Minggu, 29 Juni 2014

Menyoroti Interaksi Syar’i Mahasiswa Kampus Bersyari’ah


Oleh: Ummuza Shaliha

Apresiasi positif dan acungan jempol layak untuk mereka yang telah menjatuhkan pilihannya pada kampus islami sebagai sarana menimba ilmu.Satu nilai plustelah mereka genggam. Bagaimana tidak? Di tengah menjamurnya perguruan tinggi di Indonesia dengan beragam keunggulan prestasi, fasilitas, dan teknologi yang menggiurkan baik negeri maupun swasta, mengapa lebih memilih “Kampus Bersyari’ah”? Padahal secara logika, semua adab perilaku dan cara berpikir para penghuni kampus tersebut akan sangat dibatasi oleh aturan yang tidak dapat diganggu gugat sebab berlandaskan dalil syar’i yang bersumber dari sang Maha Pencipta yakni al-Qur’an dan as-Sunnah. Tidak lain, hanya mereka yang memang memiliki kecenderungan akan sifat taat dan peduli akan syari’at sajalah, yang rela menceburkan dirinya di lingkungan kampus yang siap mengaturnya dengan beragam nilai keislaman. Sesuatu yang patut disyukuri, di tengah kemerosotan nilai moral negeri ini, ternyata masih ada golongan pembelajar yang memikirkan perbaikan diri dan umat dengan menghabiskan masa yang tidak singkat untuk berkutat di dunia kampus berlandaskan syari’ah.
Fakta empiris yang terlihat di lapangan, bahwa ternyata mahasiswa yang memasuki dunia kampus bersyari’ah berasal dari latar belakang kehidupan yang sangat beragam. Mulai dari “anak gaul”, santri pondok pesantren, karyawan swasta, guru, pedagang, orang kampung, orang kota, bujangan, sudah menikah, dan lain sebagainya. Mereka akan digodok dengan siraman ilmu-ilmu syar’i sesuai dengan program studi yang telah dipilih. Sebagian mahasiswa ada yangmemang telah mengantongi pemahaman dasar tentang kaidah islamsejak sebelum memasuki dunia kampus atau bahkan sudah istiqomah mengamalkannya, sedangkan sebagian yang lain mungkin akan menemui banyak hal baru yang belum pernah diketahui sebelumnya. Apapun keadaan mereka, “menelan” setiap wejangan syar’i adalah keharusan. Menjadikonsekuensi logis, bila mahasiswa akanbersiap menuruti dan mengamalkan apa yang  telah dikajinya, termasuk atas hal-hal yang terasa berat sekalipun. Sebab kampus bersyari’ah berjalan sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah, tak ada alasan sedikitpun bagi penimba ilmunya untuk membantah. Bukankah memilih kampus bersyari’ah bertujuan untuk mendalami ilmu keislaman, mengamalkan, dan mendakwahkannya? Subhaanallah, sebuah program hidup yang luar biasa.
Dilihat sebagai sebuah proses, sistem pendidikan tinggi memiliki empat tahapan pokok, yakni: Input(masukan), Process (proses), Output(keluaran), danOutcome (hasil ikutan). Keempat hal tersebut dapat menjadi tolok ukur kualitas dari sebuah kampus atau perguruan tinggi. Lalu di manakah letak dan peran mahasiswa dalam keempat tahapan pokok tersebut? Rupanya, mahasiswa berperan sebagai input atau masukan. Lalu mahasiswa pula yang akan menjalankan proses, kemudian menjadioutput, dan berbuah income. Dengan kata lain, mahasiswa memiliki peran di setiap tahapan. Tentu semuanya harus bersinergi dengan komponen lainnya, yakni: dosen, staf adminstrasi, teknisi, sarana-prasarana, anggaran dana, kurikulum, manajemen, dan lingkungan. Di sinilah tantangan bagi para mahasiswa untuk memberikan sumbangsih bagi proyek besar perbaikan generasi dan penataan kehidupan masyarakat madani yang menjunjung nilai-nilai syar’i. Sebuah tantangan luar biasa yang tidak ringan, namun harus tetap disambut dengan semangat pembelajar yang haus akan ilmu, mengamalkan, dan menyebarkannya.
Tantangan apa sajakah yang dimaksud? Tentu saja lagi-lagi tantangan yang berkaitan dengan implementasi ilmu-ilmu syar’i yang telah dikaji. Mulai dari cara berpikir, penampilan, tutur kata, dan perilaku, sehingga terbentuklah profil mahasiswa penegak syari’at, sebagai efek utama bahwa dirinya telah “dibesarkan” di kampus bersyariah. Lalu profil tersebut akan menjadi suri teladan bagi masyarakat sekelilingnya. Cara berpikir yang bukan hanya mengedepankan logika, tetapi berdasarkan pada paparan ayat-ayat al-Qur’an dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Pola pikir yang benar haruslah berpangkal pada aqidah yang shohih. Artinya, di kampus berlandaskan syari’ah inilah para mahasiswa akan memantapkan kekuatan aqidah. Aqidah yang lurus, dan tidak menyimpang, yakni aqidah yang berprinsip pada 3 (tiga) hal: berserah diri pada Allah dengan bertauhid, taat kepada Allah, dan berlepas diri dari syirik dan pelaku syirik. Aqidah yang lurus ini selanjutnya akan membuahkan ibadah yang benar, akhlakul karimah, dan semangat berdakwah dengan bekal keilmuan yang dimiliki.
Selanjutnya, mari sejenak kita menilik fenomena yang nampak di kehidupan para mahasiswa kampus bersyari’ah saat ini. Kampus yang menyatakan dirinya sebagai pejuang nilai-nilai islami, yang tersebar di seantero negeri. Sudahkah para mahasiswa-nya konsisten terhadap apa yang telah menjadi pilihan mereka? Sudahkah mereka mengamalkan atau setidaknya menerima setiap nasehat yang didapat melalui jam kuliah yang disampaikan dosen, lalu mengimplementasikannya dalam keseharian? Sudahkah nilai mata kuliah menjadi cerminan atas perilaku sehari-hari? Ada yang memang tersentuh hatinya, lalu serta merta menerapkannya dalam kehidupan. Tidak usahlah masalah yang terlalu sulit dulu, perkara berbicara yang santun, menjaga hijab, tidak ikhtilat, tunduk pandangan, dan semisalnya saja, sudahkah sungguh-sungguh ditanggapi dengan baik dan efektif.
Mengapa perihal interaksi ini perlu disoroti dan dikupas? Sebab intensitas pertemuan antar mahasiswa maupun dosen yang di dalamnya terdapat laki-laki dan juga perempuan, sangat rentan menimbulkan fitnah apabila tidak dijaga. Sudahkah para mahasiswa muslimah membenahi jilbabnya, apabila memang belum sesuai syari’at? Sangat miris bukan, apabila mahasiswi kampus bersyari’ah belum menata kembali penampilannya? Bukankah hal ini akan dilihat langsung oleh mata masyarakat. Ya, memang semua perlu proses. Tidak serta merta perubahan itu terjadi dalam waktu singkat. Pemikiran semacam ini memang layak ditanamkan, ketika kita sedang berusaha husnudzon terhadap orang lain, namun menjadi kurang tepat bila diberlakukan untuk diri sendiri. Sebab, berpikir bahwa “semua perlu proses” dalam konteks ini hanya akan menjadi alasan untuk menunda perubahan ke arah lebih baik. Sedang di waktu bersamaan, kita tidak tahu kapan batas waktu dari setiap nafas kita. Memang perubahan ke arah lebih baik itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, banyak godaan, banyak ujian, dari dalam maupun dari luar. Akan tetapi, dengan mujahadah dan pertolongan Allaah, insyaa Allaah semua dapat terlalui.
Untuk para ikhwan, sudahkah celana panjangnya berada di atas mata kaki? Sudahkah engkau panjangkan jenggot? Perlukah pertanyaan semacam ini? Bukankah ini perkara “kecil”? Silakan, bagi yang menganggap contoh Rasulullaah adalah perkara kecil, maka sebaiknya sempatkan waktu untuk membuka kembali diktat kuliahnya, atau tambah lagi intensitas kehadirannya di majelis ilmu. Agar tidak ada lagi perasaan meremehkan syari’at. Ingatlah, bahwa mahasiswa kampus bersyariah adalah benih teladan bagi keluarga dan masyarakat. Mulai dari perkara ringan hingga masalah yang berat. Mulai dari masalah jenggot hingga masalah peradaban dunia. Adakah yang remeh berkaitan dengan ini semua?
Bersinggungan dengan pola interaksi juga, yaitu tentang hijab atau penutup yang menghalangi interaksi langsung seorang mahasiswa dengan mahasiswi atau juga dengan dosen. Hijab yang diperlukan ternyata bukan hanya satu lapis, namun berlapis-lapis.
Lapis pertama adalah rasa malu. Apabila rasa malu sudah terkikis, maka tirai setebal apapun tidak akan mampu menghalangi timbulnya khalwat atau ikhtilat yang pada ujungnya akan mengotori hati, menggerogoti iman. Rasa malu yang merupakan cabang iman hendaknya dijadikan perisai untuk menepis setiap hawa nafsu yang diboncengi oleh rayuan syaithan. Rasa malu semestinya menghalangi seorang ikhwan mencuri pandang atas akhwat, begitu pula sebaliknya. Rasa malu akan menghalangi para akhwat untuk “narsis” dan merasa bangga menampilkan sosok dirinya dengan murah dan gratis di depan publik, baik di dunia nyata maupun dunia maya (internet). Sebab muslimah shalihah adalah perhiasan, tidak ditampakkan pun sudah indah, mengapa harus dipajang di hadapan umum yang justru akan mengurangi kehormatannya. Maasyaa Allaah.
Hijab lapis kedua adalah perasaan diawasi oleh Allaah. Apabila manusia senantiasa dalam keadaan sadar bahwa dirinya selalu dalam Pengawasan Allaah, maka ia tidak akan berani bercurhat ria,saling berbagi sapa (melalui sms, telpon, facebook, twitter, dan lain-lain) dengan yang bukan mahramnya.Tidak akan berani mengunduh foto wanita ajnabi dari internet atau sejenisnya, lalu dijadikan koleksi pribadi yang sewaktu-waktu dapat dipandangi. Memang, sekilas tampak tidak ada yang melihat, tapi sungguh Allaah Maha Melihat, dan semua akan dimintai pertanggungjawaban.
Barulah hijab lapis ketiga adalah tirai/gorden/kain/tembok atau sejenisnya yang dapat menghalangi pandangan mata tertuju ke mata atau fisik bukan mahram lainnya. Membagi kelas menjadi dua ruangan bersekat adalah sesuatu yang pantas ditiru. Sehingga ikhwan-akhwat tidak bercampur baur. Begitu juga dengan dosen, semestinya turut menjaga yang demikian, sebab ia lebih memahami perihal syari’at. Sebab dosen adalah teladan bagi mahasiswanya.
Benteng diri berupa kekokohan iman dan siraman ilmu syar’i yang setiap hari dipelajari,insyaa Allaah akan terus menggiring mahasiswa untuk bermuhasabah dan meningkatkan kualitas diri. Mewujudkan kampus syar’i berkualitas. Merealisasikan ilmu yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari. Menularkannya pada masyarakat awam yang melihat dan mengenalnya. Sehingga apa yang dicita-citakan akan tercapai sesuai jalur syar’i.
Sekilas cuplikan fenomena ini, semoga dapat dapat menjadi cambuk bagi kita semua, menjadi sedikit pengingat tentang pentingnya menjaga interaksi dan izzah sebagai mahasiswa kampus bersyari’ah. Tidak menunda perubahan positif, tidak meremehkan syari’at. Pandanglah sebuah nasehat atau kritikan sebagai masukan positif, sebagaimana obat yang menyehatkan walaupun pahit. Jangan menjadikan nasehat sebagai bentuk penilaian yang memojokkan, prasangka buruk, dan semisalnya. Jangan beralasan bahwa “bicara memang gampang”, sehingga kita terbiasa menolak nasehat. Bukankah menolak nasehat yang berisi kebenaran merupakan bentuk kesombongan. Dan sombong menjadi penghalang atas surga. Yang menulis ini pun tidaklah sempurna, namun sedang belajar menyampaikan dan menjadi nasehat bagi diri sendiri pula.

