Senin, 24 Agustus 2015

Buku Reinterpretasi Mustahiq Zakat

Sinopsis
Buku Reinterpretasi Mustahiq Zakat


Zakat adalah bagian dari syariat Islam yang memiliki dua dimensi, yaitu dimensi ibadah dan dimensi muamalah. Pemikiran mengenai zakat saat ini semakin berkembang, jika dahulu orang-orang yang berhak untuk mendapatkan zakat terbatas delapan ashnaf. Maka saat ini cakupan dari delapan ashnaf  tersebut semakin dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman.
Salah satu dari ashnaf mustahiq (pihak penerima zakat) adalah fi sabilillah yaitu mereka yang berjuang dan berperang di jalan Allah ta’ala. Maka beberapa pemikir kontemporer mengembangkannya sehingga makna fi sabilillah tidak hanya mereka yang berperang di jalan Allah, namun semua orang yang berusaha untuk menegakkan kalimat Allah seperti penuntut ilmu, mahasiswa, da’i dan lain sebagainya juga berada di jalan Allah. Bagaimana pendapat ini sebenarnya? Apakah pengembangan dari pemikiran ini dibenarkan? Buku menyajikan problem interpretasi terhadap ashnaf fi sabilillah

Dhalalah Perspektif Sayyid Quthb

Abstract

Sayyid Qutb is one of the controversial commentators, it is apparent from the interpretation of some verses of the Qur'an, especially with respect to the faith. His ideas contained in the book of commentary that is fi Zhilâl the Qur'an that get a lot of criticism from other Muslim leaders. one of the interesting things about the concept of thinking is dhalalah or error. As an ideology of Al-Muslim Brotherhood in Egypt he had radical ideas, especially relating to the political and legal system. He believes there are only two things in this world, namely Muslims or infidels, God's law or the law syaithan. The thinking on this is regarded as neo thoughts Khawarij in this century. Especially when he mentioned that today Muslims are nothing more than ignorance of the modern age. His ideas are very interesting to be materials research, especially with regard to the interpretation of the verses of the Qur'an.
This study will focus on the interpretation of Sayyid Qutb of the verses about dhalalah or error. To be more comprehensive then discussed also about the meaning dhalalah in the Qur'an, Sayyid Qutb biographies and characteristics Zilal Fi Tafsir Al-Quran as compared to other books of tafsir.
Research methods used in this study is a qualitative method approach maudhu'i interpretation method that is the method that seek verses of the Koran in accordance with the theme through a dictionary Mu'jam Mufahras Alfadz Koran, then looking at the book of commentary which is the primary source and the other as a supporting book of commentary. Data taken from the verses relating to the term dhalalah interpreted by Sayyid Qutb in Zilal Fi Tafseer of the Qur'an. It is also used other books that reinforce the pedanapt. Analysis of data using content analysis, especially in the passages concerned, further disaggregated considered the most powerful opinion represents the thinking of Sayyid Qutb.
The research in this thesis shows that the meaning dhalalah the Qur'an is divided into two in the language (etymology) and terminology (the term). In language, the term meaningful dhalalah lost, wasted and lost. While the term is the deviation from the path of Allah Ta'ala in the form of not heed the commands of Allah and His Messenger. Sayyid Qutb understands that the error referred to in the Qur'an is no human error in the form of idolatry, infidelity, hypocrisy, wickedness and opposition to the laws of Allah.


Key Word: Ad-Dhalalah, apostasy, Sayyid Qutb, Fi Zilal Tafsir Al-Quran

Sikap Anti Sosial

SIKAP ANTISOSIAL SEBAGAI SALAH SATU DAMPAK DARI POLA ASUH ORANG TUA YANG SALAH DAN TATA CARA PENANGANANNYA

Dindin Ridwanudin
Program Studi Pendidikan Guru MI
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Email: dindin_ridwanudin@yahoo.com

ABSTRACT

Antisocial behavior is one of social problems that can be occur in the early childhood development. A major risk factor that encourage this behavior is parenting style, in particular harsh and inconsistent parenting. The use of corporal punishment by mean to make the children disciplin and obedient may increase antisocial behavior among them. When antisocial be the children behavior and it lets by parents and home environment, the destructive things may be happen by the children as a consequence. Behavioral therapy and cognitive guidance is needed to heal them again.

