedoman kepada kita, firmanNya  “Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Maknanya adalah bahwa sekalipun kita benci dengan seseorang atau sekelompok orang maka janganlah kebencian kita menjadikan kita tidak adil. Makna tidak adil dalam ayat ini adalah tidak jujur, tidak menerima sebuah kebenaran, berbuat curang  dan selalu menjadikan mereka sebagai sumber kesalahan.

Merujuk pada ayat ini serta dalil-dalil dalam Islam lainnya maka haram bagi kita untuk tidak berbuat adil, misalnya karena kita tidak suka deng seseorang kemudian kita berkata dan berbuat bohong atas namanya. Maka hal ini adalah termasuk dosa besar. Apalagi sampai menyebarkannya di tengah masyarakat, padahal dia sendiri tidak melakukannya. Kebencian ini hanya akan membawa kehinaan, ya... Kebencian yang menghinakan diri sang pembenci sendiri. 

Oleh karena itu, hendaknya kita sebagai muslim, sebagai warga negara Indonesia yang baik, janganlah karena beda pandangan politik atau beda golongan kemudian kita begitu senang ketika orang atau kelompok yang kita benci terhina. Apalagi jika kebencian itu  sengaja dilakukan, dengan cara membuat kebohongan dalam tulisan dan ucapan kemudian menyebarkannya ke ditengah masyarakat, maka ini adalah termasuk dosa besar.  Semoga ke depan kita lebih dewasa, lebih beretika dan lebih beradab sehingga akan menjadikan kita dan seluruh bangsa Indoneisa diridhai oleh Allah Ta’ala.

 

Gerimis Senja di Bogor, 23 Nopember 2020.

 

Selasa, 10 November 2020

Selamat Datang di Indonesia Ya Imam...

 Abdurrahman Misno BP

 

Tanggal 10 Nopember diperingati sebagai Hari Pahlawan oleh bangsa Indonesia, tahun 2020 ini memiliki terasa istimewa karena bertepatan dengan kembalinya seorang tokoh Islam yang memiliki banyak pengikut, yaitu Habib Rizieq Shihab atau yang biasa dikenal dengan HRS. Para pengikutnya menyebut sebagai Imam Besar Umat Islam Indonesia, karena ketokohan dan sepak terjangnya dalam dunia dakwah dan politik di Indonesia.

Rizieq Shihab memang terasa istimewa bagi umat Islam di Indonesia, kiprahnya pada peristiwa 212 yang telah menghadirkan lebih dari 7 Juta umat Islam di Monas adalah prestasi luar biasa. Magnet dan karismanya telah mampu menarik begitu banyak umat Islam untuk menghadiri peristiwa bersejarah tersebut.

Hari ini, Selasa 10 Nopember 2020 keistimewaan HRS terbukti kembali, ribuan orang menyambut kedatangannya setelah sekian lama berada di Mekah, Saudi Arabia. Ya, sebuah kedatangan yang juga istimewa karena beberapa kali kepulangannya disiarkan namun selalu tertunda. Hingga akhirnya Sang Imam Besar hari ini menginjakkan kakinya di bumi pertiwi.

Selamat Datang di Indonesia, para simpatisannya mengucapkan “Ahlan Wa Sahlan Ya Habib, Ya Imam...” Sebuah ungkapan sebagai bukti simpati dan memuliakan pemimpin mereka. Bukan hanya dengan ucapan tetapi peristiwa penjemputan di Bandara yang belum pernah terjadi sebelumnya telah membuktikan bagaimana magnet dari HRS begitu luar biasa.

Berbagai spekulasi dan prediksi bermunculan seiring dengan kembalinya beliau ke negeri ini. Apalagi suasana politik yang masih belum juga dingin walaupun pemilihan presiden sudah berlalu beberapa tahun. Berbagai isu hangat masih saja menjadi pemantik bagi berbagai golongan untuk menguatkan masing-masing kelompoknya.

Habib Rizieq Shihab sebagai pelopor dari gerakan Islam yang berusaha untuk menjadikan Islam sebagai pedoman hidup mendapatkan lawan dari kalangan nasionalis ektrim dan Islamophobia. Organisasi yang dibentuknya selalu menjadi incaran dan obyek bagi fitnah radikalisme dan anarkisme. Front Pembela Islam atau FPI selalu menjadi kambing hitam bagi setiap peristiwa anarki dan tindakan teror oleh mereka yang berseberangan.

Kini Sang Imam sudah berada di Indonesia, apa yang akan dilakukannya? Revolusi Akhlak tiba-tiba menyeruak sebagai tandingan dari Revolusi Mental dari pihak yang berseberangan dengannya. Sepertinya ia akan vis a vis dan menjadi episode panjang drama sosial politik dan agama di Indonesia. Ya, kondisi saat ini yang memang masih cukup panas eolah-olah mendapatkan moment terbaik dengan kehadiran HRS.

Selamat Datang di Indonesia, inilah negeri yang saat ini penuh dengan fitnah dan cobaan. Belum lagi Corona hilang dari persada, berbagai intrik politik yang tidak suka dengan Islam terus berdatangan. Stigma Islam yang anti Pancasila, anti NKRI hingga para penjilat penguasa yang selalu menebarkan kesan bahwa Islam radikal tersimbolkan dengan celana cingkrang dan cadar.

Kehadiran HRS di Persada ini akan membawa sejarah baru, kita lihat saja nanti apa yang akan dilakukannya. Apakah akan berdakwah dengan cara lebih bijak atau semakin memosisikan diri sebagai oposisi pemerintah yang lantang menyerukan berbagai kedzaliman yang saat ini begitu nyat adi depan mata? Atau mungkin akan lebih lembek karena banyaknya tekanan dari sana-sini yang terus merangsek?

