Selasa, 30 November 2021

PESAN UNTUK WISUDAWAN

Oleh: Abdurrahman

Perjalanan sepanjang perkuliahan membawa kenangan tak terlupakan, susahnya memahami ide dan gagasan dosen dalam bimbingan, hingga pembiayaan yang tidak jarang mengganggu siklus keuangan. Niat yang seringkali mengalami perubahan, juga memberi warna tentang makna sebuah keberhasilan. Hal yang tidak bisa dilupakan adalah ketika harus berkelindan dengan tesis yang penuh coretan, dan perbaikan yang menyita masa serta pemahaman. Belum lagi, tagihan yang bertubi dilayangkan dari bagian keuangan, yang membuat kepala tak lagi bisa memikirkan intisari dari tesis yang selalu dipersalahkan, khususnya dari dosen pembimbing yang seperti tidak memahami perasaan. Ah… mungkin yang terakhir ini hanya sangkaan.

Perjuangan menyelesaikan kuliah dan karya ilmiah benar-benar bersimbah darah dan air mata yang memerah. Keluh kesah sering kali menghampiri dari berbagai arah, yang akhirnya membawa pada satu kata untuk menyerah. Tapi, perjuangan tak boleh patah di tengah, semuanya pasti memiliki hikmah, entah sampai kapan ianya berakhir renyah, hanya keyakinan yang membuat semangat ini terus mereunah.

Kini, perjuangan itu telah berakhir, dengan sebuah nama yang telah terukir, pada selembar kertas hasil olah pikir, ijazah yang menjadi hasil perjuangan akhir. Wisudapun telah berakhir, gegap gempita dan riuh rendahnya diiringi dengan dzikir. Tak perlu lagi berfikir, karena semuanya telah berakhir dan gelar sudah tersemat di nama akhir.

Namun, teringat dengan pesan dari dosen terhormat, bahwa wisuda bukanlah akhir sebuah matlamat, justru ini adalah awal menuju akhir tingkat, memberi manfaat bagi umat, serta dapat selamat di dunia dan akhirat. Ya, bahwa wisuda memang sebuah awal penuh nikmat, tapi setelahnya cobaan akan segera mendarat membuktikan apakah kita betul-betul belajar dan memiliki kebaikan niat, atau sekadar ingin mendapatkan ijazah serta gelar sesaat.

Wisuda menjadi awal dalam sebuah perjalanan, tentang kelimuan yang sudah didapatkan, apakah memberi manfaat dalam kehidupan, atau sekadar bangga dan penuh kesombongan, ada gelar di belakang nama yang dibanggakan. Masa yang akan membuktikan, bahwa anda sebagai wisudawan bukan hanya jago di kandangan, tapi memang memiliki keistimewaan, berpandangan luas dan siap menghadapi berbagai perubahan. Memberi solusi bagi problematikan kehidupan, yang banyak dihadapi oleh setiap insan.

Menjadi wisudawan hanya sehari, setelah itu sudah tak ada lagi, mungkin masih ada gelar di nama diri, tapi hakikatnya ianya akan terbukti. Apakah memiliki kualitas tinggi, atau berhenti dan tidak mau belajar lagi?. Inilah yang banyak terjadi, di mana menjadi wisudawan sehari, kemudian tak mau lagi membuka ayat-ayat Ilahi untuk ditafakuri, tak mau lagi membaca ayat-Nya di semesta ini, hingga akhirnya tenggelam dalam kesibukan yang tak ada lagi korelasi dengan ilmu dan pengetahuan hakiki.

Jadilah wisudawan sepanjang hidupmu, karena itulah ciri sejati para penuntun ilmu, semakin digali semakin terpaku, seperti padi yang tertunduk malu, karena ilmu yang menjadikannya semakin tawadhu. Setelah hari wisuda itu, kembali bersemangat untuk membuka setiap lembar buku, jurnal yang berbahasa baku hingga karya para ulama kini dan terdahulu. Bila ilmu telah mulai ada di kalbu, maka mengamalkannya menjadi sesuatu yang harus berlaku, jangan seperti perdu yang tumbuh di sela-sela batu, nampak syahdu namun tanpa memiliki bunga ataupun buah yang bermutu. Apalagi setelah itu? Mendakwahkan ilmu dan memberikan pengajaran kepada seluruh manusia di berbagai penjuru, tentu dengan meluruskan niatmu dan hanya mengharap keridhaan dari Rabb-Mu.

Itulah pesan bagi para wisudawan yang telah dilantik, ini adalah sebuah amanah akademik, yang harus dipertanggungjawabkan hingga akhir titik, ketika manusia berdiri di hadapan al-Maalik. Ilmu yang telah didapatkan menjadi pemantik, bahwa setiap kita memiliki kepribadian dan keistimewaan yang unik.  Menjadi mahkluk terbaik, ketika mampu memahami dan mengamalkan aturan dari Sang Pemilik, tak ada kata tidak apalagi menampik. Syariat terbaik dari Yang Maha Baik, pasti memberi manfaat dan mashlahat terbaik.  

Akhirnya adalah bahwa hendaknya setelah wisuda, setiap kita terus memperbaiki keyakinan di dada, niat yang harus terus diperhatikan adanya, agar apa yang lakukan memiliki makna di sisi-Nya. Setelah itu nikmati setiap prosesnya, niatkan semuanya sebagai bentuk ibadah kepada-Nya inilah yang membuat jiwa kita akan selalu bahagia, baik ketika anugerah ada ataupun musibah melanda. Selanjutnya fokus pada akhir tujuan hidup di dunia, keridhaan Allah Ta’ala dan masuk ke dalam surga, itulah sejatinya kesuksesan yang sebenarnya. Semoga kita mampu untuk mencapainya… Semoga. Bogor, 301121.

 

Jumat, 26 November 2021

Duhai Putriku…

 

Oleh: Abu Aisyah As-Salafiyah




Duhai putriku

Waktu terus berlalu

Membawa syahdu yang terus menderu.

Ada banyak kenangan bersamamu,

Sejak hadirmu mengisi hidupku,

Hingga hari ini yang mengharu biru.

 

Dua puluh tiga tahun sudah berlalu,

Sejak kehadiranmu itu,

Memberi warna sedu sendu

Penuh mahabah dan rindu

Tanpa ragu

 

Semua prestasi telah di genggaman

Kini saatnya melanjutkan perjalanan

Menyongsong masa depan penuh harapan

Semoga ar-Rahman selalu menjadi perlindungan.