***

Penulis:
Ummuza Shaliha
Seorang ibu rumah tangga dari dua anak perempuan (usia 4 tahun dan 7 tahun). Lahir pada 29 September 1984 di Gunungkidul, Yogyakarta. Sempat belajar di Pendidikan Fisika Universitas Negeri Yogyakarta pada tahun 2003-2009. Aktivitas saat ini adalah menemani anak-anak sekitar rumah untuk belajar bersama di Takaza  Creative Learning Center, rumah belajar milik sendiri bersama suami di Kota Bogor.



Sabtu, 21 Juni 2014

Meneladani Nabi dan Shahabatnya


Pada mulanya, dakwah Nabi Muhammad di Makkah dimulai dari sanak keluarga dan kerabat dekat. Itupun dilakukan secara sembunyi-sembunyi, di rumah salah seorang sahabat yang bernama Al Arqom bin Abil Arqom Al Makhzumi. Upaya tersebut membuahkan hasil yang cukup menggembirakan. Kurang lebih tiga tahun ada 39 orang yang menyatakan iman dan Islam, semuanya dari kerabat dekat dan sahabat-sahabat yang lain. Di antara kerabat dekat yang masuk Islam waktu itu antara lain Khadijah, Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar, Zaid bin Haritsah. Khadijah, istri nabi, orang yang cukup terpandang dan kaya raya. Abu Bakar, seorang dermawan yang kaya raya. Ali bin Abi Tholib, seorang pemuda yang cukup cerdas dan dihormati. Dengan masuk Islamnya orang-orang tersebut membawa pengaruh besar pada dakwah nabi sampai masa berikutnya.Karena orang-orang tersebut cukup dihormati di kalangan orang-orang Quraisy.

Di antara sahabat yang menyusul masuk Islam antara lain Usman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqash, Abdurrahman bin Auf, Fatimah binti Khatab serta suaminya (Said bin Zaid), Arqam bin Abil Arqam, Thalhah bin Ubaidillah. Mereka termasuk “Assabiqunal Awwalun”, yakni orang-orang yang pertama kali masuk Islam. Dakwah secara terang-terangan yang dilakukan Nabi Muhammad saw. mendapat reaksi cukup keras dari para pemuka dan tokoh Quraisy, antara lain Abu Lahab (Abdul Uzza), Abu Jahal, Umar ibnu Khatab (sebelum masuk Islam), Uqbah bin Abi Muatih, Aswad bin Abdi Jaghuts, Hakam bin Abil Ash, Abu Sufyan bin Harb (sebelum masuk Islam), Ummu Jamil (istri Abu Lahab). Reaksi keras yang dilakukan oleh para tokoh Quraisy tersebut antara lain berupa ejekan, hinaan, hasutan, ancaman, dan penganiayaan secara fisik. Hal yang sama juga dilakukan kepada orang-orang Quraisy sendiri, agar tidak mengikuti seruan Nabi Muhammad SAW. Namun, Rasulullah tetap tabah dan sabar, dakwah pun tetap dijalankan. Bahkan semakin terang-terangan dan meluas ke wilayah lain.

