Sabtu, 30 Mei 2020

Kenapa Anti Berita Politik Praktis?

Oleh: Abd Misno

Zaman memang telah merubah, sebagaimana perubahan yang terjadi pada setiap kata dan kalimat dari makna asalnya. Politik yang dalam ranah Islam dikenal dengan istilah siyasah yang tujuan utamanya adalah melakukan berbagai strategi untuk kesejahteraan umat agar mereka dapat menyembah Allah Ta’ala saja, kini telah menjadi istilah yang digunakan untuk mendapatkan kekuasaan. Politik saat ini lebih pada upaya untuk memenuhi kepentingan dirinya sendiri, kelompoknya dan kroni-kroninya. Kalaupun ada yang berusaha untuk bersih, pada akhirnya terkena debu-debu politik yang tidak selaras dengan nilai-nilai Ilahiah. 
Perseteruan politik akan mencapai klimaksnya ketika pemilihan kepala daerah, kepala negara dan kursi-kursi di dewan perwakilan rakyat. Segala cara dilakukan agar dapat meraih kemenangan, ada yang tulis ikhlas memperjuangan aturanNya namun lebih banyak yang karena kepentingan dirinya, partainya dan tentu saja dunianya. Semua itu sangat kentara dengan sikap inkonsistensi mereka dalam berbagai acara yang tersiar di media. 
Politik pada awalnya adalah upaya untuk mensejahterakan umat manusia kini berubah menjadi perebutan kekuasaan. Katanya sih kekuasaan hanya media sebagai sarana untuk mensejahterakan manusia, itu alasan mereka. Fakta di lapangan tentu akan sangat berbeda, apalagi dengan sistem suara terbanyak yang tidak jarang hal-hal yang telah baku dalam agama mau tidak harus dilabraknya. Ini kemudian memunculkan beberapa orang yang tidak suka dengan politik. 
Tujuan untuk mendapatkan kekuasaan dan dunia lainnya memunculkan persaingan dan saling serang yang ujung-ujungnya menghalalkan segala cara. Menyebarkan fitnah, aib dan menyerang kelemahan lawan menjadi hal yang biasa. Upaya framing dan menguasai media adalah jalan yang saat ini dilakukan, maka siapa yang menguasai media dia akan berjaya. Lebih parah lagi, para pengikutnya yang membabi-buta dalam mendukung kelompok dan calon-calon mereka. Hingga berbagai berita yang belum jelas kebenarannya tersebar dan viral di berbagai media. 
Inilah kemudian kenapa ada beberapa orang yang merasa bisan dengan berita politik, terlalu banyak manipulasi dan interpretasi yang tidak sesuai dengan standar aturan Ilahi. Seorang tokoh yang karena berasal dari lawan politiknya diserang habis-habisan, padahal bisa jadi apa yang dilakukan lawan politiknya itu benar adanya. Sering juga satu kebijakan dengan mudah dipatahkan hanya karena beda partai dan golongannya. Apapun yang dilakukan oleh lawan politiknya pasti salah dan akan selalu disalahkan, agama tidak lagi sebagai suatu standar kebenaran. Berbagai kepentingan kekuasan dan golongan menjadi standar baru dalam menilai sebuah kejadian dan menjadi standar kebenaran. 
Korban yang paling banyak adalah berasal dari masyarakat umum yang hanya menjadi pengikut, mereka mudah sekali dicekoki oleh berbagai berita yang belum tentu kebenarannya. Mereka melakukan aksi, pihak lain pun bereaksi maka yang terjadi adalah saling serang dan saling membenci antar anak negeri. Ini sudah sering terjadi, berbagai istilah yang menempel pada setiap pengikut mereka adalah fakta di depan mata. 
Kita tidak boleh anti politik, tapi politik yang sesuai dengan aturan Ilahi. Bukan politik yang dengan mudah dipola dan dibentuk oleh orang-orang yang gila kekuasaan dan dunia. Kita juga tidak anti berita politik praktis, tapi banyaknya hoax dan yang belum bisa dipastikan kebenarannya menjadi viral di media. Maka, berhai-hati dengan berita, tidak share dan berbagi sembarang berita tanpa mengetahui kebenarannya. Kemudian jangan menginterpretasi berita dengan perspektif sendiri, obyektiflah dalam menerima berita. Jangan jadikan berita yang kita terima walaupun dari sumber yang terpercaya kita telan mentah-mentah. Berlaku adil dan berusahalah selalu bijak dalam berbagai menyikapi berita, khususnya berita terkait dengan politik.
Kita tidak boleh anti dengan berita politik praktis, tapi cerdas dalam menyikapinya dengan melakukan check ulang dan interpretasi subyektif adalah jalan keluar yang menurut penulis bisa dipertanggungjawabkan. Wallahu a’lam.

Kamis, 28 Mei 2020

Tulisan Anda Mengubah Dunia


Oleh: Abd Misno Mohd Djahri



Tulisan yang baik akan mampu membawa kepada pembacanya untuk merenung, menimbang dan menggerakan. Tentu saja baiknya sebuah tulisan dipengaruhi oleh berbagai hal, diantaranya adalah penggunaan diksi yang tepat sehingga dapat dipahami dengan baik oleh pembacanya. Selain itu keselarasan antara apa yang ada dalam tulisan dan tingkat pemahaman pembacanya juga menjadi alasan suatu tulisan itu akan menggerakan.
Merenung, menimbang dan menggerakan adalah proses bagi pembaca dalam memaknai sebuah tulisan. Argumentasi dan disertai dengan fakta-fakta yang logis, empiris dan sistematis akan membawa pembaca untuk merenungi isi tulisan tersebut. Kemudian dalam proses perenungan tersebut, ia akan menimbang sesuai dengan pemahamannya. Jika ia setuju dengan isi dari tulisan tersebut maka ia akan melakukan atau tidak melakukan sesuai dengan keputusan yang diambilnya.
Sebuah tulisan yang bernada provokasi sering sekali memberikan argumentasi yang sangat emosional sehingga pembaca akan terbawa pada isi dari tulisan tersebut. Tulisan-tulisan fiksi dan human interest membawa pembacanya untuk terlibat di dalamnya hingga tidak jarang pembaca ikut sedih, menangis atau tersenyum dan tertawa karena tulisan itu. Semua itu karena penyajian dari penulis yang menggunakan bahasa dan membawa pembacanya “tenggelam” dalam tulisan.
Kualitas tulisan yang baik apabila digunakan untuk menyebarkan kebaikan, mencegah segala bentuk kemudharatan tentu akan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat. Minimal menjadi bahan perenungan bagi mereka untuk melakukan yang baik-baik dan meninggalkan yang buruk. Apalagi jika penyajiannya menggunakan argumentasi yang logis, empiris dan sistematis maka tidak ada alasan lagi untuk membantahnya.
Tulisan anda akan mengubah dunia jika dalam proses penulisannya muncul dari kedalaman jiwa yang penuh dengan keyakinan kepadaNya. Kemudian disajikan dengan pilihan diksi dan bahasa yang mudah dipahami oleh para pembacanya serta dikuatkan dengan berbagai argumentasi yang logis, empiris dan sistematis. Mari mengubah dunia dengan tulisan kita...