 

Siapkan diri untuk menghadapi segala cobaan

Hitam putih kehidupan pasti di hadapan

Kuatkan iman, ikhtiar dengan penuh pengharapan, yakin semua akan terlewatkan.

 

Tak banyak yang ingin aku pesankan,

Bersama meraih harapan, kebahagiaan dan keberkahan

 

Dunia dan akhirat semoga kita dapatkan. Bahagia selamanya dalam lindungan ar-Rahman.

 

Baarakallahu fi umriki…

Bogor, 26 Nopember 2021.  

 

 

 

 

PERINGATAN KECIL DARI AR-RAHMAN

Oleh: Abdurrahman (Misno)

 



Allah Ta’ala sebagai Sang Pencipta alam semesta memiliki sifat ar-Rahman yang bermakna Maha Pengasih. Sifat ini diperuntukan untuk semua makhlukNya, dari yang paling kecil sampai yang terbesar, dari yang nampak hina hingga yang paling mulia. Sifat kasih ini terimplementasi dalam bentuk syariahNya yang selalu membawa kepada kebaikan. Sebaliknya, semua yang dilarangNya akan membawa kepada kemudharatan.

Manusia sebagai salah satu dari makhlukNya telah diberikan seperangkat aturan dalam menjalani kehidupannya. Syariah Islam sebagai seperangkat aturan tersebut berisi mengenai perintah untuk melaksanakan segala hal yang akan memberikan manfaat bagi manusia tersebut. Demikian juga adanya larangan karena akan membawa kepada kemudharatan bagi manusia dan semesta.

Namun, manusia sering sekali lalai dan lupa dengan apa yang telah diberikan oleh Ar-Rahman berupa Syariah tentang perintah dan larangan. Manusia sering lalai dan lupa dengan perintah yang seharusnya dilaksanakannya. Tidak jarang juga larangan yang sejatinya membawa kemudharatan justru dilakukan dan dilanggarnya. Berapa banyak manusia yang hingga saat ini masih berkubang dalam kemaksiatan kepada ar-Rahman, bahkan penulis yang lemah ini pun tidak jauh berbeda. Berapa banyak dosa yang telah kita perbuat, hingga mendatangkan laknat dari Sang Pemilik jagad, berapa banyak kesalahan yang seharusnya mendatangkan murka dari Sang Pemilik Semesta.

Hanya karena kasih sayang dari ar-Rahman yang lebih besar dari murkaNya, hingga laknat dan murka itu ditunda, disembunyikan atau bahkan dimaafkan karena taubat yang dilaksanakan. Karena kasih sayangnya Dia memberikan peringatan kecil kepada para pelaku dosa dan kesalahan. Gatal-gatal atau penyakit ringan yang ada pada kita bisa jadi itu adalah peringatan kecil dari Ar-Rahman, sebagai peringatan awal bahwa apa yang dilakukan adalah sebuah kesalahan. Peringatan kecil yang tidak sampai membinasakan atau menghinakan, sekadar memberikan tanda bahwa dosa itu membawa dampak negatif bagi manusia.

Seseorang yang melakukan dosa besar, oleh Ar-Rahman ditahan adzabnya, diberikan waktu untuk bertaubat dan memperbaiki diri. Jika masih berlanjut maka peringatan kecil itu dihadirkan, supaya manusia sadar bahwa apa yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan. Beberapa manusia akan menyadari peringatan tersebut, sebagian lagi masih memikirkannya dan ada juga yang tidak peduli dengannya. Para pelaku dosa besar sejatinya menyadari bahwa apa yang dilakukannya adalah sebuah kesalahan, namun hawa nafsunya begitu kuat hingga sulit untuk melepaskannya. Hati kecilnya atau nuraninya tentu sadar, ada banyak peringatan kecil yang datang dari Ar-Rahman, namun terkadang memang belum cukup untuk menyadarkan. Bagaimana dengan kita?

Sudahkah kita sadar dengan peringatan kecil tersebut? Nastaghfirullah… kita memohon ampunan dari Allah Ta’ala. Semoga kita segera dibukakan mata hati kita, untuk melihat bahwa ini adalah peringatan kecil dari ar-Rahman, agar kita sadar dan kembali ke jalanNya. Memang begitu berat di dada tapi teruslah berusaha karena perjuangan itulah yang akan nilaiNya. Jika hari ini kita belum bisa keluar dari kubangan dosa dan maksiat, maka lihatlah kasih sayang Ar-Rahman yang begitu besar, berupa peringatan kecil yang ada pada kita. Semoga ianya menyadarkan, dan membawa kita semua kembali kepadaNya, pada ampunan dan jannahNya. Semoga… Jumat Berkah di Kota Hujan, 26112021.

Jumat, 12 November 2021

HARI AYAH: INSTROSPEKSI SOSOK AYAH DARI DUA SISI

 Oleh: Abd Misno


Pagi ini saya kembali dingatkan oleh media sosial, ya.. tanggal 12 Nopember adalah Hari Ayah Nasional yang diperingati di Indonesia, sementara Hari Ayah Sedunia dirayakan setiap 20 Juni. Awal mula peringatan hari ayah nasional lahir atas prakarsa paguyuban Satu Hati, lintas agama dan budaya yang bernama Perkumpulan Putra Ibu Pertiwi (PPIP). Pada tahun 2014, PPIP mengadakan peringatan Hari Ibu di Solo dengan cara mengadakan Sayembara Menulis Surat untuk Ibu. Acara ini pun disambut baik dan mendapat sekitar 70 surat terbaik yang kemudian dibukukan. Namun, Usai acara, panitia penyelenggara dibuat terkejut dengan pertanyaan para peserta, "Kapan diadakan Sayembara Menulis Surat untuk Ayah? Kapan Peringatan Hari Ayah? Kami pasti ikut lagi." Pertanyaan tersebut membuat PPIP ingin mencari tahu kapan Hari Ayah diperingati di Indonesia. PPIP berusaha mencari informasi tentang hari ayah, hingga audiensi ke DPRD kota Surakarta. Mereka menanyakan kapan hari ayah di Indonesia dan jika belum ada penetapan hari Ayah, bolehkan seseorang atau lembaga menetapkan sebuah hari yang dijadikan sebagai Hari Ayah. Namun ketika itu PPIP tidak mendapatkan jawaban memuaskan.

