Vina mau memperingati ulang tahunnya yang ke-17 dengan cara unik, perayaannya enggak di gedung atau rumah, melainkan di sebuah masjid besar. Nantinya, ia akan mengundang teman-temannya dan puluhan anak yatim-piatu dari sebuah yayasan. Pada teman-temannya di sekolah Vina berujar, “Jangan lupa datang, ya. Tapi awas aja kalo ada yang datang dengan baju terbuka.”
“Lho, emangnya kenapa?” tanya Susan, temannya yang doyan banget pakai baju seksi.
“Soalnya ini acaranya di masjid, San. Enggak sopan.”
“Huh, kenapa sih lu bikin acara di masjid segala? Gue jadi gak bisa nih pakai rok mini!”
“Ini bukan kemauan gue. Papi yang minta. Beliau pengen acara ultah gue kali ini bernuansa religius. Tahun depan deh, gue bikin acara yang heboh di gedung, biar kita bisa pake busana lebih bebas.”
* * *
Di tempat lain, ada cerita tentang Bimo yang pintar banget menulis lagu. Kebanyakan lagu-lagunya romantis banget. Bikin hati kita berbunga-bunga.
Suatu hari, entah kenapa dia menulis lagu yang isinya “dewasa banget”. Pokoknya serem, deh. Teman-teman Bimo tentu saja kaget. Mereka menasehati Bimo untuk memperbaiki lagu itu.
“Gile lu, Bim. Lu enggak takut dosa?”
“Dosa?” Bimo tersenyum sinis. “Apa hubungannya lagu gue sama dosa? Lagu itu nyeni banget, kok. Kalo lu jadi ngeres setelah mendengarnya, itu karena pikiran lu udah jorok duluan!”
“Tapi syairnya bertentangan dengan nilai-nilai agama.”
“Lho, apa hubungannya musik dengan agama?” mata Bimo melotot.
* * *
Sobat, apa kamu pernah mendengar cerita-cerita seperti di atas? Atau mungkin ada teman kamu yang punya pandangan seperti itu?
“Ada. Tapi apa anehnya pandangan seperti itu?
”Ya, apa salahnya, sih?
Memang kalau dipikir secara sepintas, enggak ada yang aneh dengan pandangan seperti itu. Wajar kan, kalo kita berpakaian dan berperilaku yang sopan di dalam masjid. Wajar pula kalau membuat syair lagu-lagu bernuansa dewasa, karena toh (lagi-lagi sepintas) tidak ada hubungannya antara syair lagu dengan agama. Agama itu khan adanya di masjid, demikian juga lagu itu nggak ada kaitannya dengan agama. Seni ya seni, agama ya agama.
Intinya, kalo di masjid kita kudu berpakaian dan berperilaku sesopan mungkin, sesuai etika dalam Islam. Yang cewek pake jilbab, tempat duduk cewek dan cowok dipisah, dan sebagainya.
Lantas di luar masjid, kita bisa berbuat lebih bebas. Mau pake rok mini, boleh. Mau senggol-senggolan atau rangkul-rangkulan sama lawan jenis, sah-sah aja. Itu udah biasa lagi! Hari gini kuno banget kalo kita mesti pakai pakaian serba tertutup, atau pergaulan dibatasi pake aturan macem-macem.
Demikian pula kalau masalah-masalah dunia, nggak perlu ada kaitannya dengan agama. Karena ya itu tadi, masih ingat khan? yup, sebagian masyarakat kita menganggap bahwa masalah agama adalah masalah pribadi seorang hamba dengan Tuhannya, sedangkan yang kaitannya dengan life style, ekonomi, politik de.. el... el... adalah masalah yang tidak ada tempat bagi si "agama"
Dalam kehidupan sehari-hari pun, banyak teman kita yang ogah kalo agama dihubung-hubungkan sama kegiatan-kegiatan mereka. Contohnya ya kayak Bimo itu, dia enggak mau dan merasa aneh aja kalo musik dihubung-hubungkan sama agama. Musik ya musik, agama ya agama. Titik!
* * *
Pada bulan Ramadhan, kita juga bisa melihat gejala yang lebih kurang sama. Di televisi, banyak bermunculan acara yang bernuansa Islam. Ada sinetron ramadhan, festival nasyid, kultum menjelang buka puasa, kuis ramadhan, dan masih banyak lagi. Selain itu, acara-acara teve yang berbau “17 tahun ke atas” diistirahatkan dulu. Para artis kita pun berpakaian serba sopan. Teman-teman kita berusaha untuk enggak ketemu sama pacar mereka, agar pahala puasanya enggak terganggu.
Memang sih, hal-hal seperti itu sangat bagus dan patut kita syukuri. Kita tentu gembira melihat semua orang berlomba-lomba untuk berbuat baik selama bulan Ramadhan.
Kita juga turut bersyukur mereka banyak mengurangi aktifitas yang membawa kepada kesia-siaan puasa kita.
Masalahnya nih, kenapa hal-hal seperti itu cuma terjadi pas bulan Ramadhan? Apa bener kita harus berbuat baik cuma di bulan Ramadhan? Setelah Ramadhan lewat kita kembali ke jalan yang gak bener.
* * *
Friends....
Apa yang bisa kamu lihat dari gejala-gejala di atas? Ya, betul! (apanya yang betul?...) Walau ceritanya berbeda-beda, ada satu kesamaannya. Apa ya? Ya, lagi-lagi betul! Mereka membeda-bedakan urusan ibadah dengan urusan kehidupan sehari-hari. Keduanya enggak boleh dihubung-hubungkan atau dicampuradukkan. Keyakinan mereka juga menganggap bahwa urusan dunia yah... urusan manusia dan urusan agama baru milik sang Pencipta.
Jadi, pas berada di masjid, sikap dan perilaku kita Islam banget. Ketika bulan Ramadhan tiba, jiwa kita religius banget. Tapi di luar masjid dan bulan Ramadhan, kita boleh berbuat lebih bebas.
* * *
Friends....
Secara teori, gaya hidup seperti ini disebut sekularisme. Dan orang yang menjalankan gaya hidup sekularisme disebut sebagai orang sekuler. Apaan tuh sekuler? sabar kita akan kupas habis permasalahan ini (kalau perlu sampai kelihatan bijinya, biar pada puas). Sehingga kamu akan puas dan paham sepaham-pahamnya dan yang penting kamu gak bakal nyesel baca dan beli buku ini.
Bersambung...................................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...