Kata Kunci: Sikap Antisosial, Pola Asuh, Penangan Sikap Antisosial


A.  Latar Belakang
Pertumbuhan dan perkembangan fisik-psikis anak yang normal adalah dambaan seluruh orang tua. Atas dasar keinginan dan cita-cita tersebut, orang tua melakukan berbagai hal yang dapat memfasilitasi tumbuh kembang anak-anaknya. Mereka menyiapkan asupan nutrisi yang memadai untuk makan anak-anaknya dan mengantarkannya ke lembaga-lembaga pendidikan yang dianggap dapat mengembangkan potensi.Tidak sedikit dari orang tua yang merasa senang ketika anak-anaknya dalam keseharian lebih banyak berada di rumah daripada mereka bersosialisasi dengan lingkungan sekitar-nya. Ada juga orang tua yang sengaja mengkondisikan dengan pemaksaan agar mereka tetap tinggal di rumah. Kekhawatiran atas pergaulan yang bisa mempengaruhi atau berdampaik negatif terhadap anak-anaknya menjadi salah satu alasannya.
Sayang sekali, kebanyakan orang tua tidak menyadari jika setiap perlakuan yang terapkan kepada anak-anaknya berpengaruh terhadap, utamanya, perkembangan psikologis mereka pada masa yang akan datang. Dari mereka ada yang super protektif, sehingga pola asuh mengarah kepada perilaku otoriter. Dengan alasan untuk mendidik, orang tua dengan pola asuh otoriter  ini, tidak jarang  melakukan hal seperti memukul sebagai bentuk hukuman, menghardik, dan bahkan membentak anak yang melakukan sesuatu yang dianggap perilaku negatif.
Orang tua yang memperlakukan anak-anaknya dengan pola asuh otoriter, terbiasa memberikan hukuman-hukuman fisik kepada anak-anaknya. Padahal, berdasarkan beberapa hasil kajian, hukuman fisik cenderung mewariskan sikap yang kurang baik terhadap aspek perkembangan sosial anak. Sikap sosial yang negatif tersebut antara lain agresif, menentang, dan antisosial.
Dalam kesempatan ini, penulis akan menggali lebih jauh tentang sikap antisosial yang diakibatkan dari hukuman fisik yang orang tua biasa lakukan terhadap anak-anaknya sebagai konsekwensi pelanggaran norma atau aturan-aturan. Kemudian, penulis akan mencoba untuk menawarkan solusi untuk mengantisipasi dan menangani sikap antisosial yang terjadi pada anak.

B.        Rumusan Masalah
Agar memberikan fokus terhadap kajian dalam makalah ini, maka disusunlah rumusan masalah. Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.         Apakah yang dimaksud dengan sikap antisosial (antisocial behavior)?
2.         Apakah penyebab munculnya sikap antisosial (antisocial behavior) pada anak?
3.         Bagaimanakah menangani anak-anak yang terlanjur memiliki sikap antisosial (antisocial behavior)?

C.        Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1.         mengetahui dan memahami tentang sikap antisosial (antisocial behavior).
2.         mengetahui penyebab munculnya sikap antisosial (antisocial behavior) pada anak.
3.         mengetahui tata cara menangani anak-anak yang memiliki sikap antisosial (antisocial behavior).

D.        Analisis Permasalahan dan Pembahasan
1.         Pengertian Sikap Antisosial (antisocial behavior)
Antisosial adalah cluster yang berhubungan dengan sikap, yang di dalamnya mencakup sikap tidak patuh, agresif, amarah yang tidak terkontrol, berbohong, mencuri, dan suka melakukan kekerasan (Patterson, 1982). Untuk anak-anak pada usia dini, masih dianggap suatu yang bersifat normatif, tetapi dianggap demikian pada usia perkembangan tertentu saja, tapi untuk anak usia remaja hal ini adalah indikasi yang sangat kuat kepada masalah kesulitan penyeseuaian diri, yang dapat mengarah anak pada perilaku kriminal, ketika ia menginjak dewasa (Kohlberg, Ricks, & Snarey, 1984).
Antisosial adalah suatu kondisi yang menunjukkan kurang kontrol emosi dan sifat personal yang menunjukkan hal-hal seperti ceria semu dan perbuatan suka melakukan kecurangan (Cleckley, 1988). Definisi dari anti sosial itu sangat luas, yang mencakup perbuatan kriminal dan non-kriminal seperti berbuat gaduh, sikap akresif, vandalisme, penggunaan obat-obat terlarang. Sementaran The Crime and Disorder Act (1998) memberikan pengertian jika antisosial itu adalah perbuatan yang dapat menyebabkan atau kira-kira bisa menyebabkan gangguan, suatu keadaan yang dapat membahanyakan seseorang atau lebih banyak orang yang bukan keluarganya.
Menurut Kathleen Stassen Berger, sikap antisosial adalah sikap dan perilaku yang tidak mempertimbangkan penilaian dan keberadaan orang lain ataupun masyarakat secara umum disekitarnya. Secarasederhana, perilaku antisosial bisa digambarkan sebagai `perilaku yang tidak diinginkan sebagai akibat dari gangguan kepribadian dan merupakan lawan dari perilaku prososial.
Antisosial terdiri dari kata anti dan sosial, anti yang berarti menentang atau memusuhi dan sosial yang berarti berkenaan dengan masyarakat. Jadi, antisosial adalah suatu sikap yang melawan kebiasaan masyarakat dan kepentingan umum. Sikap antisosial memiliki definisi longgar, namun sebagian besar setuju dengan ciri-ciri perilaku antisosial yang dikenal umum, seperti mabuk-mabukan di tempat umum, vandalisme, mengebut di jalan raya, dan perilaku yang dianggap menyimpang lainnya.
Secara sederhana, perilaku antisosial bisa digambarkan sebagai “perilaku yang tidak diinginkan sebagai akibat dari gangguan kepribadian dan merupakan lawan dari perilaku prososial” (Lane 1987; Farrington 1995; Millon et al 1998). Menurut Nevid dkk. (2005) gangguan perilaku antisosial adalah sebuah gangguan perilaku yang ditandai oleh perilaku antisosial dan tidak bertanggungjawab serta kurangnya penyesalan untuk kesalahan mereka. Sedangkan menurut Cleckley (1976) orang dengan gangguan kepribadian antisosial (antisocial personality disorder) secara persisten melakukan pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dan sering melanggar hukum. Mereka mengabaikan norma dan konvensi sosial, impulsif, serta gagal dalam membina hubungan interpersonal dan pekerjaan. Meski demikian mereka sering menunjukkan kharisma dalam penampilan luar mereka dan paling tidak memiliki intelegensi rata-rata.
Menurut Kathleen Stassen Berger, sikap antisosial adalah sikap dan perilaku yang tidak mempertimbangkan penilaian dan keberadaan orang lain ataupun masyarakat secara umum disekitarnya. Sikap dan tindakan antisosial terkadang mengakibatkan kerugian bagi masyarakat luas karena si pelaku pada dasarnya tidak menyukai keteraturan sosial seperti yang diharapkan oleh sebagian besar anggota masyarakat.
a.         Robert M.Z Lawang perilaku menyimpang adalah tindakan yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku dalam suatu system social dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang untuk memperbaiki prilaku yang menyimpang tersebut.
b.         James Vander Zanden perilaku menyimpang adalah perilaku yang oleh sejumlah besar orang di anggap sebagai hal yang tercela dan di luar batas toleransi.
c.         Bruce J. Cohen perilaku menyimpang adalah setiap perilakun yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat.
d.         Paul B. Horton penyimpangan adalah setiap perilaku yang di nyatakan sebagai suatu pelanggaran terhadap norma-norma kelompok atau masyarakat.
e.         Soerjono Soekanto perilaku menyimpang adalah penyimpangan terhadap kaidah-kaidah dan nilai-nilai dalam masyarakat.
f.          Kartini Kartono penyimpngan merupakan tingkahlaku yang menyimpang dari rakyat kebanyakan .
g.         John J. Macionis perilaku menyimpang adalah pelanggaran terhadap norma masyarakat.