Rabu, 27 Mei 2020

Fiqh Covid-19: Hukum Shalat Berjamaah dengan Pysical Distancing


Oleh: Abdurrahman Misno BP
Direktur Program Pascasarjana INAIS Bogor



Covid-19 telah memberikan banyak hikmah bagi umat Islam, salah satu bidang yang banyak terkena dampaknya adalah fiqh Islam. Sebagai hasil dari pemikiran seorang mujtahid maka fiqh Islam adalah produk pemahaman yang banyak dipengaruhi oleh keadaan masyarakat pada waktu itu, selain metode penetapan hukum yang mereka lakukan (madzhab). Maka, ketika terjadi perubahan zaman misalnya munculnya wabah ini maka berbagai dimensi fiqh Islam mengalami perubahan, bahkan bagi mereka yang belum bisa mmebedakan antara syariah dan fiqh akan gagal paham.
Banyak sekali fiqh Islam yang kemudian mengalami perubahan karena munculnya wabah ini, diantaranya adalah; larangan oleh pemerintah dn dikukung oleh sebagian umat Islam untuk shalat berjamaah di masjid baik lima waktu ataupun Jumat dan taraweh di bulan Ramadhan. Demikian pula tidak dilaksanakannya i’tikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, serta shalat Idhul Fitri di lapangan.
Bagi mereka yang ingin tetap melaksanakan shalat berjamaah di masjid maka siap-siap akan mendapatkan hukuman seperti pemukulan (viral di media sosisal) dan denda yang mengancam (masih berupa ancaman). Pada wilayah yang belum terpapar virus ini (zona hijau) masih diperkenankan untuk melaksanakan dengan protokol standar penanganan Covid-19 seperti mencuci tangan dan menjaga jarak (pysical distancing).
Pysical distancing adalah upaya menjaga jarak aman lebih kurang 1 hingga 2 meter antara manusia agar tidak terjadi penularan virus ini. Bagaimana pysical distancing dilaksanakan dalam shalat berjamaah? Padahal kita diperintahkan untuk meluruskan dan merapatkan shaf. Inilah fenomena yang menarik perhatian penulis untuk membahasnya. Terlepas dari berita dan gambar yang menyebar di media sosial mengenai pelaksanaan shalat Jumat di Rusia dengan shaf berjarak rata-rata satu meter serta pelaksanaan shalat di depan Ka’bah yang juga dilaksanakan dengan jarak satu meter antar jamaah, maka penulis juga berfikir sebelum itu apakah ini mungkin untuk dilaksanakan? Apakah shalat berjamaah di masjid dengan jarak antar Jamaah lebih kurang satu meter tidak mengurangi kesempurnaan shalat?
Merapatkan dan meluruskan shaf adalah salah satu dari kesempurnaan shalat berjamaah, sebagaimana sabda Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam:
سَوُّوا صُفُوفَكُمْ , فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصَّفِّ مِنْ تَمَامِ الصَّلاةِ
“Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf adalah kesempurnaan shalat” (HR. Bukhari no.690, Muslim no.433).
Merujuk pada riwayat ini maka lurusnya jamaah dalam shalat berjamaah merupakan salah satu kesempurnaan shalat. Riwayat lainnya menyebutkan:
سَوُّوا صُفُوفَكُمْ , فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوفِ مِنْ إِقَامَةِ الصَّلاةِ
“Luruskanlah shaf-shaf kalian, karena lurusnya shaf adalah bentuk menegakkan shalat (berjama’ah)” (HR. Bukhari no.723).
Riwayat ini menunjukkan tidak tegaknya shalat berjamaah apabila shaf mereka tidak lurus. Tentu saja bisa dipahami bahwa “tidak tegak” menunjukan ketidaksempurnaan shalat berjamaah yang tidak meluruskan shaf. Berkaitan dengan hal ini juga sebuah riwayat menyebutkan dari Abu Mas’ud radhiallahu’anhu, ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَمْسَحُ مَنَاكِبَنَا فِي الصَّلاةِ وَيَقُولُ : ( اسْتَوُوا , وَلا تَخْتَلِفُوا فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ
“Dahulu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam memegang pundak-pundak kami sebelum shalat, dan beliau bersabda: luruskanlah (shaf) dan jangan bengkok, sehingga hati-hati kalian nantinya akan bengkok (berselisih) pula” (HR. Muslim, no. 432).
Ini adalah salah satu hikmah dari lurusnya shaf dalam shalat berjamaah yang disebutkan oleh Nabi, bahwa shaf yang tidak lurus menunjukan hati umat Islam yang tidak seiya-sekata dalam gerak dan juga langkah. Hal ini bisa dipahami, karena gesture atau gerak tubuh dalam shalat merupakan gambaran hati setiap yang melaksanakannya.
Kembali ke permasalahan awal, bahwa lurusnya shalat merupakan salah satu bentuk kesempurnaan shalat berjamaah. Bagaimana dengan rapatnya shalat? Muhammad bin Shalih Al Utsamin mengatakan:
المعتبر المناكب في أعلى البَدَن ، والأكعُب في أسفل البَدَن
“Yang menjadi patokan meluruskan shaf adalah pundak untuk bagian atas badan dan mata kaki untuk bagian bawah badan” (Asy Syarhul Mumthi’, 3/7-13).
Ini adalah pemahaman (fiqh) beliau atas riwayat sebelumnya yaitu bahwa meluruskan shaf adalah dengan bertemunya pundak bagian atas dan mata kaki di bagian bawah yang saling bertemu antara jamaah. Lebih detail lagi beliau mengatakan:
المساواة إنما هي بالأكعب لا بالأصابع؛ لأن الكعب هو الذي عليه اعتماد الجسم؛ حيث إنه في أسفل الساق، والساق يحمل الفخذ، والفخذ يحمل الجسم، وأما الأصابع فقد تكون رجل الرجل طويلة فتتقدم أصابع الرجل على أصابع الرجل الذي بجانبه وقد تكون قصيرة