Menghadapi sikap Rasulullah tersebut orang-orang Quraisy bertambah marah, bahkan pernah merencanakan akan melakukan pembunuhan terhadap Nabi Muhammad. Rencana tersebut dilakukan menjelang Nabi Muhammad akan hijrah ke Madinah. Atas pertolongan Allah SWT, waktu itu Nabi selamat dari rencana pembunuhan tersebut.Kemudian bisa hijrah ke Madinah. Meskipun Nabi Muhammad saw. dengan susah payah dalam berdakwah karena mendapat tantangan dari Kaum Quraisy, tetapi makin hari makin didengar orang sehingga makin banyak pengikutnya. Dakwah Nabi Muhammad di Makah dilakukan kurang lebih selama 13 tahun, dan selebihnya selama 10 tahun Nabi Muhammad berada di Madinah.Ketika berdakwah di Makkah, tantangan yang dihadapi oleh Rasulullah dan para sahabat begitu besar. Dari uraian sejarah di atas dapat diambil pelajaran yang sangat berharga dari cara cara dakwah Rasulullah yang harus diteladani oleh umat islam, antara lain adalah :
1.      Nabi Muhammad berdakwah dengan keeladanan. Sebelum beliau
menyampaikan sesuatu, maka beliau terlebih dahulu melaksanakanya. Jadi, disamping dakwah dengan lisan, dakwah juga dilakukan dengan perbuatan, sikap, dan keteladanan dalam kehidupan sehari-hari.
2.      Disampaikan dengan penuh kehati-hatian, sabar, dan menggunakan
bahasa yang halus dan lemah lembut serta dengan bahasa yang mudah dipahami.
3.      Rasulullah saw. memposisikan para pengikutnya sebagai sahabat, hal ini
tercermin dalam sebutan para pengikutnya yakni dengan sebutan ‘sahabat’. Cara seperti ini menimbulkan rasa simpati yang luar biasa, karena di dalam Islam nyata-nyata diterapkan kesetaraan.
4.      Rasulullah saw. selalu bersama para sahabat-sahabatnya baik dalam
keadaansuka maupun duka, dengan demikian terjalin persatuan, kesatuan, dan solidaritas umat Islam yang sangat kuat. Dalam berdakwah Rasulullah saw. tidak pernah memaksakan kehendak, Rasulullah saw hanya menyampaikan ajaran dari Allah SWT, dan memberikan pemahaman secara rasional dan dengan hati yang jernih. Mengikuti atau tidak hal itu menjadi hak pribadi masing-masing. Dengan kata lain, dalam berdakwah Rasulullah saw tidak pernah menggunakan cara-cara kekerasan.

Muhammad sebagai Rahmat Semesta


Bagi orang-orang yang merasakan bahwa kehidupan para pembesar dan bangsawan Makkah yang sudah sesat dan keterlaluan, namun mereka tidak mampu berbuat apa-apa, maka kehadiran Nabi Muhammad saw. seperti seteguk air saat mereka merasakan dahaga yang sudah sangat lama. Nabi Muhammad saw. mengajarkan tentang persamaan derajat manusia. Nabi Muhammad saw. juga mengajarkan agar penyelesaian masalah tidak boleh dilakukan dnegan cara kekerasan, namun harus dilakukan dengan cara-cara yang damai dan beradab. Hal ini tercermin dalam tindakan Nabi Muhammad ketika mendamaikan masyarakat Makkah saat akan meletakkan Hajar Aswad pada tempatnya.

Nabi Muhammad SAW mengajarkan agar manusia bekerja keras untuk dapat memenuhi kebutuhannya, namun ketika menjadi kaya maka dia harus mengasihi yang miskin dengan cara menyisihkan sebagian hartanya untuk mereka. Orang yang kuat harus mengasihi yang lemah.Orang tua harus menyayangi anaknya baik anak itu laki-laki maupun perempuan, sebaliknya anak harus menghormati dan berbakti kepada orang tuanya walaupun mereka sudah sangat tua. Ketika antar anggota masyarakat dapat memahami hak dan kewajibannya, saling menghormati, menghargai, dan mengasihi, maka akan menjadi masyarakat yang damai, aman, tenteram dan sejahtera. Terbukti, saat ini keadaan Masyarakat Makkah dan Madinah menjadi masyarakat yang sangat beradab, damai, sejahtera dan mengalami kemajuan yang pesat. Semua itu diawali dengan ketakwaan mereka kepada Allah dan senantiasa berpegang teguh kepada ajaran Nabi Muhammad saw. Dengan demikian sesungguhnya Nabi Muhammad ditus oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi seluruh alam. Nabi tidak hanya diutus untuk penduduk Makkah saja, atau bagi bangsa  Arab saja, namun nilai-nilai yang dibawanya adalah nilai-nilai universal yang dapat meningkatkan martabat umat manusia sehingga berbeda dengan binatang, artinya : “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”[1]


[1] QS. Al-Anbiya’ : 107

Nabi dan Kesempurnaan Akhlak

Oleh: 
RIZKA HUSNATA PUTRI
RIZKY NANDA VERINA
SHAFIRA KHAIRUN NISA

Setelah Nabi Miuhammad SAW menerima wahyu, maka secara resmi beliau telah diangkat menjadi Rasul oleh Allah SWT.Beliau mempunyai kewajiban untuk membina umat yang telah berada dalam kesesatan untuk menuju jalan yang lurus.Dakwah Nabi Muhammad SAW dimulai dari wilayah Makkah di jazirah Arab, walaupun pada akhirnya ajaran beliau adalah untuk seluruh umat manusia. Jauh sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW, sebenarnya Allah SWT juga telah mengutus nabi Ibrahim a.s. dan Nabi Ismail a.s. Kedua Rasul ini telahberhasil membina bangsa Arab dan masyarakat Makkah menjadi orang yang beriman dan henya menyembah kepada Allah SWT. Bahkan kedua Rasul tersebut juga diperintah Allah SWT untuk membangun Ka’bah di Makkah.Namun dengan berjalanya waktu, keimanan masyarakat Makkah menjadi luntur dan berubah menjadi kemusyrikan dengan menyembah patung dan berhala.Mereka tidak hanya mengalami kerusakan dalam hal aqidah, bahkan akhlaknya juga rusak.

Nabi Muhammad SAW sebagai rasul tidak henti-hentinya berusaha memperbaiki akhlak masyarakat yang sudah rusak tersebut.Untuk memperbaiki akhlak, maka Allah SWT telah mengutus rasul yang memang semenjak kecil dikenal oleh masyarakat sebagai orang yang sangat mulia akhlaknya.Sejak masih kecil, remaja, sampai dewasa Nabi Muhammad sudah dikenal oleh masayarakat Makkah sebagai orang yang mempunyai kepribadian baik, berbeda dengan kebanyakan orang saat itu.Penampilannya pun sederhana, bersahaja, dan berwibawa. Ketika ia berjalan badannya agak condong kedepan, melangkah sigap dan pasti. Raut mukanya menunjukkan pikirannya yang cerdas, tajam, dan jernih.Pandangan matanya menunjukkan keteduhan dan kewibawaan, membuatorang patuh kepadanya.Ia juga dikenal sebagai orang yang jujur dalam setiap perkataan maupun perbuatan. Dengan sifatnya yang demikian itu tidak heran bila Khadijah, majikannya menaruh simpati kepadanya, dan tidak pula mengherankan bila Muhammad diberi keleluasaan mengurus hartanya.Khadijah juga membiarkannya menggunakan waktu untuk berpikir dan menuangkan hasil pemikirannya.Akhirnya Muhammad dan Khadijah menikah menjadi sepasang suami istri yang sangat setia dan memiliki anak-anak yang shalih.

Muhammad SAW mendapat kurnia Tuhan dalam perkawinannya dengan Khadijah, mereka berada dalam kedudukan yang tinggi dan harta yang cukup.Seluruh penduduk Makkah memandangnya dengan rasa segan dan hormat.Mereka mensyukuri karunia Tuhan yang diberikan kepadanya serta anak dan keturunan yang baik.Semua itu tidak mengurangi pergaulannya dengan penduduk Makkah baik yang kaya maupun yang miskin.Dalam kehidupan hari-hari, Muhammad SAW bergaul baik dengan masyarakat sekitar. Bahkan setelah menikah dengan Khadijah ia lebih dihormati di tengah-tengah masyarakat. Dengan dihormati orang Muhammad tidak menjadi tinggi hati, namun ia menjadi semakin rendah hati. Bila ada yang mengajaknya bicara ia mendengarkan dan memperhatikannya tanpa menoleh kepada orang lain. Perilakunya yang demikian sangat berbeda dengan kebanyakan orang Makkah yang menjadi sombong dan congkak ketika dihormati, dan marah-marah ketika merasa tidak dihormati. Muhammad juga bukan termasuk orang yang suka mengobral perkataan, ia berkata seperlunya, dan ia lebih banyak mendengarkan. Bila bicara selalu bersungguh-sungguh, tapi sungguhpun begitu ia sesekali membuat humor dan bersenda-gurau. Sifatnya yang jujur tersebut juga sangat berbeda dengan kebanyakan orang Makkah yang suka berbohong, membual, dan sulit dipercaya.Setiap bertemu orang Muhammad selalu tersenyum.Pada saat-saat tertentu juga bercanda dan terkadang tertawa sampai terlihat gerahamnya. Bila ia marah tidak pernah sampai tampak kemarahannya, hanya antara kedua keningnya tampak sedikit berkeringat, hal ini disebabkan ia menahan rasa amarah dan tidak mau menampakkannya keluar. Semua itu terbawa oleh kodratnya yang selalu lapang dada, berkemauan baik dan menghargai orang lain. Ia Bijaksana, murah hati dan mudah bergaul. Tapi ia juga mempunyai tujuan pasti, berkemauan kuat, tegas dan tak pernah ragu-ragu dalam tujuannya. Sifat-sifat demikian ini berpadu dalam dirinya dan meninggalkan pengaruh yang dalam sekali pada orang-orang yang bergaul dengan dia. Bagi orang yang melihatnya tiba-tiba, sekaligus akan timbul rasa hormat, dan bagi orang yang terbiasa bergaul dengannya akan timbul rasa cinta kepadanya.

