Kamis, 20 Februari 2020

Memahami Hijab dalam Konteks Keindonesiaan: Tanggapan terhadap No Hijab Day



Oleh: Abdurrahman Abu Aisyah

Perubahan adalah sebuah keniscayaan, ia terkait erat dengan waktu, tempat dan kebiasaan. Merujuk kepada teori yang dikemukakan oleh Ibnu Al-Qayyim Al Jauziyah dalam kitabnya I’laam al-Muwaqi’in yaitu “Tagghayur al-fatwa bi taghayur al-azminah wal-amkinah wa niyyah wal ‘awa’id (perubahan fatwa terjadi karena perubahan waktu, tempat, niat dan adat kebiasaan), maka perubahan satu hukum juga akan terkait dengan keempat faktor tersebut.
Sebagai contoh, warna jilbab bagi perempuan di wilayah Saudi Arabia dan beberapa wilayah timur tengah lainnya adalah hitam. Karena hitam merupakan pakaian khas perempuan di sana, sebaliknya laki-laki di sana menggunakan warna putih. Sehingga kemudian seorang perempuan tidak disukai memakai pakaian berwarna putih, termasuk jilbab mereka. Sementara di wilayah lainnya warna hijab menjadi berbeda, di Indonesia misalnya hijab yang digunakan banyak menggunakan warna putih.
Memahami teori mengenai perubahan khususnya berkaitan dengan hukum Islam menjadi sangat penting, apalagi dalam konteks keindonesiaan. Di mana Islam yang ada di Indonesia jelas adakan berbeda dengan Islam yang ada di Saudia Arabia, Mesir, India, China, Eropa dan wilayah lainnya. Tentu saja perbedaan ini bukan dalam hal-hal yang bersifat prinsip seperti masalah akidah atau muamalah. Demikian juga bukan pada hal-hal yang bersifat qath’i(sudah jelas dasar hukumnya), yaitu yang sudah jelas hukumnya dalam Islam dan tidak ada perbedaan pendapat tentangnya.
Kembali kepada perubahan yang menjadi sebuah keniscayaan, maka ketika Islam masuk ke Indonesia terjadilah dialog antara Islam dengan seluruh dimensinya dengan budaya Indonesia yang telah ada sebelumnya. Dialog ini menghasilkan berbagai kebudayaan khas yang merupakan karakter dari Islam yang ada di Indonesia.
Ketika Islam datang ke Indonesia, para wanita memakai busana yang sangat terbuka. Mereka hanya memakai kemben(satu helai kain yang dililitkan di badan), bahkan sebagian hanya menutup aurat vitalnya saja. Perlahan, bersama dengan hadirnya Islam dengan kebudayaan yang memberikan pengharagaan terhadap wanita maka mereka (kaum wanita) mulai menutup auratnya. Maka salah satu revolusi terbesar Islam adalah penggunaan pakaian yang menutup aurat oleh para wanita di Indonesia. Seiring dengan perkembangan zaman maka menutup aurat dengan berbagai variasinya menjadi bagian tidak terpisahkan dari wanita muslimah di Indonesia.
Fenomena penggunaan hijab oleh para muslimah di Indonesia menjadi satu era baru menutup aurat yang sesuai dengan syariah Islam. Saya menyebut fenomena karena memang sangat luar biasa gelombang perubahan ini. Bahkan kita saksikan seorang pembalap motor muslimah menggunakan hijab, polisi memakai hijab, hingga berbagai iklan yang sejak dahulu tidak terpikirkan dengan model pakai hijab pun telah ada. Iklan shampo yang sepertinya tidak mungkin menggunakan model berhijab kini telah muncul dan menjadi bagian dari perubahan di tengah masyarakat.
Maka perubahan di masyarakat semisal penggunaan hijab oleh para muslimah menjadi sebuah hal yang tidak mungkin dibendung. Ia adalah satu keniscayaan yang muncul dari kesadaran beragama serta gencarnya kampaye hijab di berbagai media sosial. Ia juga menjadi satu pilihan para muslimah karena melihat pakaian wanita lain yang semakin terbuka.
Maka, ketika ada satu kampanye yaitu “No Hijab Day: Hari Tanpa Hijab” menjadi satu hal yang sangat naif. Kenapa? Karena perubahan itu telah terjadi, pilihan para muslimah di Indonesia untuk berhijab adalah salah satu perubahan yang tidak bisa dibendung. Banyak analisis yang bisa dilakukan untuk menyikapi kasus ini, perubahan hukum yang ada di masyarakat adalah salah satunya.