Hingga akhirnya, setelah melalui kajian yang cukup panjang, Perkumpulan Putra Ibu Pertiwi (PPIP) menggelar deklarasi Hari Ayah untuk Indonesia dan menetapkan tanggal 12 November sebagai Peringatan Hari Ayah Nasional. Deklarasi tersebut digabung dengan hari kesehatan dengan mengambil semboyan 'Semoga Bapak Bijak, Ayah Sehat, Papah Jaya'. Di hari dan jam yang sama, deklarasi Hari Ayah juga dilakukan di Maumere, Flores, NTT. Dalam deklarasi itu juga diluncurkan buku 'Kenangan untuk Ayah' yang berisi 100 surat anak Nusantara yang diseleksi dari Sayembara Menulis Surat untuk Ayah. Usai deklarasi, mereka mengirimkan buku tersebut dan piagam deklarasi Hari Ayah kepada Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) serta bupati di 4 penjuru Indonesia yakni Sabang, Merauke, Sangir Talaud, dan Pulau Rote. Sejak saat itu, setiap tanggal 12 November ditetapkan sebagai Hari Ayah Nasional

Peringatan hari ayah sedunia berasal dari Amerika Serikat, saat itu seorang wanita bernama Sonora Smart Dodd dari Spokane, Washington ingin memberikan penghargaan untuk ayahnya. Ide untuk memberikan peringatan Hari Ayah Sedunia itu pertama kali muncul pada tahun 1909, saat mendengarkan pidato terkait Hari Ibu. Pada 1924, pemerintah AS di bawah pemerintahan Presiden Calvin Coolidge memberikan dukungannya untuk perayaan tersebut. Pada 1972, Hari Ayah Sedunia tersebut kemudian ditetapkan sebagai hari libur nasional di AS yang ditandatangani oleh Presiden Richard Nixon.

Lepas dari perayaan Hari Ayah baik nasional ataupun dunia maka sosok ayah memang memiliki kedudukan dan posisi yang sangat penting bagi sebuah keluarga. Ia adalah tulang punggung bagi ekonomi dan kehidupan keluarga, tugasnya mencari nafkah dan menjaga seluruh keluarganya adalah hal yang esensial dari peran seorang ayah. Belum lagi sosok ayah menjadi hal yang sangat penting dalam perkembangan anak-anak di dalam keluarga.

Sebagai kepala keluarga ayah adalah sosok yang bertanggungjawab atas semua yang terjadi dalam keluarga, dari mulai tanggungjawab memberi nafkah, memberikan rasa aman serta melakukan berbagai pekerjaan yang hanya bisa dilakukan oleh seorang laki-laki dewasa. Misalnya memperbaiki genteng yang bocor, mengganti lampu, mengecat rumah, perbaikan di berbagai sudut rumah hingga hal-hal lain yang tidak bisa dan sulit dilakukan oleh seorang perempuan. Maka ayah menjadi hero (pahlawan) dalam keluarga.

Kalau ada ayah yang tidak melaksanakan tanggungjawabnya tersebut maka itu keluar dari keumuman sosok seorang ayah. Ayah yang tidak bekerja misalnya, bahkan mengandalkan istrinya untuk bekerja maka ini bukan sosok ayah yang baik. Demikian pula seorang ayah yang menelantarkan anak-anaknya apalagi sampai menyusahkannya maka itu bukan pula sosok ayah yang baik. Ayah yang baik adalah ayah yang memiliki tanggungjawab penuh terhadap keluarganya.

Maka sisi instrospeksi pertama adalah peran dan tanggungjawab sebagai ayah haruslah selalu dilaksanakan dengan baik. Jangan sampai menjadi seorang ayah yang tidak bertanggungjawab, karena sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassalam bahwa seorang ayah adalah pemimpin yang bertanggungjawab atas keluarganya. Ia akan ditanya dan bertanggungjawab atas semua yang terjadi pada keluarganya. Bisa jadi seorang ayah yang sholeh, namun dayyus, yaitu membiarkan kemungkaran ada dalam keluarganya, ia akan dimasukan ke dalam neraka karena tanggungjawab yang tidak dilaksanakannya dengan membiarkan kemungkaran dala keluarganya.

Sisi kedua dari introspeksi peran seorang ayah adalah kehadiran sosok ayah yang menjadi idola utama bagi anak-anaknya. Ia juga menjadi tempat berlindung dari segala bahaya bagi anak-anaknya, sehingga hilangnya sosok seorang ayah berakibat sangat buruk terhadap perkembangan anak, tidak hanya ketika mereka masih dalam masa pertumbuhan bahkan hingga mereka menjadi seorang ayah. Penelitian yang telah banyak dilakukan menunjukan bahwa sosok ayah bagi anak-anaknya menjadi hal yang sangat penting, maka ketiadaan sosok ayah dalam jiwa seorang anak akan memunculkan dua sisi kejiwaan anak. Pertama anak akan cenderung merasa bebas tanpa sosok ayah, sehingga kemudian ia akan bertindak semaunya sendiri tanpa merasa ada yang melarangnya, biasanya masyarakat menyebutnya anak nakal. Kasus ini sangat mudah terlihat pada anak-anak yatim yang ditinggalkan wafat oleh ayahnya, ia akan lebih “nakal” dan sulit untuk diatur.

Hilangnya sosok seorang ayah sering pula memunculkan rasa rindu dan sangat berharap hadirnya kembali seorang ayah, hingga pada kasus tertentu seseorang yang sejak kecil ditinggalkan ayahnya atau kehadiran dari sosok ayah tidak maksimal maka akan menganggap beberapa orang yang lebih tua dan dianggap memiliki wibawa sebagai ayahnya. Pada tahap awal mungkin hanya kagum dan menganggap ia adalah sosok ayah, namun pada tahap lebih lanjut rasa yang ada dalam dirinya membawa pada rasa suka dengan sosok seorang laki-laki yang dewasa yang terkadang dia anggap sebagai ayah atau abang.

Fenomena ini banyak terjadi saat ini, di mana seseorang yang kehilangan sosok ayah atau tidak optimalnya peran ayah pada masa kecilnya akhirnya terbawa pada rasa kagum kepada lelaki dewasa yang menurutnya berwibawa dan layak “disukainya”. Rasa suka yang tentu saja dipengaruhi oleh syaithan dan bala tentaranya membawanya kepada rasa suka dengan lelaki dewasa, ini bisa terjadi pada anak laki-laki ataupun wanita. Pada anak Wanita biasanya mereka akan suka kepada lelaki yang lebih tua, bahasa populernya om-om atau bapak-bapak dewasa, ini mungkin masih wajar. Namun pada anak laki-laki yang kehilangan sosok ayah atau kurang optimalnya peran ayah dalam dirinya maka memunculkan rasa “suka” dengan lelaki dewasa. Ini tentu sangat berbahaya, tapi inilah faktanya. Kita lihat di berbagai platform media sosial, bagaimana mereka mendamba lelaki dewasa dan akhirnya terjerumus ke dalam “rasa” yang tidak biasa.

