Kamis, 10 September 2015

KONSEP WARIS PERSPEKTIF HADITS


Oleh: Farhan ibn Ahmadi

PENDAHULUAN

Hukum waris menduduki tempat amat penting dalam Hukum Islam. Sedemikian pentingnya kedudukan hukum waris Islam dalam hukum Islam dapat disimpulkan dari hadits Nabi riwayat Ibnu Majah dan Addaraquthni:
حَدَّثَنَا إِبْرَاهِيمُ بْنُ الْمُنْذِرِ الْحِزَامِيُّ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ عُمَرَ بْنِ أَبِي الْعِطَافِ حَدَّثَنَا أَبُو الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ تَعَلَّمُوا الْفَرَائِضَ وَعَلِّمُوهَا فَإِنَّهُ نِصْفُ الْعِلْمِ وَهُوَ يُنْسَى وَهُوَ أَوَّلُ شَيْءٍ يُنْزَعُ مِنْ أُمَّتِي
Pelajarilah faraidl (hukum waris) dan ajarkanlah kepada orang banyak, karena faraidl adalah separoh ilmu dan mudah dilupakan serta merupakan ilmu yang pertama kali hilang dari umatku.[1]
            Islam telah memberikan ketentuan-ketentuan dalam pembagian harta pusaka dalam al-Quran dan Hadits, sehingga bagi umat Islam diwajibkan untuk mengetahui dan mengamalkannya. Dalam makalah ini, akan dipaparkan hal-hal yang berkaitan dengan harta warisan dan ketentuan-ketentuannya yang berdasarkan pada hukum Islam, sehingga dapat diketahui dan dapat diamalkan. 












PEMBAHASAN

A. Pengantar Ilmu Faraidh
Al-faraidh adalah kata jamak dari al-faridhoh yang artinya "bagian yang ditentukan kadarnya". Faraidh dalam arti mawarits, hokum waris-mewaris, dimaksud sebagai bagian, atau ketentuan yang diperoleh oleh ahli waris menurut ketentuan syara'. Adapun kata al-mawarits, adalah jamak dari kata mirots. Dan yang dimaksud al-mirotsu, demikian pula al-irtsu, wirtsy, wirotsah dan turots, yang diartikan dengan al-murutsu adalah harta peninggalan dari orang yang meninggal untuk ahli waritsnya.
Secara singkatnya, ilmu faraidh dapat didefinisikan sewbagi ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang ketentuan-ketentuan harta pusaka bagi ahli waris. Orang yang meninggalkan harta tersebut dinamakan al-muwaritsu, sedang ahli waris disebut dengan al-waritsu.[2]

B. Prinsip-prinsip Hukum Waris Islam[3]
Dalam hukum waris Islam, terdapat prinsip-prinsip sebagai berikut.
a.   Prinsip Ijbari, yaitu bahwa peraliban harta seseorang yang telah meninggal dunia kepada yang masih hidup berlaku dengan sendirinya.
b.   Prinsip Individual, yaitu bahwa harta warisan dapat dibagi-bagikan kepada ahli waris untuk dimiliki secara perseorangan.
c.   Prinsip Bilateral, artinya bahwa baik laki-laki maupun perempuan dapat mewaris dari kedua belah pihak garis kekerabatan, atau dengan kata lain jenis kelamin bukan merupakan penghalang untuk mewarisi atau diwarisi.
d.   Prinsip kewarisan hanya karena kematian, yakni bahwa peralihan harta seseorang kepada orang lain dengan sebutan kewarisan berlaku setelah yang mempunyai harta tersebut meninggal dunia. Dengan demikian, tidak ada pembagian warisan sepanjang pewaris masih hidup.

C. Sebab-sebab Terjadinya Warisan[4]
a.   Hubungan Nasab (Darah), seperti ayah, ibu, anak, saudara, paman, kakek dan nenek
b.   Hubungan Perkawinan, yang terdiri dari duda atau janda. Perkawinan yang sah menimbulkan hubungan kewarisan. Jika seorang suami meninggal dunia maka isteri atau jandanya mewarisi harta suaminya, dan demikian pula sebaliknya.
Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanyalah : anak, ayah, ibu, suami atau istri.