Sejatinya kampaye ini hanya sekadar mencari muka atau kesempatan dengan pola yang berbeda, istilahnya mau tampil beda. Sama dengan pemikiran-pemikiran nyeleneh yang ada semisal liberalisme. Tentu saja aktor di belakangnya adalah mereka yang tidak suka dengan Islam dari kalangan Islamopobhia. Mereka mencari kesempatan dengan memanfaatkan keadaan agar umat Islam ragu dengan agamanya, strategi ini sudah dilakukan sejak dahulu oleh dedengkot mereka yaitu Orientalisme dan mereka yang membenci Islam.
Argumentasi mereka dengan kampanye kembali ke budaya Nusantara, akan sangat mudah dibantah. Studi mengenai budaya telah menghasilkan satu teori bahwa kebudayaan akan terus berubah. Jika dulu para wanita di Indonesia hanya memakai kemben, itu karena masa itu memang budaya yang berkembang seperti itu dan mereka memiliki keyakinan yang masih animisme dan dinamisme. Dengan masuknya Islam sebagai agama mereka, maka memakai hijab adalah sebuah kewajiban karena sudah jelas nash-nya di dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan ijma’. Para wanita di Indonesia berubah seiring perubahan keyakinan mereka.
Mereka juga mengkampanyekan bahwa hijab itu tidak wajib bagi para wanita, maka jawabnya sangat mudah. Bahwa kewajiban menutup aurat itu sudah sangat jelas, demikian pula menggunakan jilbab atau hijab. Perbedaan ulama hanya dalam masalah tata cara berhijab saja. Kalaupun ada tokoh-tokoh yang menyatakan bahwa hijab itu tidak wajib, maka dapat dipastikan bahwa dia adalah tokoh yang tidak paham tentang Islam. Biasanya tokoh seperti ini hanya ingin mencari sensasi, ia juga merupakan hasil didikan dari para orientalisme dan para pengikutnya.
Demikian juga bila ada yang menyatakan bahwa sebagian istri dari tokoh agama Islam pada masa lalu tidak memakai hijab. Maka dijawab bahwa masa itu memang berbeda dengan masa sekarang, masa itu setiap wanita berpakaian rapi dan tidak memamerkan auratnya. Sementara saat ini, sudah terlalu banyak wanita yang memakai pakaian dengan sangat terbuka. Sehingga hukum kesimbangan pun terjadi, ketika banyak wanita yang memakai pakaian yang semakin terbuka, maka juga akan ada para wanita yang berpakaian semakin tertutup.
Memahami hijab dalam konteks keindonesiaan adalah memakani perubahan yang terjadi di masyarakat khususnya penggunaan hijab oleh para wanita. Kesadaran yang sangat baik ini haruslah terus dijaga, karena ia adalah salah satu dari unsur budaya yang menjadikan suatu sistem budaya semakin berkembang. Apakah dengan kampanye pakaian masa lalu yang terbuka akan menjadikan ssistem budaya ini berkembang? Tentu saja jawabannya tidak. Bahwa perubahan ke arah yang lebih baik merupakan hukum alam (sunatullah), sehingga hijab yang digunakan oleh wanita-wanita di Indonesia khususnya adalah sebuah perubahan yang lebih baik. Ia akan menjadikan budaya yang ada di Indonesia akan semakin kaya, bukankah budaya itu berkembang seiring perubahan masyarakatnya? Maka penggunaan hijab di Indonesia adalah fenomena yang menjadi Indonesia akan semakin kaya dengan sistem budayanya.
Sehingga kampanye “Hari Tanpa Hijab” menjadi tidak bermakna, tidak bermutu dan sama sekali bukan cara untuk menjaga dan melindungi budaya Indonesia. Ia muncul dari orang-orang yang tidak suka dengan Islam, tidak suka Islam tumbuh subur di Indoensia. Kampanye ini hanya satu dari strategi mereka untuk menyerng Islam, ketika strategi ini tidak berhasil maka mereka akan menggunakan strategi lainnya untuk terus meneyrang Islam. Maka wajib bagi umat Islam terus mempelajari agamanya, mengamalkannya dan mendakwahkan ke sleuruh penjuru dunia dengan semua media yang ada. Semoga Allah Ta’ala melindungi umat Islam ini sehingga akan sentiasa dalam lindungan dan keberkahanNya. Wallahu a’lam. ambp03022020.