Semoga saja kehadiran HRS membawa Islam kepada makna sejatinya, tidak keras tetapi tegas, tidak lembek tetapi penuh hikmah. Islam yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a’lam.

Rabu, 28 Oktober 2020

Dunia damai: Saling Menghormati antar Agama dan Kepercayaan

Oleh: Abdurrahman Misno Abu Aisyah

 


Islam adalah agama yang penuh dengan kedamaian, mengajarkan umatnya untuk selalu berdamai dan menyebarkan kedamaian  kepada sleuruh umat manusia dan semesta. Kedamaian dalam bentuk saling menghormati atas agama dan kepercayaan dari masing-masing manusia. Hal ini lah yang akan mewujudkan kedamaian yang sebenarnya di dunia, yaitu saling menghormati antar sesama pemeluk agam adan kepercayaan.

Salah satu kepercayaan dalam Islam yang tidak boleh diganggu gugat adalah berkenaan dengan kenabian Nabi Muhammad  Shalallahu Alaihi Wassalam dan yang terkait dengannya. Salah satu yang sangat penting adalah larangan menggambar Nabi, apalagi dalam bentuk gambaran yang menghina beliau. Maka jika hal ini terjadi maka kemarahan umat Islam tentu tidak bisa disalahkan.

Inilah yang terjadi dalam pekan ini, di mana diawali dengan hukuman atas seorang guru yang menunjukan gambar kartun nabi dengan alasan kebebasan berekspresi , kemudian presiden Perancis membelanya dengan menyatakan bahwa negaranya tidak akan berhenti menerbitkan atau membicarakan kartun yang menggambarkan Nabi Shalallahu Alaihi Wassalam.

Pembelaaan  yang dilakukan Presidn Macron tentu saja merupakan dukungan secara langsung terhadap pembolehan  pembuatan kartun Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, sebagai bentuk kebebasan berekspresi. Inilah yang kemudian menyulut kemarahan dari umat Islam yang diwakili oleh beberapa pemimpin negara Islam.  Pemboikotan produk Perancis menjadi cara yang dilakukan oleh umat Islam sebagai respon pembelaan presiden Perancis.

Melihat fenomena ini tentu saja seluruh pihak haruslah saling mawas diri, kedamaian dunia yang dicita-citakan haruslah dalam bingkai saling menghormati agama dan kepercayaan masing-masing. Islam sendiri mengajarkan umatnya agar tidak menghina agama dan Tuhan orang lain, karena hal tersebut bisa jadi akan berbalik dima na mereka akan menghina Allah Ta’ala. Ini menjadi pedoman utama bagi umat Islam, maka tidak ditemukan sejak awal ada umat Islam yang menghina agama atau tuhan dari kepercayaan lainnya. Kalaupun ada itu karena ketidakpahamannya secara Islam, bukan dengan sadar dan sungguh-sungguh.

Kembali kepada kasus presiden Peraancis maka sangat disayangkan sekali ketika seorang presiden di negara yang menjunjung tinggi demokrasi justru mmembela seorang yang menunjukan kartun Nabi. Tentu saja bukan asal menunjukan, tetapi unsur kebencian kepada Islam yang menjadi sebab utama perbuatan tersebut.

Maka, jika kedamaian dunia adalah harapan setiap manusia, maka sudah selayaknya kita memiliki skpa tenggang rasa, saling menghormati antar sesama umat beragama. Inilah yang diajarkan dalam Islam sebagaimana termaktub dalam QS. Al-Kaafirun yang maknanya “Bagi kalian agama kalian dan bagi kami agama kami”.

 

Bogor, 28 Oktober 2020

My Opinion: My Flag – Merah Putih VS Radikalisme

(Realitas Kontras Komunitas Tertindas)

Oleh: Abdi Misno


 Sebuah film adalah hasil rasa, cipta dan karya, terkadang ia adalah gambaran dari realitas yang ada di masyarakat. Tentu saja sesuai dengan sudut pandang dari pembuatnya, apakah ia akan membuatnya seobyektif mungkin atau menambahnya dengan pesan-pesan yang diinginkannya.

Film dengan judul “My Flag – Merah Putih VS Radikalisme” adalah sebuah karya yang tercipta karena pembuatnya melihat realitas yang ada di masyarakat. Lepas dari prasangka dari mereka yang berniat memunculkan perseteruan yang semakin tajam di antara umat Islam maka film ini menurut saya memang mencerminkan keadaan umat Islam saat ini. Walaupun dalam sebuah film tentu saja harus dikasih “bumbu” lebih pedas agar lebih terasa konflik dan membuat penonton terkessan dengannya.

Sebelum menyaksikan film ini dengan hanya berbekal kepada bacaan di beberapa media sosial saya berfikir bahwa ini adalah ulah dari orang-orang yang benci dengan Islam dan ingin mengadu domba di antara mereka. Memanfaatkan “api dalam sekam” yang ada pada internal umat Islam adalah sejata paling ampuh untuk memantik api permusuhan itu tersulut dan membakar amarah umat.

Saya akhirnya penasaran dan membuka langsung kilasan dari film ini dari NU Channel pada 28 Oktober 2020. Jumlah penonton telah mencapai 615 ribu dan telah tanyang sejak 4 hari lalu. Jumlah ini bisa jadi akan bertambah karena kontroversi dari isinya, apalagi dengan blow upa dari media akan semakin ramailah film pendek ini.