“Meluruskan shaf adalah dengan meluruskan mata kaki bukan meluruskan jari-jari. Karena mata kaki itu yang menjadi tumpuan badan, sebab ia berada di bawah betis, dan betis yang menjadi tumpuan paha, dan paha yang menjadi tumpuan badan. Adapun jari jemari, terkadang ada orang yang tinggi badannya sehingga panjang jarinya, dan orang yang disebelahnya terkadang pendek” (Majmu’ Fatawa war Rasa’il, jilid 13, https://ar.islamway.net/fatwa/11956).
Adapun rapatnya shaf merupakan salah satu bentuk dari sunnah Nabi, sebagaimana sabda  Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam:
اقيمو صفوفكم وتراصوا, فانيِّ اراكم من وراء ظهري
“Luruskan shaf kalian dan hendaknya kalian saling menempel, karena aku melihat kalian dari balik punggungku” (HR. Al Bukhari no.719).
Riwayat ini dijelaskan oleh Anas bin Malik yang menyatakan;
كان أحدُنا يَلزَقُ مَنكِبَه بمَنكِبِ صاحبِه، وقدمَه بقدمِه
“Setiap orang dari kami (para sahabat), merapatkan pundak kami dengan pundak sebelahnya, dan merapatkan kaki kami dengan kaki sebelahnya” (HR. Al Bukhari no.725).
Atsar ini menunjukan pemahaman Anas untuk menempelkan kaki dengan kaki orang disebelahnya, serta pundak dengan pundak di sebelahnya. Abdullah bin Umar radhiallahu’anhu meriwayatkan dari Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam beiau bersabda:
أقيموا الصفوف وحاذوا بين المناكب وسدوا الخلل ولينوا بأيدي إخوانكم ، ولا تذروا فرجات للشيطان ومن وصل صفا وصله الله ومن قطع صفا قطعه الله
“Luruskan shaf dan luruskan pundak-pundak serta tutuplah celah. Namun berlemah-lembutlah terhadap saudaramu. Dan jangan kalian biarkan ada celah untuk setan. Barangsiapa yang menyambung shaf, Allah akan menyambungnya. Barangsiapa yang memutus shaf, Allah akan memutusnya” (HR. Abu Daud no. 666, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abi Daud).
Al Imam Bukhari membuat judul bab:
بَاب إِلْزَاقِ الْمَنْكِبِ بِالْمَنْكِبِ وَالْقَدَمِ بِالْقَدَمِ فِي الصَّفِّ  وَقَالَ النُّعْمَانُ بْنُ بَشِيرٍ رَأَيْتُ الرَّجُلَ مِنَّا يُلْزِقُ كَعْبَهُ بِكَعْبِ صَاحِبِهِ
“Bab menempelkan pundak dengan pundak dan kaki dengan kaki dalam shaf. An Nu’man bin Basyir berkata: aku melihat seorang di antara kami menempelkan pundaknya dengan pundak sahabatnya”.
Al-Hafizh Ibnu Hajar mengomentari bab ini dengan menyatakan.
الْمُرَاد بِذَلِكَ الْمُبَالَغَةُ فِي تَعْدِيلِ الصَّفّ وَسَدِّ خَلَلِهِ ، وَقَدْ وَرَدَ الْأَمْرُ بِسَدِّ خَلَل اَلصَّفّ وَالتَّرْغِيب فِيهِ فِي أَحَادِيثَ كَثِيرَةٍ
Yang dimaksudkan dengan hal itu adalah bersungguh-sungguh dalam melurukan shaf dan menutupi celah-celah. Perintah dan anjuran untuk menutupi celah shaf  itu ada dalam banyak hadits”. [Fathul Bâri, 3/77]
Pendapat ini yang dikuatkan oleh Nashiruddin Al Albani berdasarkan zhahir dari dalil-dalil. Namun sebagian ulama mengatakan maksud dari hadits-hadits ini bukanlah menempel lahiriyah, namun maksudnya agar tidak ada celah. Sehingga tidak harus menempel. Ibnu Al Utsaimin mengatakan:
ولكن المراد بالتَّراصِّ أن لا يَدَعُوا فُرَجاً للشياطين ، وليس المراد بالتَّراص التَّزاحم ؛ لأن هناك فَرْقاً بين التَّراصِّ والتَّزاحم … لا يكون بينكم فُرَج تدخل منها الشياطين ؛ لأن الشياطِين يدخلون بين الصُّفوفِ كأولاد الضأن الصِّغارِ ؛ من أجل أن يُشوِّشوا على المصلين صلاتَهم
“Namun yang dimaksud dengan merapatkan adalah hendaknya tidak membiarkan ada celah untuk setan. Namun maksudnya rapat yang sangat rapat. Karena ada perbedaan antara at tarash (merapatkan) dan at tazahum (rapat yang sangat rapat) … maka hendaknya tidak membiarkan ada celah yang bisa membuat setan masuk. Karena setan biasa masuk ke shaf-shaf, berupa anak kambing yang kecil, sehingga bisa membuat shalat terganggu” (Asy Syarhul Mumthi’, 7/3-13).
Berdasarkan penjelasan ini, rapatnya shaf tidak harus saling menempel namun sekadar bisa menghalangi anak kambing kecil untuk bisa lewat.
Jumhur ulama (mayoritas) berpandangan bahwa hukum meluruskan shaf adalah sunnah. Sedangkan Ibnu Hazm, Imam Bukhari, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Asy-Syaukani menganggap meluruskan shaf itu wajib. Dalil kalangan yang mewajibkan adalah berdasarkan riwayat An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaknya kalian meluruskan shaf kalian atau tidak Allah akan membuat wajah kalian berselisih.” (HR. Bukhari, no. 717 dan Muslim, no. 436). Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Tidak lurusnya shaf akan menimbulkan permusuhan dan kebencian, serta membuat hati kalian berselisih.” (Syarh Shahih Muslim, 4:157).
Merujuk kepada beberapa pendapat sebelumnya maka shalat berjamaah dengan jarak tertentu adalah sah, namun tidak sempurna. Tentu saja hukum ini akan mengalami perubahan ketika ternyata sebab penerapan jarak ini karena adanya bahaya yang mengancam, misalnya adalah Covid-19 yang sedang mewabah ini. Seperti ketika ada orang yang sakit dengan penyakit menular pada jarak tertentu maka ketika shalat di dekatnya kita tidak boleh untuk terlalu dekat karena dikhawatirkan akan menularkan penyakitnya.
Adanya jarak dalam shalat berjamaah khususnya di masjid saat ini karena mewabahnya virus corona menjadi alasan kuat, karena menjaga nyawa (hifdz an-nafs) merupakan tujuan dari syariat Islam. Hukum menjaga dan melindungi nyawa manusia lebih wajib dari perintah meluruskan dan merapatkan shaf, apalagi jika bahaya dari virus ini sangat jelas dan diprediksi kuat akan menular apalagi terlalu dekat dengan orang lain. Sehingga kemudian ada pemikirn selanjutnya untuk tidak melaksanakan shalat berjamaah di masjid atau shalat Idhul Fitri di mushala (lapangan) karena sebab bahaya yang mengancam nyawa manusia.
Salah satu dari tujuan Syariah Islam (maqashid syariah) adalah untuk menjaga dan melindungi nyawa manusia, sehingga ketika ia terancam maka meninggalkan sesuatu yang hukumnya sunnah menjadi boleh. Apalagi jika hal sunnah tersebut adalah pemahaman (fiqh) mujtahid dalam memahami sebuah riwayat.
Sunnah meluruskan dan merapatkan shaf merupakan bagian dari syariah Islam yang sangat terpuji karena merupakan salah satu bentuk dari kesempurnaan shalat berjamaah, namun karena bahaya dari virus corona ini yang menyebar karena kedekatan fisik menjadikan shalat berjamaah tetap sah dan boleh dilakukan walaupun memiliki jarak antara 15 cm hingga 100 cm. Karena untuk melindungi nyawa mereka dari bahaya virus ini yang bisa mengakibatkan kematian apabila tertular. Begitu bahayanya virus ini bahkan di beberapa tempat dan wilayah tidak lagi mewajibkan shalat berjamaah lima waktu termasuk shalat Jumat dan Idhul Adha. Ini adalah keadaan emergency atau darurat karena bahayanya lebih besar apabila tetap dilaksanakan. Wallahu a’lam. 27042020.