2.         Penyebab Munculnya Sikap Antisosial (antisocial behavior)
Hukuman fisik diprediksikan berpengaruh terhadap sikap antisosial anak di masa yang akan datang. Sebagai respon terhadap pernyataan ini bahwa hukuman fisik pada hakikatnya hal yang sangat berbahaya, (Gunnoe & Mariner, 1997, Larzelere, 2000).
Secara teoretis, penelitian terhadap hubungan antara hukuman fisik dan sikap antisosial anak harus dilihat sebagai bagian dari penelitian perkembangan yang fokusnya adalah hubungan antara anak dan orang tua. (Gershoff, 2002). Perpektif yang sama diutarakan oleh Vuchinich dan rekan-rekannya (1992) yang menyatakan bahwa orang tua yang menerapkan disiplin keras, secara tidak disadari menggiring anak pada sikap antisosial karena perilaku yang tidak layak ini dalam praktiknya orang tua mengeksprersikannya dalam kemarahan.
Strassberg dan rekan-rekannya (1994) mengamini pendapat di atas. Sejumlah peneliti sudah melakukan pengujian hubungan antara hukuman fisik dan sikap antisosial yang akan muncul pada diri anak di masa yang akan datang. Straus and Donnelly (2001) menyatakan jika banyak orang tua yang menerapkan hukuman fisik sebagai usaha untuk memenuhi keinginannya agar anak memiliki sikap yang baik. Bagaimana pun, pengalaman empiris dari kajian Straus dan rekan-rekannya (Straus et al., 1997) mengimplikasikan bahwa hukuman fisik akan mengakibatkan sikap yang justru kebalikan dari apa yang dikehendaki oleh orang tua. Mereka menyimpulkan bahwa alih-alih menanamkan sikap yang dikehendaki orang tua, hukuman fisik justru mengajarkan anak bahwa kekerasan secara fisik adalah sesuatu yang sifatnya normatif dan merupakan cara untuk menyelesaikan masalah.
Survey yang dilakukan secara nasional kepada keluarga dan kerabat untuk menguji efek dari hukuman fisik terhadap sikap antisosial anak dan ditemukan bahwa hukuman fisik mempengaruhi peningkatan sikap antisosial pada beberapa etnis tetapi juga untuk sebagian etnis lain justru dapat menurunkan sikap antisosial tersebut. Sebagai contoh,  Gunnoe and Mariner menemukan bahwa “hubungan antara memukul pantat dan selanjutnya diikuti dengan sikap agresif sangat negatif bagi anak-anak kulit hitam. Menurut mereka, hal ini menunjukan jika memukul pantat bisa jadi menghalangi perilaku agresif di kalangan anak-anak kulit hitam.
Sebaliknya, McLeod and Shanahan (1993) justru tidak menemukan bukti tentang adanya hubungan antara hukuman fisik dengan sikap antisosial anak ditinjau dari segi suku dan ras. Eamon (2001), McLeod and Nonnemaker (2000), and Bradley and colleagues (2001) menemukan bukti hubungan yang berbeda antara hukuman fisik dengan sikap antisosial bedasarkan ras dan etnis. Sebagai contoh, dalam pengujian hubungan antara hubukuman fisik yang dilakukan orang tua dan meningkatnya permasalahan anak pada warga Amerika keturunan Afrika dan  keluarga Hispanik Eropa baik kepada mereka orang miskin maupun yang tidak, Bradly dan rekan-rekannya menemukan jika hukuman pukul pantat memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap masalah-masalah sikap pada warga Eropa Amerika dan justru memiliki hubungan yang lemah pada warga negara keturunan Afrika Amerika. Tetapi, bagaimana pun yang namanya hukuman fisik selalu diasosiasikan dengan peningkatan pada masalah anak.
Rhee and Waldman melakukan kajian meta-analisis tentang sikap genetis dari antisosial dan dari kajian ini menunjukkan jika 41% variance dari sikap antisosial ini disebabkan oleh faktor genetis, sekitar 16% disebabkan oleh faktor lingkungan, dan sekitar 43% oleh faktor lainnya. Perkiraaan dari penelitian ini berdasarkan kepada temua dari 51 kajian yang jumlah sampelnya variatif dari yang paling sedikit (kurang dari seratus partisipan) sampai dengan kajian yang menggunakan sampel yang banyak (ribuan partisipan), dengan menggunakan metode penelitian yang beragam untuk bisa mengungkapkan fakta bahwa keturunan dan lingkungan mempengaruhi sikap antisosial. Faktanya, temuan yang paling mendasar adalah bahwa sikap antisosial dipengaruhi oleh keturunan.
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa ditemukan kurang dari satu persen dari varian dalam sikap antisosial hakikatnya dipengaruhi daerah sekitar. Sedangkan variabel lainnya (tetangga yang merugikan, konsentrasi atau pusat-pusat imigrasi, dan perpindahan penduduk) dan variabel individu serta keluarga, menunjukkan bahwa prediktor yang paling kuat dari munculnya sikap antisosial adalah proses pola asuh orang tua, sekolah yang miskin performa, dan sikap agresif di masa kanak-kanak. Hasil kajian menyarankan agar ada kegiatan yang dapat memberikan pembimbingan dalam hal praktik bimbingan orang tua, yang didalamnya termasuk meningkatkan kemampuan berkomunikasi, melakukan supervisi dan monitoring terhadap anak keduanya hal tersebut adalh cara untuk menanggunlangi sikap antisosial pada diri anak (Tara Renae Mc Gee, et. al. 2011)
Hasil kajian lainnnya menunujukkan juga faktor keluarga mempunyai hubungan terhadap sikap antisosial. Faktor-faktor tersebut antara lain: jumlah lahiran, usia ibu melahirkan, kualitas ubungan perkawinan, ibu yang mengonsumsi alkohol, ibu yang perokok, pola asuh orang tua, lamanya waktu koneksi dengan ibu, jumlah pertemuan anak dengan orang-orang selain keluarga, dan gaya komunikasi keluarga. (Barnes & Olsen 1982; Olsen et al. 1982).
Faktor-faktor lain yang berhubungan dengan sikap antisosial, yang meliputi:
a.         Anak agresif
b.         Performa sekolah
c.         Tetangga yang kurang baik
d.         Pusat-pusat imigrasi
e.         Mobilitas penduduk
Para dokter anak, psikolog, dan sosiolog juga mengindikasikan jika karakteristik pola asuh orang tua yang tidak baik dengan melakukan kekerasan, penerapan disiplin yang tidak konsisten, dengan sangat jelas  memiliki pengaruh terhadap sikap antisosial. Stress dan depresi serta kekerasan pasangan (kekerasan dalam rumah tangga) adalah hal yang paling dominan yang berefek negatif dan selalu diasosiasikan kepada munculnya sikap antisosial.
Karakteristik anak yang sering gelisah dikombinasikan dengan kurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi juga memiliki pengaruh terhadap munculnya sikap antisosial. Pola sikap seperti ini pada hakikatnya diintervensi oleh gaya pengasuhan orang tua.
Hasil kajian lain menunjukkan bahwa masalah antisosial 5 sampai 10 persen terjadi di negara-negara berkembang di barat, dan masalah antisosial tersebut dihubungkan dengan tindak kriminalisasi, penggunaan obat terlarang dan alkohol, pengangguran, kesehatan yang kurang baik, dan masalah mental (Cohen, 1998; Moffit, et al., 2002; Odgers, et al., 2007).
Faktor pola asih orang tua adalah faktor yang paling domanan terhadap terjadinya sikap antisosial pada anak yang disebabkan oleh perilaku kekerasan orang tua dan pola asuh yang tidak konsisten (Scott, 2008; Finzi-Dottan, Bilu, & Golubchik, 2011; Dadds, 1995). Faktor lainnya adalah penggunaan obat terlarang oleh orang tua, ibu yang depresi, kemiskinan, orang tua dengan pendidikan yang rendah, keluarga yang stress, dan juga status single parent (Webster-Stratton & Reid, 2008; Bloomquist & Schnell, 2005).