Kepung Anak dengan Buku



Oleh: Abdurrahman Misno BP

Memiliki anak yang suka membaca adalah dambaan banyak orang tua, apalagi jika orang tua memiliki harapan yang besar untuk anaknya tersebut. Namun seringkali harapan untuk memilikinya pupus di jalan, “Jangankan untuk membaca buku, dibelikan buku aja tidak pernah disentuh” keluh seorang ibu yang kerepotan dengan anaknya yang lebih memilih gadget sebagai alat permainannya.
Perlu cara tersendiri dalam membiasakan anak untuk membaca, menyuruhnya untuk membaca tentu bukan alasan yang bijak. Karena bisa jadi ketika disuruh membaca ia akan melaksanakannya, tetapi itu adalah karena terpaksa. Efek negatifnya ketika dia lepas dari paksaan tersebut maka akan merasa bebas dan akhirnya meninggalkan buku bacaannya. Hal yang lebih parah adalah ia justru benci dengan aktifitas membaca, tentu hal ini sangat tidak diharapkan oleh orang tua.
Banyak teori yang mengajarkan bagaimana kita mengajarkan anak untuk suka membaca, semuanya bagus jika dilaksanakan dengan disiplin. Misalnya ketika kita menyuruh anak membaca jangan sampai justru kita malah menonton TV, atau kita suruh anak membaca buku tapi kita sendiri sibuk dengan gadget kita. Demikian pula mengajak anak ke toko buku atau ke pameran buku, ini juga strategi yang bagus karena akan menstimulus anak untuk cinta buku dan suka membaca. Masih banyak lagi cara mengajarkan anak agar suka membaca yang bisa kita dapatkan dari berbagai media.
Pengalaman saya sendiri bisa dipraktikan jika anda ingin anak anda suka membaca bahkan hobby membaca. Saya menyebutnya dengan istilah “Kepung Anak Dengan Buku”, yaitu dengan menyediakan buku di mana saja anak itu berada. Alhamdulillah, saya dikarunia seorang anak perempuan bernama Aisyah As-Salafiyah yang saat ini sudah menginjak dewasa. Sebagai orang tua saya sangat berharap anak saya suka dan hobby membaca, karena kebetulan saya juga suka membaca.
Langkah pertama adalah dengan menunjukan kepadanya huruf-huruf yang saya tulis di atas kardus. Waktu itu usianya sekitar 18 bulan, saya tunjukan huruf-huruf dengan ukruan besar dan warna mencolok. Tentunya bukan mengajarkan membaca, tapi saya ajak bermain ciluk ba dengan kardus tersebut. Saya perhatikan anak saya sangat senang sekali dengan permainan ini, dan diam-diam dia memperhatikan tulisan besar yang ada di kardus tersebut. Setiap satu kardus menutupi muka saya, dan dibuka maka saya ucapkan “Ba” dan bunyi pada kardus tersebut. “Ummi”.... “Abi”... kata-kata itu dia ulang-ulang hingga hafal beberapa kardus bertulis yang saya siapkan.