Muhammad SAW menjalin hubungan baik kepada penduduk Makkah.Ia juga berpartisipasi dalam kegiatan sosial dalam kehidupan masyarakat hari-hari. Pada waktu itu masyarakat sedang sibuk karena bencana banjir besar yang turun dari gunung kemudian menimpa dan meretakkan dinding-dinding Ka’bah yang memang sudah rapuh.Sebelum itupun masyarakat suku Quraisy memang sudah memikirkannya.Ka’bah yang tidak beratap itu menjadi sasaran pencuri mengambil barang-barang berharga di dalamnya. Hanya saja masyarakat suku Quraisy merasa takut kalau bangunannya diperkuat, pintunya ditinggikan dan diberi atap, dewa Ka’bah yang suci itu akan menurunkan bencana kepada mereka. Sepanjang zaman Jahiliyyah keadaan mereka diliputi oleh berbagai macam legenda yang mengancam bagi siapapun yang berani mengadakan sesuatu perubahan terhadap Ka’bah.Dengan demikian perbuatan itu dianggap tidak umum.

Tetapi sesudah mengalami bencana banjir tindakan demikian itu adalah suatu keharusan, walaupun masih diliputi rasa takut dan ragu-ragu.Bertepatan dengan kejadian itu, kapal milik seorang pedagang Romawi bernama Baqum yang datang dari Mesir terhempas di laut dan pecah.Sebenarnya Baqum adalah seorang ahli bangunan yang mengetahui masalah perdagangan.Sesudah suku Quraisy mengetahui hal ini, maka berangkatlah al-Walid bin al-Mughira dengan beberapa orang dari Quraisy ke Jeddah menemui Baqum.Kapal itu kemudian dibelinya, kemudian diajaknya berunding supaya sama-sama datang ke Makkah guna membantu mereka membangun Ka’bah kembali.Baqum menyetujui permintaan itu.Pada waktu itu di Makkah ada seorang Kopti yang mempunyai keahlian sebagai tukang kayu. Persetujuan tercapai bahwa diapun akan bekerja dengan mendapat bantuan Baqum.

Sudut-sudut Ka’bah oleh suku Quraisy dibagi empat bagian tiap kabilah mendapat satu sudut yang harus dirombak dan dibangun kembali. Sebelum bertindak melakukan perombakan itu mereka masih ragu-ragu dan khawatir akan mendapat bencana. Kemudian al-Walid bin al-Mughira tampil ke depan dengan merasa sedikit takut. Setelah berdoa kepada dewa-dewanya, ia mulai merombak bagian sudut selatan. Orang-orang menunggu apa yang akan dilakukan Tuhan terhadap al-Walid. Tetapi setelah sampai pagi hari tak terjadi apa-apa, mereka pun beramai-ramai merombaknya dan memindahkan batu-batu yang ada.Muhammad pun ikut dalam kerja bakti itu.

Sesudah bangunan itu setinggi orang berdiri dan tiba saatnya meletakkan Hajar Aswad yang disucikan di tempatnya semula di sudut timur, maka timbullah perselisihan di kalangan Quraisy, siapa yang seharusnya mendapat kehormatan meletakkan batu itu pada tempatnya semula. Demikian memuncaknya perselisihan itu sehingga hampir saja timbul perang saudara. Keluarga Abdud Dar dan keluarga ‘Adi bersepakat takkan membiarkan kabilah yang manapun campur tangan dalam  kehormatan yang besar ini. Untuk itu mereka mengangkat sumpah bersama.Keluarga Abdud Dar membawa sebuah baki berisi darah.Tangan mereka dimasukkan ke dalam baki itu guna memperkuat sumpah mereka. Karena itu lalu diberi nama La’aqatud Dam, yakni ‘jilatan darah.’ Abu Umayyah bin al-Mughira dari Bani Makhzum, adalah orang yang tertua di antara mereka. Ia dihormati dan dipatuhi. Setelah melihat keadaan serupa itu ia berkata kepada mereka:"Serahkanlah putusan kamu ini di tangan orang yang pertama sekali memasuki pintu Shafa ini."

Tatkala mereka melihat Muhammad adalah orang pertama memasuki tempat itu, mereka berseru: "Ini al-Amin (orang yang terpercaya) ; kami dapat menerima keputusannya." Lalu mereka menceritakan peristiwa itu kepada Muhammad. Iapun mendengarkan dan sudah melihat di mata mereka betapa berkobarnya api permusuhan itu. Ia berpikir sebentar, lalu katanya: "Kemarikan sehelai kain," katanya. Setelah kain dibawakan dihamparkannya dan diambilnya batu itu lalu diletakkannya dengan tangannya sendiri, kemudian katanya; "Hendaknya setiap ketua kabilah memegang ujung kain ini." Mereka bersama-sama membawa kain tersebut ke tempat batu itu akan diletakkan. Lalu Muhammad mengeluarkan batu itu dari kain dan meletakkannya di tempatnya.Dengan demikian perselisihan itu berakhir dan bencana dapat dihindarkan.Quraisy menyelesaikan bangunan Ka’bah sampai setinggi delapanbelas hasta (± 11 meter), dan ditinggikan dari tanah sedemikian rupa, sehingga mereka dapat menyuruh atau melarang orang masuk.Di dalam Ka’bah itu mereka membuat enam batang tiang dalam dua deretan dan di sudut barat sebelah dalam dipasang sebuah tangga naik sampai ke teras di atas lalu meletakkan Hubal di dalam Ka’bah.Juga di tempat itu diletakkan barang-barang berharga lainnya, yang sebelum dibangun dan diberi beratap menjadi sasaran pencurian.

Kejadian ini berlangsung saat Muhammad berusia SAW 35 tahun, dan keputusannya mengambil batu dan diletakkan di atas kain lalu mengambilnya dari kain dan diletakkan di tempatnya dalam Ka’bah, menunjukkan betapa tingginya kedudukannya dimata penduduk Makkah, betapa besarnya penghargaan mereka kepadanya sebagai orang yang berjiwa besar. Pada tahun 611 M, waktu itu Muhammad berusia 40 tahun beliau menerima wahyu yang pertama.Di puncak Gunung Hira, – sejauh dua farsakh sebelah utara Makkah – terletak sebuah gua yang sangat kondusif untuk tempat menyendiri (berkhalwat). Sepanjang bulan Ramadan tiap tahun Muhammad pergi ke sana dan berdiam di tempat itu. Ia tekun dalam merenung dan beribadah, menjauhkan diri dari segala kesibukan hidup dan keributan manusia. Ia mencari Kebenaran tentang keberadaan Tuhan dan merenungkan keboborokan perilaku sehari-hari masyarakat Arab saat itu. Demikian kuatnya ia merenung mencari hakikat kebenaran itu, sehingga lupa ia akan dirinya, lupa makan, lupa segala yang ada dalam hidup ini. Sebab, segala yang dilihatnya dalam kehidupan manusia sekitarnya, bukanlah suatu kebenaran.