Menyalahkan anak-anak tentu bukan solusi, demkian pula menyalahkan keadaan yang sudah terjadi. Maka Kembali mengoptimalkan peran dari ayah dalam keluarga adalah solusi terbaik, jangan sampai anak-anak merasa kehilangan sosok dari ayah pada dia ada dalam keluarga. Maka bagi para ayah, ingatlah bahwa anda adalah sosok hero bagi anak-anak sehingga jangan biarkan mereka kehilangan sosok anda. Anak-anak hanyalah manusia-manusia kecila yang butuh kasih saying dan sosok yang dapat melindungi dan membanggakan mereka. Maka jangan korbankan masa depan mereka karena hilangnya sosok anda.

Bagi anak-anak yang kehilangan sosok ayah karena meninggal dunia maka hendaknya keluarga dekatnya segera menggantikannya. Kisah Nabi Muhammad shalallahu Alaihi wassalam Ketikalahir sebagai yatim adalah satu pelajaran berharga. Di mana sosok ayah beliau kemudian digantikan perannya oleh kakeknya Abdul Muthalib dan pamannya Abu Thalib. Maka, bagi kerabat yang memiliki anak yatim, segera gantikan peran ayahnya khususnya sosok ayah yang mengayomi mereka.

Bagi mereka yang sejak kecil kehilangan sosok ayah, atau merasa tidak optimalnya kehadiran ayah dalam hidupnya maka hendaknya juga selalu introspeksi, bagaimana keimanan kita dengan takdir dari Allah Ta’ala harus terus ditingkatkan. Yakin bahwa semua yang terjadi adalah yang terbaik untuk kita. Selanjutnya, berusaha untuk menikmati takdir tersebut, mengarahkan sesuatu yang tidak baik kepada yang baik dan jika ada “rasa” simpati dengan sosok “ayah” lain maka arahkan untuk hal-hal yang positif saja. Semoga Allah Ta’ala sentiasa menjaga kita semua, memberikan inyahNya sehingga setiap ayah dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sehingga akan tercipta generasi yang selalu bertakwa kepadaNya. Wallauhu a’lam. Jumat mubarakah, 12 Nopember 2021. Kota Hujan Bogor.

 

 

Rabu, 10 November 2021

Selamat Hari Pahlawan: Teladan dalam Membela Agama dan Negara

Oleh: Misno Mohd Djahri


Hari ini, bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan, sebagai bentuk penghargaan para pejuang dalam membela agama, bangsa dan negara. Banyak sekali pelajaran dan hikmah yang bisa diambil dari peringatan hari pahlawan ini; dari mulai ketulusan mereka dalam membela agama, bangsa dan negara, hingga bagaimana mengimplementasikan semangat tersebut dalam kehidupan sehari-hari saat ini.

Saya awali tulisan ini dengan diskusi mengenai pahlawan, karena banyak sekali pahlawan yang tidak tercatat bahkan tidak diakui sebagai pahlawan bangsa. Ini terjadi baik tidak disengaja ataupun disengaja, tidak disengaja karena begitu banyaknya para pejuang yang gugur dalam membela agama, bangsa dan negara. Nama mereka tidak tercatat dalam lembaran sejarah bangsa Indonesia, namun mereka telah mengorbankan jiwa dan raga mereka. Semoga Allah Ta’ala memberikan ganjaran pahala sesuai dengan amal mereka, rahimahumullah.

Ada juga para pahlawan yang tidak diakui karena adanya unsur kesengajaan, di mana penulisan sejarah yang dikuasai oleh kelompok tertentu kemudian menutup-nutupi peran dan kontribusi para pahlawan dalam membela agama, bangsa dan negara. Ini adalah bagian dari sejarah kelam dalam penulisan sejarah kita, bagaimana kontribusi umat Islam yang begitu besar ternyata ditutupi dan bahkan yang diajukan dan dianggap sebagai pahlawan adalah orang-orang sosialis yang tidak memiliki kontribusi signifikan kepada agama, bangsa dan negara.

Saya selalu menyebut membela agama, bangsa dan negara karena sejatinya perjuangan dalam memerdekakan negara diawali dengan perjuangan jihad dalam membela kedzaliman pemerintah kolonial. Nasionalisme sendiri muncul sebagai respon dari terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembelaan terhadap agama bukanlah tindakan terorsime aau fundamentalisme, justru ini adalah bentuk perjuangan terhadap kedzaliman yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Setelah NKRI merdeka baru pembelaan terhadap agama ini dikuatkan dengan membela tanah air, bangsa dan negara yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari agama khususnya Islam.

Kembali kepada jasa para pahlawan yang ditutupi oleh sejarah, sejatinya adalah bagian dari ghazwul fikri yang terus terjadi hingga saat ini. Bagaimana umat Islam yang memiliki kontribusi sangat besar bagi bangsa dan negara selalu ditutupi oleh orang-orang yang  tidak menyukai Islam. Mereka selalu menutup setiap kebaikan umat Islam, lebih dari itu justru mereka mengangkat nama dan tokoh lain sebagai pahlawan.

Sebut saja Kartini yang diangga sebagai pahlawan emansipasi perempuan, terlepas dari jasa beliau dalam peningkatan peran perempuan maka jauh sebelum itu sudah banyak perempuan-perempuan Indonesia yang memberikan kontribusi sangat besar kepada agama, bangsa dan negara. Sehingga apabila kita cermat menganalisis, maka ada kepentingan di balik itu semua.

Dalam konteks 10 Nopember sebagai hari pahlawan, selalu yang muncul adalah Bung Tomo, padahal arek-arek Suroboyo yang Sebagian besar adalah santri dari berbagai wilayah sekitar Surabaya bahkan sampai ke Cirebon adalah pahlawan sebenarnya dalam mengusir penjajah pada waktu itu. Kepada selalu satu tokoh yang disebutkan? Lagi-lagi ini adalah perang pemikiran yang terus menutupi sejarah Islam dan peran umat Islam di Indonesia.

