Jumat, 23 Januari 2015

Syariat, Tarekat dan Adat: Etnografi Islam Tatar Sunda

Dr. Abdurrahman MBP, MEI


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, syukur kepada Allah ta’ala yang telah memberikan anugerah yang sangat banyak hingga hari ini kita masih bisa berada di jalanNya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada uswah hasanah nabiyina Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, kepada ahli baitnya, para shahabatnya dan orang-orang yang senantiasa mengikuti jejak sunnah beliau hingga akhir zaman.
Islam adalah agama universal, bisa dilaksanakan kapan saja, di mana saja dan dalam keadaan apa saja. Ketika Islam hadir di padang pasir yang tandus wilayah timur tengah ia menjadi jalan bagi bangkitnya bangsa yang awalnya tidak diperhitungkan dalam sejarah umat manusia. Demikian pula ketika ia memasuki wilayah tropis, Islam menjalin harmoni dengan kebudayaan lokal yang ada di masyarakatnya. Pada saat Islam menjadi sebuah kekuatan politik pada sebuah negara, Islam adalah undang-undang komprehensif yang mengatur permasalahan negara dengan sempurna. Pun ketika Islam menjadi agama rakyat, ia menjelma menjadi praktek-praktek keagamaan tanpa melihat pada kekuasaan.
Kehancuran Daulah Bani Abbasiyah di Baghdad berimplikasi kepada pola keagamaan masyarakat muslim yang kemudian larut ke dalam praktek-praktek Tasawuf. Tidak adanya akses kepada kekuasaan memaksa mereka untuk memfokuskan pada kajian-kajian Islam berbasis spiritual dengan praktek-praktek hidup zuhud terhadap dunia. Pola-pola tersebut mendapat legitimasi dari praktek hidup Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam dan para shahabatnya dalam kehidupan mereka.
Nabi dan para shahabatnya yang memahami bagaimana hakikat kehidupan dunia sebagai senda-gurau dan permainan belaka. Adanya pengaruh dari kebudayaan Persia, India, Nusantara dan Sunda menjadikan pola-pola tasawuf tumbuh subur di wilayah-wilayah penyebarannya, khususnya di Asia dan Afrika. Selanjutnya bermunculanlah berbagai aliran tasawuf yang mewarnai dunia Islam, sebut saja Tarekat Syatariyah, Idrisiyah, Qadiriyah, Naqsabandiyah dan yang lainnya. Masing-masing aliran memiliki karakter tersendiri sebagai hasil pengalaman spiritual para penggagasnya. Kesamaan visi dan misi menjadikan beberapa tarekat melebur dalam satu bentuk tarekat baru yang dikembangkan oleh tokohnya.
Salah satu aliran tarekat yang berkembang di Indonesia khususnya di Tatar Sunda (Jawa Barat) adalah Tarekat Qadiriyah-Naqsabandiyah. Tarekat ini dikembangkan oleh Shahibul Wafa Tajul Arifin atau yang dikenal dengan Abah Anom di Pesantren Suryalaya Tasikmalaya, sebelumnya dikembangkan oleh Abah Sepuh yang berasal dari ulama Nusantara yaitu Ahmad Khatib As-Sambasi. Perjuangan panjang untuk menyebarkan tarekat ini telah Nampak dengan semakin berkembangnya tarekat ini. Tidak hanya di wilayah Jawa Barat namun juga di wilayah lainnya. Bahkan sudah menyebar ke Singapura dan Malaysia.
Buku ini merupakan laporan penelitian etnografi mengenai Tradisi Tarekat Qadiriyah-Naqsabandiyah di Pesantren Kajembaran Rahmaniyah Suryalaya Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia. Masih sedikitnya referensi mengenai tarekat ini menjadi alasan kuat bagi kami untuk menerbitkannya. Sifat dari buku ini yang merupakan laporan etnografi menjadi sisi kuat data dibandingkan dengan buku-buku lainnya.
Akhirnya, tak ada gading yang tak retak oleh karena itu kritik dan saran dari pembaca sekalian kami tunggu untuk perbaikan di masa yang akan datang. 

Bogor, 12 Januari 2015



Tim Penulis

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...