Film didominasi oleh sekumpulan pemuda dan pemudi dengan atribut khas muslim Indonesia, memakai baju koko, peci hitam dan sarung. Sementara perempuannya memakai jubah dan jilbab biasa. Fokus perhatian pada kecintaan mereka kepada bendera, dari mulai membeli ke pasar, membagi-bagikan ke pengguna jalan dan menempatkan di beberapa tempat.

“Cinta tanah air sebagian dari iman” itulah pesan utamanya, dengan mencintai bendera murah putih maka itu adalah bukti kecintaan tersebut. Maka kata-kata yang kemudian muncul ketika kelompok pemuda dan pemudi ini bertemu dengan kelompok pemuda dan pemudi lainnya dengan tampilan celana cingkrang, pemudinya memakai cadar dan membawa bendera dua warna; merah dan putih.

Inilah fokus dari tulisan ini dan menjadi kontroversi di masyarakat, “Tidak boleh ada bendera lain selain merah putih” itulah ucapan seorang pemudi yang membawa merah putih ketika berhadapan dengan pemudi lain yang menggunakan jilbab panjang dan cadar. Adegan dilanjutkan dengan perkelahian antara mereka, oleh sutradara sepertinya dijadikan pesan yang sangat mendalam. Khususnya ketika dengan gerakan lambat seorang pemudi yang tadi berteriak membuka secara paksa cadar dari pemudi lawannya. Adegan ini terjadi dua kali, hingga sangat jelas pesan yang ada di dalamnya. Bahwa memakai cadar dan celana cingkrang adalah simbol dari radikalisme dan tidak cinta dengan tanah air dan bendera merah putih.

Apabila kita memperhatikan adegan dalam film ini, khususnya ketika dua kelompok pemuda tersebut berkelahi maka jelaslah bahwa inilah realitas umat Islam saat ini. Di mana kelompok “tradisional” dengan simbol peci hitam dan sarung berhadapan dengan kelompok celana cingkrang dan cadar bagi wanitanya. Sebuah adegan yang menggambarkan realitas dari masyarakat saat ini, di mana kelompok “tradisional” sangat khawatir dengan kehadiran kelompok “baru” yang membawa simbol dan “ideologi” yang menurut mereka berbeda. Realitas ini sudah terbaca oleh para pemerhati umat Islam khususnya di Indonesia dan beberapa negara Islam lainnya, di mana ada “api dalam sekam” di antara umat Islam.

Namun, tentu saja film ini dalam perspektif lain memberikan stigma yang tidak bagus tentang Islam apalagi bagi generasi muda yang masih harus banyak belajar tentang Islam. Perlunya tabayun (check and recheck) terhadap mereka yang menggunakan simbol-simbol yang berbeda dengan kita adalah sebuah keniscyaan. Apalagi jika hanya terkait dengan fiqh semisal celana cingkrang dan cadar. Jika berkaitan dengan “ideologi” pun itu perlu di-check kembali, karena sejatinya umat Islam di Indonesia sangat cinta dengan NKRI. Ketakutan munculnya gerakan radikalisme hanyalah ilusi dari orang-orang yang ingin mengadu domba Islam. Celana cingkrang dan cadar bukanlah simbol dari anti NKRI, bukan pula simbol dari tidak cinta dengan Bendera Merah Putih. Itu adalah manifestasi agama dan kepercayaan anak negeri, tidak mengurangi cinta pada NKRI.

Maka, hendaklah bagi kita semua terus mempelajari Islam ini, jangan mudah terprovokasi dan berikanlah pencerahan secara elegan kepada generasi muda kita. Perbedaan yang terjadi jangan diperuncing dengan kepentingan duniawi, berikan qudwah (contoh) yang terbaik bagi generasi muda kita. Jangan mudah menuduh saudara kita yang sedikit berbeda dengan cap radikalisme atau ekstrimisme, karena sejatinya itu menunjukan kurangnya ilmu pada diri kita.

Kepada teman-teman yang menggunakan simbol-simbol yang belum terbiasa ada di masyarakat khususnya celana cingkrang, cadar, bendera hitam dan putih dan yang lainnya maka teruslah belajar tentang agama ini. Islam bukan hanya berhenti pada simbol-simbol tersebut, banyak hal yang harus kita pelajari kembali. Bersyukurlah hidayah atas sunnah itu sudah anda dapatkan, berikutnya adalah berikan pencerahan kepada masyarakat tentang sunnah Nabi yang suci ini tentu saja dengan cara elegan. Jangan udah menyalahkan apalagi kita belum memiliki ilmu tentangnya, teruslah belajar karena di sanalah puncak dari kepahaman. Iman, amal dan akhlak adalah tiga hal yang tidak bisa dipisahkan. Jika anda ingin mengamalkan sunnah Nabi maka amalkanlah keseluruhannya, termasuk cinta beliau dengan sesama umat Islam, menghormati agama lain dan cinta dengan negeri sendiri.

Kepada pemuda dan pemudi Islam harapan bangsa, teruslah belajar... jangan mudah terprovokasi dengan film seperti ini. Jangan pula mudah diadu domba oleh skenario untuk menghancurkan Islam dan Indonesia. Kita semua adalah saudara, sesama muslim dan satu tanah air. Teruslah belajar, dengan itu kita akan tahu arti dari toleransi, arti dari Islam yang murni dan tidak mudah terprovokasi.

 

Pagi cerah di Kota Hujan, Bogor.

28 Oktober 2020.

 

Semangat Pagi...

Semangat Pagi...