Maka di hari Pahlawan ini, mari Bersama kita teladi para pahlawan kita. Mereka dengan ikhlas membela agama, bangsa dan negara. Implementasi saat ini adalah mari optimalkan seluruh potensi jiwa dan raga kita untuk membela agama, bangsa dan negara. Jangan berteriak bela agama, bela bangsa, bela negara kalua ternyata faktanya lebih memilih bekerjasama dengan orang-orang yang ingin menghancurkan Indonesia. Buktikan bahwa kita adalah pahlawan… Bogor, menjelang siang di kota hujan 101121.

Senin, 08 November 2021

BEKAL MENGHADAPI HARI-HARI PENUH FITNAH

Oleh: Abd Misno Abu Aisyah

 


Hari-hari ini kita sering mendengar berbagai kelompok dan individu yang mengeluarkan berbagai statement negatif tetang Islam. Mereka tidak hanya berasal dari kalangan yang kurnag berpendidikan, namun kalangan terpelajar yang ada di berbagai perguruan tinggi. Tentu saja mereka tidak bisa dikatakan bodoh, karena logika berfikir dan tingkat kecerdasan seharusnya sudah tidak lagi diragukan. Namun, demikianlah yang terjadi, mereka yang memiliki Pendidikan tingkat sarjana hingga doctoral dengan tanpa merasa berdosa mengeluarkan statement negatif tentang Islam yang tidak berdasar. Ada ap aini? Apakah murni karena “kebodohan” mereka tentang Islam? atau ada agenda lain yang sengaja mengobok-obok umat Islam? Jangan-jangan ini adalah strategi untuk menutupi berbagai isu besar yang dikhawatirkan diketahui oleh umat Islam dan masyarakat pada umumnya. Bisa juga ini adalah pekerjaan para hamba dunia yang menjual agama dengan harga yang sangat murah.

Saat ini kita berada pada hari-hari penuh fitnah, tidak hanya tokoh-tokoh Islam yang diserang dengan tuduhan yang sangat tidak berdasar. Bahkan syariat Islam pun dipertanyakan, lebih dari itu disalahkan dan dianggap sudah kuno dan ketinggalan zaman. Berbagai tokoh dan golongan saat ini sering sekali menyerang tokoh-tokoh umat Islam, bahkan tidak segan-segan mempertanyakan kebenaran dari syariat Islam. Mereka selalu menuduh Islam sebagai agama penuh dengan kekerasan, merendahkan perempuan, hingga menganggap Islam sebagai racun di negeri tercinta ini.

Sejatinya, inilah kenyataan yang terjadi, di mana fitnah itu bisa jadi semakin hari semakin menjadi bila kita sebagai umat Islam membiarkannya atau tidak peduli dengan agama ini. Mereka yang selalu menghina Islam, baik golongan ataupun individual adalah musuh-musuh Islam yang menjadi kelanjutan dari Fir’aun, Abu Lahab, dan mereka yang tidak suka dengan Islam. Demikian pula kalangan orientalisme yang mempelajari Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam, kita tentu tidak lupa dengan Christiaan Snouck Hurgronje yang menjadi otak bagi kekalahan umat Islam di Indonesia. Sejatinya mereka adalah kaki tangan dan pengikut setia orang-orang yang tidak suka dengan Islam dan terkena syndrome Islamophobia.

Dengan berbagai cara mereka terus menyerang Islam, minimal menjauhkan umat dari agamanya. Fitnah ini sengaja ditebarkan, baik karena kebencian mereka terhadap Islam dan umatnya atau juga karena keuntungan dunia yang murah harganya. Maka umat Islam harus waspada, terus perhatikan mereka, counter setiap pemikirannya dan bantah sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena sejatinya ide dan gagasan mereka sangat lemah, bahkan lebih lemah dari sarang laba-laba yang dengan mudah kita remah.

Bagi umat Islam, hendaknya teruslah belajar. Pelajari agama Islam ini dengan benar, setelah itu amalkan dan dakwahkan kepada smeua orang. Karena tiga bekal inilah yang menjadikan musuh-musuh Islam akan semakin ketakutan. Ketika umat Islam terus belajar tentang agamanya, maka kesadaran berislam akan semakin Nampak di hadapan. Ketika umat Islam mengamalkan ilmu yang dimilikinya, inilah yang paling ditakutkan oleh para durjana. Jika mereka melihat umat Islam shalat shubuh berjama’ah dengan bilangan tak terhingga, di sanalah hati para pembenci Islam akan ketakutan. Demikian pula Ketika Syariah Islam yang mulia ini disebarkan dengan dakwah, maka mental mereka akan patah dan akhirnya menyerang dengan membabi-buta.

Wahai umat Islam, peganglah tiga bekal ini agar kejayaan Islam bukan sekadar mimpi, ia akan datang setelah ahri-hari penuh fitnah ini. Kejayaan Islam yang memberikan rahmat bagi seluruh alam, inilah yang ditakutkan oleh mereka yang benci dengan Islam. Semoga kita semua mampu untuk melewati hari-hari penuh fitnah ini, jadikan ia cabaran yang akan membuktikan keimanan kita. Jangan diam karena ia adalah setan bisu yang membuat lemah umat ini, lakukan sesuatu dengan tangan, tulisan, ucapan dan apa yang kita bisa lakukan. Agar umat ini selalu terpelihara, berada dalam naungan syariahNya, demikian pula umat lain akan merasan aman sejahtera dalam lindungan Islam sebagai rahmat bagi semesta. Bogor, menjelang sepertiga awal malam. 09112021.

 

 

Kamis, 04 November 2021

WAKAF: WARISAN YANG TERUS MENGALIRKAN KEBAIKAN

Oleh: Dr. Abd Misno, MEI

Direktur Program Pascasarjana INAIS Bogor

 

Hari berganti hari, bulan saling menggantikan hingga tak terasa pergantian tahun berada di depan mata. Begitu cepat waktu berlalu dan masa meninggal kita, hingga tak terasa kita telah berada di ujung tahun 2021 yang penuh dengan rona kehidupan umat manusia. Pandemi Covid-19 yang belum selesai, ibadah yang belum sepenuhnya terlaksana dengan sempurna, musibah dan bencana terjadi di mana-mana hingga kemiskinan semakin bertambah jumlahnya.  Semua itu adalah fenomena yang ada dan harus disikapi dengan iman di dada.