Hasil kajian Garber, Robinson, & Valentiner (1997) menunjukkan jika kurangnya monitoring dan supervisi terhadap aktivitas yang sering dilakukan  oleh anak juga memiliki kontribusi yang kuat terhadap munculnya sikap antisosial. Orang tua dengan anak yang bersikap antisosial diakibatkan juga oleh pola asuh yang permisif dan tidak konsisten (Loeber & Stouthamer-Loeber 1986). (Reid, Webster-Stratton & Baydar 2004). Sementara Rutter, Giller & Hagell (1998) menyimpulkan jika sikap antisosial diasosiasikan dengan kebiasaaan orang tua yang memposisikan anak sebagai musuh, suka menghukum, dan suka memaksakan kehendak.
Sementara hasil kajian lain menunjukkan jika masalah akademis anak juga memiliki peranan dan kecenderungan terhadap munculnya sikap antisosial dan perbuatan destruktif lainnya yang didalamnya termasuk perilaku kekerasan (Chen et al., 2008; Cairns & Cairns, 1994). (Chenet al.,2008; Dishion, Piehler,&Myers,2008). Hal ini didukung juga oleh hasil kajian Chang (2004) bahwa anak yang kemampuan akademisnya rendah yang bisa mengakibatkan stress dan frustasi: berpengaruh juga terhadap perilaku-perilaku menyimpang dan sikap antisosial. Dikuatkan lagi oleh hasi penelitian Capaldi (1992) yang mengatakan bahwa relasi yang kurang harmonis dalam keluarga dan hasil belajar yang kurang memuaskan juga berkontribusi terhadap sikap anti sosial.
Sementara Patterson dkk (1992) menyimpulkan jika depresi yang dialami oleh anak bisa mengakibatkan sikap antisosial. Hubungan antara bapak dan anak yang kurang harmonis juga menjadi penyebab sikap antisosial (Frick et al.,1992 and Loeber et al., 1995). Cohen & Prinstein, (2006) menemukan juga jika teman sebaya juga berkontribusi terhadap antisosial. Sikap antisosial tidak hanya berdampak kepada fisik dan mental dari pelaku saja tetapi juga untuk masyarakat. (Hare, 2003; Lynam & Gudonis, 2005). 
Hasil studi lain menunjukan bahwa keterampilan berbahasa yang kurang berpengaruh kepada kemampuan untuk mengeksternalisasikan dirinya sehingga bisa memunculkan sikap antisosial (Hill, 2002; Moffitt & Caspi, 2001; Nigg & Huang-Pollock, 2003; Se´guin, Parent, Tremblay, & Zelazo, 2009).
Usia-usia yang rentan terhadap munculnya sikap antisosial adalah usia pubertas (Dishion, Capaldi, Spracklen, & Li, 1995; Nagin& Tremblay, 2001; Ogders et al., 2008; Tremblay et al., 2004).
Dalam masyarakat ada beberapa bentuk sikap antisosial yang pada tingkatan tertentu dapat menimbulkan keresahan dalam masyarakat, yaitu sebagai berikut:
a.         Sikap antisosial yang muncul karena deviasi individual
Deviasi individual bersumber pada faktor-faktor yang terdapat pada diri seseorang, misalnya pembawaan, penyakit kecelakaan yang dialami oleh seseorang, atau karena pengaruh sosiokultural yang bersifat unik terhadap individu. Adapun bentuk-bentuk sikap antisosial tersebut antara lain sebagai berikut.
1)         Pembandel, yaitu orang yang tidak mau tunduk kepada nasihat-nasihat orang yang ada di sekelilingnya agar mau merubah pendiriannya.
2)         Pembangkang, yaitu orang yang tidak mau tunduk kepada peringatan orang-orang yang berwenang di lingkungan tersebut.
3)         Pelanggar, yaitu orang yang melanggar norma-norma umum atau masyarakat yang berlaku.
4)         Penjahat, yaitu orang yang mengabaikan norma-norma umum atau masyarakat, berbuat sekehendak hati yang dapat menimbulkan kerugian-kerugian harta atau jiwa di lingkungannya ataupun di luar lingkungannya, sehingga para anggota masyarakat meningkatkan kewaspadaan dan selalu bersiap-siap untuk menghadapinya.
b.         Sikap antisosial yang muncul karena deviasi situasional
Deviasi situasional merupakan fungsi pengaruh kekuatankekuatan situasi di luar individu atau dalam situasi di mana individu merupakan bagian yang integral di dalamnya. Situasi sosial adalah keadaan yang berhubungan dengan tingkah laku seseorang di mana tekanan, pembatasan, dan rangsangan-rangsangan yang datang dari orang atau kelompok di luar diri orang itu relatif lebih dinamik daripada faktor-faktor internal yang menimbulkan respon terhadap hal-hal tersebut. Deviasi situasional akan selalu kembali apabila situasinya berulang. Dalam hal itu deviasi dapat menjadi kumulatif. Bentuk sikap antisosial yang muncul adalah sebagai berikut.
1)         Degradasi moral atau demoralisasi karena kata-kata keras dan radikal yang keluar dari mulut pekerja-pekerja yang tidak mempunyai pekerjaan di tempat kerjanya.
2)         Tingkah laku kasar pada golongan remaja.
3)         Tekanan batin yang dialami oleh perempuan-perempuan yang mengalami masa menopause.
4)         Deviasi seksual yang terjadi karena seseorang menunda perkawinan.
5)         Homoseksualitas yang terjadi pada narapidana di dalam Lembaga Kemasyarakatan.
c.         Sikap antisosial yang muncul karena deviasi biologis
Deviasi biologis merupakan faktor pembatas yang tidak memungkinkan memberikan persepsi atau menimbulkan respon-respon tertentu. Gangguan terjadi apabila individu tidak dapat melakukan peranan sosial tertentu yang sangat perlu. Pembatasan karena gangguan-gangguan itu bersifat transkultural (menyeluruh di seluruh dunia). Beberapa bentuk deferensiasi biologis yang dapat menimbulkan deviasi biologis adalah sebagai berikut.
1)         Ciri-ciri ras, seperti tinggi badan, roman muka, bentuk badan, dan lain-lain.
2)         Ciri-ciri biologis yang aneh, cacat karena luka, cacat karena kelahiran, anak kembar, dan lain sebagainya.
3)         Ciri-ciri karena gangguan fisik, seperti kehilangan anggota tubuh, gangguan sensorik, dan lain sebagainya.
4)         Disfungsi tubuh yang tidak dapat dikontrol lagi, seperti epilepsi, tremor, dan sebagainya.
Adapun bentuk sikap antisosial yang muncul adalah egoisme, rasisme, rasialisme, dan stereotip.
1)         Egoisme, yaitu suatu bentuk sikap di mana seseorang merasa dirinya adalah yang paling unggul atas segalanya dan tidak ada orang atau benda apapun yang mampu menjadi pesaingnya.
2)         Rasisme, yaitu suatu sikap yang didasarkan pada kepercayaan bahwa suatu ciri yang dapat diamati dan dianggap diwarisi seperti warna kulit merupakan suatu tanda perihal inferioritas yang membenarkan perlakuan diskriminasi terhadap orang-orang yang mempunyai ciriciri tersebut.
3)         Rasialisme, yaitu suatu penerapan sikap diskriminasi terhadap kelompok ras lain. Misalnya diskriminasi ras yang pernah terjadi di Afrika Selatan.
4)         Stereotip, yaitu citra kaku mengenai suatu ras atau budaya yang dianut tanpa memerhatikan kebenaran citra tersebut. Misalnya stereotip masyarakat Jawa adalah lemah lembut dan lamban dalam melakukan sesuatu. Stereotip tersebut tidak selalu benar, karena tidak semua orang Jawa memiliki sifat tersebut.

