Senin, 19 Agustus 2019

Hari Kemerdekaan dan Impelementasi Kesyukuran



Oleh: Abdurrahman Misno BP


A.  Muqadimah
Segala puji hanya bagi Allah Ta’ala, satu-satunya Ilaah yang berhak disembah, shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada junjungan alam, habibana wa nabiyana Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam, kepada seluruh ahli baitnya, para sahabatnya dan orang-orang yang senantiasa mengikuti jejak sunnahnya hingga akhir zaman.

B.  Syukur atas Segala Kenikmatan
Syukur kepada Allah Ta’ala adalah sebuah keniscayaan, ia menjadi manifestasi bagi iman seseorang. Syukur atas segala nikmat kehidupan yang telah dianugerahkan kepada kita hingga hari, khususnya nikmat terbesar yaitu Iman, Islam dan Ikhsan. Kenikmatan ini begitu banyak banyak, sehingga kita tidak akan mampu untuk menghitung-hitungnya, sebagaimana firmanNya:
وَإِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. QS. An Nahl: 18.
Kenikmatan iman, Islam dan ikhsan diawali dengan nikmat hidayah yang menyinari jiwa-jiwa kita. Ia membasuh kembali hati yang ternodai nafsu syaithani, ia menggerakan anggota badan untuk melakukan amal kebajikan. Membimbing hawa untuk tunduk patuh pada syaritaNya.
Namun, hidayah itu mahal harganya, berapa banyak manusia yang belum menerima Islam, bahkan muncul Islamophobia yaitu orang-orang yang membenci Islam dan meletakan stigma radikalisme, teorisme, fundamentalisme dan segala bentuk kekerasan kepada Islam. Hidayah itu Mahal harganya, hingga mereka yang sudah sejak lahir beragama Islam tetapi masih menganggap Islam tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Bahkan mahalnya hidayah hingga mereka yang sudah digerakan langkah kakinya ke masjid untuk shalat Jum’at, namun ketika khatib naik mimbar mereka sibuk dengan gadgetnya, hingga tujuan dari tadzkirah jumat tidak didapatkannya.