E.     Manawi'ul Irtsi
Yang dimaksud Manawi'ul Irtsi ialah penghalang terlaksananya waris-mewarisi. Keadaan yang menyebabkan seorang ahli waris tidak dapat memperoleh harta warisan ialah:
1.            Perbudakan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berkata: "Budak adalah manusia yang tidak memiliki wewenang sendiri, tetapi dia dimiliki, boleh dijual, boleh dihibahkan dan diwaris. Dia dikuasai dan tidak memiliki kekuasaan. Adapun (yang menjadi) sebab dia tidak mendapatkan warisan, karena Allah membagikan harta waris kepada orang yang berwenang memiliki sesuatu, sedangkan dia (budak) tidak memiliki wewenang.
Rasulullah bersabda:
Dan barangsiapa membeli budak sedangkan budak itu memiliki harta, maka hartanya milik si penjual, kecuali bila pembeli membuat syarat. [Hadits Riwayat Bukhari 2/838 dan Muslim 3/1173]
Selanjutnya beliau berkata : Jika dia tidak berhak memiliki, maka tidak berhak mewarisi, sebab bila dia mewarisi, maka akan beralih kepemilikannya kepada pemiliknya. [Lihat Tashilul Fara'id : 21][5]
2.      Pembunuhan
Rasulullah bersabda:
Siapa yang membunuh seseorang, ia tidak dapat mewarisi dari terbunuh itu, sekalippun orang yang terbunuh itu tidak mempunyai ahli waris kecuali si pembunuh itu saja, apabila si pembunuh itu orang tuanya atau anaknya, si pembunuh tidak berhak menerima harta warisan. [HR Ahmad dari Umar][6]



3.      Berlainan agama

حَدَّثَنَا أَبُو عَاصِمٍ عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ عَنْ ابْنِ شِهَابٍ عَنْ عَلِيِّ بْنِ حُسَيْنٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ عُثْمَانَ عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَرِثُ الْمُسْلِمُ الْكَافِرَ وَلَا الْكَافِرُ الْمُسْلِمَ
Seorang muslim tidak akan mewaris dari seorang kafir, dan seorang kafir tidak akan mewaris dari seorang muslim.[7]
4.      Berlainan negara
Berlainan negeri, yang berarti berlainan tempat, tetapi negeri-negeri itu adalah negeri Islam, tidak menjadi penghalang untuk memperoleh harta warisan.
Bagaimana apabila berlainan bagi orang yang bukan muslim?
Menurut madzhab Hanafi dan Syafi'i, keadaan tersebut menjadi penghalang. Dalam hal ini ialah apabila tidak ada ishmah antara dua negeri itu dan keduanya saling memandang halal memerangi yang lain di samping itu tidak ada hubungan persahabatan. Sedang negeri-negeri Islam dianggap satu negara saja. Menurut madzhab Maliki, Ahmad, dan ahludzdzohir, berlainan negeri bagi orang yang bukan Islam tidak menghalangi mereka untuk saling mewarisi.[8]

F.     Bagian-Bagian Bagi Ahli Waris Perspektif Hadits
1.      Bagian bagi anak perempuan
حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ حَدَّثَنِي زَكَرِيَّاءُ بْنُ عَدِيٍّ أَخْبَرَنَا عُبَيْدُ اللَّهِ بْنُ عَمْرٍو عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ جَاءَتْ امْرَأَةُ سَعْدِ بْنِ الرَّبِيعِ بِابْنَتَيْهَا مِنْ سَعْدٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَاتَانِ ابْنَتَا سَعْدِ بْنِ الرَّبِيعِ قُتِلَ أَبُوهُمَا مَعَكَ يَوْمَ أُحُدٍ شَهِيدًا وَإِنَّ عَمَّهُمَا أَخَذَ مَالَهُمَا فَلَمْ يَدَعْ لَهُمَا مَالًا وَلَا تُنْكَحَانِ إِلَّا وَلَهُمَا مَالٌ قَالَ يَقْضِي اللَّهُ فِي ذَلِكَ فَنَزَلَتْ آيَةُ الْمِيرَاثِ فَبَعَثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى عَمِّهِمَا فَقَالَ أَعْطِ ابْنَتَيْ سَعْدٍ الثُّلُثَيْنِ وَأَعْطِ أُمَّهُمَا الثُّمُنَ وَمَا بَقِيَ فَهُوَ لَكَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ حَدِيثِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ وَقَدْ رَوَاهُ شَرِيكٌ أَيْضًا عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ عَقِيلٍ
           