Mentari
Telah menyinari bumi
Dari ujung Timur Negeri 
Tak ada lagi mimpi
Bangun dan berdiri 

Memberi makna insani
Sebagai hamba Ilahi
Kontribusi untuk Negeri 
Karena kedzaliman merajai

Lakukan yang mesti 
Ilmu diawali
RidhaNya Kita cari

Untuk Ilahi 
Kemudian Negeri 

#pagimenjelangsiang
#bogor28102020
❤️🌹❤️

Selasa, 20 Oktober 2020

MOTIVACINTA: Motivasi Cinta karena Allah Ta'ala

*MOTIVACINTA*: _Motivasi Cinta Karena Allah Ta'ala_

Cinta adalah anugerah dari Allah Ta’ala, ia adalah rasa kasih sayang yang muncul dalam diri setiap insan. Terkadang, rasa cinta datang tanpa diundang, tanpa memandang rupa dan juga harta benda, ia hadir membawa rasa nyaman, ketenteraman dan kebahagiaan tiada tara. 
Sebagai anugerah dari Dzat yang Maha Cinta, maka rasa ini haruslah didasarkan pada kecintaan hanya kepada Allah Ta’ala. Maknanya adalah bahwa cinta kita kepada manusia haruslah didasarkan kepada cinta kepadaNya. Kita mencintai seseorang karena Allah Ta’ala cinta kepadanya. 
Sayangnya, banyak cinta yang dilumuri oleh hawa dunia, terjerat oleh rupa dan perhiasan dunia lainnya. Cinta yang berkalang hawa selalu didasari oleh syahwat dunia hingga sifatnya hanya sementara. Ia akan runtuh bersama dengan berlalunya masa. Ia akan hilang bersama dengan musnahnya wajah yang rupawan. 
Cinta karena Allah Ta’ala adalah energi luar biasa untuk merasakan lezatnya cinta dengan sesama. MOTIVACINTA adalah motivasi cinta karena Allah Ta’ala. Mari merayakan cinta...

Judul Buku: *MOTIVACINTA*: _Motivasi Cinta karena Allah Ta'ala_

Info; 085885753838

Selasa, 06 Oktober 2020

Customize University: Perguruan Tinggi Berbasis Kebutuhan Mahasiswa

Abdurrahman Misno BP



 

“Pak sepertinya saya tidak nyaman dengan kelas dan program studi saya” demikian keluhan mahasiswa Program Studi Magister Ekonomi Syariah tempat saya mengajar. Ketidaknyamanan tersebut utamanya adalah karena beberpa mata kuliah yang dia rasa tidak sesuai dengan apa yang dia harapkan, khususnya terkait dengan bidang konsentrasi yang akan diambilnya. Ya... dia memang berkeinginan untuk melanjutkan riset pada level degree yang telah dilakukannya yaitu terkait dengan pengobatan ala Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasalam.  

Saya sempat berfikir hal lain terkait dengan mata kuliah, cara mengajar dosen, teman-teman satu kelas dan mungkin fakor usia menjadi sebab ketidaknyamanan dari mahasiswa level master tersebut. Tetapi kemudian saya berfikir, bahwa ketidaknyamanan yang paling utama adalah bahwa beberapa mata kuliah memang tidak dia perlukan, karena ia ingin fokus pada satu bidang yang menurutnya itulah passionnya.

Menarik untuk dibincangkan, bahwa pada level master tentu saja pemikiran mahasiswa di level ini sudah sampai pada tingkat kematangan. Berbeda dengan mahasiswa level degree atau sarjana yang terkadang masih mencari jati dirinya. Pada level master mereka lebih memahami apa yang dibutuhkannya untuk dirinya, kariernya dan masa depannya. Sehingga sangat wajar jika mereka akan memilih dan memilah setiap program studi hingga mata kuliah yang diambilnya.

Padahal sejatinya sistem SKS yang telah lama diterapkan di perguruan tinggi sejatinya juga mengakomodir mahasiswa untuk bisa memilih mata kuliah yang dia butuhkan. Demikian juga penetapan mata kuliah dalam sebuah kurikullum prodi telah dirumuskan sedemikian rupa sehingga akan mewujudkan lulusan sesuai dengan kompetensinya. Sayangnya hal ini terkadang masih belum dipahami dengan baik oleh mahasiswa, sehingga sistem “berjama’ah” dalam artian dari awal sampai akhi dalam satu rombongan kelas masih menjadi hal lumrah. Bahkan kelihatan aneh kalau ada mahasiswa yang berpindah-pindah kelas karena mata kuliah yang diambilnya.

Demikian pula pola mengajar dosen yang masih terkesan gaya “kolonial” sehingga bukannya membimbing mahasiswa malah membebani mahasiswa. Masuk kelas, menjelaskan, memberika tugas dan kemudian pulang adalah kebiasaan dosen yang sudah tidak lagi sesuai dengan tuntutan zaman.

Customize University istilah ini muncul dalam pikiran saya untuk menaanggapi kasus mahasiswa master saya. Lebih tepatnya mungkin Customize Departement, yaitu program studi yang menyesuaikan kebutuhan dari mahasiswa. Sebagai contoh ketika Ahmad ingin menjadi Dewan Pengawas Syariah (DPS) maka ia harus mengambil mata kuliah yang akan mendukung profesi yang akan dijalaninya. Mata kuliah yang tidak mendukung secara langsung sebaiknya tidak perlu diambilnya. Bahkan sangat mungkin ia mengusulkan mata kuliah baru yang belum ada dalam kurikullum.

Demikian juga Aisyah yang ingin menjadi seorang Peneliti bidang Ekonomi Syariah, maka dia akan mengambil mata kuliah yang akan mendukung bagi harapannya tersebut. Dia tidak akan mengambil mata kuliah yang tidak dibutuhkannya serta tidak terkait langsung dengan profesi yang akan digelutinya nantinya. Ia juga berhak mengusulkan mata kuliah baru ke prodi. Bukankah ini juga fungsi dari rekonstruksi kurikullum? Ya... tepat sekali.