C.  Nikmat Kemerdekaan
Kemerdekaan adalah salah satu dari sekian banyak nikmat yang telah Allah Ta’ala anugerahkan kepada bangsa Indonesia, sebagaimana Allah Ta’ala memberikan kemenangan saat Perjanjian Hudaibiyah dan Fathul Makkah kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam dan para shahabatnya, Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّا فَتَحْنَا لَكَ فَتْحًا مُبِينًا لِيَغْفِرَ لَكَ اللَّهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ وَيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكَ وَيَهْدِيَكَ صِرَاطًا مُسْتَقِيمًا وَيَنْصُرَكَ اللَّهُ نَصْرًا عَزِيزًا
Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata, supaya Allah memberi ampunan kepadamu terhadap dosamu yang telah lalu dan yang akan datang serta menyempurnakan nikmat-Nya atasmu dan memimpin kamu kepada jalan yang lurus, dan supaya Allah menolongmu dengan pertolongan yang kuat (banyak). QS. Al-Fath: 1-3.
Terbebasnya kaum muslimin dari ancaman kaum Kafir Quraisy adalah kemenangan terbesar, sebagaimana terbebasnya bangsa Indonesia dari kaum Kafir Penjajah. Sehingga dengan kemerdekaan ini kita mampu berdiri di atas kaki sendiri, menentukan nasib bangsa ini dan lebih dari itu lebih mudah dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.
Nikmat kemerdekaan oleh bangsa Indonesia diyakini sebagai rahmat dari Allah Ta’ala, sebagaimana dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945; “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa, dan didorong oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”. Maka, Berkat Rahmat Allah Yang Maha Kuasa ini harus selalu kita jaga, kita pelihara, dan berikan kontribusi positif untuk negeri tercinta ini.
Upaya memerdekakan bangsa ini bukanlah hal yang mudah, bahkan bersimbah darah dan air mata, pekikan takbir dan tahlil mengisi setiap perjuangan membela agama, bangsa dan negara. Lebih dari 350 tahun, bangsa ini berjuang untuk mendapatkan kemerdekaan, Dengarlah kembali ucapan Pangeran Diponegoro (1830) berikut ini “Namaningsun Kangjeng Sultan Ngabdulkamid. Wong Islam kang padha mukir arsa ingsun tata. Jumeneng ingsun Ratu Islam Tanah Jawi” (Nama saya adalah Kanjeng Sultan Ngabdulkhamid, yang bertugas untuk menata orang Islam yang tidak setia, sebab saya adalah Ratu Islam Tanah Jawa). Dengarkan kembali akhir dari Pidato Bung Tomo (1945) di Surabaya “Dan kita yakin saudara-saudara. Pada akhirnya pastilah kemenangan akan jatuh ke tangan kita, Sebab Allah selalu berada di pihak yang benar. Percayalah saudara-saudara. Tuhan akan melindungi kita sekalian. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar! Merdeka!!!
D.  Implementasi Syukur Kemerdekaan
Syukur atas nikmat kemerdekaan bukan hanya sekadar ucapan, namun ia harus didasari oleh keyakinan dalam hati dan implementasi tiada henti. Syaikhul Islam menyatakan:
وَأَنَّ الشُّكْرَ يَكُونُ بِالْقَلْبِ وَاللِّسَانِ وَالْجَوَارِحِ
Syukur harus diwujudkan dengan hati, lisan dan anggota badan. (Majmu’ Al Fatawa, 11: 135).
Oleh karena itu, implementasi syukur atas Nikmat Kemerdekaan seharusnyalah nampak dari tiga dimensi pemahaman:
1.    Syukur dalam Hati
Syukur dalam hati bermakna, keyakinan yang mendalam bahwasanya Allah Ta’ala satu-satunya Rabb (Pencipta, Penguasa, Pemberi Rizqi, dll) yang telah memberikan nikmat kemerdekaan ini. Keyakinan ini akan menumbuhkan tiga dimensi implementasi, Allah sebagai Rabb, Ilaah dan Pemilik Nama dan Sifat Kemuliaan.
Tidak mungkin orang bersyukur atas nikmat kemerdekaan, kemudian masih meyakini dan mempercayai adanya Pencipta selain Allah Ta’ala, atau alam raya ini tercipta dengan sendirinya melalui teori Big Bang. Syukur kemerdekaan tidak bermakna kalau ternyata kita masih meyakini bahwa manusia adalah keturunan kera, padahal sejatinya Allah Ta’ala Sang Pencipta yang menciptakan semua makhlukNya termasuk manusia. 
رَبِّ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا الرَّحْمَنِ
Tuhan Yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya; Yang Maha Pemurah. QS. An-Naba: 37.
Bahkan bisa jadi kita menjadi kufur ketika masih meyakini rizki yang kita dapat berasal bukan dari Ar-Rahman, ketika ditanya siapa Sang Pemberi Rizki? Bukan bosku kita yang memberi rizki, bukan atasan kita yang memberi rizki tetapi Ar-Razzaq, Allah Azza wa Jalla.