Belum Ada Judul Tulisan


Oleh: Abd Misno Mohd Djahri



Ada dua pendapat mengenai menulis; pertama mengatakan menulis itu mudah. Ungkapan ini biasanya muncul dari para motivator menulis, walaupun terkadang faktanya terkadang sulit juga. Kedua, menulis itu perlu ilmu sehingga sebelum menulis hendaknya seorang penulis memiliki ilmu yang akan menjadikan tulisan yang dihasilkan lebih berkualitas. Ungkapan ini yang kadang membuat citu para penulis pemula atau yang ingin menjadi penulis.
Kedua ungakapan itu sejatinya benar, hanya penempatannya harus disesuaikan. Bahwa menulis itu perlu ilmu itu benar adanya. Tetapi tentu saja stnadar ilmu yang berbeda-beda sesuai dengan tingkat kecerdasan dari penulis masing-masing. Sebuah riwayat dari Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi wassalm yang selalu kita dengar adalah “Balighu ‘anni walau aayah (sampaikan dariku walau satu ayat”. Lagi-lagi harus bijak dalam menyikapi riwayat ini. Bahwa dakwah itu adalah sebuah keniscayaan dan ilmu adalah pra syaratnya. Tetapi ilmu yang dikmaksud adalah sesuai dengan kemampuan dari yang menyampaikan.
Ungkapan kedua bahwa menulis itu mudah adalah juga benar. Tetapi kemudahan itu perlu latihan, terus-menerus. Seperti berbicara atau ngomong, seseorang yang terus berlatih untuk berbicara akan lancar dalam mengungkapkan ide dan gagasannya. Demikian pula menulis itu mudah seperti berbicara kalau ia dilatih terus, dan terus-menerus. Jangan hanya teori, karena menulis itu adalah skills yang bisa dipelajari. Seperti berbicara harus terus dilatih, Bung Karno yang terkenal dengan pidato-pidato-nya yang menggelegar tentu diawali dengan latihan. Sehingga menulislah dan terus menulis sampai menulis itu menjadi kebiasaan yang mengasyikan.
Artikel ini judulnya “Belum Ada Judul Tulisan” karena dalam teori menulis sendiri judul itu bisa di belakang. Boleh saja membuat judul terlebih dahulu, tapi itu hanya sekadar patokan karena bisa saja ketika menulis kemudian isi dari tulisan berbeda dengan judulnya. Jadi ya nulis aja, karena kalau sudah menulis dan di tahap berikutnya ada revisi dan edit baru kita bisa memastikan judul yang tepat untuk tulisan kita. Masih bingung mulai menulis? Ya tulis aja... “Saya bingung mau menulis apa, tali judul artikel ini “Belum Ada Judul Tulisan”. Saya juga ingat tadinya mau nulis tentang motivasi menulis tapi kemudian kok lebih ke arah bagaimana posisi judul dalam sebuah tulisan. Ah... biar saja pokoknya saya mau nulis tentang tema itu”. Lanjut deh menulisnya... Keep writing.


Selasa, 26 Mei 2020

“Berdamai” dengan Corona, apa bisa?