Gagasan ini mungkin hanya cocok untuk level magister dan doktoral, dengan pertimbangan mahasiswa pada level ini lebih dapat memahami kebutuhannya serta apa yang sebenarnya dia inginkan ketika akan masuk ke suatu program studi di level Pascasarjana. Apabila dihubungkan dengan konsep Kampus Merdeka atau Belajar Merdeka sepertinya ada korelasi yang kuat, di mana mahasiswa memilih mata kuliah yang memang dia butuhkan dan sukai. Mahasiswa tidak lagi dipaksa untuk mengambil mata kuliah yang tidak dia butuhkan atau tidak disukainya. Tentu saja peran dosen pembimbing juga menjadi sangat penting khususnya pada level sarjana. Mereka adalah konsultan dan pembimbing bagi mahasiswa dalam menentukan masa depannya.

Customize University menjadi solusi bagi mahasiswa yang memiliki latar belakang keilmuan yang berbeda atau bagi mahasiswa yang memang ingin fokus pada bidang yang akan ditekuninya. Program studi sendiri menjadi gawang bagi kreatifitas mahasiswa agar senantiasa selaras dengan rumpun keilmuan dari prodi tersebut. Namun, pilihan mahasiswa khususnya pada level magister menjadi pertimbangan utama.

Gagasan ini menjadi satu awal bagi pengembangan pembelajaran khususnya pada level Magister sehingga ke depan mahasiwa pada level ini betul-betul menjadi ahli dalam bidang yang memang dia sukai dan diharapkan menjadi ekspert di bidang tersebut. Maka bagi dosen dan tenaga kependidikan harus bersiap untuk terus menjadi lebih baik, berani berubah daalam menghadapi berbagai perkembangan yang ada di tengah masyarakat. Bogor, Waktu Dhuha, 06092020.

 

 

Rabu, 23 September 2020

Pengantar: Fiqh Muamalah

Dr. Abdurrahman Misno BP, MEI 


Pendahuluan

Perkembangan ekonomi dan bisnis syariah saat ini sangat pesat, terbukti dengan berbagai lembaga ekonomi dan bisnis yang bermunculan seperti jamur di musim hujan. Jika pada perkembangan awal ekonomi dan bisnis syariah hanya terbatas pada perbankan syariah dan asuransi saja, maka saat ini telah merambah ke berbagai sektor keuangan lainnya serta bisnis real di masyarakat.

Jumlah perbankan syariah di Indonesia hingga tahun 2020 mencapai 198 Bank Syariah dengan rincian 14 Bank Umum Syariah (BUS), 20 Unit Usaha Syariah (UUS), dan 164 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Jumlah ini akan terus bertambah dengan adanya Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang dikonversi serta membuka unit usaha syariah.

Sementara jumlah asuransi syariah di Indonesia hingga tahun 2020 sebanyak 62 perusahaan dengan perincian 7 perusahaan full syariah dan 23 unit syariah. Asuransi umum syariah yang full syariah sebanyak 5 perusahaan dan unit syariah 24 perusahaan. Sedangkan jumlah reasuransi full syariah masih satu perusahaan dan perusahaan reasuransi unit syariah yang sempat 3 pada 2015 turun menjadi 2 perusahaan. Secara total sampai tahun 2019, jumlah perusahaan asuransi dan reasuransi syariah mencapai 62 perusahaan.

Industri Keuangan Non Bank (IKNB) juga terus bertambah, hingga tahun 2020 tercatat jumlah entitas IKNB Syariah sebanyak 197 institusi, yang terdiri dari 105 perusahaan yang beroperasi dengan prinsip syariah secara penuh (full fledged) dan 92 unit usaha syariah. Penambahan jumlah entitas terbanyak pada industri LKM Syariah dari yang awalnya berjumlah 59 lembaga di tahun 2018 menjadi 75 lembaga di tahun 2020.  

Tidak hanya pada bisnis keuangan, ekonomi dan bisnis syariah kini telah memasuki sektor real bisnis di masyarakat. Munculnya Koperasi 212 menjadi titik awal bisnis syariah pada sektor real, kemudian dilanjutkan dengan berbagai perusahaan yang berbasis syariah, mulai dari hotel syariah, property syariah, rumah sakit syariah hingga pariwisata syariah. Tren halal lifestyle menjadi energi dalam perkembangan ekonomi dan bisnis syariah.

Peningkatan jumlah Lembaga Amil Zakat juga terlihat jelas, hingga tahun 2020 jumlah Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS) sebanyak 17 lembaga, Lembaga Amil Zakat (Laz) tingkat Provinsi 7 lembaga dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) tingkat Kabupaten Kotamadya 16 lembaga. Tentu saja Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) sebagai lembaga zakat milik negara memiliki jumlah perwakilan di setiap level pemerintahan hingga ke desa dan Unit Pengelola Zakat (UPZ) di masjid dan lembaga pemerintahan serta swasta.

Geliat Islamic philantrophy semakin terasa dengan berkembangnya lembaga pengelola wakaf yang khusus memberdayakan dana wakaf. Badan Wakaf Indonesia sebagai regulator telah memberikan izin lembaga pengelola wakaf uang di Indonesia sejak 2010 hingga 2020 mencapai 224 lembaga. Jumlah ini akan terus bertambah dengan masih diprosesnya beberapa lembaga yang mengusulkan untuk menjadi pengelola wakaf. Trend wakaf uang memang menjadi bahan kajian di dunia akademisi, apalagi kemudian diluncurkan wakaf link sukuk sebagai program pemberdayaan wakaf.