Syukur Kemerdekaan haruslah terwujudkan dalam keyakinan bahwasanya Allah Ta’ala adalah satu-satunya Ilaah (sesembahan) yang berhak untuk diibadahi. Sehingga tidak dikatakan bersyukur ketika masih ada keyakinan adanya tuhan, kekuatan, sesembahan, dan segala hal yang dicintai dan dipuja selain Allah Ta’ala. Akankah ketaatan dan cinta kita kepada mahluk mengalahkan cinta kita kepadaNya? Mana bukti cintamu kepadaNya? Allah Ta’ala berfirman:
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ آَمَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.”(QS. Al Baqarah: 165).
Maka cinta kita, ketaatan kita, ibadah kita sudah selayaknya hanya diberikan kepada Allah Ta’ala, inilah bukti dari syukur atas kemerdekaan ini.
Syukur atas nikmat kemerdekaan juga nampak dari keyakinan mendalam bahwasanya Allah Ta’ala memiliki nama-nama yang Maha Indah dan sifat-sifat yang mulia. Allah Ta’ala berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. QS. Asy-Syuura: 11.
Allah Maha Melihat, Maha Mendengar dan Maha lainnya, maka tidaklah orang bersyukur atas kemerdekaan jika dia masih keluar kantor ketika jam kerja berlangsung, meninggalkan amanah ketika masih terikat dengan akad perjanjian kerja. Apalagi sampai mengkhianati amanah jabatan yang diberikan kepadanya, korupsi, kolusi dan tindakan haram lainnya.
Seseorang yang meyakini bahwa Allah Ta’ala Maha Mendengar tidak mungkin akan mengucapkan kata-kata yang murkai olehNya, ghibah, adu domba, mencela, merendahkan manusia, sombong dan yang lainnya.  
2.    Syukur dengan Lisan
Syukur dengan lisan bermakna, mengucapkan Alhamdulillah, Syukru lillah, bersyukur kepada Allah atas nikmat kemerdekaan ini. Ucapan syukur ini menjadi aktifitas yang bernilai ibadah ketika diawali dengan niat untuk mendapatkan ridhaNya. Ia juga harus dilandasi dengan ikhlas dan mutaba’aturasul Shalallahu Alaihi Wassalam.
Maka hakikat syukur dengan lisan adalah sentiasa, mengucapkan tahmid dan pujian untuk kenikmatan kemerdekaan. Dasarnya adalah firman Allah Ta’ala:
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur). QS. Adh Dhuha: 11.
Setiap selesai melakukan aktifitas kita diperintahkan untuk bersyukur, setelah makan, minum, keluar dari hammaam dan segala aktifitas maka selalu diakhir dengan syukur kepada Allah Ta’ala. Inilah makna syukur dengan lisan, dimana setiap yang kita dapatkan harus senantiasa kita syukuri dengan lisan, karena itulah kunci untuk mendapatkan keberkahan dan bertambahnya segala kenikmatan.  
3.    Syukur dengan Amal Anggota Badan
Syukur dengan anggota badan bermakna, melakukan segala amal ibadah dan muamalah sesuai dengan aturan dari Sang Pemilik Kenikmatan. Allah Ta’ala adalah Dzat yang memberikan semua kenikmatan tersebut, Dia lah yang memberikan nikmat kemerdekaan sehingga sebuah keniscayaan ketika anggota tubuh kita harus melaksanakan semua perintah Ar-Rahman. Sebagaimana firmanNya:
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْهِ مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا
Katakanlah: "Taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. QS. An-Nur: 54.
Dalam ayat lainya disebutkan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. QS. AN-Nisaa: 59.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلَا تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu. QS. Muhammad: 33.
Ayat-ayat dalam Al-Qur’an ataupun Al-Hadits semuanya berujung kepada ketaatan secara total kepada Allah dan RasulNya. Sehingga dalam konteks Syukur dengan Anggota badan atas nikmat kemerdekaan, maka sebagai seorang muslim wajib kita untuk melaksanakan seluruh syariat Allah Ta’ala sebagai bentuk syukur kita kepadaNya. Dia yang telah memberikan nikmat kemerdekaan maka Dialah yang berhak untuk ditaati seluruh perintahNya dan dijauhi semua laranganNya.
Syukur dengan anggota badan atas nikmat kemerdekaan bermakna, kita harus mengisi kemerdekaan itu dengan hal-hal positif berupa kontribusi positif untuk negeri ini. sebaliknya janganlah mengisi nikmat kemerdekaan ini dengan hal-hal yang tidak bermanfaat apalagi sampai ke hal-hal yang diharamkan dalam Islam.

E.  Penutup
Mari bersama kita Syukuri Nikmat Kemerdekaan ini dengan “Meyakini dalam Hati bahwa kemerdekaan ini dari Allah Taala, Ucapan Syukur dengan Lisan dan Amal usaha positif untuk bangsa dan negara ini. Wallahua’lam (ambp).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...