Oleh: Abd Misno Mohd Djahri


 Pandemi Virus Corona telah menyisakan kesusahan yang berkepanjangan bagi umat manusia, hingga putus asa kadang terbersit di jiwa. Sudah lewat tiga bulan, sejak virus ini ditemukan di Wuhan kini menyisakan kata “Berdamai dengan Corona”. Sebuah kalimat yang menggambarkan keputusasaan, keprihatinan dan secercah harapan untuk menerima sebuah kenyataan. Walaupun kata “berdamai” sedikit dipolitisir sehingga menjadi kontroversi di tengah masyarakat.
“Berdamai” dengan Corona sejatinya bukan dalam makna yang sebenarnya. Ia adalah ungkapan yang menggambarkan bahwa kita sebagai umat manusia yang saat ini tengah berada dalam wabah Corona harus berani untuk menerimanya sebagai sebuah fakta. Berusaha terus untuk mencari obat penawarnya, serta hidup dengan protocol (aturan) yang dapat menghindar dari terpapar oleh virus Corona.
Apakah bisa “berdamai” dengan Virus Corona? Jawabannya tentu saja bisa. Menerapkan The New Normal (kebiasaan baru) dalam kehidupan berupa menjaga kesehatan, cuci tangan, menjaga jarak, menghindari kerumunan adalah beberapa contoh kebiasaan baru yang harus dijalankan. Mengurangi segala bentuk interaksi secara langsung dengan manusia, utamanya mereka yang berasal dari “Zona Merah”, yaitu kawasan yang masyarakatnya banyak terinfeksi virus ini.
Pengembangan tekhnologi informasi dan komunikasi sangat membantu dalam upaya menjaga jarak dan mengurangi interaksi ini. Work from Home (bekerja dari rumah), belajar dari rumah, dan melakukan aktifitas dari rumah menjadi solusi yang memerlukan kecanggihan tekhnologi ini. Walaupun di Indonesia masaih terlalu banyak hambatan, tetapi ini adalah salah satu jalan keluar. Maka, “berdamai” dengan Corona dapat dilakukan dengan cara ini.
Kebiasaan baru ini memang belum biasa saat ini, tapi pada satu masa nanti masyarakat akan mau menerimanya dan terbiasa dengannya. Demikian pula aktifitas lainnya seperti belajar secara daring, di mana banyak lembaga pendidikan yang sudah menerapkannya saat ini. Kalaupun ada pertemuan, hanya dilakukan dengan terbatas dan sesuai protocol yang ketat. Sehingga kegiatan dapat dilaksanakan, serta dampak negatif dari aktifitas ini dapat dihindarkan.
Belanja secara online saat ini sudah mulai dibiasakan, berbagai kendala ke depan akan segera dihilangkan. Membeli makanan atau pakaian yang tidak dapat dicoba tentu saja bisa dicari solusinya, garansi atas makanan yang dibeli bisa dilakukan dalam pembelian online. Lebih dari itu adalah etika berjualan berupa kejujuran dalam menjual menjadi hal yang harus diperhatikan oleh para pedagang. Sehingga kenyamanan dalam berbelanja secara daring ke depan akan menjadi kenyamanan bagi masyarakat.
“Berdamai” dengan Corona memang sudah selayaknya dilakukan. Sekali lagi bukan dalam makna bahasa, tetapi makna kiasan berupa kehidupan yang harus siap berhadapan dengan makhluk kecil ini ciptaan Ar-Rahmaan. berusaha menghindari dengan gaya hidup Islami adalah solusi sejati bagi kehidupan umat manusia di bumi ini dan akhirat nanti.



Mari Bicara Rasa


Oleh: Abd Misno Mohd Djahri




Hari ketiga Syawal 1441 H, di pagi buta
Semakin bertambah usia, tidak jarang rasa itu kembali ada.
Banyak stimulus yang menjadikannya hadir di jiwa, media sosial utamanya.
Ya... sulit diungkapkan dengan kata-kata, ketika rasa itu tiba-tiba hadir di jiwa.
Pesona di depan mata membuatnya terjaga dari mati surinya, bangkit dan menggerakan seluruh raga.
Sulit diterima oleh logika, tapi inilah adanya.
Bahkan mungkin semua manusia merasakannya, hanya orientasi yang berbeda.

Rasa yang hadir dari fitrah manusia, tapi sering berbalut hawa.
Menggetarkan raga, hingga mengundang murka Sang Pemilik semesta.
Antara sadar dan terpenjara, bahkan mulut terkunci tak bisa berkata apa
Rasa itu benar-benar menggerogoti jiwa, hingga tak tahu kemana mengadukannya.
Hanya kepadaNya, semoga ada jalan terbuka.

Memang, rasa ini begitu kuat terasa.
Mempesona, berselera dan mengundah gairah dunia.
Tapi ingatlah bahwa itu adalah kenikmatan sementara, yang segera akan sirna bersama rapuhnya raga atau musnahnya dunia.

Semoga saja, rasa ini dapat kembali ke fitrahNya hingga mengantarkan diri ini ke surga dan keridhaanNya.