Bergantinya tahun, bulan serta siang dan malam adalah ayaat (tanda) bagi orang-orang yang berakal, sebagaimana firman Allah Ta’ala “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal," (QS Ali Imran: 190).  Konteks ayat ini tentu saja membahas tentang hikmah adanya pergantian siang dan malam, bulan dan tahun yang saling menggantikan. Hikmah besar yang boleh jadi selaras dengan firmanNya pula ''Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah SWT dan hendaklah setiap jiwa memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok. (QS al-Hasyr [59]:18).

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam dalam sebuah hadits yang sudah sangat masyhur menjelaskan “Jagalah lima perkara sebelum (datang) lima perkara (lainnya). Mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum sibukmu dan hidupmu sebelum matimu." HR Nasai dan Baihaqi. Makna dari hadits ini adalah bahwa hendaknya setiap muslim menyiapkan segala hal untuk menghadapi masa depan, termasuk menggunakan kekayaan untuk masa kesusahan. Hal ini juga selaras dengan saba beliau lainnya yaitu: "Dua nikmat yang banyak manusia tertipu di dalam keduanya, yaitu nikmat sehat dan waktu luang." HR. Bukhari, Tirmidzi dan Ibnu Majah. Maka sebuah pertanyaan besar yang harus dijawab mengakhiri tahun penuh fitnah ini adalah “Apa yang sudah kita siapkan untuk masa-masa yang akan datang?”

Perbekalan yang paling utama bagi setiap muslim adalah takwa, sebagaimana firmanNya “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” QS. Al-Baqarah: 197. Takwa dalam makna yang sebenarnya yaitu “Mengoptimalkan seluruh potensi jiwa dan raga kita untuk mendapatkan ridha dari Allah Ta’ala”. Secara lebih spesifik dimensi dari takwa adalah keyakinan dalam hati, ucapan dengan lisan dan amal dengan anggota badan. Jika ketakwaan terkait dengan suatu kenikmatan maka meyakini bahwa nikmat tersebut datang dari Allah Ta’ala, kemudian bersyukur dengan lisan atas nikmat tersebut dan ketiga adalah menggunakan nikmat tersebut berada di jalannya.

Salah satu kenikmatan yang bisa menjadi bekal untuk masa depan kita tidak hanya di dunia namun juga hingga ke akhirat adalah harta kita. Ia menjadi perbekalan apabila digunakan di jalan Allah Ta’ala, misalnya dishadaqahkan, diinfakkan, dikeluarkan zakatnya dan diwakafkan. Shadaqah adalah makna umum dari segala bentuk kebaikan dalam mengeluarkan harta, serta manfaatnya hanya sekali itu saja, ini semakna dengan infak harta. Sementara zakat adalah sebuah kewajiban yang memang harus dikeluarkan apabila harta kita sudah sampai nishab dan haul-nya, zakat merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan. Adapun wakaf adalah mengeluarkan harta di jalan Allah Ta’ala di mana pokok hartanya akan tetap dan hasilnya menjadi sedekah bagi wakif atau orang yang mengeluarkan wakaf tersebut.

Wakaf adalah satu amal kebaikan dalam harta yang sangat istimewa, karena ia memiliki manfaat yang berterusan hingga akhir zaman. Hal ini sebagaimana sabda Nabi yang mulia “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh” HR. Muslim. Para ulama menyatakan bahwa sedekah jariyah dalam riwayat ini adalah wakaf, yaitu satu kebaikan dalam mengeluarkan harta yang manfaatnya akan terus mengalir, baik bagi masyarakat yang masih hidup yang mendapatkan hasil dari wakaf tersebut, ataupun wakif yang telah meninggal dunia dengan mendapatkan ajr (pahala) dari Allah Ta’ala.

Inilah kebaikan terus menerus dari wakaf yang berbeda dengan amal ibadah dengan harta lainnya, jika ibadah harta lainnya hanya sampai pada pemberiannya saja maka wakaf akan terus mengalir pahalanya selama harta wakaf itu masih ada. Tentu saja nadzir sebagai pengelola wakaf harus mampu untuk menjadikan harta wakaf yang diamanahkan kepadanya terus memberi manfaat dan berkembang hingga akhir zaman. Di sinilah kita memerlukan nadzir wakaf yang Amanah dan professional. Karena ia menjadi kunci bagi produktif suatu harta wakaf.

Kembali kepada waktu yang terus berlalu dan masa yang kian meninggalkan kita maka introspeksi diri (QS. Al-Hasyr: 18) terkait dengan harta kita menjadi sebuah keniscayaan. Apakah harta yang kita miliki itu bersumber dari pendapatan yang halal? Apakah kita sudah bersyukur dengan nikmat harta tersebut? Dan apakah harta tersebut digunakan di jalan Allah Ta’ala? Pertanyaan ini selaras dengan sabda Nabi yang mulia “Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak dari tempat hisabnya pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai empat hal: (1) umurnya, untuk apakah ia habiskan, (2) jasadnya, untuk apakah ia gunakan, (3) ilmunya, apakah telah ia amalkan, (4) hartanya, dari mana ia peroleh dan dalam hal apa ia belanjakan” HR Ibnu Hibban dan at-Tirmidzi. Jika harta kita sudah bersumber dari harta yang halal, maka pertanyaan yang paling penting adalah apakah harta tersebut digunakan untuk jalan kebaikan?

Maka, wakaf menjadi ibadah dengan harta yang kebaikannnya akan terus mengalir hingga akhir zaman, bahkan Ketika kita telah meninggal dunia. Pahalanya akan terus ada, selama harta wakaf dikelola oleh nadzir yang memahami Amanah dan tanggunghawanya. Wakaf dzurry atau ahli menjadi warisan bagi anak cucu kita, ia adalah kebaikan yang tidak akan pernah habis bahkan lebih dari tujuh turunan. Sementara wakaf Khairi menjadi kebaikan bagi seluruh umat manusia yang akan terus mengalir manfaatnya bagi mereka.

Jika demikian adanya, maka muhasabah al-maaliyah (introspeksi harta) di akhir tahun ini mengingatkan kita Kembali akan kebaikan wakaf yang menjadi warisan dengan kebaikan yang tidak berkesudahan. Bagi yang sudah berwakaf di tahun-tahun sebelumnya, maka teruslah konsisten dalam berwakaf dan kalua mungkin terus ditingkatkan. Bagi yang belum berwakaf, maka siapkan tahun depan untuk berwakaf, agar hart akita bermanfaat di dunia bagi manusia dan bagi kita di akhirat sana. Ayo Berwakaf… (abdmisno).