Menginjak usia ke 3 tahun saya belikan berbagai buku dengan gambar-gambar mencolok yang memang dikhususkan untuk anak usia dini. Demikian pula ketika menjelang usia 6 tahun, dia mulai bisa mengenal beberapa huruf yang tersusun dalam kata sederhana “mimi, susu, bobo, dada, mata” adalah kata-kata yang sudah dikenalnya. Tradisi membacakan buku dan kisah sederhana juga dilakukan oleh istri saya menjelang tidur dan dalam beberapa kesempatan. Pembelajaran di Taman Kanak-kanak membantu juga untuk mengenalkan anak akan dunia buku dan bacaan.
Belum menginjak usia 5 tahun anak saya sudah bisa membaca, setiap pergi ke berbagai kota saya selalu sempatkan membeli buku untuk anak saya. Sehingga koleksi buku kami cukup banyak dan bertebaran dari mulai, tempat tidur, ruang keluarga, ruang tamu bahkan beberapa buku dibawa ke toilet. Pokoknya kami mengepung anak saya dengan buku, dari mulai bangun tidur di tempat tidurnya ada buku, mau ke kamar mandi ada buku juga, makan di ruang makan ada buku juga, demikian pula di ruang tamu. Perpusatakaan keluarga saya siapkan juga untuk koleksi buku-buku saya yang cukup berat khususnya buku tentang perkuliahan dan pemikiran.
Ketika anak saya memasuki bangku sekolah di madrasah ibtidaiyyah (setingkat sekolah dasar) kebiasaan membacanya sudah terlatih. Sehingga setiap saya pulang dari Jakarta selalu saya belikan beberapa buku dan majalah khusus anak-anak. Biasanya saya belikan antara 5-10 majalah dengan edisi yang berbeda, selain majalah Aku Anak Sholeh yang sudah berlangganan. Amazing, setiap saya berikan buku dan majalah-majalah itu maka bisa satu hingga dua hari dia tidak keluar kamar. Ia akan asyik dengan buku-bukunya hingga selesai semuanya.
Hobby membacanya juga akhirnya melahap beberapa koleksi buku saya yang dibilang berat, buku teori-teori pemikiran dan konspirasi dunia dengan ketebalan lebih dari 700 halaman dibaca habis, bahkan sampai beberapa kali. Demikian pula novel terjemahan dari luar negeri pun dibacanya. Dia benar-benar menikmati buku dan bacaan yang saya berikan.
Alhamdulillah, efek positif dari membacanya sejak kecil kelihatan dalam prestasi akademiknya di sekolah. Menjadi bintang kelas dan terdepan dalam pengetahuan adalah hal yang cukup membanggakan. Bahkan ia seperti orang dewasa yang telah memahami berbagai psikologi perkembangan. Kebetulan di akhir usia SD ia tertarik dengan buku-buku psikologi.
Maka, kepung anak dengan buku adalah metode yangs aya lakukan agar anak minat membaca. Jangan paksa anak untuk membaca, namun tumbuhkan minta bacanya. Karena dengan minat baca ini, setiap anak akan menjadi pembaca sejati, pembelajar sejati sepanjang hayatnya. ambp. Tomang 10022020.