Bogor, 26 Mei 2020


Senin, 25 Mei 2020

Hikmah Corona: Islamic Wealth Management di Masa Pandemi


Oleh: Abd Misno Mohd Djahri



Covid-19 yang melanda semesta memberikan hikmah luar biasa bagi kita, salah satunya adalah ianya semakin mendekatkan umat manusia kepada Sang Pemilik Jagad Raya yaitu Allah Azza Wa Jalla. Meyakini bahwa virus ini datang dariNya sebagai bala’ dan cobaan bagi umat manusia yang beriman kepadaNya dan pelajaran keras bagi mereka yang ingkar denganNya.
Selain itu, ia juga memberikan hikmah bagi setiap muslim untuk menyiapkan segala sesuatu khususnya ketika dihadapkan pada masa-masa sulit seperti ini. Masa ketika harus stay at home, tidak boleh bebas keluar rumah, pekerjaan yang tidak menentu dan pada beberapa orang penghasilan yang tidak pasti. Semua itu harus ada solusi, agar mereka dapat keluar dari tragedi yang lebih parah lagi.   
Pandemi ini mengajarkan kepada kita untuk kembali mengambil ibrah atas hikmah dan kebijaksanaan dari Nabi Yusuf Alaihi Salaam yang memerintahkan masyarakat di Mesir ketika panen raya agar tetap berhemat, bahkan sebagian besarnya harus disimpan untuk masa-masa paceklik di tahun-tahun yang akan datang (QS. Yusuf: 47-49). Demikian pula pada QS. Al-Hasyr: 18 yang memerintahkan kita untuk menyiapkan segala sesuatu untuk masa depan kita, khususnya masa depan yang belum pasti baik di dunia ataupun di akhirat.
Persiapan untuk masa-masa sulit dilakukan memang ketika masa-masa lapang itu berlangsung. Sebuah hadits memberikan wasiat kepada kita untuk menggunakan masa lapang sebelum masa sulit, maka inilah saat-saat sulit di mana umat manusia sedang diuji dengan merebaknya virus Corona. Masa-masa di mana pendapatan kita tidak lagi pasti adanya, bahkan banyak di antara manusia telah kehilangan penghasilannya.
Kembali ke persiapan yang dimaksud, berkaitan dengan pandemi ini adalah bahwa pentingnya persiapan “perbekalan” dalam menghadapi masa-masa sulit. Pandemi ini begitu menyulitkan dan menyusahkan banyak manusia, hingga memberikan pelajaran bagi kita untuk menyiapkannya. Persiapan dalam bentuk persiapan keyakinan iman, bahwa ini semua adalah kuasaNya. Persiapaan mental, untuk dapat menhadapinya dengan penuh kesabaran. Serta persiapan finasial atau keuangan yaitu untuk memenuhi kebutuhan harian.
Persiapan keuangan dalam bentuk tabungan atau simpanan menjadi hal yang sangat penting ketika menghadapi masa-masa seperti ini. Tentu saja menyisihkan uang untuk ditabung untuk disimpan dilakukan di masa-masa lapang. Sebagaimana Nabi Yusuf memerintahkan penduduk Mesir untuk menyimpan gandum di masa panen untuk persiapan di masa paceklik. Munculnya virus Corona menghadirkan masa-masa paceklik bagi umat manusia, maka baru terasa saat ini betapa simpanan atau tabungan menjadi hal yang sangat diperlukan. Bahkan sudah seharusnya simpanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dalam beberapa bulan ke depan.  
Wabah yang tidak dapat diprediksi berakhirnya memaksa kita untuk menggunakan simpanan kita untuk melanjutkan kehidupan. Maka, tabungan menjadi tumpuan dalam menghadapi hari-hari ini. Tentu saja penggunaannya pun harus sebijak mungkin, karena lagi-lagi kita tidak tahun kapan wabah ini berakhir.
Bagaimana jika ternyata kita tidak memiliki tabungan? Jika saat ini kita masih memiliki penghasilan walaupun berkurang dari waktu-waktu biasa maka berhemat adalah jawabannya. Memangkas semua pengeluaran yang tidak penting dan tidak prioritas. Bahkan kalau perlu menunda semua belanja yang bukan merupakan kebutuhan pokok. Hanya membelanjakan pada keperluan yang dapat menyambung kehidupan, kebiasaan makan di luar sebaiknya ditinggal. Menu makanan yang nampak mewah dikurangi, demikian pula belanja pakaian atau kebutuhan yang tidak harus dikeluarkan di masa-masa seperti sekarang.
Bagaimana pula bila ternyata penghasilan yang ada tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan ini? Maka bersyukur dan beristighfar adalah solusinya. Bersyukur dengan yang ada dan beristighfar atau semua kesalahan sehingga akan mendatangkan rizki dari Allah Ta’ala. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Nuh: 12 bahwa istighfar akan mendatangkan bertambahnya harta. Tentu saja semua itu harus dibarengi dengan ikhtiar dan usaha, yakin bahwa Allah Ta’ala pasti memberikan rizkiNya asalkan kita berusaha.
Pandemi Virus Corona memberikan hikmah dan pelajaran kepada kita pentingnya mengatur keuangan kita dalam bentuk simpanan, sebagai perbekalan di masa-masa yang menyulitkan. Cara ini dalam pengertian modern dikenal dengan istilah Islamic Wealth Management yaitu pengelolaan kekayaan secara Islami, yaitu satu disiplin ilmu bagaimana mengelola kekayaan kita dengan cara Islam. Salah satunya adalah menyimpan untuk masa-masa kesusahan dan berhemat dalam pengeluaran untuk kebaikan dunia dan akhirat.
Bagi yang perbekalannya semakin menipis atau telah habis maka berhemat adalah solusinya. Gaya hidup yang telah diajarkan oleh Islam memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi oleh umat manusia, bersabar ketika susah dan bersyukur ketika senang. Semoga pandemi ini menjadi pelajaran bagi seluruh umat manusia pentingnya mengelola harta dengan cara Islami.
Pagi yang Tenang di Kota Hujan
02 Syawal 1441 H
25 Mei 2020




Kamis, 21 Mei 2020

Ramadhan yang selalu Kurang


Oleh: Abd Misno MDJ



Ramadhan 1441 H dua hari lagi akan berlalu, namun seperti ramadhan-ramadhan sebelumnya selalu saja diri ini merasa kurang dalam mengisi hari-harinya. Ya... tidak banyak yang bisa dibanggakan, apalagi Ramadhan kali ini masih berada di bawah bayang-bayang Virus Corona. Menjalankan shaum (puasa), shalat taraweh dan shalat lima waktu berjamaah di rumah serta qira’ah Al-Qur’an. Terlalu biasa untuk sebuah standar mengisi kemuliaan bulan ini dengan segala pahala yang berlipat ganda.

Keinginan untuk mengisi Ramadhan dengan maksimal selalu ada di dada, namun seringkali hawa ini menghalang-halanginya. Keadaan “Tidak Normal” dengan adanya Covid-19 ini turut mengurangi kualitas dari ibadah di bulan suci ini. walaupun tidak tepat juga ketika harus menyalahkan keadaan, karena semuanya kembali ke kita. Salah diri kita sendiri yang masih saja terlena dengan dunia, baik dunia medsos (media sosial) ataupun dunia nyata. Kecanggihan tekhnologi informasi dan komunikasi khususnya media sosial pada HP memang benar-benar menyita masa kita, tak berdaya kita dibuatnya. Jika tidak terjatuh kepada yang haram, maka menghabiskan waktu sia-sia itulah adanya.

Ramadhan ini masih terasa kurang, baik dalam kuantitas ibadah ataupun kualitasnya. Bacaan Al-Qur’an yang kadang terlalu tergesa-gesa, walaupun dapat mengkhatamkan sebelum pertengahan Ramadhan tapi belum bisa merasuk ke jiwa. Shalat taraweh yang full dilaksanakan hingga hari ke-28 ini juga masih belum berpengaruh banyak kepada diri. Ya Allah, berjuta nasehat sudah kudengar, kalamMu sudah terbaca, tapi jiwa ini masih juga belum bisa maksimal menyembahMu.

Terlalu banyak alasan yang selalu dikemukakan, bahkan lemahnya raga pun belum bisa membuat jiwa ini menerima kuasaNya dengan sempurna. Padahal seharusnya semakin raga ini lemah, semakin kuat jiwa untuk memaksimalkan masa. Apakah ini karena dosa yang masih bersemayam di jiwa? atau nasuha yang masih belum ada? Bisa jadi demikian adanya. Hawa akan selalu mencari berjuta rasa, berjuta cerita untuk membenarkannya hingga minda pun dikuasainya.

Ramadhan yang selalu kurang, menjadi kisah di penghujungnya. Tak banyak yang bisa dicerita, hanya asa yang selalu ada di jiwa. Semoga akhirnya tetap ada karuniaNya hingga ketika betul-betul ketika kita keluar darinya ampunan Allah dapat kita rasa. Atau di suatu masa, ketika jiwa dan raga mulai menua, itulah masa yang tidak ada lagi cerita. Tunduk patuh pada semua syariahNya, masanya untuk kembali kepadaNya dan menghilangkan semua hawa dunia. Semoga...

Pagi menjelang Siang di Kota Hujan, 21 Mei 2020 M/28 Ramadhan 1441 H.

