Senin, 19 Januari 2015

Seri Buku: Menjadi Muslim Mandiri

Oleh: Abdurrahman Abu Aisyah

Pendahuluan

إن الحمد لله نحمد ه و نستعنه و نستغفره و نعوذ بلله من شرور انفسنا و سيآت اعمآ لنا من يهده الله فلا مضل له و من يضلل فلاهادي أ شهد ان لا اله الا الله  وأ شهد ان محمد عبده و رسو له, أ ما بعد
Segala puji hanya milik Allah ta’ala yang tidak ada sekutu bagi-Nya, kami memuji-Nya kami memohon pertolongan hanya kepada-Nya dan kami memohon ampunan kepada-Nya, kami berlindung dari kejelekan diri-diri kami serta kejelekan amal-amal kami, barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya dan barang siapa yang disesatkan oleh-Nya maka tidak ada satu orangpun yang dapat memberikan petunjuk. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada suri tauladan terbaik kita Nabi akhir zaman Muhammad Shalallahu ‘alahi wa salam, ahli baitnya, shahabatnya dan seluruh kaum mu’minin yang mengikuti sunnahnya sampai akhir zaman.
Amma ba’du.
Perkembangan peradaban manusia telah membawa kepada perubahan sistem sosial budaya dan kepercayaan, sehingga secara langsung ataupun tidak langsung telah berdampak kepada pola pikir dan cara hidup masyarakatnya. Akibat lainnya, ia tengah membawa setiap manusia untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya. Benturan-benturan sosial yang kerap terjadi adalah salah satu akibat dari perbedaan pola pikir di tengah masyarakat kita.
Masyarakat dunia yang majemuk adalah sebuah fakta yang harus kita hadapi. Sebagai seorang muslim kita tentu memiliki pola pikir dan cara hidup yang berbeda untuk menghadapi masyarakat di sekitar kita yang semakin beraneka ragam. Setiap muslim adalah insan tauladan bagi masyarakatnya, ia adalah rahmat bagi sekitarnya. Perubahan pola pikir dan cara hidup masyarakat haruslah selalu diimbangi dengan pribadi-pribadi muslim mandiri. Lalu, bagaimana dengan pola pikir dan gaya hidup kita sebagai seorang muslim? apakah kita harus mengikuti arus perubahan itu, atau memisahkan diri dari masyarakat?
Di tengah perkembangan peradaban manusia yang begitu cepat, setiap muslim dituntut untuk dapat lebih erat memegang prinsip hidup sebagai bekal menghadapi arus zaman yang terus menerjang segala sendi kehidupan manusia. Sebagai seorang muslim tentu kita tidak ingin begitu saja terbawa arus, kita ingin memiliki sebuah pegangan hidup, kita ingin mandiri, tentunya agar hidup lebih terkendali dan terarah. Namun perkembangan peradaban manusia pula yang telah melahirkan begitu banyak ideologi dan system kepercayaan atau "madzhab" yang dianut manusia. 
Saat ini kita saksikan bersama bahwa agama-agama besar dunia telah "melahirkan" berbagai madzhab kepercayaan yang begitu banyak. Jika kita melihat agama Kristen maka jumlah persekutuan mereka sangat banyak. Agama Yahudi juga telah memliki berbagai aliran yang berbeda-beda. Bagaimana dengan agama kita yaitu Islam ? sebuah pemandangan yang tidak bisa dipungkiri bahwa umat Islam telah bergumul dalam berbagai madzhab dan aliran-aliran kepercayaan yang begitu banyak.     
Berbagai aliran dalam Islam tersebut memiliki ciri khas yang membedakan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Mereka dengan segala atributnya telah memiliki berbagai peraturan dan tata tertib serta kekhususan kelompoknya masing-masing. Adanya berbagai "ikatan" yang dibuat oleh kelompok-kelompok tersebut seringkali memalingkan seseorang untuk menerima kebenaran dari luar kelompoknya. Bahkan sebuah pemandangan yang tidak mengherankan manakala sebagian mereka begitu setia dengan kelompoknya.
Adanya kelompok-kelompok dalam Islam memiliki nilai positif dan negatif. Kita akan bersedih dengan adanya perseteruan-perseteruan yang terjadi di antara mereka. Namun, di balik semua itu akan tampak sebuah kebenaran wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW, di mana beliau pernah bersabda mengenai keadaan umat ini :