THE LIVING MAQASHID



Sebuah Cukilah Buku “The Living Maqashid: Memahami Maqashid Syariah Berbasis Budaya Nusantara”
Oleh: Dr. Abdurrahman Misno BP, MEI


Maqashid Syariah sebagai maksud dan tujuan diturunkannya syariah menjadi obyek studi menarik. Sebagai hasil dari olah pikir Islami, ia adalah hasil dari pemikiran mendalam seorang cendekiawan dalam bingkai Islamic Worldview. Maka karakter dari seorang cendekiawan dalam makna background pendidikan, madzhab, dan lingkungan akan sangat mempengaruhi pemikiran maqashid yang dihasilkannya.
Konteks yang lebih ekstrim menunjukan bahwa pemikiran maqashid memunculkan sebuah aksioma yang tidak bisa diterima oleh semua orang. Bahkan dalam beberapa hal bertentangan dengan pemikiran cendekiawan lainnya. Standarisasi dan tolok ukuran pemikiran dalam bingkai islamic worldview sejatinya sudah dirumuskan bahkan menjadi ijma’ ulama. Namun dalam praktiknya, tetap saja muncul berbagai variasi pemikiran yang banyak dipengaruhi oleh kondisi politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Ranah Ushul Fiqh memunculkan heejaz school dan Kuufah School yang merupakan variasi pemikiran yang banyak dipengaruhi oleh keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya. Efeknya adalah pola-pola fiqh yang khas dengan sentuhan budaya lokal yang kental dengan tetap memegang Islamic values yang original. Bagaimana dengan pemikiran maqashid syariah? Apakah ia juga dipengaruhi oleh politik, ekonomi, sosial dan budaya. Imam Al-Juwaini sebagai salah satu tokoh terkemuka memunculkan teori maqashid yang khas dengan madzhabnya. Demikian pula Imam Al-Ghazali dan muridnya Imam Asy-Syathibi pun akan berbeda dengan teori maqashid yang dikeluarkan oleh Imam Ibnu Taimiyah dan Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah. Belum lagi pemikiran maqashid kontemporer yang lebih mengeksplorasi kondisi kontemporer dengan bahasa yang lebih membumi.
Jika demikian adanya, maka maqashid syariah adalah sebuah pemikiran base from Islamic Values dengan ketajaman analisis seorang cendekiawan muslim yang dipengaruhi oleh keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya. Hipotesa yang bisa dimunculkan adalah bahwa maqashid akan dinamis seiring dengan perkembangan dan perubahan tempat, wilayah dan zaman. Saya menyebutnya dengan :The Living Maqashid; maqashid syariah yang hidup di tengah masyarakat walaupun budaya mereka berbeda dengan budaya tempat asal Islam diturunkan. 
Nusantara sebagai wilayah yang memiliki budaya beragam yang syarat dengan nilai-nilai kepercayaan lokal tentu memiliki pemikiran unik yang khas dan berbeda dengan wilayah lainnya. Bagaimana Maqashid Syariah yang merupakan basic nilai dalam Islam itu kemudian berjumpa dengan budaya dan kepercayaan di Nusantara? Maka jawabannya tidak ada yang perlu dikhawatirkan, karena sejak abad ke-VII masehi ketika Islam masuk ke wilayah ini semuanya baik-baik saja. Pun demikian nilai-nilai dasar Islam yang menjadi dasar bagi maqashid syariah berjalan seiring dengan perkembangan masyarakat muslim di wilayah ini.
Bagaimana dengan pemikiran dari Maqashid Syariah? Sebagai ilmu yang memiliki level cukup tinggi karena mendasarkan pada analisa tajam logika dan kedalaman iman maka pembahasan ini belum banyak disentuh oleh cendekiawan di Indonesia. Bahkan ketika ditawarkan “Maqashid Syariah Berbasis Budaya Nusantara” maka yang muncul adalah penolakan karena muncul istilah Nusantara yang terkesan mempersempit cakupan dari Maqashid dan juga Islam.
Kembali ke pembahasan awal, bahwa maqashid syariah adalah hasil pemikiran yang didasari oleh nilai-nilai dasar Islam dengan menggunakan ketajaman analisis logika  yang dipengaruhi oleh keadaan politik, ekonomi, sosial dan budaya. Maka, maqashid itu hidup, dinamis, bergerak sesuai dengan waktu dan tempat di mana seorang cendekiawan itu berada. Dalam ranah dasar, sejatinya tidak banyak perbedaan misalnya asas dari maqashid adalah mashlahah tapi kemudian standar ukuran mashlahah antara dahulu dengan sekarang, antara di hijaz dengan di kufah, antara di Madinah dengan di Jakarta tentu akan sangat berbeda.
Sehingga The Living Maqashid adalah Maqashid Syariah yang dinamis seiring perubahan waktu dan tempat dalam sebuah masyarakat yang juga terus bergerak. Key Word-nya adalah pergerakan di masyarakat yang bermakna ia hidup dan terus mengalami dinamisasi.
Sebuah kajian sangat menarik untuk melihat dinamisasi dan Maqashid yang hidup di tengah masyarakat khususnya yang ada di Nusantara ini. ingin tahu jawabannya? Tunggu terbitnya buku karya Dr. Abdurrahman Misno BP, MEI dengan judul “The Living Maqashid: Memahami Maqashid Syariah Berbasis Budaya Nusantara”. Info: 085885753838.