Ia merenung untuk mencari jawaban mengenai perilaku masyarakat dalam masalah-masalah hidup. Apa yang disajikan sebagai kurban-kurban untuk tuhan-tuhan mereka itu, bukanlah sesuatu yang dapat dibenarkan menurut rasio dan nurani yang jernih. Berhala-berhala yang tidak berguna, tidak menciptakan dan tidak pula mendatangkan rejeki, tak dapat memberi perlindungan kepada siapapun yang ditimpa bahaya tidak selayaknya dipuja dan disembah.Hubal, Lata dan ‘Uzza, dan semua patung-patung dan berhala-berhala yang terpancang di dalam dan di sekitar Ka’bah, tak pernah menciptakan seekor lalat sekalipun, atau akan mendatangkan suatu kebaikan bagi Makkah. Ketika itulah ia percaya bahwa masyarakatnya telah tersesat, jauh dari kebenaran.Keyakinan mereka terhadap keberadaan Tuhan telah rusak karena tunduk kepada khayal berhala-berhala serta kepercayaan-kepercayaan semacamnya. Kebenaran itu ialah Allah, Khalik seluruh alam, tak ada tuhan selain Dia. Kebenaran itu ialah Allah Pemelihara semesta alam.Dialah Maha Rahman dan Maha Rahim.

Kebenaran itu ialah bahwa manusia dinilai berdasarkan perbuatannya."Barangsiapa mengerjakan kebaikan seberat atompun akan dilihatNya.Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat atompun akan dilihatNya pula."[1]Dan bahwa surga itu benar adanya dan neraka juga benar adanya.Mereka yang menyembah tuhan selain Allah mereka itulah menghuni neraka, tempat tinggal dan kediaman yang paling durhaka. Tatkala ia sedang bertahanuth, ketika itulah datang malaikat membawa sehelai lembaran seraya berkata kepadanya: "Bacalah!" Dengan terkejut Muhammad menjawab: "Saya tak dapat membaca". Ia merasa seolah malaikat itu mencekiknya, kemudian dilepaskan lagi seraya katanya lagi: "Bacalah!" Masih dalam ketakutan akan dicekik lagi Muhammad menjawab: "Apa yang akan saya baca."Seterusnya malaikat itu berkata: "Bacalah! Dengan nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Menciptakan manusia dari segumpal darah.Bacalah. Dan Tuhanmu Maha Pemurah. Yang mengajarkan dengan Pena. Mengajarkan kepada manusia apa yang belum diketahuinya …" Lalu ia mengucapkan bacaan itu. Malaikatpun pergi, setelah kata-kata itu terpateri dalam kalbunya.

Setelah menerima wahyu yang pertama itu maka Muhammad menjadi seorang utusan (rasul), sehingga dia mempunyai kewajiban untuk menyampaikan ajaran Allah SWT kepada umat manusia.Setelah menjadi rasul, maka sifat-sifat mulia yang dimilikinya tdak hanya dimilikinya sendiri, namun dia harus mengajarkan dan memberi teladan kepada umat manusia untuk berakhlak yang mulia. Nabi Muhammad bersabda,artinya : “Diriwayatkan dari Abi Hurairah, Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak).”[2]Artinya : “Barangsiapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu semuanya.Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkan-Nya.”[3]Nabi Muhammad mengajarkan bahwa kemuliaan manusia tidak diukur dari harta, keturunan, suku, keindahan tubuh, kekuatan, maupun pangkat dan jabatannya dalam masyarakat.

Namun kemuliaan manusia terletak pada ketaatannya kepada Allah SWT dan kemuliaan akhlaknya, baik berupa sikap, perkataan, maupun perbuatannya dalam kehidupan sehari-hari. Padahal ketika itu masayarakat Arab sangat menonjolkan keturunan dan sukunya. Mereka sering berselisih, bertengkar bahkan berperang agar sukunya menjadi yang paling terhormat diantara yang lain. Mereka juga sangat membanggakan harta dan kedudukan.Semakin banyak harta dan memiliki banyak budak, maka mereka merasa menjadi mulia. Setelah menjadi rasul, Nabi Muhammad SAW memberikan ajaran yang sangat mulia bahwa sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat dan dapat bermanfaat bagi orang lain. Padahal perilaku masyarakat Quraisy saat itu seringkali menyengsarakan orang lain,, mereka semena-mena terhadap orang-orang miskin apalagi terhadap budak-budak mereka. Betapa beratnya tugas Nabi Muhammad SAW untuk membina manusia agar berakhlak mulia ketika kondisi akhlaknya sudah buruk. Namun semua itu dilakukan beliau dengan penuh kesabaran dan dengan cara memberi teladan.