Lembaga-lembaga sejenis juga kini bermunculan, misalnya Bank Infaq yang dibentuk oleh Sandiaqa Uno menunjukan geliat baru ekonomi syariah. Hingga tahun 2020 Bank Infaq telah memiliki cabang sebanyak 34 cabang Bank Infaq. Sebanyak 27 di antaranya sudah beroperasi dan menebar manfaat pinjaman ke 258 sahabat Infaq. Jumlah ini akan terus bertambah dengan masih diprosesnya cabang-cabang di seluruh Indonesia.

Melihat perkembangan ekonomi dan bisnis syariah yang sangat pesat, maka kajian dan pendalaman terhadap dasar dari aktifitas ini menjadi sebuah keniscayaan. Studi Fiqh Muamalah sebagai asas dalam aktifitas ekonomi dan bisnis syariah harus terus dilakukan, memahami teks-teks wahyu dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, mengkaji meyode ijtihad para cendekiawan muslim mengenai tema ini serta mengembangkan lebih lanjut ruang lingkup dari muamalah dalam Islam akan memandu ekonomi dan bisnis syariah agar selalu berada di atas syariah (aturan) yang lurus.

Inovasi dalam berbagai akad yang dikembangkan saat ini adalah jawaban bagi persoalan-persoalan yang dihadapi dalam implementasi ekonomi dan bisnis syariah. Tentu saja semua itu membutuhkan adanya pemahaman dasar terhadap fiqh muamalah dalam Islam. Memahami kaidah pokok, asas, prinsip dasar hingga tujuan dari syariah (maqashid syariah) dalam muamalah akan menjadikan fiqh muamalah senantiasa dapat menjawab berbagai permasalahan baru yang ada di tengah masyarakat.  

Prediksi bahwa ekonomi dan bisnis syariah akan semakin berkembang di masa-masa yang akan datang, haruslah diimbangi dengan kajian dari fiqh muamalah yang lebih memiliki pondasi kokoh dari sumber-sumber klasik (turats), pengembangan metode dalam penetapan hukum serta inovasi-inovasi yang menjadikan masyarakat terpenuhi segala kebutuhannya khususnya dalam aktivitas dan bisnis mereka.  


Info Muamalah: 085885753838

Rabu, 26 Agustus 2020

Membaca Hingga di Surga...

Oleh: Abdurrahman Misno BP



Membaca adalah salah satu cara untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, dalam perspektif Islam membaca menjadi bernilai ibadah apabila bacaannya adalah Kalamullah, sunnah Nabawiyah serta berbagai bacaan yang memberikan kemashlahatan bagi kehidupannya di dunia dan akhirat.

Membaca Al-Qur’an adalah salah satu dari ibadah yang sangat ditekankan dalam Islam, Allah Ta’ala berfirman “Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan salat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi”. “Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” QS. Fathir: 29-30. Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Qatadah (wafat: 118 H) rahimahullah berkata, “Mutharrif bin Abdullah (Tabi’in, wafat 95H) jika membaca ayat ini beliau berkata: “Ini adalah ayat orang-orang yang suka membaca Al Quran”. Maksud dari ayat ini adalah bahwa orang-orang yang suka membaca Al-Qur’an maka mereka akan mendapatkan pahala yang berlipat ganda.

Adapun hadits yang menunjukan anjuran untuk membaca Al-Qur’an adalah sabda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam:

اقْرَءُوا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيعًا لأَصْحَابِه

Bacalah oleh kalian Al-Qur`an. Karena ia (Al-Qur`an) akan datang pada Hari Kiamat kelak sebagai pemberi syafa’at bagi orang-orang yang rajin membacanya.” HR. Muslim.

Riwayat yang lainnya adalah dari shahabat Abu Umamah Al-Bahili radhiallahu ‘anhu : Saya mendengar Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

اقْرَءُوا الزَّهْرَاوَيْنِ : الْبَقَرَةَ وَسُورَةَ آلِ عِمْرَانَ؛ فَإِنَّهُمَا تَأْتِيَانِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَأَنَّهُمَا غَمَامَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا غَيَايَتَانِ أَوْ كَأَنَّهُمَا فِرْقَانِ مِنْ طَيْرٍ صَوَافَّ تُحَاجَّانِ عَنْ أَصْحَابِهِمَا، اقْرَءُوا سُورَةَ الْبَقَرَةِ فَإِنَّ أَخْذَهَا بَرَكَةٌ وَتَرْكَهَا حَسْرَةٌ وَلاَ تَسْتَطِيعُهَا الْبَطَلَةُ

Bacalah oleh kalian dua bunga, yaitu surat Al-Baqarah dan Surat Ali ‘Imran. Karena keduanya akan datang pada hari Kiamat seakan-akan keduanya dua awan besar atau dua kelompok besar dari burung yang akan membela orang-orang yang senantiasa rajin membacanya. Bacalah oleh kalian surat Al-Baqarah, karena sesungguhnya mengambilnya adalah barakah, meninggalkannya adalah kerugian, dan sihir tidak akan mampu menghadapinya.”. HR. Muslim.

Merujuk kepada dua riwayat ini maka menunjukan perintah Allah Ta’ala bagi setiap muslim untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an, karena hal tersebut merupakan ibadah kepadaNya.

Membaca Al-Qur’an menjadi hal utama yang dilakukan oleh setiap muslim dalam aktifitas membaca, kemudian dilanjutkan dengan membaca hadits-hadits Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam. Kemudian setelah itu membaca buku-buku para ulama yang menjelaskan keduanya, serta dilanjutkan dengan membaca buku dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan.