Selasa, 19 Mei 2020

SEBA BADUY (Bagian 03)





Panitia SEBA sedang  mengatur hasil Tanen untuk SEBA
 



Oleh: Asep Kurnia


Ayah Mursid menandaskan dalam bahasa Sundanya sebagai berikut : “ Munceuk sunda na mah kieu : Seba teh salah sahiji rangkain kagiatan kaagamaan anu dipusti-pusti saenggeus ngalaksanakeun Upacara Ngalaksa sebagai panutup tahun. Eta Seba dilaksanakeun satahun sakali satiap awal tahun saminggu geus Ngalaksa, waktuna antara tanggal 1 nepika tanggal 9 bulan Safar pananggalan baduy. Eusina Seba diantarana nepikeun kawajiban berupa amanat-amanat sacara langsung ka Ratu jeung Menak oge pamarentah khususna nu jadi Kabeubeurat Adat, Keluhan Adat , negeskeun jeung mere pepeling mana nu kudu ditegaskeun mana nu kudu diperenahkeun jeung mana nu kudu laksanakeun ku Menak atawa pamarentah supaya ieu Alam jeung lingkungan tetep ayem tentrem sabab jalma mah ngan bisana ngaruksak alam .. nyieun jeung ngabebenahma can puguh bisa? Lamun ieu acara Seba teu digubris maka pamarentah kudu siap nanggung risiko jeung akibatna mun aya mamala. Kusabab datang langsung piraku lengoh makana mawa hasi bumi atawa hasil tatanen keur nyukuran kana kabahagian .. makana ku urang luar mah sok di sebut seba teh pestana urang Baduy “. Artinya Menurut bahasa sundanya begini : Seba itu salah satu rangkaian kegiatan Keagamaan yang benar-benar di agungkan setelah melaksanakan Upacara Adat Ngalaksa sebagai kegiatan penutup tahun. Yang namanya Seba dilaksanakan setahun sekali setiap awal tahun satu minggu setelah Ngalaksa waktunya antara tanggal 1 sampai dengan tanggal 9 bulan Safar penanggalan Baduy. Isi Seba diantaranya menyampaikan kawajiban berupa amanat-amanat secara langsung kepada Ratu dan Bangsawan juga Pemerintah khususnya yang menjadi beban tanggungjawab Adat, Keluhan Adat, kemudian menegaskan dan memberi nasehat mana yang harus dipertegas, mana yang harus dibereskan dan mana yang harus dilaksanakan oleh Pemimpin atau pemerintah agar supaya Alam dan Lingkungan ini tetap aman tentram karena manusia itu bisanya merusak ... membuat dan membenahinya belum tentu bisa? Bila Acara Seba ini tidak diperhatikan maka pemerintah harus menanggung risiko dan akibat bila terjadi berbagai bencana. Karena datang langsung masa iyah tidak membawa apa-apa.. makanya warga membawa hasil bumi atau hasil panen untuk diserahkan pada pemerintah sebagai ungkapan mensyukuri dan kebahagian oleh karenanya pihak luar menyebut Seba sebagai Pestanya warga Baduy.

SEBA BADUY (Bagian 02)



Oleh: Asep Kurnia 

Saripati dari sekian banyak penjeleasan yang saya gali dari para Tokoh Adat utama Suku Baduy tentang Urgensi dan Esensi SEBA, maka berbicara tentang SEBA BADUY  paling tidak ada 11 hal yang harus dipahami, yaitu :


1.    SEBA adalah merupakan kegiatan Keagaman yang wajib dilaksanakan oleh Seluruh Warga Baduy baik warga Baduy Luar maupun warga Baduy Dalam.
2.    SEBA merupakan Kegiatan baku atau Acara Adat yang rutin atau tradisi wajib tahunan yang harus dilaksanakan setiap tahun yang sudah turun temurun sejak kesukuan mereka lahir.
3.    Tugas ritual SEBA setiap tahun diwajibkan karena merupakan satu rangkaian adat yang tidak dapat ditunda atau dipisahkan dari Kawalu, Ngalaksa yang diakhiri oleh acara SEBA.
4.    SEBA memiiki makna bathiniah sebagai menjunjung tinggi amanat leluhur dan secara lahiriyah adalah datang kepada pejabat pemerintah untuk menyampaikan kondisi masyarakat adat.
5.    SEBA untuk temu wicara , mana-mana yang perlu disampaikan nanti disesuaikan dengan apa yang disepakati, kondisi masa depan adat baduy itu di forum seba.
6.    SEBA pada intinya adalah silaturahmi Suku Baduy pada para Ratu dan Menak ( para pemimpin Daerah ) dengan didasari kesadaran dan keikhlasan.
7.   

 
SEBA memiliki aturan-aturan khusus sehingga pada pelaksanaannya tidak sembarangan harus melalui perhitungan,  musyawarah dan kesepakatan Lembaga Adat dengan pihak Pemerintah sehingga sifatnya resmi.
8.    SEBA bukan penyerahan Upeti atau tanda tunduknya baduy pada pemerintahan karena baduy tidak pernah melakukan peperangan dengan siapapun tapi SEBA dipandang sebagai suatu rasa penghormatan dan penghargaan dari Baduy pada pemerintah atau syukuran atas kebahagian telah selesai melaksanakan rukun wiwitan sehingga pada acara tersebut membawa dan menyerahkan kumpulan sebagian hasil panen warga Baduy dan itu dilakukan atas kesadaran warga tanpa paksaan.
9.    SEBA sesungguhnya merupakan kegiatan yang dititipkan dari leluhur untuk menyampaikan amanat-amanat pinisepuh wiwitan pada pemerintah berupa sikap saling menitipkan, mengingatkan, melaporkan dan mendoakan secara lahirnya dan secara bathinnya agar manusia, bangsa dan negara tetap aman tentram terhindar dari bencana serta kerusakan, sesungguhnya kegiatan seba ini adalah sebagai aplikasi dari salah satu dari 9 tugas pokok kesukuan baduy yaitu point Ngasuh Ratu Nyayak Menak

10.  Pada kekinian , SEBA juga dijadikan ajang untuk menyampaikan berbagai hal yang berkaitan dengan keluhan adat, Kejadian-kejadian yang menimpa Adat serta harapan-harapan Adat. Maka setiap acara seba Tema atau misi berbeda-beda disesuaikan dengan situasi dan kondisi pada saat itu.

