Rabu, 21 Oktober 2015

Sistem Kepercayaan Komunitas Marunda Pulo

   Dr. Misno, MEI   


      
a. Agama dan kepercayaan
Mayoritas komunitas Marunda Pulo beragama Islam, hanya ada beberapa orang yang beragama Nasrani. Berdasarkan wawancara dengan Ketua RT 01 Bapak H. Thirmizi bahwa seluruh warganya seluruhnya beragama Islam. Hanya ada beberapa orang di wilayah RT 02 yang non muslim. Pola keislaman mereka umumnya beraliran tradisional dengan basis organisasi keagamaan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah.[1] Ini bisa dipahami karena secara umum masyarakat Betawi mengamalkan Islam dengan mazhab ini.  
Gambar 33.
Mushala di Marunda Pulo
Sumber gambar: Dokumen pribadi Penulis

Terdapat satu mushala yang bernama mushala Nurul Jannah yang berada di RT 001 RW 002, ia dijadikan tempat untuk shalat berjamaah bagi warga yang tinggal di sekitarnya. Pada sebelah kiri masjid terdapat Majelis Taklim Ibu-ibu yang dilaksanakan setiap hari selasa. Sebuah madrasah terdapat di seberang masjid yaitu TPQ A Saniyah, namun hingga saat ini tidak difungsikan, sementara satu buah TK berdiri di ujung kampung yang dikelola oleh warga secara swadaya. Kantor Markas Unit Ditpolair Marunda dibangun di ujung kampung sebelah barat.
Tabel 11.
Sarana keagamaan dan sosial di Marunda Pulo

RT
Mushola
MT
Sekolah
PKK
Posyandu
Kesehatan
1
Ada satu: Nurul Jannah
Ada satu: TPQ A Saniah
Tidak ada
Tidak ada
Ada satu
Tidak ada
2
Tidak ada
Tidak ada
Ada 2 TK dan PAUD
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sumber tabel: Obervasi di Marunda Pulo
a.       Ritual dan perayaan
Sebagai komunitas Islam tradisionalis, mereka melaksanakan berbagai perayaan Islam yang umumnya dilaksanakan oleh umat muslim di Indonesia. Beberapa ritual yang hingga saat ini masih dilaksanakan adalah perayaan Maulid Nabi Muhammad Saw, hari Raya Idhul Fitri, Hari Raya Idhul Adha, Peringatan Nuzul al-Quran dan yang lainnya. Pelaksanaan perayaan keagamaan dipusatkan di Masjid al-Alam II atau Masjid al-Aulia yang merupakan masjid tua bersejarah di wilayah ini. Letak masjid ini berada di wilayah Marunda Besar yang berada di bagian utara Marunda Pulo.
Gambar 34.
Masjid al-Aulia atau al-Alam II Marunda
Sumber gambar: Dokumen pribadi Penulis
Kegiatan keagamaan di Marunda Pulo dilakukan secara individu dan bersama-sama. Kegiatan yang dilakukan secara individu adalah membaca surat Yasin pada kamis malam Jumat oleh beberapa warga, sementara para perempuannya membaca surat Yasin di masjid dan di rumah masing-masing warga dengan cara bergiliran dari rumah ke rumah. Pembacaan surat Yasin bersama juga dilakukan di Masjid al-Alam II secara bersama-sama, pelaksanaannya setelah shalat maghrib hingga waktu shalat Isya tiba.
Perayaan Maulid Nabi dilakukan pada bulan mulud atau Rabi al-Awwal setiap tahun hijriyah. Pelaksanaannya tidak harus pada tanggal ke 12 Rabi al-Awwal namun bisa selain tanggal tersebut dengan syarat masih pada bulan tersebut. Pelaksanaannya dipusatkan di masjid al-Alam II dengan mengundang penceramah dari luar Marunda Pulo. Beberapa hari sebelum acara dilaksanakan pihak masjid memberikan kesempatan kepada masyarakat dan yang berkunjung ke sana untuk memberikan infaq shadaqahnya sebagai partisipasi dalam acara tersebut. Penulis melihat antusias warga dan penziarah untuk menyumbangkan hartanya pada acara ini cukup baik, beberapa penziarah yang datang dari Ciputat dan wilayah lainnya menyumbang dengan jumlah yang cukup besar.  
Selain ceramah oleh seorang ustadz dilakukan pembacaan kitab al-Barzanji oleh seorang yang dituakan yang didengarkan oleh hadirin yang datang. Pembacaaan kitab ini bertujuan mengenang kembali kisah kehidupan Nabi Muhammad Saw agar bisa diteladani oleh umatnya. Peringatan maulid Nabi diakhiri dengan makan bersama yang telah disediakan oleh pihak panitia. Sebagian jama’ah makan di tempat dan sebagiannya lagi dibawa pulang ke rumah untuk dinikmati bersama-sama dengan keluarga masing-masing.  
Perayaan Nisyfu Sya’ban dilaksanakan sebagai bentuk sambutan atas kedatangan bulan Ramadhan. Pelaksanaannya setiap tahun dilaksanakan di masjid al-Alam II dengan mengundang seluruh warga kampung. Pelaksanaannya biasanya dilakukan malam hari, setelah shalat ‘Isya. Komunitas Marunda Pulo yang hadir pada acara ini biasanya membawa air untuk didoakan. Selain itu mereka juga membawa makanan yang akan disantap bersama-sama di masjid. Acara diakhiri dengan pembacaan surat Yasin dan Tahlilan secara bersama-sama seluruh jamaah yang hadir.[2]
Bulan Ramadhan sebagai bulan suci umat Islam dirayakan oleh komunitas Marunda Pulo dengan antusias, mereka melaksanakan shalat tarawih di masjid al-Alam II Marunda Besar.
Gambar 35.
Pelaksanaan shalat Tarawih di Masjid al-Alam II Marunda
Sumber gambar: www.tempo.com