Membahas Al-Qur’an tentu saja bukan hanya mampu mengeja huruf demi huruf dan kata demi kata serta merangkaianya dalam sebuah kalimat. Ia adalah proses memaknai setiap kalimat yang ada sehingga dapat dipahami. Setelah dipahami berikutnya adalah diamalkan, dan langkah terakhir adalah menyampaikannya kepada orang lain (dakwah). Inilah sejatinya tujuan dari membaca Al-Qur’an, proses menghafal sendiri hakikatnya adalah pembacaan yang dilakukan secara berulang-ulang secara terus-menerus sehingga mampu membaca tanpa melihat huruf-hurufnya.

Sebagaimana membaca maka menghafal Al-Qur’an sejatinya bukan hanya membaca di luar mushaf, namun lebih dari itu agar ia dapat memahami maknanya, mengamalka serta mendakwahkannya. Sehingga menghafal Al-Qur’an baru langkah awal untuk menjadi shahibul Qur’an.

Perintah membaca AL-Qur’an terjadi tidak hanya di dunia, namun ia juga berlaku di akhriat sana. Sebuah riwayat dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di mana beliau bersabda:

 يُقَالُ لِصَاحِبِ الْقُرْآنِ اقْرَأْ وَارْتَقِ وَرَتِّلْ كَمَا كُنْتَ تُرَتِّلُ فِى الدُّنْيَا فَإِنَّ مَنْزِلَكَ عِنْدَ آخِرِ آيَةٍ تَقْرَؤُهَا

Dikatakan kepada orang yang membaca (menghafalkan) al-Qur’an nanti, ‘Bacalah dan naiklah serta tartillah sebagaimana engkau di dunia mentartilnya! Karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca (hafal).” HR. Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Hibbân.

Imam al-Khathabi rahimahullah dalam Ma’âlim as-Sunan (2/136) menjelaskan: Ada dalam atsar bahwa jumlah ayat al-Qur`an menentukan ukuran tangga surganya. Disampaikan kepada para penghafal al-Qur`an, ‘Naiklah ke tangga sesuai dengan yang kamu baca dari al-Qur`ân. Barangsiapa yang menyempurnakan bacaan seluruh al-Qur`ân maka ia mendapatkan tangga surga tertinggi dan siapa yang membaca satu juz darinya maka akan naik ke tangga sesuai ukuran tersebut. Sehingga ujungnya pahala berada pada ujungnya bacaan.”

Pernyataan imam al-Khatthabi ini disampaikan syaikh al-Albani rahimahullah dan dikomentari oleh beliau dengan pernyataan: “Ketahuilah bahwa yang dimaksudkan dengan Shâhibul Qur’ân (orang yang membaca al-Qur’an) di sini adalah orang yang menghafalkannya dari hati sanubari. Sebagaimana hal ini ditafsirkan berdasarkan sabda Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang lain, ‘Suatu kaum akan diimami oleh orang yang paling menghafal Kitabullah (al Qur’an).’

Riwayat ini menunjukan kepada kita bahwa bacaan dan hafalan Al-Qur’an seseorang akan kembali diuji di akhirat sana, semakin banyak bacaan dan hafalannya maka semakin tinggi derajatnya di surga. Namun bukan yang hanya sekadar membaca atau menghafal tetapi yang mengamalkannya serta mendakwahkannya kepada orang lain.

Merujuk pada riwayat ini maka sejatinya perintah membaca bagi umat Islam bukan hanya berlaku di dunia namun ia akan terus membaca hingga di akhirat sana. Bahkan ketika telah masuk ke dalam surga, ia akan diperintahkan untuk membaca Al-Qur’an dari hafalannya sampai habis. Dan di sanalah derajatnya di surga sana.

Lebih dari itu adalah bahwa membaca dalam Islam bukan hanya sekadar memaknai kaata dan kalimat, akan tetapi mengamalkan apa yang menjadi bacaannya dari sumber-sumber yang positif sehingga akan bermanfaat bagi dirinya, tidak hanya di dunia akan tetapi juga di akhirat sana. Oleh karena itu, tidak ada alasan lagi bagi umat Islam untuk tidak membaca.

 

 

Membaca dalam Bingkai Agama

Abdurrahman Misno BP


 Islam sebagai agama yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan sangat menstimulus umatnya untuk membaca. Firman Allah Ta’ala dalam QS. Al-‘Alaq ayat 1-5 menjadi landasan kuat bahwa membaca merupakan jalan menuju ilmu pengetahuan. Ayat ini juga secara teknis memberikan panduan bagaimana proses membaca haruslah diawali dengan dengan nama Rabb (Tuhan) yang telah menciptakan manusia dan seluruh alam semesta. Ini bermakna bahwa membaca itu haruslah diawali dengan keyakinan mendalam bahwasanya Sang Pencipta seluruh alam semesta ini adalah Dzat yang Tunggal (Esa) yaitu Allah Ta’ala, yang tidak ada sekutu baginya.

Dalam konteks aqidah maka hal ini adalah merupakan keyakinan atau tauhid Rububiyah, yaitu meyakini bahwasanya Allah Ta’ala adalah satu-satunya Pencipta alam semesta, tidak ada yang dapat menciptakan alam semesta kecuali hanya Dia. Allah adalah Sang Pencipta tunggal, pemilik tunggal, pemelihara tunggal dan Pengatur seluruh alama semesta. Dia memelihara semesta; memberikan rizki kepada seluruh makhluknya, termaasuk manusia, menetapkan takdirNya dan berkuasa atas segalanya. Maka buah pertama dari membaca adalah keyakinan bahwa Allah Ta’ala adalah satu-satunya Rabb (Pencipta), tidak ada selainnya. Demikian pula alam semesta ini bukan tercipta dengan sendirinya, seperti yang diungkapkan oleh orang-orang yang tidak percaya keberadaan Tuhan dari kalangan ateis.