[1] QS. Al-Zalzalah : 7-8
[2] HR. Ahmad
[3] QS. Fathir : 10

Jumat, 20 Juni 2014

Meraih Mimpi di Jalan Ilahi

Oleh: AM. Bambang Prawiro

Deburan ombak di laut Alur menyisakan riak-riak kecil di sepanjang pantainya, beberapa anak dengan kulit gelap berlarian di antara pasir putih yang meliuk hingga ke ujung pandangan. Burung-burung camar tampak beterbangan kian kemari di antara deburan ombak yang tak lelah menghempas pantai yang menerima dengan penuh keikhlasan. Angin semilir berhembus membawa aroma laut yang khas, beberapa nelayan masih terapung-apung di tengah lautan. Tampak kecil seperti titik-titik hitam yang terombang-ambing ombak di laut Alor. Aku masih sibuk dengan pekerjaanku, membersihkan perahu dan merapihkan alat-alat menangkap ikan. Cuaca tadi malam kurang bersahabat sehingga hasil tangkapan ikan kami hanya sedikit. Paman yang telah bertahun-tahun menjadi penangkap ikan pun hanya mendapatkan ikan tidak lebih dari 3 kg. apalagi aku yang baru belajar tidak lebih dari enam bulan.
Aku memutuskan untuk mengikuti jejak almarhum ayah menjadi nelayan penangkap ikan. Setelah lulus SD tahun lalu, aku tidak melanjutkan sekolah. Tiga bulan sebelum kelulusan kelas ayah hilang tanpa jejak, hanya perahu dan peralatan menangkap ikan yang ditemukan terdampar di tepi pantai pada pagi hari ketika malamnya ayah berangkat menangkap ikan. Seperti hari-hari biasanya ayah menangkap ikan dengan beberapa tetangga. Cuaca buruk malam itu memunculkan badai lautan yang sangat dahsyat hingga menenggelamkan para nelayan yang sedang menangkan ikan termasuk ayah. Lima orang tetangga yang bersama-sama menangkap ikan berhasil selamat setelah berenang melawan ombak laut yang menggulung perahu dan peralatan mereka. sementara ayah tidak ada kabar beritanya. “Ayahmu waktu itu berada paling depan ketika kami menangkap ikan” begitu kata Pak Surangkai tetangga belakang rumah.
Kepergian ayah meninggalkan luka yang begitu mendalam pada keluarga kami, sebagai satu-satunya tulang punggung keluarga ayah adalah kepala keluarga yang sangat bertanggungjawab hingga semua kebutuhan kaluarga kami dipenuhinya dengan baik. Hasil tangkapan ikan yang kian hari kian menurun memaksa ayah dan para nelayan di desa kami untuk lebih bersemangat dalam menangkap ikan hingga mereka memaksanakan diri menangkap ikan di perairan yang berbahaya. Kepergian ayah juga telah memupuskan harapanku untuk meraih hidup yang lebih baik. Harapan untuk bisa melanjutkan sekolah sirna sudah hilang bersama jasad ayah yang entah di mana. Setelah berjalan kurang lebih enam bulan tak ada lagi dalam pikiran untuk bisa melanjutkan sekolah lagi. Biarlah hanya mereka yang masih punya ayah dan memiliki uang yang bisa melanjutkan sekolah, biarlah aku di sini belajar dengan laut dengan ombaknya.
“Hai kawan sedang apa melamun” Hasan temanku satu kelas yang kini melanjutkan sekolah di kota menepuk pundakku. “Siapa yang melamun, orang sedang merapihkan alat menangka ikan” kataku pelan. Hasan, anak kepala desa yang dulu menjadi teman sebangku di sekolah dasar negeri Alor. Ia barnasib mujur karena orang tuanya berada hingga bisa melanjutkan sekolah di tingkat yang lebih tinggi. Padahal nilainya selalu berada di bawahku. Pada hari terakhir kelulusan ia sempat bilang kepadaku bahwa ia akan melanjutkan kuliah di kota, “Kamu harus lanjutkan sekolah karena nilai kamu selalu lebih bagus dariku” begitu katanya. Kata-kata nasehat yang menyayat-nyayat jantungku, seperti tamparan yang membuat pusing kepalaku hingga membuatku pingsan.
“Hai, kok melamunnya dilanjutkan” kembali Hasan memecahkan lamunanku. “Kamu tidak melanjutkan sekolah khan” katanya serius. “Seperti kamu tahu, sekarang aku jadi nelayan menggantikan ayah” kataku pelan. “Aku ada informasi kalau kamu mau melanjutkan sekolah gratis dan dikasih uang, mau? Hasan memandaku serius. Sekolah, sebuah kata yang telah hilang dari ingatanku. Kata-kata yang begitu indah namun terasa menyakitkan bila mengucapkannya. Kata-kata itu memang telah hilang darimemori di kepalaku. Ikan, ikan dan ikan itulah yang kini ada dalam otakku, bagaimana cara agar bisa mendapatkan ikan yang banyak agar bisa membeli beberapa kg beras dan sisanya membayar sekolah adik-adiku. Namun kini Hasan mengucapkan kata-kata itu lagi, “Benar kau Hasan, di mana?” aku mulai tertarik dengan pembicaraannya. “Di Bogor Jawa barat Ma’had Ibnu Taimiyah, kalau mau nanti saya antarkan ke ust. Rodi yang membawa anak-anak untuk sekolah di sana. Si Dzul dan Ramli juga sudah pergi ke sana, kemarin mereka kirim surat katanya di sana enak sekolah gratis dikasih uang setiap hari, makananya ayam dan tidurnya di kasur yang tebaal sekali” Hasan menjelaskan secara detail tentang keadaan di Bogor, nun jauh di ujung barat pulau Jawa.
Sekolah, kata-kata itu muncul lagi dalam benakku. Mungkin terlalu indah jika terus dipikirkan dan bisa menjadi kenyataan, aku bisa belajar lagi memiliki teman-teman yang bersemangat untuk menuntutut ilmu, mendapatkan motivasi dari para guru dan yang paling penting adalah bisa meraih cita-citaku. Benar, cita-cita yang telah lama hilang dalam hidupku menjadi Dosen yang bermanfaat bagi agama, bangsa dan negara. Namun, apakah aku harus menerima tawaran Hasan, bersekolah di Bogor, sementara ibu dan adik-adiku di sini? Siapa yang akan memenuhi kebutuhan hidup mereka. penghasilan Ibu yang menjadi buruh di pasar ikan tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan semua keluargaku, untuk makan, membayar sekolah adik-adiku dan membayar hutang yang hingga kini belum lunas. Haruskah aku mengorbankan mereka hanya untuk meraih cita-citaku? Ah… sepertinya terlalu berat untuk meninggalkan mereka. “Kamu berangkat saja nak, biarkan ibu di sini dengan adik-adikmu. Ibu akan bekerja lebih keras lagi agar bisa memenuhi kebutuhan adik-adikmu. Kamu harus sekolah dan bisa meraih cita-citamu” begitu kata ibu. “Tapi bu, bagaimana dengan hutang kepada Pak Dani” kataku pelan. “Nanti ibu yang urus, mudah-mudahan tanah peninggalan ayahmu segera ada yang beli sehingga bisa membayar hutang kita, pokoknya kamu haru sekolah ingat pesan ayahmu”
Kembali aku teringat dengan pesan ayah yang telah lama hilang dalam pikiranku “Kamu harus melanjutkan sekolah, agar tidak seperti ayah yang bodoh ini” itulah pesan terakhir ayah. Aku tahu, ayah bukanlah orang yang bodoh, walaupun ia tidak bisa membaca dan menulis namun otaknya cukup cerdas hingga dipercaya oleh teman-temannya ketika menangkap ikan menjadi ketua rombongan. Ayah tahu persis bagaimana keadaan laut dan waktu-waktu menangkap ikan yang baik. Tekhnik-tekhnik dalam menangkap ikan ayah pelajari sendiri dari alam, hingga hasil tangkapan ikan ayah selalu lebih banyak dibandingkan teman-temannya. Peristiwa badai lautan sejatinya telah diprediksi oleh ayah, namun karena kebutuhan keluarga khususnya aku yang akan melanjutkan sekolah memaksan ayah untuk tetap melaut agar bisa mendapatkan uang untukku.
Setelah mempertimbangkan segala sesuatunya akhirnya aku memutuskan untuk berangkat ke Bogor, melanjutkan sekolahku yang beberapa bulan terputus. Dengan diantar oleh ibu, adik-adik dan beberapa tetangga aku berangkat menuju rumah Ust. Rodi untuk berkumpul dengan beberapa teman yang akan berangkat bersama-sama. Setelah semuanya berkumpul kami segera naik mobil ke pelabuhan. Rupanya kapal yang akan menuju ke Jakarta datang lebih cepat sehingga kami segera naik ke atas kapal. Sebelum kaki ini melangkah ke tangga kapal kucium tangan ibu dan memeluknya erat-erat, tak ingin aku melepaskannya. “Lanjutkan sekolahmu, ingat pesan ayah” bisik ibu kepadaku. Tak terasa air mata ini mengalir, dan pelukan kami semakin erat. Ibu adalah wanita luar biasa bagiku, sama seperti ayah, ia adalah wanita cerdas yang luar biasa. Walaupun ia hanya wanita desa namun ia sangat menyadari bahwa pendidikan itu sangat penting. Beliau selalu mengajari kami setelah maghrib, rumus-rumus matematika yang terasa sulit dengan mudah dijelaskannya secara rinci. Demikian pula pelajaran IPA yang membutuhkan pemahaman lebih, beliau menjelaskannya dengan runtut seperti seorang guru professional yang telah berpengalaman mengajarkan murid-muridnya. Lebih dari itu, beliau adalah pekerja keras yang tidak pernah mengeluh. Walaupun pendapatan kelauarga kami kurang namun beliau tidak pernah sedikitpun mempermasalahkannya. Sebaliknya beliau membantu ayak dengan bekerja di pasar ikan.
“Anak-anak ayo siap-siap, kapal sudah mau berangkat” ucapan Ust. Rodi menyadarkaku, segera aku melepas ibu dan mencium adik-adiku. Terbersit dalam hati bahwa aku harus bisa membahagiakan mereka. Aku segera melangkah me tangga kapal, dengan tas di punggung dan kardus di tangan aku melangkah pasti. Langkah yang akan merubah kehidupanku dan kehidupan keluargaku. Kembali aku menengok ke belakang, ibu dan adik-adikku melambaikan tangannya, memberikan semangat kepadaku bahwa hidup adalah pilihan, dan aku memilih untuk merubah nasib. Perlahan kapal bergerak menjauhi pelabuhan, pandanganku masih tertuju ke pantai yang terasa kian menjauh ibu dan adik-adikku seolah mengecil hingga menjadi sebuah titik di tepi pantai Alor. Bismillah, itulah ucapan awal untuk meraih mimpi ini.
Bogor, sebuah kota kecil di sebelah selatan Jakarta kota ini pernah aku baca dari pelajaran IPS yang diajarkan oleh Pak Abdu. Kota ini terkenal karena dahulunya adalah bekas ibukota kerajaan Pajajaran, salah satu buktinya adalah adanya Batu Tulis yang hingga kini masih berdiri tegak di kota ini. Menurut penjelasan Ust. Rodi, lokasi yang akan kami tuju adalah Pesantren Yatim Ibnu Taimiyah yang berada di bagian selatan kota Bogor. Setelah sampai di pelabuhan Tanjung Priuk kami dijemput dengan mobil milik pesantren, sehingga tanpa menunggu lebih lama kami segera meluncur meninggalkan pelabuhan membelah kota Jakarta. Teman-teman yang baru pertama kali ke Jakarta dapat menikmati indahnya kota ini dari dalam mobil yang melewati jalan layang Tanjung Priuk-Bogor. Aku juga terkagum-kagum dengan gedung-gedung tinggi yang ada di Jakarta, sungguh sangat luar bisa, suara klakson mobil yang seolah tidak henti bercampur dengan kegembiraan kami bisa menikmati kota Jakarta.
Perjalanan dari Tanjung Priuk ke Bogor ditempuh dalam waktu kurang lebih 2 jam, kami segera turun dan masing-masing membawa barangnya. Udara di Bogor sangat dingin sekali, berbeda jauh dengan di Alor. Kami diarahkan oleh salah seorang satpam menuju ruang tamu. Sebelum masuk pesantren tadi saya melihat dengan jelas sebuah tulisan tergantung besar di pintu gerbang “Selamat Datang Para Penuntut Ilmu”, seperti cambuk yang memberikan semangat padaku untuk bisa belajar dengan sungguh-sungguh di pesantren ini.
Sampai di ruang tamu kami disuguhi makan dengan lauk ayam, “Sungguh makanan yang sangat lezat” pikirku dalam hati. Kami di kampung makan dengan ayam paling satu tahun sekali kalau lebaran, selain itu paling makan ikan atau nasi dengan sayuran. Setelah selesai makan kami di ajak berkeliling pesantren. Sungguh besar pesantren ini, “Di sini kalian bisa belajar pelajaran umum dan juga pelajaran agam, semuanya gratisbahkan kalian akan dikasih uang jajan setiapbulan” kata ust. Rodi kepada kami yang terkagum-kagum dengan bangunan pesantren dan segala fasilitasnya. Semoga saja kami bisa memanfaatkan pesantren ini dengan baik sehingga ia menjadi jalan untuk meraih cita-citaku, ya cita-citaku adalah menjadi dosen.
Nun jauh di bagian selatan pesantren berdiri kokoh Gunung Salak yang terlihat jelas dengan peohonan yang rindang. Seolah-olah ia memberikan semangat kepadaku, “Ayo, inilah tempat untuk belajar, buktikan bahwa kamu cerdas dan reguklah semua ilmu yang ada di pesantren ini” Ya… aku berjanji dalam hati akan bersungguh-sungguh untuk belajar, baying-bayang ayah, ibu dan adik-adikku menjadi penyemangat untukku. Semoga ini adalah jalan terbaik meraih cita-citaku.
Dua puluh tahun kemudian…. “Hari ini mata kuliah kita adalah Metodologi penelitian, silahkan buka Note book, I Pad dan Smartphone-nya, kita akan berdiskusi tentang Penelitian Kualitatif” Aku berdiri di depan kelas M program Studi Ekonomi Islam Jurusan Hukum Islam Universitas Tazkia Jakarta. Setelah meraih gelar Doktor saya diterima mengajar di universitas ini.  Mimpi itu telah menjadi kenyataan, seperti kejadian tadi sore yang belum lama terjadi… Siapa bersungguh-sungguh akan Berhasil. 