Abd bin Humaid menceritakan kepada kami, Zakaria bin Adi memberitahukan kepada kami, Ubaidillah bin Amr memberitahukan kepada kami dari Abdullah bin Muhammad bin Aqil dari Jabir bin Abdillah berkata: "Istri Sa'ad bin Ar-Rabi' datang kepada Rasulullah dengan membawa kedua anak perempuannya lalu berkata: "Wahai Rasulullah ini adalah kedua anak perempuan Sa'ad bin Ar-Rabi' yang ayahnya gugur bersamamu dalam perang Uhud dengan mati syahid. Sesungguhnya paman mereka mengambil harta mereka tanpa meninggalkan harta sedikitpun bagi mereka dan mereka tidak bisa dikawinkan kecuali jika mereaa mempunyai uang." Beliau bersabda: "Allah akan memutuskan tentang hal itu". Maka turun ayat tentang pembagian harta warisan, kemudian Rasulullah mengutus seseorang kepada paman mereka lalu beliau bersabda: "Berilah  kedua anak perempuan Sa'ad bin Ar-Rabi' dua pertiga dari harta dan berilah ibua mereka seperdelapan dan sisanya adalah untukmu". Abu Isa berkata hadits ini hasan shahih. Kami tidak mengetahuinya selain dari hadits Abdillah bin Muhammad bin Aqil. Syarik juga meriwayatkannya dari Abdillah bin Muhammad bin Aqil.[9]
2.      Bagian anak perempuannya anak laki-laki beserta anak perempuan
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ عَنْ سُفْيَانَ الثَّوْرِيِّ عَنْ أَبِي قَيْسٍ الْأَوْدِيِّ عَنْ هُزَيْلِ بْنِ شُرَحْبِيلَ قَالَ
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى أَبِي مُوسَى وَسَلْمَانَ بْنِ رَبِيعَةَ فَسَأَلَهُمَا عَنْ الِابْنَةِ وَابْنَةِ الِابْنِ وَأُخْتٍ لِأَبٍ وَأُمٍّ فَقَالَ لِلِابْنَةِ النِّصْفُ وَلِلْأُخْتِ مِنْ الْأَبِ وَالْأُمِّ مَا بَقِيَ وَقَالَا لَهُ انْطَلِقْ إِلَى عَبْدِ اللَّهِ فَاسْأَلْهُ فَإِنَّهُ سَيُتَابِعُنَا فَأَتَى عَبْدَ اللَّهِ فَذَكَرَ ذَلِكَ لَهُ وَأَخْبَرَهُ بِمَا قَالَا قَالَ عَبْدُ اللَّهِ قَدْ ضَلَلْتُ إِذًا وَمَا أَنَا مِنْ الْمُهْتَدِينَ وَلَكِنْ أَقْضِي فِيهِمَا كَمَا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلِابْنَةِ النِّصْفُ وَلِابْنَةِ الِابْنِ السُّدُسُ تَكْمِلَةَ الثُّلُثَيْنِ وَلِلْأُخْتِ مَا بَقِيَ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَأَبُو قَيْسٍ الْأَوْدِيُّ اسْمُهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ ثَرْوَانَ الْكُوفِيُّ وَقَدْ رَوَاهُ شُعْبَةُ عَنْ أَبِي قَيْسٍ
Al-Hasan bin Arafah menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun memberitahukan kepada kami, dari Sufyan ats-Tsauri dari Abi Qais al-Audi dari Huzail bin Syurahbil berkata: : Seseorang datang kepada Abi Musa dan Sulaiman bin Rabi'ah dan bertanya kepada mereka tentang anak perempuan dan anak perempuannya anak laki-laki dan saudara perempuan seayah dan seibu. Mereka berkata: Bagi anak perempuan seperdua dan bagi saudara perempuan seayah serta ibu harta yang tersisa." Mereka berkata kepadanya: "Pergilah kepada Abdullah bin Mas'ud, bertanyalah kepadanya