11.  Dan titik pokus pelaksanaan SEBA sebenarnya adalah membacakan doa doa atau bait bait mantera dengan bahasa asli Sunda Buhun yang dibacakan oleh Jaro Warega yang isinya mengingatkan sekaligus menitipkan agar Gunung tidak dilebur, lembah tidak ruksak oleh manusia dan pemerintah sehingga Alam tetap seimbang terhindar dari segala macam bencana.



SEBA BADUY (Bagian 01)


KETIKA S E B A BADUY
DIJADIKAN ASET BUDAYA & WISATA UNGGULAN  LEBAK-BANTEN DIHADAPKAN DENGAN PANDEMI COVID-19

(Sebuah Kajian Efek Domino Program Destinasi Pariwisata terhadap Kesakralan & Kemurnian Ritual Adat SEBA BADUY  & Prediksi Seba Baduy Tahun 2020 Di saat Wabah Covid-19 sedang Merajalela)

OLEH : ASEP KURNIA
( Pendamping 15 tahun Seba )
19 Mei  2020




Hari ini, Selasa 19 Mei 2020 bertepatan dengan tanggal 25 bulan Katiga tahun “Wau” Windu Kadua 4 Maragasana 1 Sareat Wiwitan  2082 Pananggalan Kalender Adat Suku Baduy , tepatnya lagi hari ini hari kelima dari 7 hari pelaksaanaan ritual Ngalaksa bagi masyarakat baduy sebagai ujung atau penutup pelaksanaan Bulan Kawalu Tutug untuk menghadapi tahun baru mereka. Acara ngalaksa ini merupakan ritual adat penyempurna dari kawalu yang wajib dilakukan oleh seluruh warga baduy tak terkecuali warga Baduy Luar maupun Baduy Dalam , karena salah satu isi kegiatannya adalah mencacah jiwa untuk didoakan dan disetorkan kepada Guriang leluhur mereka agar pada tahun berikutnya seluruh warga yang tercatat mendapat kebaikan dan keselamatan. setalah beres kawalu (tutup tahun kalender adat ) , maka pada bulan Safar awal tahun baru suku baduy mereka melaksanakan Ritual Adat yang disebut “SEBA BADUY “.


A.     APA DAN SIAPAKAH  SEBA BADUY  ITU ?

Persiapan SEBA di Pendopo Kabbupaten  Serang . Tanda panah menunjukan pada Laksa
 
Berbagai ulasan, tanggapan serta penjelasan tentang SEBA BADUY begitu menjamur baik yang disajikan di media cetak maupun di media elektronik ( Internet ), hal itu menunjukan bahwa Acara RITUAL SEBA BADUY adalah suatu acara Adat yang penting dan memungkinkan menjadi Primadona / Aset Wisata Budaya bagi Pemerintahan Daerah Lebak Maupun Propinsi Banten dan kenyataannya masih menjadi pilihan berita yang cukup diminati oleh kalangan masyarakat baik para jurnalist, pemerhati , Budayawan dan atau para Peneliti tentang Komunitas Adat. Keragaman tanggapan dan ulasan tersebut merangsang SAYA  yang selalu setia mendampingi, mengawal serta membantu pelaksanaan SEBA  ( tahun 2003 – sekarang ) beserta Tokdat Baduy lainnya untuk memberikan penjelasan lebih runtut tentang pengertian dan essensi Acara Adat SEBA agar kedepan siapapun mereka dalam memberitakan terhindar dari ketimpangan, kerancuan atau pembiasan berita dari aslinya.
Jaro Saidi sedang membacakan Do’a  SEBA di Pendopo Kabupaten Lebak  9 Mei 2008
 
Saya merasa perihatin pada ulasan yang masih menuliskan bahwa SEBA dipandang sebagai kegiatan penyerahan Upeti, SEBA suatu pertanda Tunduknya Suku Baduy pada Pemerintah, SEBA adalah Menyerahkan hasil panen kepada Pemerintah dan ulasan lain yang kurang tepat dengan urgensi SEBA. Saya sangat mengharapkan adanya keseragaman pemahaman tentang Acara Adat SEBA sesuai dengan pengakuan dan keyakinan mereka bahwa SEBA  bukan hanya sekedar Ritual tapi lebih pada satu Kewajiban atau Rukun Adat yang harus dilaksanakan setiap tahun di awal bulan Safar tahun Penanggalan Adat mereka sebagai bukti tugas mulia dari Pikukuh Karuhun untuk melaksanakan Ngasuh Ratu Ngajayak Menak.

Demi pelurusan imformasi, almarhum Jaro Dainah ( 2015 ) sebagai Jaro Pamarentah beserta Tokdat lainnya selalu memberikan penjelasan, laporan bahkan menyampaikan aspirasi dan harapan pada pemerintah tentang isi dan essensi SEBA. Menurut Jaro Dainah SEBA adalah kegiatan rutin masyarakat Adat Baduy dan merupakan tradisi yang diwariskan secara turun temurun untuk menghadap pemerintah ( Ratu dan Menak ) secara resmi dengan tujuan utama menjalin mempererat silaturahmi, melaporkan situasi dan kondisi baduy secara khusus dan lingkungan lain secara umum serta penyampaian aspirasi dan harapan sehingga terjalin kerjasama untuk saling mendoakan dan saling melindungi . Lebih lanjut Jaro Dainah berkomentar Seba juga bisa diartikan sebagai suatu sikap penghormatan dan penghargaan pada pemerintah dengan menyampaikan sebagian hasil panen warga dengan harapan dapat  dinikmati oleh para pejabat pemerintah. SEBA sifatnya wajib dilaksanakan setahun sekali pada bulan Safar awal tahun baru sesuai dengan  KALENDER PENANGGALAN ADAT BADUY.  Pelaksanaannya seminggu setelah Acara Ngalaksa sekitar tanggal 1 sampai tanggal 9 Safar dengan waktu yang baik dari tanggal 1 – 6 safar dan tidak boleh melebihi dari tanggal 10 bulan safar ( biasanya berkisar pada minggu akhir bulan April sampai awal bulan Mei ).  Mengingat  SEBA sifatnya wajib dilaksanakan Jaro Warega dan Kokolotan Kaduketug mengatakan kata-kata amanat leluhurnya sebagai berikut : “ Bisi engke dina hiji waktu  atawa jaman Seba euwueh nu narima, poma tetep kudu dilaksanakeun sanajan ngan aya  tunggul jeung dahan sapapan nu nyaksian  artinya Jika suatu waktu nanti atau jaman tertentu acara SEBA tidak ada yang mau menerima, dimohon tetap dilaksanakan walaupun hanya ada sebatang kayu yang menyaksikan .