3.         Tata Cara Menangani Anak-Anak yang Memiliki Sikap Antisosial (antisocial behavior).
Menurut teori belajar sosial, bahwa anak belajar berperilaku dan bersikap itu dari interaksi yang terjadi dengan orang-orang penting di sekitar mereka, yang khusunya dengan orang tua, maka orang tua harus diberikan pengarahkan pada aspek yang dapat  mengarahkan anak-anak oada perilaku prososial (Eyberg, Nelson, & Boggs, 2008; Kaminski, Valle, Filene, & Boyle, 2008).
Hal lain yang bisa dilakukan untuk mengantisipasi sikap antisosial ada pemaksaan dari pemerintah atau dalam hal ini sekolah kepada orang tua bisa membangun hubungan yang lebih dekat lagi dengan anak-anaknya (Scott, 2008). Cara lainnya adalah melatih sikap kognitis pada anak oleh orang tua menguntungkan dua aspek, yaitu menghindarkan dan merawat anak dari sikap antisosial (Beauchaine et al 2005, Gardner et al 2006). Cara lainnya adalah dengan membantu para orang tua dengan melakukan pendidikan, pembimbingan dan pelatihan tentang stategi-strategi yang efektif yang dapat menghindarkan anak dari perilaku dan sikap yang tidak diinginkan (Webster Stratton & Hammond, 1997).
Para peneliti sudah mengetahui jika antara antisosial dan kegagalan akademis sangat berkorelasi, oleh sebab itu perlu melakukan modifikasi desain program pendidikan dalam dua hal yaitu: pertama, kebiasaan memisahkan antara urusan capaian akademis terpisah dengan sikap. Kedua, kebiasaan program pendidikan yang lebih memfokuskan kepada mengubah personalitas seseorang , seperti perubahan sikap dan keyakinan.
Nice Clinic 77 menyarankan langkah-langkah untuk mengantisipasi sikap anti sosial dengan prinsip-prinsip umum:
a.         Orang yang memiliki personalitas antisosial jangan sampai dikeluarkan atau tidak mendapatkan akses terhadap layanan kesehatan atau partisipasi sosial yang dikarenakan adanya diagnosis bahwa ia seorang yang antisosial.
b.         Lakukan intervensi terapis yang seminimal mungkin tidak membuat pelaku terganggu
c.         Pastikan bahwa orang dengan sikap antisosial dari kulit hitam dan kaum minoritas memiliki akses yang sama terhadap kebutuhan klinis.
d.         Ketika bahasa menjadi penghalang terhadap akses layanan, maka sediakan ragam bahasa yang dapat mengakomodir pemahaman mereka, atau harus memiliki penerjemah.
e.         Ketika diagnosa seseorang terhadap sikap antisosial dibuat, lakukan diskusi dengan orang, atau keluarga yang tepat.
f.          Posisikan mereka yang antisosial sebagai partner.
g.         Pendekatan yang positif dan menghargai mereka adalah cara yang cukup berhasil untuk menaganinya.
Sedangkan menurut Jessica H Lee adal beberapa hal yang bisa dilakukan dengan seseorang yang antisosial, antara lain:
a.         Terapi kebiasaan, dengan dua tipe dasar yaitu teori belajar klasik yang dikembangkan Ivan Pavlov, yang terkenal dengan teori stimulus respon, dan conditioning operant yang dipelopori oleh BF. Skinner dan dikembangkan oleh Throndike, yang lebih mengedepankan kepada bagaimana seorang yang antisosial bisa berperilaku dengan kebiasaan baru.
b.         Pendekatan kognitif, salah satu model yang terkenal adalah model yang dikembangkan oleh Bandura (1971), yang mengedepankan teknik modeling terapis. Pemodelan atau modeling digunakan untuk meredam kecemasa, juga dapat mengajarkan pelaku keterampilan dan manajemen kemarahan, dengan menggunakan efek yang luar biasa dari imitasi sosial.