ألا إن من قبلكم من أهل الكتاب افترقوا على ثنتين وسبعين ملة وإن هذه الملة ستفترق على ثلاث وسبعين : ثنتان وسبعون في النار وواحدة في الجنة وهي الجماعة
Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian dari Ahli Kitab telah terpecah menjadi 72 kelompok, dan agama ini (Islam) akan terpecah menjadi 73 kelompok, 72 akan berada di Neraka dan satu kelompok berada di Surga, yaitu kelompok jama'ah. HR Abu Daud.
Kita tidak akan mengklaim bahwa kelompok kitalah yang paling benar, hal ini tentu akan membawa kepada perseteruan yang semakin tajam. Demikian pula kita tidak akan menuduh kelompok-kelompok tertentu sebagai Islam sempalan atau kelompok sesat tanpa adanya bukti yang kuat. Justru kita akan melihat ke dalam diri kita sudah benarkah cara Islam kita ? apakah sudah sesuai dengan tuntutan dari Islam itu sendiri ? jawabannya adalah "Menjadi Muslim Mandiri".    
 Fenomena di tengah masyarakat yang berupa kelompok-kelompok "madzhab" telah membawa pada sebuah akibat yang mengkhawatirkan, awalnya adalah berharap agar umat Islam semakin kuat posisinya dalam berbagai lini kehidupan, tapi justru yang terjadi adalah loyalitas pada perkumpulannya atau kepada kelompoknya yang membabi buta. Hal ini ini bukanlah isapan jempol, berapa banyak "sekte" yang ada dalam Islam? berapa banyak "madzhab" dalam Islam?  
Sejatinya fenomena madzhab tidaklah tercela, kemunculan madzhab di awal perkembangan Islam adalah sebuah sikap mandiri untuk menyelaraskan Islam dengan perkembangan zaman, hal ini bukan berarti hukum-hukum Islam yang kurang sehingga perlu disesuaikan dengan zaman, namun bukti Islam yang dinamis. Di mana bagian-bagian hukum Islam dapat sesuai dengan perkembangan zaman. Adapun dalam masalah keyakinan dan pemahaman maka ia tidak akan pernah berubah.
Sebagian kelompok-kelompok Islam yang ada saat ini lebih mengedepankan kemajuan kelompoknya dari pada Islam sendiri, sehingga rasa kebersamaan dalam Islam sering kali terkorbankan hanya karena beda kelompok. Hal ini tentu sangat membahayakan Islam sendiri. Dan yang menjadi korban dari kelompok-kelompok seperti ini adalah orang-orang yang belum paham dengan Islam, atau para remaja yang baru belajar agama dan mempunyai semangat yang tinggi. Mereka sangat mudah dimasuki doktrin-doktrin dari para "ustadz"nya.
Mendapatkan ilmu hanya satu sumber adalah salah satu dari sebabnya, padahal hal ini tidaklah sesuai dengan Islam pada zaman keemasannya. Jika para ulama dahulu mempunyai "guru" yang begitu banyak sehingga pola pemikirannya tidak terikat dengan satu kelompokpun, demikian pula mereka lebih mengedepankan ukhuwah Islam daripada ukhuwah kelompok.
Lalu kelompok-kelompok Islam seperti apa yang tidak sesuai dengan Islam? "Menjadi Muslim Mandiri" ingin memberikan semacam "studi banding" terhadap kelompok-kelompok yang telah memasung daya nalar, kreativitas dan kemandirian seorang muslim. Pemasungan yang dimaksud adalah kita terlalu nrimo dengan apapun yang menjadi keputusan dan pegangan kelompok tersebut. Akibatnya adalah pola pikir yang tertanam bahwa hanya dari kelompoknyalah kebenaran itu berasal, adapun dari luar kelompoknya adalah sesuatu yang menyesatkan. Ini jelas pengebirian terhadap kemandirian dalam keimanan dan keberagamaan. Sehingga tidaklah mengherankan bila antara satu kelompok dengan kelompok lainnya tidak cocok bahkan terkadang bentrok baik secara pemikiran atau fisik. Kenapa mereka bisa "bentrok"? karena kemandirian mereka dalam beragama telah dikebiri oleh kelompoknya. Mereka telah masuk ke dalam jerat kelompok yang telah memenjarakan pola pikir beragama mereka.   
Dari sini akan muncul sebuah pertanyaan, seperti apa sebenarnya Islam mengajarkan kepada umatnya dalam beragama? apakah kita tidak boleh mengikuti kelompok-kelompok dalam Islam? bagaimana jika dia adalah seorang yang tidak paham dengan agama ini? jawabannya ada dalam buku ini. Intinya adalah kemandirian, itulah yang menjadi kunci dalam masalah ini. Kemandirian dalam beragama, dimulai dari kemandirian berislam, kemandirian beribadah dan kemandirian berfikir.