Perayaan Idhul Fitri, sebagaimana umat Islam lainnya, komunitas Marunda Pulo memperingati hari raya Idhul Fitri dengan penuh suka cita. Peringatan diawali dengan acara tahlilan pada malam harinya, yaitu dengan mengundang para tetangga untuk hadir ke rumahnya. Tujuan utamanya adalah menghadiahkan bacaan-bacaan al-Quran kepada orang-orang yang sudah meninggal dunia.
Hampir seluruh warga mengadakan acara ini sehingga selama malam takbiran di Marunda Pulo para lelakinya berkeliling dari rumah ke rumah untuk menghadiri undangan tersebut. Karena jumlahnya yang cukup banyak maka dalam satu kampung dibagi menjadi beberapa kelompok. Acara ditutup dengan hidangan makan-makan oleh tuan rumah, namun karena banyaknya rumah yang mengadakannya sehingga sering sekali makanan tersebut justru tidak dimakan oleh yang hadir.
Pelaksanaan shalat Idhul Fitri dilaksanakan di masjid al-Alam II dengan khatib tokoh agama setempat semisal H. Sambu dan H. Hasan. Karena jumlah jamaah shalat sangat banyak yang tidak hanya berasal dari kampung-kampung di sekitarnya namun juga dari berbagai penjuru Jakarta dan Jabodetabek maka pihak panitia menggelar karpet di lapangan halaman masjid dan pendopo. Suasana khidmat berlangsung selama khatib menyampaikan nasehat-nasehatnya sementara jamaah yang datang mendengarkannya dengan khusyu’.
Perayaan Idhul Fitri diakhir dengan bersalam-salaman dan saling meminta maaf, selanjutnya masing-masing pulang ke rumahnya untuk saling berkunjung ke rumah para tetangga. Rumah pertama yang dituju biasanya adalah orang yang dituakan dan sesepuh kampung. Kemeriahan semakin terasa dengan dihidangkannya beraneka ragam makanan dan minuman serta pembagian “angpao” dari para orang tua kepada anak-anak.
Perayaan Idhul Adha di Marunda Pulo berlangsung meriah, masjid al-Alam II sebagai masjid bersejarah menerima sumbangan hewan kurban dalam jumlah yang cukup banyak. Panitia yang ditunjuk bekerja keras menjaga hewan-hewan kurban tersebut dan menyiapkan segala sesuatunya. Malam Idhul Adha diisi dengan takbiran yang dilakukan oleh anak-anak dan remaja, sementara para orang tua menyaksikannya dari rumah dan sebagiannya berkumpul di masjid. Keesokan harinya pelaksanaan shalat Idhul Adha dipusatkan di masjid al-Alam II. Pada masa lalu ketika mereka berangkat dari rumah menuju ke masjid mereka membawa nasi beserta lauk-pauknya ke masjid untuk di makan bersama-sama setelah pelaksanaan shalat.[3]
Saat ini acara makan bersama sudah tidak ada lagi, dikarenakan beberapa sebab yaitu banyaknya jumlah jamaah yang hadir sehingga menyulitkan dalam pelaksanaannya. Namun diharapkan tradisi ini bisa dihidupkan kembali sebagai perekat kekeluargaan di antara mereka.
Perayaan Isra’ Mi’raj juga dilaksanakan oleh komunitas Marunda Pulo, hanya saja perayaannya disatukan dengan pengajian bulanan yang secara rutin di laksanakan di masjid al-Alam II tepatnya setiap akhir bulan.[4] Tidak ada perayaan khusus untuk momen ini, hanya pemberitahuan dari panitia yaitu takmir masjid bahwa pada pengajian bulanan ini bertepatan dengan kejadian Nabi Muhammad Saw yang melaksanakan Isra’ dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsha dan Mi’raj dari sana ke langit guna mendapatkan wahyu mengenai shalat lima waktu bagi umat Islam. Sebagaimana pengajian pada umumnya acara diakhir dengan menyantap makanan kecil yang disediakan panitia.
