Rabu, 28 Oktober 2020

My Opinion: My Flag – Merah Putih VS Radikalisme

(Realitas Kontras Komunitas Tertindas)

Oleh: Abdi Misno


 Sebuah film adalah hasil rasa, cipta dan karya, terkadang ia adalah gambaran dari realitas yang ada di masyarakat. Tentu saja sesuai dengan sudut pandang dari pembuatnya, apakah ia akan membuatnya seobyektif mungkin atau menambahnya dengan pesan-pesan yang diinginkannya.

Film dengan judul “My Flag – Merah Putih VS Radikalisme” adalah sebuah karya yang tercipta karena pembuatnya melihat realitas yang ada di masyarakat. Lepas dari prasangka dari mereka yang berniat memunculkan perseteruan yang semakin tajam di antara umat Islam maka film ini menurut saya memang mencerminkan keadaan umat Islam saat ini. Walaupun dalam sebuah film tentu saja harus dikasih “bumbu” lebih pedas agar lebih terasa konflik dan membuat penonton terkessan dengannya.

Sebelum menyaksikan film ini dengan hanya berbekal kepada bacaan di beberapa media sosial saya berfikir bahwa ini adalah ulah dari orang-orang yang benci dengan Islam dan ingin mengadu domba di antara mereka. Memanfaatkan “api dalam sekam” yang ada pada internal umat Islam adalah sejata paling ampuh untuk memantik api permusuhan itu tersulut dan membakar amarah umat.

Saya akhirnya penasaran dan membuka langsung kilasan dari film ini dari NU Channel pada 28 Oktober 2020. Jumlah penonton telah mencapai 615 ribu dan telah tanyang sejak 4 hari lalu. Jumlah ini bisa jadi akan bertambah karena kontroversi dari isinya, apalagi dengan blow upa dari media akan semakin ramailah film pendek ini.

Film didominasi oleh sekumpulan pemuda dan pemudi dengan atribut khas muslim Indonesia, memakai baju koko, peci hitam dan sarung. Sementara perempuannya memakai jubah dan jilbab biasa. Fokus perhatian pada kecintaan mereka kepada bendera, dari mulai membeli ke pasar, membagi-bagikan ke pengguna jalan dan menempatkan di beberapa tempat.

“Cinta tanah air sebagian dari iman” itulah pesan utamanya, dengan mencintai bendera murah putih maka itu adalah bukti kecintaan tersebut. Maka kata-kata yang kemudian muncul ketika kelompok pemuda dan pemudi ini bertemu dengan kelompok pemuda dan pemudi lainnya dengan tampilan celana cingkrang, pemudinya memakai cadar dan membawa bendera dua warna; merah dan putih.

Inilah fokus dari tulisan ini dan menjadi kontroversi di masyarakat, “Tidak boleh ada bendera lain selain merah putih” itulah ucapan seorang pemudi yang membawa merah putih ketika berhadapan dengan pemudi lain yang menggunakan jilbab panjang dan cadar. Adegan dilanjutkan dengan perkelahian antara mereka, oleh sutradara sepertinya dijadikan pesan yang sangat mendalam. Khususnya ketika dengan gerakan lambat seorang pemudi yang tadi berteriak membuka secara paksa cadar dari pemudi lawannya. Adegan ini terjadi dua kali, hingga sangat jelas pesan yang ada di dalamnya. Bahwa memakai cadar dan celana cingkrang adalah simbol dari radikalisme dan tidak cinta dengan tanah air dan bendera merah putih.