Rabu, 03 November 2021

SURAT UNTUK SAHABAT: SEMANGAT, SEMANGAT DAN SEMANGAT

 Oleh: Abd Misno



Saya menulis artikel ini untuk seorang sahabat di seberang samudera sana, sebuah surat yang menggambarkan sebuah persahabatan yang penuh dengan lika-liku dunia; suka dan duka, bahagia dan sengsara bahkan dosa dan pahala silih berganti mewarnai persahabatan ini. Sebuah persahabatan yang entah dari mana dimulai, media sosial, pertemanan atau memang takdir yang menentukan. Bisa jadi ini adalah persahabatan yang lillah, walaupun terkadang berubah menjadi toxic relationship karena sifat manusia yang selalu salah dan lupa. Waktu yang akan memberikan jawabannya dari persahabatan ini.

Sahabat, dunia ini memang penuh dengan pesona, seringkali ia hadir dan menjadi sebuah karunia. Namun tidak jarang menjadi bala dan nestapa bagi para penghuninya. Ketampanan rupa, kecantikan raga dan indahnya jasad manusia adalah satu di antara pesona dunia. Ia memang indah dalam pandangan manusia, karena fitrahnya memang menyukai semua hal yang nyaman di mata. Tentu saja, pesona raga ini tidak selamanya menjadi anugerah, bahkan banyak fakta menjadi bala dan musibah. Tidak hanya bagi yang salah dalam memaknainya, namun juga bagi para pemiliknya.

Banyak cerita dari kawan dan kolega, yang memiliki raga “sempurna” namun menjadi fitnah dan cobaan dalam hidupnya. Karena sebab pesonanya ia mengalami berbagai bencana yang biasanya karena hawa manusia. Kita memandang seolah-olah Bahagia Ketika memiliki raga memesona, padahal nyatanya mendatangkan bala dan ketidaknyamanan bagi yang empunya. Belum lagi sifat durjana pemiliknya yang lupa bahwa hakikatnya raga yang memesona itu adalah milik dari Sang Pencipta semesta. Maka bersyukurlah dengan raga “sempurna” yang ada, menggunakannya untuk selalu dalam lindungan syariahNya.

Setelah raga sempurna, keluarga menjadi karunia yang luar biasa. Pasangan yang sholeh atau sholehah, anak keturunan yang selalu berbakti pada orang tua hingga tetangga yang selalu melaksanakan hak-haknya dalam beragama. Semua itu adalah karunia yang tidak semua orang dapat merasakannya.

Pekerjaan yang layak dengan pendapatan yang cukup juga merupakan karunia tidak terhingga, rizki yang telah ditetapkanNya pada kita mengalir atas kehendakNya. Hingga kita tidak merasakan lagi kekurangan atau kesulitan dalam memenuhi kebutuhan, beryukur adalah kuncinya. Karena di luar sana banyak sekali orang yang dengan susah payah mencari pekerjaan, kekurangan pendapatan karena gaji yang tidak dapat mencukupi kebutuhan dirinya serta keluarganya. Banyak di luar sana orang-orang yang dengan terpaksa mengais makanan di tempat sampah, atau makan-makanan yang haram karena kurangnya pendapatan.

Sahabat, rupa yang memesona, keluarga sejahtera dan pendapatan yang ada adalah sebagian dari karunia Allah ta’ala yang harus kita syukuri. Tidak semua orang dapat merasakan ketiganya secara bersama, sehingga Kembali memikirkan atas segala nikmat tersebut adalah hal yang harus dilakukan selalunya. Jika kemudian muncul rasa gundah gulana, rasa tidak nyaman di dada atau rasa malas menghampiri di jiwa maka segeralah mengingat Kembali semua karunia yang ada, bersyukur atasnya dan memanfaatkan di jalanNya.

Jika rasa malas melanda, maka ingatlah banyak di luar sana orang yang akhirnya sengsara hidupnya karena kemalasannya. Mereka rugi, tidak hanya di dunia namun juga di akhirat sana. Penyakit malas telah menjadikan seseorang itu menajdi pencundang yang terkalahkan oleh para pemenang, bahkan oleh dirinya sendiri. Maka, Kembali luruskan niat kita, nikmati prosesnya dan fokus pada tujuan yang ada. Jika rasa malas karena lelahnya raga, maka beristirahatlah sejenak, kumpulkan tenaga untuk kembali membuat sebuah maha karya. Tapi bila malas itu karena hawa dan godaan sang durhaka, maka segeralah berdoa kepadaNya “Ya Allah.. aku berlindung dari sifat malas… “ kemudian kuatkan keinginan, bulatkan Azzam, melangkah ke depan dan yakin masa depan tidak akan diraih dengan kemalasan.

Sahabat, tetaplah bersemangat karena akhirat itu sangat dekat, bahkan dunia ini sudah mulai sekarat, hingga kita lihat begitu banyak menyebar dosa dan maksiat. Terus perbaiki diri, walau itu berat di hati, tapi teruslah berlari hingga sampai di ujung negeri, di sana menanti tempat abadi yaitu surga dan keridhaan Ilahi.

Aku bukan pemberi nasehat yang baik, karena mungkin aku juga sering lupa, tapi marilah bersama bergandengan tangan menuju negeri ampunan semoga di sana kebahagiaan akan menjelang. Sahabatmu, Bogor 03 Nopember 2021.  

MEMAKNA MODERASI BERAGAMA

Dr. Abd Misno, MEI

Direktur Program Pascasarjana INAIS Bogor


Saat ini kita sering sekali mendengar istilah moderasi beragama, kata ini menjadi semacam campaign (kampanye) dalam kehidupan beragama khususnya di Indonesia. Apabila kita menelisik lebih jauh sejatinya hakikat dari moderasi beragama dalam Islam sudah dijelaskan secara detail yaitu dalam QS. Al-Kaafirun: 6, Allah Ta’ala berfirman “Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku".  Lantas bagaimana sejatinya memakna moderasi beragama yang saat ini menjadi istilah yang banyak dijumpai di Indonesia?    

Istilah “moderasi” berasal dari Bahasa Inggris yaitu kata “moderation”, yang bermakna sikap sedang dan tidak berlebih-lebihan. Kita mengenal istilah “moderator”, yang bermakna ketua (of meeting), pelerai, penengah (of dispute). Secara lebih luas moderator dipahami sebagai orang yang bertindak sebagai penengah (hakim, wasit, dan sebagainya), pemimpin sidang (rapat, diskusi) yang menjadi pengarah pada acara pembicaraan atau pendiskusian masalah, alat pada mesin yang mengatur atau mengontrol aliran bahan bakar atau sumber tenaga. Kata moderation berasal dari bahasa Latin “moderatio”, yang berarti ke-sedang-an (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kata “moderasi”  dengan penghindaran kekerasan atau penghindaran keekstreman.