Mari Bicara Tentang Rasa...



Oleh: Abu Aisyah As-Salafiyah

Anugerah yang tak terkira bagi umat manusia dari yang Maha Kuasa adalah rasa. Sesuatu yang tak nampak tetapi memiliki pengaruh yang sangat kuat bagi kehidupan, ia bisa membuat tertawa namun tidak jarang  air mata mengalir dengan derasnya.
Rasa suka cita hadir membawa rasa bahagia, ia ada bersamaan dengan sejuta cerita yang membuat jiwa dan raga merasa nyaman dengannya. Rasa duka nestapa datang membawa gundah gulana, ia ada bersama berjuta cerita yang membuat jiwa dan raga ini tersiksa.
Sayangnya, rasa suka cita dan duka nestapa seringkali hanya dilihat dari logika belaka, maka hasilnya adalah rasa yang tidak sebenarnya. Ketika kita suka dengan seseorang maka berbunga-bunga rasanya hingga suka cita menghampiri jiwa dan raga kita. Namun tahukah anda, bahwa rasa suka itu harus pula dilihat dari perspektif Dzat Yang Maha Kuasa? Bisa jadi rasa suka itu memang membawa gembira tiada terkira tapi bisa jadi ujungnya adalah neraka di sana. Demikian pula ketika kita tidak suka dengan seseorang, maka kebencian, kebosanan, dan berjuta alasan menjadikan kita tak nak berjumpa dan berkomunikasi dengannya. Padahal bila kita lawan rasa tidak suka ini, mengikhlaskan semuanya kerana Sang Maha Pencipta niscaya surga menanti di sana.
Mari berbicara tentang rasa... Rasa yang selalu menghampiri setiap detik hidup kita rasa yang selalu ada bersama raga kita berada. Rasa suka cita dan duka nestapa, yang mengalir bersama darah ke seluruh tubuh. Menyerap ke seluruh sendi dan tulang bahkan ke dalam tulang sum-sum kita. Rasa yang muncul dari mata, naik ke otak turun ke hati dan menyebar ke seluruh panca indra.
Maka berbicara tetang rasa berarti bicara tentang mata, otak, hati dan panca indra. Bagaimana anggota pancaindra ini kita kelola agar sentiasa selaras dengan aturanNya.
Rasa suka cita akan muncul ketika berbagai hal yang menyenangkan mata, otak dan hati. Jika ia tumpangi oleh hawa maka berahti-hatilah kita semestinya, karena bisa jadi ianya adalah sesuatu yang sangat berbahaya tikda hanya bagi dunia namun juga akhirat kita. Suka cita yang muncul kerana selaras dengan aturanNya, menjalankan perintahNya, menjauhi laranganNya dan sentiasa berada dalam naungan kehendakNya adalah suka cita sebenarnya.
Duka nesatapa kerana kurangnya dunia, kebahagiaan yang tak ada hingga hawa yang tertahan kerananya adalah bahagia hakikatnya.  Kerana semua itu adalah cobaan yang apabila kita mampu mengatasinya maka kebahagiaan selamanya tentu kita akan raih di alam sana.
Mari berbicara tentang rasa... mari lihat kembali kenapa rasa suka cita itu ada, kenapa duka nestapa menghinggapi jiwa? Semuanya adalah dari kuasaNya maka serahkan semua padaNya. Berdoa dan terus berusaha... beramal... bersabar dan terus memperbaiki diri. Itulah satu jalan hakik meraih ridha Ilahi. Gunung Menyan, 14022020