maka dia akan mengikuti kami". Kemudian dia datang kepada Abdullah lalu menyampaikan kepadanya apa yang mereka katakan. Abdullah bin Mas'ud berkata: "Benar-benar aku tersesat apabila aku menyetujui jawaban mereka dan aku tidak termasuk orang yang mendapat petunjuk tetapi aku memutuskan dalam soal ini seperti keputusan Rasulullah bagi anak perempuan seperdua, bagi anak perempuan anak laki-laki seperenam untuk menyempurnakan dua pertiga dan bagi saudara perempuan harta yang tersisa.[10]
3.      Bagian saudara laki-laki seayah seibu
حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ أَبِي إِسْحَقَ عَنْ الْحَارِثِ عَنْ عَلِيٍّ أَنَّهُ قَالَ إِنَّكُمْ تَقْرَءُونَ هَذِهِ الْآيَةَ { مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ } وَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى بِالدَّيْنِ قَبْلَ الْوَصِيَّةِ وَإِنَّ أَعْيَانَ بَنِي الْأُمِّ يَتَوَارَثُونَ دُونَ بَنِي الْعَلَّاتِ الرَّجُلُ يَرِثُ أَخَاهُ لِأَبِيهِ وَأُمِّهِ دُونَ أَخِيهِ لِأَبِيهِ
Bundar menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun memberitahukan kepada kami, Sufyan memberitahukan kepada kami, dari Abi Ishaq dari al-Harits dari Ali bahwa dia berkata: "Sesungguhnya kamu membaca ayat ini {[11]{ مِنْ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوصُونَ بِهَا أَوْ دَيْنٍ. Dan sesungguhnya Rasulullah memutuskan melunasi hutang sebelum wasiat dan sesungguhnya saudara-saudara seayah seibu saling mewarisi dengan tidak memberi pembagian waris kepada saudara seayah. Seseorang mewarisi saudaranya laki-laki seayah seibu dengan tidak memberi pembagian waris kepada saudara laki-laki seayah."[12]
4.      Bagian saudara-saudara perempuan
حَدَّثَنَا الْفَضْلُ بْنُ الصَّبَّاحِ الْبَغْدَادِيُّ أَخْبَرَنَا ابْنُ عُيَيْنَةَ أَخْبَرَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُنْكَدِرِ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ يَقُولُ
مَرِضْتُ فَأَتَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُنِي فَوَجَدَنِي قَدْ أُغْمِيَ عَلَيَّ فَأَتَى وَمَعَهُ أَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ وَهُمَا مَاشِيَانِ فَتَوَضَّأَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَبَّ عَلَيَّ مِنْ وَضُوئِهِ فَأَفَقْتُ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ أَقْضِي فِي مَالِي أَوْ كَيْفَ أَصْنَعُ فِي مَالِي فَلَمْ يُجِبْنِي شَيْئًا وَكَانَ لَهُ تِسْعُ أَخَوَاتٍ حَتَّى نَزَلَتْ آيَةُ الْمِيرَاثِ
{ y7tRqçFøÿtGó¡o È@è% ª!$# öNà6ÏFøÿムÎû Ï's#»n=s3ø9$# 4 ÈbÎ) (#îtâöD$# y7n=yd }§øŠs9 ¼çms9 Ó$s!ur ÿ¼ã&s!ur ×M÷zé& $ygn=sù ß#óÁÏR $tB x8ts? 4 uqèdur !$ygèO̍tƒ bÎ) öN©9 `ä3tƒ $ol°; Ó$s!ur 4 bÎ*sù $tFtR%x. Èû÷ütFuZøO$# $yJßgn=sù Èb$sVè=V9$# $®ÿÊE x8ts? 4 bÎ)ur (#þqçR%x. Zouq÷zÎ) Zw%y`Íh [ä!$|¡ÎSur ̍x.©%#Î=sù ã@÷WÏB Åeáym Èû÷üus[RW{$# 3 ßûÎiüt6ムª!$# öNà6s9 br& (#q=ÅÒs? 3 ª!$#ur Èe@ä3Î/ >äóÓx« 7OŠÎ=tæ  }[13]