Selasa, 17 Juni 2014

Silabus Fiqh Muamalah II

SILABUS MATA KULIAH

Program Studi                       : Muamalat (Syari’ah)
Kode Mata Kuliah                  : SYA 134

Nama Mata Kuliah               : Fiqh Muamalah II

Jumlah SKS                            : 2 (dua)
Semester                                  : V
Mata Kuliah Pra Syarat           : Fiqh Muamalah I
Deskripsi Mata Kuliah         :
Fiqh Muamalah adalah mata kuliah yang mengkaji tentang hukum Islam yang mengatur hubungan antar sesama manusia dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Mata kuliah ini merupakan instrumen penting untuk diberikan kepada mahasiswa syari’ah sebagai bekal untuk mengembangkan konsep dasar (embriyo) hukum ekonomi Islam baik dalam dunia bisnis, dunia perbankan ataupun lembaga-lembaga keuangan syari’ah.
Standar Kompetensi             :
Mahasiswa dapat memahami dan mampu mengimplementasikan teori, konsep dan prinsip hukum muamalat dalam kegiatan ekonomi baik dalam dunia bisnis, dunia perbankan ataupun lembaga-lembaga keuangan syari’ah.

Kompetensi Dasar
Indikator
Pengalaman Pembelajaran
Materi Ajar
Waktu
Alat/Bahan/Sumber Belajar
Penilaian
Memahami dan memiliki wawasan tentang hukum jual beli
Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa dapat :
1.Menjelaskan penegrtian jual beli
2.Menjelaskan rukun dan syarat jual beli
Mengkaji dan memahami tentang jual beli, rukun dan syaratnya di dalam buku teks.

Hukum Jual Beli

1.Pengertian, dasar hukum, dan hikmahnya
2. Rukun dan syarat jual beli
100’
OHP, Laptop, LCD
Nasrun Haroen, 200, Fiqh Muamalah : 111-121
Dimyauddin Djuwaini,2008, Fiqh Muamalah : 69-81
Sayid Sabiq, Fiqhus Sunah, Juz.   :
Wahbah az-Zuhaili, 1997,al-Fiqh al-Islam wa Adullatuh :Juz V, hal.3303-3366

Memahami dan memiliki wawasan tentang jual beli sah ,jual beli fasid.
Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa dapat
1.Menjelaskan jual beli sah dan fasid
2.Membedakanjual beli sah dan fasid

Mengkaji dan memahami tentang jual beli sah ,jual beli fasid dan macam-macamnya
1. Jual beli sah dan macam-macamnya
2. Jual beli fasid dan macam-macamnya
100’
OHP, Laptop, LCD Nasrun Haroen,op.cit., : 121-129
Dimyauddin Djuwaini, op.cit., 81-95
Wahbah az-Zuhaili, 1997,al-Fiqh al-Islam wa Adullatuh :Juz V, hal.3393-3516

Memahami dan memiliki wawasan tentang jual beli murabahah, Salam , Istisna’dan penerapannya dalam lembaga keuangan syari’ah.
Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa dapat
1.Menjelaskan jual beli murabahah, salam dan istisna’ dan dasar hukumnya masing-masing
2.Membedakan ketiga jenis jual beli tersebut.
Mengkaji dan memahami tentang jual beli murabahah, Salam dan Istisna’, dasar hukumnya masing-masing. Istisna’dan penerapannya dalam lembaga keuangan syari’ah.
1.Jual beli murabahah dan dasar hukumnya
2.Jual beli Salam dan Dasar hukumnya
3.Jual beli istisna’ dan dasar hukumnya
4.Perbedaan jual beli murabahah, salam dan istisna’
100’
OHP, Laptop, LCD Muh. Syafi’I Antonio,2001, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktek : 101-116
Dimyauddin Djuwaini,op.cit., 102-141
Wahbah az-Zuhaili, 1997,al-Fiqh al-Islam wa Adullatuh :Juz V, hal.3602-3659 (salam dan istisna’), hal. 3765 (Murabahah)

Memahami dan memiliki wawasan tentang hukum riba , ‘illat hukum larangan riba dan mengkaitkannya dengan bunga deposito dan kredit.
Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa dapat
1.Menjelaskan pengertian riba, dasar hukum dan macam-macamnya.
2.Menjelaskan ‘iilat hukum larangan riba dan mengakitkannya dengan deposito dan kredit
Mengkaji dan memahami tentang riba , dasar hukumnya, macam-macamnya, dan‘illat hukum larangan riba
Hukum Riba :
1.Pengertian, dasar hukum dan macam-macamnya
2.“Illat hukum larangan riba dan kaitannya dengan deposito dan kredit

100’
OHP, Laptop, LCD Nasrun Haroen,op.cit.: 181-191
Dimyauddin Djuwainai,op.cit.,:189-204
M. Syafi’I Antonio,op.cit.,: 35-82
Wahbah az-Zuhaili, 1997,al-Fiqh al-Islam wa Adullatuh :Juz V, hal.3677-3765

Memahami dan memiliki wawasan tentang hukum Ijarah.
Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa dapat
1.Menjelaskan pengertian, dasar hukum, macam-macam ijarah.
2.Menjelaskan tentang rukun dan syarat sah ijarah.
Mengkaji dan memahami tentang hukum ijarah, dasar hukum, macam-macam serta rukun dan syarat sah ijarah
Hukum Ijarah:
1.Pengertian, dasar hukum dan macam-macamnya
2.Rukun dan syarat sah ijarah
100’
OHP, Laptop, LCD Nasrun Haroen op.cit.,: 228-238
Dimyauddin Djuwaini : 153-165
Wahbah az-Zuhaili:op.cit., hal.3800-3864