Perayaan tahun baru Islam tidak dilaksanakan secara khusus oleh komunitas Marunda Pulo. Mereka hanya mengundang anak-anak yatim pada tanggal 10 Muharam yang dikenal dengan hari raya anak yatim. Menurut H. Sambo, masjid al-Alam II mengelola kurang lebih 100 anak yatim yang tersebar di wilayah sekitar Marunda Pulo dan wilayah Tambun Bekasi.[5] Walaupun tidak dikhususkan untuk perayaan anak yatim namun jika ada perusahaan yang akan memberikan bantuan pada hari tersebut maka pihak masjid menerimanya untuk disalurkan kepada anak yatim yang mereka asuh. Biasanya pada perayaan ini mengundang seorang ustadz untuk berceramah memberikan nasehat-nasehat agama kepada jamaah yang hadir. Acara diakhiri dengan pembacaan tahlilan oleh jamaah yang hadir.     
Selain perayaan keagamaan komunitas Marunda Pulo juga masih melaksanakan perayaan dalam bentuk upacara daur hidup (life cyrcle) dari mulai ritual kekeba (tujuh bulan kehamilan), kelahiran, khitanan, khataman al-Quran, pernikahan, dan tahlilan kematian. Kesadaran pelaksanaan ritual tersebut sebagai bentuk penjagaan terhadap tradisi yang mereka wariskan secara turun-temurun. Sebagaimana suku Betawi lainnya, komunitas Marunda Pulo menjadikan ritual tersebut sebagai bagian dari agama. Sehingga harus dilakukan sebagai bentuk ketaatan atas agama dan tradisi leluhurnya.
Ritual kekeba (tujuh bulan kehamilan) dilaksanakan apabila seorang perempuan hamil dan memasuki bulan ketujuh kehamilannya. Ibu yang hamil tersebut dianjurkan untuk banyak membaca surat Yusuf atau surat Maryam secara simbolis. Ritual syukuran dilakukan di rumah dengan mengundang para tetangga untuk mendoakan keselamatan si bayi. Tujuan dari ritual ini adalah untuk mendapatkan rasa aman, mensyukuri nikmat Tuhan, memohon keberkahan dan perlindungan kepada Allah Swt. Selain itu agar anak yang lahir nanti menjadi anak yang shaleh, berbudi luhur, dan patuh kepada orang tuanya.[6] Pelaksanaannya saat ini lebih disederhanakan sehingga tidak ada hal-hal rumit yang merepotkan shahibul hajat.    
Setelah bayi lahir dilaksanakan ritual Akeke (aqiqah). Aqiqah yang dilaksanakan oleh komunitas Marunda Pulo adalah pada hari ketujuh setelah kelahiran apabila orangtuanya mampu. Apabila tidak mampu maka bisa dilaksanakan pada hari ke-21 atau ke-40 setelah kelahiran. Namun apabila tidak mampu juga maka bisa dilaksanakan kapan saja, selama masih ada umur. Ritual aqiqah diawali dengan penyembelihan kambing atau domba oleh orang tua si bayi.[7] Pada acara akeke ini dilakukan pemotongan rambut bayi dan pemberian nama. Jika tidak dilaksanakan aqiqah maka pemberian nama dilakukan sebelum anak lahir, di mana pada umumnya mereka telah mempersiapkan nama untuk anaknya tersebut. Acara akeke diakhiri dengan pembacaan do’a dan tahlil untuk keselamatan si anak dan kedua orang tuanya. 
Sunatan atau Khitanan menjadi ciri khas pada komunitas Marunda Pulo, pelaksanaannya pada umumnya dilaksanakan ketika anak sudah menginjak usia 7 tahun ke atas. Jika dahulu khitanan dilakukan oleh Dukun sunat maka saat ini dilakukan oleh dokter. Perayaan atas khitanan dilakukan oleh orang tua dengan mengundang para tetangga untuk memberikan doa restunya. Untuk menghibur anak yang sunat dilakukan hiburan di malam harinya. Sunatan adalah fase di mana seorang anak laki-laki memasuki usia dewasa, ia adalah kewajiban bagi setiap anak laki-laki muslim. 
Tamatan Qur’an atau khataman al-Quran adalah tradisi yang dilakukan setelah seorang anak menyelesaikan ngajinya, khususnya ketika telah selesai membaca al-Quran secara keseluruhan. Perayaan ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan kepada seorang anak yang telah selesai menamatkan bacaan al-Qurannya. Ia berupa pembacaan beberapa ayat dalam al-Quran, biasanya surat al-takatsur hingga surat al-Naas pada juz ‘amma oleh anak tersebut.