Apabila kita memperhatikan adegan dalam film ini, khususnya ketika dua kelompok pemuda tersebut berkelahi maka jelaslah bahwa inilah realitas umat Islam saat ini. Di mana kelompok “tradisional” dengan simbol peci hitam dan sarung berhadapan dengan kelompok celana cingkrang dan cadar bagi wanitanya. Sebuah adegan yang menggambarkan realitas dari masyarakat saat ini, di mana kelompok “tradisional” sangat khawatir dengan kehadiran kelompok “baru” yang membawa simbol dan “ideologi” yang menurut mereka berbeda. Realitas ini sudah terbaca oleh para pemerhati umat Islam khususnya di Indonesia dan beberapa negara Islam lainnya, di mana ada “api dalam sekam” di antara umat Islam.

Namun, tentu saja film ini dalam perspektif lain memberikan stigma yang tidak bagus tentang Islam apalagi bagi generasi muda yang masih harus banyak belajar tentang Islam. Perlunya tabayun (check and recheck) terhadap mereka yang menggunakan simbol-simbol yang berbeda dengan kita adalah sebuah keniscyaan. Apalagi jika hanya terkait dengan fiqh semisal celana cingkrang dan cadar. Jika berkaitan dengan “ideologi” pun itu perlu di-check kembali, karena sejatinya umat Islam di Indonesia sangat cinta dengan NKRI. Ketakutan munculnya gerakan radikalisme hanyalah ilusi dari orang-orang yang ingin mengadu domba Islam. Celana cingkrang dan cadar bukanlah simbol dari anti NKRI, bukan pula simbol dari tidak cinta dengan Bendera Merah Putih. Itu adalah manifestasi agama dan kepercayaan anak negeri, tidak mengurangi cinta pada NKRI.

Maka, hendaklah bagi kita semua terus mempelajari Islam ini, jangan mudah terprovokasi dan berikanlah pencerahan secara elegan kepada generasi muda kita. Perbedaan yang terjadi jangan diperuncing dengan kepentingan duniawi, berikan qudwah (contoh) yang terbaik bagi generasi muda kita. Jangan mudah menuduh saudara kita yang sedikit berbeda dengan cap radikalisme atau ekstrimisme, karena sejatinya itu menunjukan kurangnya ilmu pada diri kita.

Kepada teman-teman yang menggunakan simbol-simbol yang belum terbiasa ada di masyarakat khususnya celana cingkrang, cadar, bendera hitam dan putih dan yang lainnya maka teruslah belajar tentang agama ini. Islam bukan hanya berhenti pada simbol-simbol tersebut, banyak hal yang harus kita pelajari kembali. Bersyukurlah hidayah atas sunnah itu sudah anda dapatkan, berikutnya adalah berikan pencerahan kepada masyarakat tentang sunnah Nabi yang suci ini tentu saja dengan cara elegan. Jangan udah menyalahkan apalagi kita belum memiliki ilmu tentangnya, teruslah belajar karena di sanalah puncak dari kepahaman. Iman, amal dan akhlak adalah tiga hal yang tidak bisa dipisahkan. Jika anda ingin mengamalkan sunnah Nabi maka amalkanlah keseluruhannya, termasuk cinta beliau dengan sesama umat Islam, menghormati agama lain dan cinta dengan negeri sendiri.

Kepada pemuda dan pemudi Islam harapan bangsa, teruslah belajar... jangan mudah terprovokasi dengan film seperti ini. Jangan pula mudah diadu domba oleh skenario untuk menghancurkan Islam dan Indonesia. Kita semua adalah saudara, sesama muslim dan satu tanah air. Teruslah belajar, dengan itu kita akan tahu arti dari toleransi, arti dari Islam yang murni dan tidak mudah terprovokasi.

 

Pagi cerah di Kota Hujan, Bogor.

28 Oktober 2020.

 

1 komentar:

  1. Bagus sekali paparan yg sungguh moderat. Ada sedikit koreksi: Iman amal dan akhlak seharusnya aqidah, syariah dan akhlak. G salah se. Tapi akan lebihnpas sj. Cz aqidah dan iman itu mirip tapi g sama,begitu juga amal dan syariah. Punten

    BalasHapus

Please Uktub Your Ro'yi Here...