Memahami dan memiliki wawasan tentang hukumsewa beli, dan mengkaitkannya dengan lembaga keuangan konvensional
Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa dapat
1.Menjelaskan pengertian dan dasar hukum sewa beli
2.menghubungkan dan membandingkan Sewa beli dengan lembaga keuangan konvensional
Mengkaji dan memahami tentang hukumsewa beli, dasar hukumnya dan membandingkan dengan lembaga keuangan konvensional (leasing)
Hukum Sewa Beli(Ijarah al-Muntahia bit Tamlik) :
1. Pengertian dan dasar hukumnya
2.Sewa beli dalam konteks lembaga keuangan konvensional
100’
OHP, Laptop, LCD
M. Syafi’I Antonio,op.cit.,: :117-119
Dimyauddin Djuwaini,op.cit.,: 161-164

Memahami dan memiliki wawasan tentang hukum gadai, dan membandingkan dengan gadai konvensional
Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa dapat
1.Menjelaskan pengertian, dasar hukum, rukun dan syarat sah gadai,
2.menghubungkan dan membandingkan gadai syari’ah dengan gadai konvensional
Mengkaji dan memahamitentang hukum gadai, dasar hukumnya dan membandingkan dengan gadai konvensional
Hukum Gadai (Rahn) :
1.Pengertian dan dasar hukumnya
2.Rukun dan Syarat sahnya
3.Gadai dalam konteks gadai konvensional/syari’ah
100’
OHP, Laptop, LCD Nasrun Haroen,op.cit., : 251-259
Dimyauddin Djuwaini,op.cit., :252-268
M.Syafi’I Antonio,op.cit.,: 128-131
Sayid Sabiq :
Wahbah az-Zuhaili :

Memahami dan memiliki wawasan tentang hukum syirkah, macam-macamnya dan penerapannya dilembaga keuangan syari’ah maupun konvensional/dunia bisnis
Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa dapat
1.Menjelaskan pengertian, dasar hukum, rukun dan syarat syirkah
2.Menjelaskan ciri –ciri khusus dari setiap jenis syirkah
3.Menjelaskan tentang penerapan jenis syirkah dilembaga keuangan syari’ah atau konvensional/dunia bisnis
Mengkaji dan memahami tentang hukum syirkah, dasar hukum, rukun dan syarat, macam-macamnya serta ciri khusus dari setiap jenis syirkah penerapannya dilembaga keuangan syari’ahmaupun konvensional/dunia bisnis
Hukum Syirkah :
1.Pengertian dan dasar hukumnya
2. rukun dan syarat sah syirkah
3.Macam-macam syirkah
4.Syarat khusus atau ciri khas dari jenis-jenis syirkah
5.Syirkah dalam konteks lembaga keuangan syari’ah atau konvensional/dunia bisnis



100’
OHP, Laptop, LCD Nasrun Haroen,op.cit., : 165-175
Dimyauddin Djuwaini,op.cit., : 207-223
M.Syafi’I Antonio,op.cit., : 90-94
Sayid Sabiq :
Wahbah az-Zuhaili,op.cit., hal.3875-3923 :

Memahami dan memiliki wawasan tentang hukum mudharabah, dan penerapanya dilembaga keuangan syari’ah maupun konvensional
Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa dapat
1.Menjelaskan pengertian, dasar hukum, rukun dan syarat serta macam-macam mudaharabah
2.Menjelaskan tentang penerapan konsep mudharabah dalam lembaga keuangan syari’ah dan.membandingkannya dengan sistem bunga dilembaga keuangan konvensional
Mengkaji dan memahami tentang hukum mudharabah, dasar hukum, rukun dan syarat, macam-macamnya serta penerapannya dilembaga keuangan syari’ahmaupun konvensional
Hukum Mudharabah :
1.Pengertian dan dasar hukumnya
2.Rukun dan syarat sahnya
3.Macam-macam Mudharabah
4.  4.Mudharabah dalam konteks lembaga keuangan syari’ah
100’
OHP, Laptop, LCD Nasrun Haroen,op.cit., : 175-181
Dimyauddin Djuwaini,op.cit.,: 224-238
M.Syafi’I Antonio,op.cit., : 95-98
Sayid Sabiq :
Wahbah az-Zuhaili,op.cit, hal.3923-3980

Memahami dan memiliki wawasan tentang hukum muzaro’ah , musaqah, kafalah dan penerapannya dalam konteks lembaga keuangan syari’ah/konvensional.
Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa dapat
1.Menjelaskan pengertian, dasar hukum, rukun dan syarat muzaro’ah dan musaqah.
2.Menjelaskan Pengertian, dasar hukum dan macam-macam Kafalah
3.Menghubungkan dan membandingkan kafalah dengan asuransi konvensional

Mengkaji dan memahami tentang hukum muzaro’ah , musaqah, kafalah dan penerapannya dalam konteks lembaga keuangan syari’ahmaupun konvensional
Hukum Muzaro’ah dan Musaqah :
1.Pengertian dan dasar hukumnya
2.Rukun dan syarat sahnya
Hukum Kafalah:
1.Pengertian, dasar hukum dan macam-macamnya
2. Kafalah dalam konteks Asuransi syari’ah dan konvensional
100’
OHP, Laptop, LCD Nasrun Haroen,op.cit., : 275-287
M.Syafi’I Antonio,op.cit., :
Muzaro’ah&Musaqah :99-100
Kafalah:123-125.
Dimyauddin,op.cit., : kafalah: 247-254
Sayid Sabiq :
Wahbah az-Zuhaili,op.cit., hal.

Memahami dan memiliki wawasan tentang hukum hiwalah , wadi’ah dan penerapannya dalam konteks lembaga keuangan syari’ah/konvensional.
Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa dapat
1.Menjelaskan pengertian, dasar hukum, rukun dan syarat hiwalah
2.Menjelaskan pengertian, dasar hukum, rukun dan syarat wadi’ah
3.Menghubungkan dan membandingkannya dengan tabungan, deposito, giro dalam lembaga keuangan syari’ah/konvensional.
Mengkaji dan mendiskusikan tentang hukum hiwalah ,wadi’ah dan penerapannya dalam konteks lembaga keuangan syari’ahmaupun konvensional
Hukum Hiwalah :
1.Pengertian dan dasar hukumnya
2.Rukun dan Syarat sahnya
Hukum Wadi’ah :
1.Pengertian dan dasar hukumnya
2.rukun dan syarat sahnya
3.Wadi’ah dalam konteks lembaga keuangan syari’ahj dan konvensional
100’
OHP, Laptop, LCD Nasrun Haroen,op.cit.,
Hiwalah:221-228
Wadi’ah:244-251
Dimyauddin Djuwaini,op.cit., Hiwalah : 258-261
Wadi’ah: 173-188
M.Syafi’I Antonio,op.cit.,  Hiwalah:126-128
Wadi’ah:85-89

Sayid Sabiq :
Wahbah az-Zuhaili,op.cit., hal.4016-4035 (wadi’ah)

Memahami dan memiliki wawasan tentang hukum qardh, wakalah dan penerapannya dalam konteks lembaga keuangan syari’ah/konvensional.
Setelah mengikuti perkuliahan mahasiswa dapat
1.Menjelaskan pengertian, dasar hukum, rukun dan syarat qardh
2.Menjelaskan pengertian, dasar hukum dan macam-macam wakalah
3.Menghubungkan dan membandingkan qardh dan wakalah dalam konteks perbankan syari’ah/konvensional
Mengkaji dan mendiskusikan tentang hukum qardh, wakalah dan penerapannya dalam konteks lembaga keuangan syari’ah/konvensional.
Hukum Qardh :
1.Pengertian dan dasar hukumnya
2.Rukun dan syarat sahnya
Hukum Wakalah :
1.Pengertian dan dasar hukumnya
2.rukun dan syarat sahnya
3.Qardh dan wakalah dalam konteks perbankan syari’ah/konvensional
100’
OHP, Laptop, LCD Dimyauddin Djuwaini,op.cit.,  Qardh:254-257
Wakalah:239-246
M.Syafi’I Antonio,op.cit., :
Qardh: 131-135
Wakalah:120-123
Wahbah az-Zuhaili,op.cit., hal.3785-3800(Qardh)
Hal.4055-4114 (Wakalah)