Selanjutnya dibacakan doa-doa dan diakhiri dengan makan bersama para tetangga yang datang.[8] Khataman al-Quran menjadi ciri bagi setiap anak yang sudah selesai mengajinya dan bisa dilanjutkan ke tingkat berikutnya.
Gambar 36.
Ritual Tahlilan di Marunda Pulo
Sumber gambar: www.liputan6.com
Ritual Tahlilan dilakukan ketika seseorang meninggal dunia, pelaksanaannya pada hari pertama, ke-3, ke-7, ke-15, ke-21, ke-40, ke-100 dan setiap tahunnya jika mampu. Pada komunitas Marunda Pulo pelaksanaannya di rumah orang yang meninggal dunia. Sebenarnya bukan sebuah kewajiban untuk melaksanakan tahlilan ini, namun karena tradisi tersebut telah dilaksanakan secara turun-temurun maka mereka juga melaksanakannya. Pada keluarga yang tidak mampu mereka hanya melaksanakan hingga hari ke-100 dan pada hari  ke-15 juga tidak dilaksanakan. Namun bagi keluarga yang mampu maka mereka akan melaksanakannya setiap tahun yang disebut dengan memendak.[9]
Bikin dan Pinde Rume yaitu syukuran pembuatan rumah dan pindah rumah. Ritual ini dilakukan apabila salah seorang warga di Marunda Pulo membuat rumah baru atau berpindah rumah ke lokasi yang baru. Acara syukuran dilakukan dengan mengundang para tetangga untuk mendoakan rumah baru tersebut. pembacaan doa dilakukan oleh ustadz setempat. Acara diakhiri dengan makan-makan dan membungkus makanan tersebut untuk dibawa pulang ke rumah yang disebut dengan besek.
Tujuan dari tradisi ini adalah agar rumah tersebut diberikan keberkahan, demikian juga bagi para penghuninya agar senantiasa berada dalam lindunganNya, lancar rizqinya dan selalu sehat wal afiat serta dijauhkan dari segala bentuk bencana dan musibah.
Ritual kematian pada komunitas Marunda Pulo dilaksanakan dengan melakukan tahlilan di rumah orang yang meninggal dunia. Pelaksanaannya pada hari pertama, ketiga, ketujuh, keempat puluh dan ke seratus. Selain itu dilaksanakan pula pada hari ke seribu dan setiap tahun. Ziarah kubur bagi komunitas Marunda adalah sesuatu yang dianjurkan sehingga mereka melaksanakannya ketika menjelang bulan Ramadhan tiba dan saat Idhul Fitri dan Idhul Adha. Wilayah yang terbatas di Marunda Pulo memaksa mereka untuk mengubur warga yang meninggal dengan menumpangnya pada kuburan sebelumnya yang dianggap sudah lama. Kuburan komunitas Marunda Pulo terletak di belakang masjid al-Alam II.
Gambar 37.
Makam milik komunitas Marunda Pulo
Sumber gambar: Dokumen pribadi Penulis
Keberadaan makam ini menjadi tempat untuk berziarah oleh mereka, selain makam tokoh Marunda Pulo yaitu H. Jakim yang berada di sebelah mihrab masjid. Selain itu terdapat pula sebuah makam yang dianggap keramat yaitu makam Habib Abdul Halim yang banyak diziarahi oleh masyarakat yang berasal dari berbagai wilayah di Jabodetabek bahkan ada yang berasal dari luar Jawa.


[1] Wawancara dengan H. Hasan ketua DKM Masjid al-Alam II pada 08 Juni 2013.
[2] Wawancara dengan Bang Engkus DKM Masjid al-Alam II pada 23 Januari 2013.
[3] Wawancara dengan H. Hasan, H. Ojih dan Bang Engkus secara terpisah pada 16 dan 17 Januari 2014.
[4] Wawancara dengan Engkus selaku DKM Masjid al-Alam II pada 23 Januari 2013.
[5] Wawancara dengan H.Sambo tokoh agama Marunda Pulo pada 23 Januari 2014.
[6] Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, hlm.93.
[7] Wawancara dengan H. Ojih pada 17 Januari 2014.
[8] Yahya Andi Saputra, Upacara Daur Hidup Adat Betawi, hlm. 33.
[9] Wawancara dengan Bang Engkus pada 23 Januari 2014.