Apakah anda sudah mandiri dalam beragama ? buku ini mengajak kita untuk kembali merenungi metode kita beragama, bukanlah untuk menjustifikasi atau mengadili cara beragama kita selama ini, namun sekadar saling menasehati, bukankah kita adalah satu umat yang saling bersaudara? Dan bukankah kita ingin menjadi orang-orang yang benar-benar beriman? Mari kita lihat firman Allah ta'ala dalam Al-Qur'an :
وَالْعَصْرِ {1} إِنَّ الإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ {2} إِلاَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ {3}
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran. QS Al-'Ashr ayat 1-3.  
Ayat tersebut adalah pegangan kita untuk memberikan yang terbaik kepada saudara sesama muslim, di mana saja mereka berada tanpa melihat kelompok atau golongannyya.
Kemandirian yang dimaksud dalam buku ini juga berarti kemandirian yang membawa setiap muslim untuk beragama (berislam) sesuai dengan kesadaran dirinya, bukan karena keturunan, bukan karena ikut-ikutan apalagi karena paksaan. Islam menginginkan umatnya mandiri dalam beragama, Islam menginginkan umatnya menyeluruh dalam beragama, Islam memerintahkan umatnya untuk mandiri dalam berfikir, demikian pula Islam menginginkan agar umatnya beragama secara lahir batin.
Apakah bisa seseorang beragama secara mandiri ? tentu saja bisa, kenapa tidak, Islam datang bagi seluruh umat manusia, lihatlah firmanNya :
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad SAW), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. QS Al-Anbiya ayat 107.
Maksud rahmat tersebut adalah bahwa beliau diberikan wahyu untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia tanpa memandang apakah dia seorang budak atau seorang majikan, baik ia seorang badui yang bodoh ataupun seorang cerdik pandai. Ringkasnya Islam diturunkan untuk seluruh manusia baik dia seorang yang pandai berfikir ataupun tidak, ia akan dengan mudah diterima oleh lapisan masyarakat mana saja dan kapan saja. Hasilnya adalah setiap muslim dituntut untuk memahami Islam sesuai dengan tingkatan nalar pikirnya, karena Islam itu akan dapat diterima oleh nalar, betapapun rendahnya nalar tersebut. Inilah kelebihan Islam yang tidak ada dalam agama lainnya. Sehingga kemandirian dalam beragama Islam adalah mutlak dilaksanakan oleh setiap orang Islam.
Akhirnya ini adalah langkah awal kita untuk menjadi yang lebih baik, tidak mungkin cara beragama kita akan berubah jika kita sendiri tidak mau merubahnya, perubahan adalah sebuah keniscayaan di tengah perubahan itu sendiri.  Berbicara tentang perubahan kita akan diingatkan dengan kalamNya :
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. QS Ar-Ra'd ayat 11.
Perubahan dari yang tidak baik menuju yang lebih baik adalah sebuah keistimewaan dalam Islam. Hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari besok harus lebih baik dari hari ini, dikatakan dalam sebuah kata-kata penuh hikmah : Seorang muslim adalah seseorang yang hari ini harus lebih baik dari hari kemarin dan hari besok harus lebih baik dari hari ini."   
Hal ini tentu berkaitan erat dengan seluruh sendi kehidupan manusia, dari sesuatu yang sangat penting semisal aqidah dalam beragama, hingga aktivitas keseharian lainnya, seluruhnya haruslah selalu ada peningkatan baik kualitas maupun kuantitas. Kata kuncinya adalah kesinambungan dalam melakukan perbuatan baik.
Ingat setiap kita akan diminta pertanggungjawaban, kenapa kita beragama? kenapa kita berislam? dan kenapa kita tidak mau menggunakan akal pikiran kita untuk menerima kebenaran dari manapun asalnya? jawabannya akan terpatri dalam jiwa kita manakala kita bisa menjadi seorang muslim mandiri, bukan muslim yang hanya ikut-ikutan bukan muslim yang hanya keturunan.  


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...