E.         Simpulan dan Saran
Antisosial adalah sikap yang dapat muncul dalam setiap diri anak yang diakibatkan oleh banyak hal. Sikap ini bersifat destruktif, yang dapat membahayakan pelakunya dan orang di sekitarnya. Pola asuh orang tua yang salah memiliki peranan besar untuk membuat anak menjadi antisosial. Berdasarkan beberapa hasil penelitian, pola asuh otoriter dan permisif sangat berperan untuk menciptakan pribadi antisosial. Jika seorang anak sudah bersikap anti sosial, maka untuk memulihkan kembali seperti sedia kala membutuhkan banyak dukungan dari berbagai pihak yang paling dekat dengan anak, seperti orang tua sendiri, lingkungan dan guru di sekolah. langkah-langkah antisipasi yang bisa dilakukan antara lain adalah mengubah kebiasaan seorang anak ke kebiasaan yang lainnya dengan pemodelan ataupun stimulus respon.
Mengingat begitu pentingnya pola asuh yang sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan seorang anak, maka orang tua harus melakukan berbagai hal yang dapat menambah informasi tentang mendidik yang baik. Selanjutnya, guru di sekolah, tidaklah serta merta ikut menjustifikasi jika seorang anak yang bersikap antisosial kemudian diterlantarkan. Tapi, ketika menemukan gejala-gejala ke arah sikap tersebut, maka segera berkolaborasi dengan orang tua anak dan pihak-pihak lainnya terutama psikolog untuk dapat sesegeranya melakukan penanggulangan sejak dini.