قَالَ جَابِرٌ فِيَّ نَزَلَتْ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Al-Fadhl bin Ash-Shabah al-Baghdadi menceritakan kepada kami, Sufyan bin uayinah menceritakan kepada kami, Muhammad bin al-Munkadir menceritakan kepada kami, dia mendengar Jabir bin Abdillah berkata: "Aku sakit lalu Rasulullah datang kepadaku untuk menjengukku kemudian mendapatkanku benar-benar tidak sadar lalu beliau datang kepadaku beserta Abu Bakar. Mereka berjalan kaki kemudian Rasulullah berwudlu lalu beliau menuangkan air wudlunya atasku kemudaian akau bangun lalau berkata: "Wahai Rasulullah, bagaimana aku memutuskan mengenai hartaku atau bagaimana aku perbuat mengenai hartaku?" beliau tidak menjawabku sedikitpun sedangkan dia mempunyai sembilan saudara perempuan sehingga turun ayat mirats: "Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah)[14]. Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu."
Jabir berkata: "Ayat ini turun mengenai aku". Abu Isa berkata hadits ini hasan shahih.[15]
    1. Bagian para ahli waris yang memperoleh ashabah

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَخْبَرَنَا مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ حَدَّثَنَا وُهَيْبٌ حَدَّثَنَا ابْنُ طَاوُوسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلْحِقُوا الْفَرَائِضَ بِأَهْلِهَا فَمَا بَقِيَ فَهُوَ لِأَوْلَى رَجُلٍ ذَكَرٍ
حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ عَنْ مَعْمَرٍ عَنْ ابْنِ طَاوُوسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَحْوَهُ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ وَقَدْ رَوَى بَعْضُهُمْ عَنْ ابْنِ طَاوُوسٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرْسَلًا
Abdullah bin Abdurrahman menceritakan kepada kami, Muslim bin Ibrahim memberitahukan kepada kami Wuhaib menceritakan kepada kami Ibnu Thawus menceritakan kepada kami dari ayahnya dari Ibnu Abbas dari Rasulullah bersabda: "Sampaikanlah harta pusaka sesuai dengan ketentuan kepada mereka yang berhak lalu harta pusaka yang tersisa bagi orang laki-laki yang terdekat kepada orang yang meninggal."
Abd bin Humai menceritakan kepada kami, Abdurrazzaq memberitahukan kepada kami, dari Ma'mar dari Ibnu Thawus dari ayahnya dari Ibnu Abbas dari Rasulullah seperti hadits Abdullah bin Abdurrahman. Hadits ini hasan. Sebagian Rawi hadits meriwayatkan dari ibnu Thawus dari ayahnya dari Rasulullah secar mursal.[16]

    1. Bagian Kakek
حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَرَفَةَ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ عَنْ هَمَّامِ بْنِ يَحْيَى عَنْ قَتَادَةَ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ قَالَ
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنَّ ابْنِي مَاتَ فَمَا لِي فِي مِيرَاثِهِ قَالَ لَكَ السُّدُسُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ فَقَالَ لَكَ سُدُسٌ آخَرُ فَلَمَّا وَلَّى دَعَاهُ قَالَ إِنَّ السُّدُسَ الْآخَرَ طُعْمَةٌ
قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَفِي الْبَاب عَنْ مَعْقِلِ بْنِ يَسَارٍ