Selanjutnya adalah perintah kembali untuk membaca yang diiringi dengan perintah untuk memuliakanNya. Makna memuliakannya adalah beribadah hanya kepadaNya, sehingga ayat ini terkait dengan tauhid uluhiyah atau ubudiyah, yaitu keyakinan bahwasanya hanya Allah Ta’ala satu-satunya Dzat yang berhak untuk diibadahi, tidak ada dzat lain yang benar untuk disembah, ditaati, dicintai dan tempat untuk bersandar. Hanya Allah Ta’ala satu-satunya Ilaah (sesembahan) yang berhak untuk disembah, sehingga jika ada orang yang beribadah kepada selainNya maka sejatinya ia telah terjatuh kepada kesalahan yang paling besar karena telah menyekutukannya.

Lanjutan dari ayat berikutnya adalah bagaimana Allah Ta’ala mengajarkan kepada umat manusia umumnya dengan perantaraan Qalam (pena). Dia telah mengajarkan semua hal kepada manusia seagala hal terkait dengan sendi-sendi kehidupan mereka di dunia dan juga di akhirat sana. Manusia lahir dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, kemudian Allah Ta’ala mengajarkan berbagai hal tentang kehidupan. Allah Ta’ala menganugerahkan hati, akal pikiran dan jasad sebagai seperangkat alat untuk mempelajari pengetahuan yang akan menyampaikannya kepada bukti akan keberadaan dan keesaanNya.

Jasad yang terdiri dari panca indra khususnya mata adalah alat untuk dapat mentadaburi kalamNya serta mentafakuri alamNya. Inilah makna dari membaca, yaitu tadabur kalamNya yang berupa Al-Qur’an dan Al-Hadits serta tafakur alamNya di semesta raya. Proses membaca ini akan melahirkan ilmu pengetahuan yang nantinya akan menguatkan keberadaanNya.

Membaca dalam konteks yang lebih sempit adalah memaknai setiap kata dan kalimat yang tersusun, baik berupa kalimat pendek, artikel, makalah, buku serta kitab suci. Sebagai umat Islam tentu saja perintah membaca haruslah diawali dengan membaca Al-Qur’an yang merupakan kalam (firman) Allah yang mulia. Stimulus membaca Al-Qur’an tercermin dalam sabda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam bahwa setiap huruf yang dibaca akan mendapatkan pahala 10 kali, sehingga satu kata dalam ayat Alif Laam Miim itu akan mendapatkan 30 pahala. Demikian pula perintah membaca Al-Qur’an akan memberikan manfaat bagi para pembacanya di mana Al-Qur’an akan mendatanginya pada hari kiamat sebagai pemberi syafaat (penolong)nya.

Analogi dari hal ini adalah bahwa proses membaca lainnya semisal hadits, ilmu dan pengetahuan lainnya juga akan memberikan manfaat yang besar bagi pembacanya.

Selanjutnya setelah Al-Qur’an adalah hadits Nabawi, yaitu seluruh ucapan, tindakan, dan taqrir Nabi Muhamamd Shalallahu Alaihi Wassalam yang terbukukan dalam hadits-hadits beliau adalah bahan bacaan yang harus dibaca dan ditelaah oleh umat Islam. Studi mengenai hadits yang begitu intens tentu saja dilakukan dengan membaca setiap sanad, rawi, tabaqat hingga matan dari hadits tersebut. Proses bacaan para ulama ini melahirkan berbagai maha karya yang menjadi bahan bacaan bagi umat Islam lainnya. Sehingga hadits Nabi Nabi Muhamamd Shalallahu Alaihi Wassalam adalah bacaan selanjutnya setelah Al-Qur’an.

Al-Qur’an dan hadits yang menjadi bacaan utama umat Islam kemudian dijelaskan oleh para ulama dalam buku-buku mereka, sehingga umat Islam harus membacanya. Inilah kemudian yang melahirkan ilmu pengetahuan, membaca buku-buku para ulama yang berisi berbagai macam ilmu pengetahuan menjadi warisan bagia umat Islam untuk dibaca. Sehingga jika ada umat yang masih enggan membaca atau tidak tahu apa yang akan dibaca maka sejatinya para ulama terdahulu telah mewariskan jutaan buku yang menjadi obyek bacaan umat Islam.

Merujuk pada fakta ini maka dapat disimpulkan bahwa membaca bagi umat Islam adalah sebuah keniscyaan, bahkan ia menjadi amal sholeh yang mendatangkan pahala yang besar. Membaca juga menjadi sarana dalam mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya pengetahuan terkait dengan masalah keyakinan atau aqidah yang akan membuktikan keberadaan Allah Ta’ala, keesaanNya serta mengetahui nama-nama dan sifat-sifatNya yang mulai. Selanjutnya membaca dalam konteks yang lebih luas untuk pengembangan ilmu pengetahuan, sehingga manusia akan mendapatkan kesejahteraan di dunia dan juga di akhirat sana.

Membaca dalam bingkai Agama bermakna membaca yang akan menguatkan keyakinan aqidahnya, menambah keshahihan dalam ibadahnya, serta kemanfaatan dalam muamalahnya. Oleh karena itu... Ayo membaca.