Nanti Kita Akan Melihat Cerita Kita Tentang Hari Ini



Oleh: Abu Aisyah As-Salafiyah

Kehidupan di dunia penuh dengan cobaan, tidak hanya dalam bentuk kesusahan namun juga rasa kesenangan. Sebagai sebuah fase dari kehidupan manusia, maka kehidupan dunia hanya satu dari sekian fase yang akan dilalui oleh manusia. Fase pertama di alam arwah, dilanjutkan dengan alam rahim, dan saat ini kita berada di alam dunia yang seolah-olah menjadi kehidupan yang nyata.
Nanti kita akan melihat cerita kita tentang hari ini, ya... alam dunia yang penuh dengan cerita ini adalah satu fase yang seluruh geraknya telah direkam oleh Sang Pemilik Alam. Pada fase-fase berikutnya yaitu di akhirat sana kita akan melihat cerita kita tentang hari ini dan selama di dunia. Setelah manusia meninggal dunia, maka ia akan masuk alam barzakh, kemudian ketika kiamat tiba ia dibangkitkan dan memasuki padang mahsyar, di sinilah kita akan melihat cerita kita selama di dunia.
Kita akan melihat cerita kita tentang hari ini,saat kita di dunia ini, semua gerak langkah kita akan terekam secara detail dan tak ada satupun yang terlewat. Allahu Akbar... ya... sangat detail dan tak ada yang terlewat. Semua cerita kita tentang hari ini di dunia akan terlihat di depan mata kita. Tak ada yang bisa disembunyikan, bahkan mulut kita terkunci, yang berbicara adalah anggota tubuh kita.
Nanti kita akan melihat cerita kita tentang hari ini, seluruh cerita kita selama di dunia akan kita lihat. Ketika kita berduka, padahal sejatinya itu adalah karunia dariNya. Demikian pula ketika kita bersuka cita, padahal sejatinya nestapa yang ada. Semua itu karena kacamata yang digunakan dalam melihat cerita kita tentang hari ini dan selama di dunia adalah hanya kacamata manusia.
Seharusnya setiap cerita dalam hidup kita seharusnya dilihat dengan kacamata agama, sebuah cobaan berupa duka nestapa bisa jadi itu adalah anugerah dariNya. Orang tua yang anaknya masih kecil kemudian meninggal dunia, hakikatnya adalah anugerah karena anak itu akan membawanya ke surga. Rasa suka cita yang seringkali kita anggap sebagai suatu hal yang menyenangkan bisa jadi itu adalah musibah karena ternyata sukacita kita kerana dosa dan maksiat yang ketika perbuat. Astaghfirullah... berapa banyak kita tertawa dan merasa bergembira, padahal itu semua adalah dosa dan kesalahan adanya.
Nanti kita akan melihat cerita kita tentang hari ini, Ya... kita akan melihat semuanya. Maka marilah kita terus perbaiki diri kita, jangan pernah berhenti, karena ketika berhenti bermuhasabah di sanalah pintu syaithan terbuka dan membuka sifat kesombongan yang luar biasa. Sebelum kita melihat cerita kita tentang hari ini di dunia, maka teruslah perbaiki cerita ini agar ia indah untuk disaksikan dan para pemainnya bergembira dengan akhir dari ceritanya yaitu di surga bersama orang-orang tercinta. Wallahualam. Permata Kuningan 120220202.