Daftar Pustaka
Antisocial Personality Disorder Treatment, Management and Prevention Issued: January 2009 last modified: September 2013
Black, William, Human Behavior Theoretical Concepts To See The World In A Grain Of Sand  And Heaven In A Wild Flower. Hold Infinity In The Palm Of Your Hand And Eternity In An Hour. Tennyson Ulysses.
Chen, Xinyin, et.al., Aggression, Social Competence, and Academic Achievement In Chinese Children: A 5 Year  Longitudinal Study, Development and Psychopathology, Volume 22, August 2010.
Eddy, J. Mark and Reid, John B, The Antisocial Behavior of the Adolescent Children of Incarcerated Parents, A Developmental Perspective and Oregon Social Learning Center.
Frick,Paul J White, Stuart F, Research Review: The Importance Of Callousunemotional Traits For Developmental Models Of Aggressive and Antisocial Behavior. University of New Orleans, USA Journal of Child Psychology and Psychiatry, 2008.
Forsman, Mats, et.al., A Longitudinal Twin Study Of The Direction Of Effects Between Psychopathic Personality and Antisocial Behaviour, Department of Medical Epidemiology and Biostatistics, Karolinska Institutet, Stockholm, Sweden; Center for Research on Criminological Psychology, Orebro University, Orebro, Sweden Journal of Child Psychology and Psychiatry, 2010.
Gatzke, Liza M, et.al., Aggression As An Equifinal Outcome Of Distinct Neurocognitive and Neuroaffective Processes, Pennsylvania State University.
Jane,  J. Serrita, Gender Bias in Diagnostic Criteria for Personality Disorders: An Item Response Theory Analysis, Yale University Thomas F. Oltmanns Washington University Susan C. South and Eric Turkheimer University of Virginia.
Journal of Abnormal Psychology by the American Psychological Association, Vol. 116, 2007.
Kaylor, AndrewGrogan, The Effect of Corporal Punishment on Antisocial Behavior in Children, University of Michigan, 1080 SouthUniversity Avenue, Ann Arbor, MI 48109;
Kerr, Margaret, et.al., Psychopathic Traits Moderate Peer Influence On Adolescent Delinquency, Orebro University, Youth and Society (YeS), Center for Developmental Research, Orebro, Sweden Journal of Child Psychology and Psychiatry, 2012.
Lynam, Donald R, et.al., The Stability Of Psychopathy Across Adolescence, Development and Psychopathology, Volume 21, November 2009.
Lahey,Benjamin B and Waldman, Irwin D, Annual Research Review: Phenotypic and Causal Structure Of Conduct Disorder In The Broader Context Of Prevalent Forms Of Psychopathology, Departments of Health Studies and Psychiatry and Behavioral Neuroscience, University of Chicago, Chicago, IL, USA; Department of  Psychology, Emory University, Atlanta, GA, USA. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 2012.
McEvoy,Alan and Welker, Robert, Antisocial Behavior, Academic Failure, and School Climate: A Critical Review, Journal of Emotional and Behavioral Disorders, 2000.
McGee, Tara Renae, et.al., Antisocial Behaviour: An Examination of Individual, Family, and Neighbourhood Factors.
Menting, Barbara, et.al., Language Skills, Peer Rejection, and The Development Of Externalizing Behavior From Kindergarten To Fourth Grade, Department of Developmental Psychology, VU University Amsterdam, The Netherlands Journal of Child Psychology and Psychiatry, 2011.
Murray, Joseph, et.al., Effects Of Parental Imprisonment On Child Antisocial Behaviour and Mental Health: A Systematic Review, Campbell Systematic Reviews, 2009.
Murray,  Joseph, et.al., Children’s Antisocial Behavior, Mental Health, Drug Use, And Educational Performance After Parental Incarceration: A Systematic Review And Meta-Analysis, University of Cambridge.
NICE clinical guideline 77, Guidance.Nice.Org.Uk/Cg77
Odgers, Candice L, et.al., Female and Male Antisocial Trajectories: From Childhood Origins To Adult Outcomes, University of California–Irvine; King’s College, London; Duke University; University of Otago, New Zealand; University of Wisconsin; and McMaster University.
Pasalich, Dave S, et.al.,Attachment and Callous-Unemotional Traits In Children With Early-Onset Conduct Problems,. School of Psychology, University of New South Wales, Sydney, NSW, Australia; School of Psychology, University of Sydney, Sydney, Australia; School of Psychiatry, University of New South Wales, Sydney, NSW, Australia Journal of Child Psychology and Psychiatry, 2012.
Scott, Stephen,et.al., How Is Parenting Style Related To Child Antisocial Behaviour? Preliminary Findings From The Helping Children Achieve Study,
Shaw, Daniel S, et.al., Early Predictors Of Boys' Antisocial Trajectories, Development and Psychopathology, Volume 24, August 2012.
Straus, Murray A, et.al.,Spanking by Parents and Subsequent Antisocial Behavior of Children, 1997
Viding,Essi, On the Nature and Nurture of Antisocial Behavior and Violence Social, Genetic, and Developmental, Psychiatry Centre, Institute of Psychiatry, King’s College London, London SE5 8AF, UK
Wolff, Jennifer C and Ollendick,  Thomas H, The Comorbidity of Conduct Problems and Depression in Childhood and Adolescence, Clinical Child and Family Psychology Review, Vol. 9, December 2006.
Wentzel, Kathryn R, Social Motivation understanding Children's School Adjustment, Edited by Jaana Juvonen University of California at Los Angeles. University of Maryland Published by the Press Syndicate of the University of  Cambridge The Pitt Building, Trumpington Street, Cambridge CB2 1RP 40 West 20th Street, New York, NY 10011-4211, USA 10 Stamford Road, Oakleigh, Melbourne 3166, Australia