Al-Hasan bin Arafah menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, dari Hammam bin Yahya dari Qatadah dari al-Hasan dari Imran bin Hushain berkata: "Seseorang datang kepada Rasulullah lalu berkata: "Sesungguhnya anakku meninggal dunia berapa bahagianku dari harta yang ditinggalkannya?" Beliau bersabda: "Bagimu seperenam dari harta pusaka." Ketika dia pergi beliau memanggilnya dan bersabda: "Bagimu seperenam lagi." Lalu ketika dia pergi, beliau memanggilnya dan bersabda: "Sesungguhnya seperenam lagi bagimu itu adalah sebagian pemberian untukmu."
Abu Isa berkata hadits ini hadits hasan shahih [17]
7.      Bagian Nenek
حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي عُمَرَ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ حَدَّثَنَا الزُّهْرِيُّ قَالَ مَرَّةً قَالَ قَبِيصَةُ و قَالَ مَرَّةً رَجُلٌ عَنْ قَبِيصَةَ بْنِ ذُؤَيْبٍ قَالَ
جَاءَتْ الْجَدَّةُ أُمُّ الْأُمِّ وَأُمُّ الْأَبِ إِلَى أَبِي بَكْرٍ فَقَالَتْ إِنَّ ابْنَ ابْنِي أَوْ ابْنَ بِنْتِي مَاتَ وَقَدْ أُخْبِرْتُ أَنَّ لِي فِي كِتَابِ اللَّهِ حَقًّا فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ مَا أَجِدُ لَكِ فِي الْكِتَابِ مِنْ حَقٍّ وَمَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَضَى لَكِ بِشَيْءٍ وَسَأَسْأَلُ النَّاسَ قَالَ فَسَأَلَ النَّاسَ فَشَهِدَ الْمُغِيرَةُ بْنُ شُعْبَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْطَاهَا السُّدُسَ قَالَ وَمَنْ سَمِعَ ذَلِكَ مَعَكَ قَالَ مُحَمَّدُ بْنُ مَسْلَمَةَ قَالَ فَأَعْطَاهَا السُّدُسَ ثُمَّ جَاءَتْ الْجَدَّةُ الْأُخْرَى الَّتِي تُخَالِفُهَا إِلَى عُمَرَ
قَالَ سُفْيَانُ وَزَادَنِي فِيهِ مَعْمَرٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ وَلَمْ أَحْفَظْهُ عَنْ الزُّهْرِيِّ وَلَكِنْ حَفِظْتُهُ مِنْ مَعْمَرٍ أَنَّ عُمَرَ قَالَ إِنْ اجْتَمَعْتُمَا فَهُوَ لَكُمَا وَأَيَّتُكُمَا انْفَرَدَتْ بِهِ فَهُوَ لَهَا
Ibnu Abi Umar menceritakan kepada kami, Sufyan menceriytakan kepada kami, Az-Zuhri menceritakan kepada kami, dia berkata suatu kali: "Qabishah berkata dan dia berkata pada saat yang lain dari seseorang dari Qabishah bin Dzuaib berkata: "Seorang nenek yaitu ibunya ibu atau ibunya bapak datang kepada Abu Bakar lalu berkata: "Sesungguhnya cucu laki-laki dari anakku laki-laki atau cucu laki-laki dari anakku perempuan meninggal dunia dan benar-banar aku diberitahukan bahwa aku di dalam kitabullah memperoleh bagian harta pusaka." Abu Bakar berkata: "Aku tidak dapat menemukan bagian harta pusaka bagimu dalam kitabullah dan aku tidak pernah mendengar Rasulullah memutuskan bagian harta pusaka bagimu dan aku akan bertanya pada manusia". Lalu al-Mughirah bin Syu'bah menyaksikan bahwa Rasulullah memberi seperenam kepadanya. Abu Bakar berkata: "Siapa yang mendengar hadits itu bersamamu?. Dia; berkata: "Muhammad bin Maslamah", Rawi berkata: "Lalu dia memberi seperenam kepadanya". Kemudian seorang nenek lain yang berbeda dengan nenek tersebut datang kepada Umar. Sufyan berkata: "Dan Ma'mar menambah dalam hadits ini dari Az-Zuhri tapi aku tidak menghafalnya dari az-Zuhri tetapi aku menghafalanya dari Ma'mar bahwa Umar berkata: "Kalau kamu berdua berkumpul maka seperenam itu bagimu berdua dan siapa saja di antara kamu sendirian maka seperenam baginya."[18]
8.      Bagian saudara laki-laki dari Ibu
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَعَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَا حَدَّثَنَا وَكِيعٌ عَنْ سُفْيَانَ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْحَارِثِ بْنِ عَيَّاشِ بْنِ أَبِي رَبِيعَةَ الزُّرَقِيِّ عَنْ حَكِيمِ بْنِ حَكِيمِ بْنِ عَبَّادِ بْنِ حُنَيْفٍ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ بْنِ سَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ أَنَّ رَجُلًا رَمَى رَجُلًا بِسَهْمٍ فَقَتَلَهُ وَلَيْسَ لَهُ وَارِثٌ إِلَّا خَالٌ فَكَتَبَ فِي ذَلِكَ أَبُو عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ إِلَى عُمَرَ فَكَتَبَ إِلَيْهِ عُمَرُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ مَوْلَى مَنْ لَا مَوْلَى لَهُ وَالْخَالُ وَارِثُ مَنْ لَا وَارِثَ لَهُ
Abu Bakar bin Abi Syaibah menceritakan kepada kami dan Ali bin Muhammad berkata, Waki' menceritakan kepada kami dari Sufyan dari Abdurrahman bin al-Harits bin Ayyasy bin Abi Rabi'ah az-Zuraqi dari Hakim bin Hakim bin 'Abbad bin Hunaif al-Anshari dari Abi Umamah bin Sahl bin Hunaif bahwa seorang laki-laki telah melempar seorang laki-laki dengan tombak sehingga ia telah membunuhnya dan tak ada seorang ahli warispun baginya selain seorang paman dari ibunya, maka Abu Ubaidah menulis surat kepada Umar dan Umar menulis surat kepadanya bahwa Nabi bersabda: "Allah dan rasul-Nya adalah tuan orang yang tidak mempunyai tuan dan paman dari ibu adalah ahli waris bagi orang yang tidak mempunyai ahli waris."[19]
9.      Orang yang meninggal dunia dan tidak mempunyai ahli waris
حَدَّثَنَا بُنْدَارٌ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ الْأَصْبِهَانِيِّ عَنْ مُجَاهِدٍ وَهُوَ ابْنُ وَرْدَانَ عَنْ عُرْوَةَ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ مَوْلًى لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَعَ مِنْ عِذْقِ نَخْلَةٍ فَمَاتَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ انْظُرُوا هَلْ لَهُ مِنْ وَارِثٍ قَالُوا لَا قَالَ فَادْفَعُوهُ إِلَى بَعْضِ أَهْلِ الْقَرْيَةِ وَهَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ

Bundar menceritakan kepada kami, Yazid bin Harun menceritakan kepada kami, Sufyan memberitahukan kepada kami dari Abdurrahman bin al-Ashbihani dari Mujahid bin Wardan dari Urwah dari Aisyah bahwasannya bekas hamba sahaya Rasulullah jatuh dari tandan pohon kurma lalu meninggal dunia kemudian Rasulullah bersabda: "Lihatlah apakah dia mempunyai ahli waris?" Mereka berkata: "Tidak". Beliau bersabda: "Serahkanlah harta pusakanya kepada sebagian penduduk desanya." Ini adalah hadits hasan.[20]
10.  Bagian anak hasil zina
Adapun dalil yang dijadikan pegangan oleh jumhur ulama, yaitu sabda Nabi saw. "Anak milik orang yang memiliki ranjang (suami) dan wanita pezina mendapatkan sanksi." Ishaq bin Rahawaih, Ibnu Taimiyah, dan Ibnul Qayyim menakwilkan sebab Nabi saw. bersabda demikian, yakni karena terjadi perdebatan antara wanita pezina dengan pemilik ranjang (suaminya). 
Meskipun demikian, kita bisa melihat bahwa pendapat jumhur ulama lebih kuat, karena ada riwayat lain dari 'Amr bin Syu'aib, yaitu Nabi saw. bersabda, "Lelaki mana pun yang berbuat zina dengan seorang wanita merdeka atau budak, maka anak yang lahir adalah anak zina, tidak bisa mewarisi atau diwarisi." (HR Turmudzi)
Dengan demikian anak hasil zina tidak bisa mewarisi dari ayahnya atau dari ibunya yang melakukan zina, dan juga dari kerabatnya, selain itu mereka juga tidak bisa mewarisi dari anak hasil zina tersebut. Syaukani berkata, "Demikian juga halnya dengan anak yang lahir karena perbuatan zina. Ini sudah disepakati. Harta warisnya diberikan untuk ibu dan kerabat ibunya."[21]
11.  Bagian anak tiri atau anak angkat
            Menurut hukum Islam, sebab-sebab seseorang dapat menerima warisan adalah karena ada hubungan nasab atau hubungan perkawinan (sebagai suami istri) dengan pewaris (orang yang meninggal), beragama Islam dan tidak ada halangan menurut hukum (pasal 171 KHI). Dari ketentuan ini maka anak tiri atau anak angkat tidak dapat menerima warisan dari ayah/ibu tirinya atau ayah/ibu angkatnya. [22]

