Istilah untuk moderat atau moderasi dalam Bahasa Arab adalah washattiyah yang bermakna pertengahan. Ibnu Faris dalam karyanya Mu’jam Maqayis al-Lughah, memaknainya dengan sesuatu yang di tengah, adil, baik, dan seimbang. Dalam bahasa yang umum digunakan dalam keseharian kita hari ini, wasathiah seringkali diterjemahkan dengan istilah moderat atau bersikap netral dalam segala hal. Terminologi wasath -atau dalam bentuk Sifat musyabbahah-nya dibaca wasith ini- kemudian diadobsi oleh bahasa Indonesia dengan sebutan “wasit”, yaitu orang yang menengahi sebuah pertandingan antara dua kubu atau kelompok dalam sebuah pertandingan sepakbola, voli dan lain sebagainya.

Apabila istilah moderasi digabungkan dengan agama dan sikap dalam beragama maka menjadi moderasi beragama yang bermakna “Sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstreman dalam praktik beragama”. Istilah ini merujuk kepada sikap dan upaya menjadikan agama sebagai dasar dan prinsip untuk selalu menghindarkan perilaku atau pengungkapan yang ekstrem (radikalisme) dan selalu mencari jalan tengah yang menyatukan dan membersamakan semua elemen dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa Indonesia.

Istilah ini memang sangat indah untuk didengar, dan secara teoritis begitu elegan, yaitu dalam beragama kita tidak boleh terlalu “ekstrim” baik ke kiri ataupun ke kanan. Apalagi dalam konteks keindonesiaan yang multi kultur dan plural, moderasi menjadi sebuah keniscayaan menurut mereka. Namun, benarkah yang dimaksud moderasi beragama adalah demikian? Atau jangan-jangan juga terjebak ke dalam pluralism agama yang memunculkan keyakinan semua agama adalah sama?

Islam sejak awal kehadirannya telah memberikan pedoman dalam beragama, sebagaimana firman Allah Ta’ala dalam QS. Al-Baqarah: 143 “Dan demikian pula Kami telah menjadikan kalian (umat Islam) sebagai umat pertengahan agar kalian bisa menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kalian”. Makna dari ummatan washatan adalah umat yang pertengahan, tidak condong kepada ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan, yaitu berpegang teguh pada wahyu Allah ta’ala. Tentu saja makna ekstrim sendiri juga perlu didefinisikan dengan benar, karena banyak orang yang men-cap ektrim seseorang padahal sejatinya dia berpegang teguh kepada syariat Islam yang hanif.

Merujuk pada ayat dalam QS. Al-Baqarah: 143, dipahami bahwa Islam telah memberikan seperangkat aturan wahyu yang bersifat washatan (moderat) atau pertengahan, yaitu tidak berlebih-lebihan dan tidak pula menyepelekan. Konteks ayat ini tentu saja terkait dengan kisah Nabi Isa alaihisalaam, di mana kaum Yahudi berlebih-lebihan dengan menganggap Nabi Isa adalah anak hasil perzinahan, sementara kaum Nashrani berlebih-lebihan dengan menyatakan Nabi Isa adalah anak Tuhan. Maka, Islam berada di antara keduanya, yaitu Nabi Isa adalah anak dari perawan suci Maryam dan sebagai nabi dan rasulNya.

Selain ayat tersebut, masih banyak lagi ayat dan hadits yang memerintahkan kita untuk beragama dengan tidak berlebih-lebihan. Misalnya sabda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam Wahai manusia, jauhilah oleh kalian sikap terlalu berlebih-lebihan (melampaui batas) dalam beragama.! Karena sesungguhnya (hal) yang menghancurkan umat sebelum kalian adalah lantaran sikap terlalu berlebih-lebihan dalam beragama. H.R. Ibnu Majah. Hadits ini secara jelas memerintahkan kita untuk tidak berlebih-lebihan dalam beragam, dengan istilah lain hendaknya kita beragama sesuai denga napa yang telah Allah Ta’ala tetapkan di dalam kitabNya dan dalam sunnah Nabi-Nya yang mulia.

Kembali kepada makna moderasi beragama, sejatinya Islam telah sempurna dan lengkap sebagaimana firmanNya “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu”. QS. Al-Maidah: 3. Merujuk pada ayat ini maka Islam sudah sempurna, mengatur seluruh sendi kehidupan manusia termasuk dalam sikap beragama. Baik sikap beragama secara individual, komunal dan kemasyarakatan. Demikian pula sikap beragama dengan sesame Islam serta dengan pemeluk agama lainnya, Islam telah mengatur semuanya.

Moderasi beragama yang saat ini berkembang sejatinya hanya sebuah slogan untuk memperbaharui Syariah Islam yang sejatinya sudah sempurna. Semacam upaya mengingatkan Kembali kepada umat Islam bahwa Islam sudah sejak awal sudah toleran dengan semua agama. Tentu saja pedoman umat Islam dalam hal ini adalah firmanNya dalam QS. Al-Kaafirun: 6, Allah Ta’ala berfirman “Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku". Ayat ini sudah sangat jelas, toleransi beragama dalam Islam adalah membiarkan umat lain untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan mereka.

Jika moderasi beragama saat ini justru kebablasan atau memang disengaja dengan memaknainya dengan menghormati agama lain hingga menganggapnya sebagai sebuah kebenaran. Ini tentu sebuah kesalahan, karena bertentangan dengan ayat yang mulia “Sesungguhnya agama (yang diridai) di sisi Allah hanyalah Islam.” Demikian pula jika moderasi beragama kemudian mencampuradukan antara Islam dengan agama dan kepercayaan lainnya maka ini adalah salah satu dari pemikrian pluralisme dan liberalisme agama di mana memaksakan satu agama dalam hal ini Islam untuk melebur dengan agama dan kepercayaan lainnya.

Maka, kesimpulannya adalah bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar tidak boleh setiap muslim meyakini ada kebenaran dalam agama lain. Namun, sebagai muslim kita juga harus menghormati agama dan kepercayaan orang lain dengan tidak mengganggu mereka untuk beribadah. Inilah sejatinya Islam, yang menjadi rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil’alamiin). Pagi cerah di Kota Hujan, 03112021