Theory of Reception through Selection-Modification

Theory of Reception through Selection-Modification; Study of Islamic Legal Anthropology in Baduy, Kampung Naga, and Marunda Pulo
By: Dr. Misno, MEI*

Abstract
The first community accepted Islam was the tenant at the coastal areas of Sumatra, Java, Sulawesi, Kalimantan, Maluku and NTT. After that Islam disseminated to rural areas throughout the country as the consequence of their reception of Islamic law. However, the fact was not all Islamic law accepted and implemented, because they already have customs practiced continuously by hereditary generations long before the arrival of Islam. Some custom in Indonesia, which still survive was practiced by indigenous community such as Baduy, Kampung Naga and Marunda Pulo. Three communities represented the type of society in Nusantara that were coastal communities and inland communities.
Research shows that the reception of Islamic law by the community of Baduy in the implementation of Islamic law marriage that is reading the creed of the Prophet Muhammad Pbuh, especially on the community of Outer Baduy. While the community of Kampung Naga reception occurs in the majority of law and worship in particular muamalah especially in wedding. Marunda Pulo reception of Islamic law in worship and muamalah. Based on these findings, the researcher formulated the theory of Islamic law Reception through Selection-modification, if Islamic law is accordance with the accepted custom, when it conflicts then modified.

Keywords: Reception of Law, Islamic Legal Anthropology, Indigenous Community, Adat, Islamic Law, Baduy, Kampung Naga, Marunda Pulo and Theory Reception through Selection-modification


* Lecturer at Sekolah Tinggi Agama Islam Al-Hidayah Bogor, lecturing in Antropologi Hukum Islam and History of Islamic Civilization.