KESIMPULAN
            Allah telah menentukan pembagiannya bagi para ahli waris dengan sebaik-baik pembagian dan yang paling adil, sesuai dengan tuntunan Hikmah-Nya yang sangat tinggi dan rahmat-Nya yang sangat menyeluruh serta ilmu yang mencakup segala sesuatu. Dia menjelaskan yang demikian dengan penjelasan yang sangat sempurna. Maka datanglah ayat-ayat dan hadits-hadits tentang waris yang meliputi segala sesuatu yang mungkin terjadi terkait dengan pembagian harta warisan, namun diantara ayat-ayat tersebut ada yang terang dan jelas maksudnya bagi orang-orang awam dan sebagian lainnya membutuhkan perhatian dan perenungan mendalam.

Daftar Pustaka
1.      Al-Quran dan Terjemahannya.
2.      At-Tirmidzi, Muhammad Isa bin Surah. Terjemah Sunan At-Tirmidzi, terj. Sunan At-Tirmidzi oleh Moh. Zuhri dkk. Semarang: Asy-Syifa': 1992.
3.      Daradjat, Zakiah. Ilmu Fiqh Jilid III. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995.
4.      Saifullah, Muhammad, dkk (tim editor). Hukum Islam: Solusi Permasalahan Keluarga Yogyakarta: UII Press, 2005.
5.      Software al-Maktabah al-Syamilah.
6.      WWW. Google.com. Diakses pada tanggal 9 Mei 2009.


[1] Lihat software al-Maktabah al- Syameelah, Sunan Ibnu Majah, Bab Pembahasan Mempelajari Faraidh, juz 8, hlm. 196
[2] Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh Jilid III (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995), hlm. 1-3
[3] www. Google.com diakses pada tanggal 9 Mei 2009
[4] www. Google.com
[5] http://www.indonesiaindonesia.com/ diakses pada tanggal 9 Mei 2009
[6] Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh Jilid III , hlm. 21
[7] Lihat software al-Maktabah al- Syameelah, Shahih Bukhari, juz 21, hlm. 7
[8] Zakiah Daradjat, Ilmu Fiqh Jilid III , hlm. 31
[9] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 437
[10] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 439
[11] QS. An-Nisa': 12
[12] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 441

[13] QS. An-Nisaa': 176
[14] Kalalah ialah seseorang mati yang tidak meninggalkan ayah dan anak.
[15] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 446

[16] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 448
[17] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 450
[18] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 452. Hadits ini juga terdapat dalam Sunan Ibnu Majah, Juz 8, hlm. 203

[19] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan Ibnu Majah, Juz 8, hlm. 221
[20] Lihat software al-Maktabah al-Syamilah, Sunan At-Tirmidzi, Juz 7, hlm. 460
[21] Hak Waris Anak Hasil Zina dan Li'an, www. Google.com, diakses pada tanggal 9 Mei 2009.
[22] Muhammad Saifullah, dkk (tim editor), Hukum Islam: Solusi Permasalahan Keluarga (Yogyakarta: UII Press, 2005), hlm. 180-181

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...