Senin, 19 Agustus 2019

Riba Menutup Pintu Berkah



Dr. Abdurrahman Misno BP, MEI


Keberkahan hidup adalah dambaan dari setiap insan, khususnya keberkahan dalam anak-anak dan harta benda. Harta yang berkah tercermin dari kebaikan yang terus-menerus ada pada harta tersebut, bahkan ia cenderung bertambah dan berkembang. Jalan menuju keberkahan harta terkadang dihiasi dengan hal-hal yang akan mengurangi keberkahannya, diantaranya adalah pengelolaan harta yang mengandung unsur maisir (perjudian), gharar (ketidakjelasan), riba dan akad yang diharamkan dalam Islam lainnya.   
Riba menjadi salah satu dari sebab tertutupnya pintu keberkahan, riba adalah tambahan pada akad utang-piutang dan jual beli barang-barang ribawiyah. Riba dalam utang-piutang adalah ketika seseorang menghutangkan uang ke orang lain kemudian adanya tambahan, atau utang yang jatuh tempo harus dibayarkan tetapi orang yang berutang tersebut tidak mampu untuk menambahnya maka ini adalah riba jahiliyah. Adapun riba pada jual beli barang-barang sejenis adalah jual beli atau barter antara emas dengan emas, perak dengan perak, garam dengan garam, kurma dengan kurma, gandum dengan gandum. Maka apabila salah satu dari barang tersebut ada kelebihan maka disebut dengan riba fadhl. Dasarnya adalah sabda Nabi:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ 
“Emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum ditukar dengan gandum, sya’iir (sejenis gandum) ditukar dengan sya’iir, kurma ditukar dengan kurma, dan garam ditukar dengan garam; dengan sepadan/seukuran dan harus secara kontan. Apabila komoditasnya berlainan, maka juallah sekehendak kalian asalkan secara kontan juga” HR. Muslim
Islam mengharamkan riba secara jelas dalam firmanNya:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. QS. Al-Baqaroh: 275.
Pada ayat yang lainnya Allah Ta’ala mengumumkan perang kepada para pelaku riba, firmanNya:
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ
Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertobat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. QS. Al-Baqarah: 279.
Riba adalah termasuk dari dosa besar, Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam bersabda “Riba itu ada 70 jenis dosa dan yang paling ringan adalah seperti seorang anak berzina dengan ibunya...”. HR. Ibnu Maajah dan Bahaqi. Dalam sebuah riwayat disebutkan pula “Ketika Saya Isra’ diperlihatkan kepada saya satu kaum yang perut mereka sampai ke tangan mereka (saking gendutnya), setiap mereka perutnya seperti rumah yang besar ......... mereka tidak bisa berjalan kecuali pastilah tumbang ......  itu merupakan azab di Alam Barzakh ..............  lalu saya bertanya pada Jibril, wahai Jibril siapakah mereka?. Jibril menjawab :”merekalah orang yang makan harta riba yang tidak berdiri kecuali seperti berdiri nya orang yang diikat oleh syaithan”. HR. Baihaqi.
Hadits ini sangat jelas pedihnya adzab para pelaku riba, karena dia memudharatkan orang-orang yang berhutang dengannya sehingga seperti lintah dasart yang menghisap darah. Para pemakan riba mengambil harta orang lain dengan cara yang batil dan tanpa keridhaan dari pemiliknya.
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassalam                          bersabda:
عَنْ جَابِرٍ رضي الله عنه قَالَ: ( لَعَنَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم آكِلَ اَلرِّبَا, وَمُوكِلَهُ, وَكَاتِبَهُ, وَشَاهِدَيْهِ, وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ )  رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Jabir Radliyallaahu 'anhu berkata: Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam melaknat pemakan riba, pemberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Beliau bersabda: "Mereka itu sama." Riwayat Muslim.
Hadits ini mengharamkan dan melaknat para pelaku riba tidak hanya yang mengonsumsi riba, namun juga yang memberi riba, penulis dan saksi-saksinya. Laknat dalam riwayat ini bermakna dijauhkannya dari keberkahan dan kebaikan di dunia dan akhirat.
Masih banyak riwayat lainnya yang menunjukan keharaman dari riba, sehingga sangat jelas hukumnya bahwa riba dalam Islam diharamkan dan pelakunya akan mendapatkan adzab yang pedih di akhirat kelak.
Sejatinya keharaman riba tidaklah hanya berlaku di akhirat saja, bahkan dengan menyebarnya riba akan terjadi kehancuran, Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan “Jika zina dan riba sudah sedemikian vulgar di satu negeri maka Allah mengizinkan kehancuran bagi negeri tersebut” dalam riwayat yang lainnya disebutkan “Tidaklah tampak dalam suatu kaum perilaku riba kecuali akan tampak pula penyakit gila...” maka riba akan berdampak negatif tidak hanya bagi individu namun juga bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata lain bahwa riba akan menutup pintu pintu keberkahan baik untuk individu ataupun masyarakat.
Apabila kita perhatikan maka saat ini riba telah merebak dan berkembang dalam berbagai bentuk, dalam dunia perbankan, asuransi, dan lembaga keuangan lainnya. Efeknya bagaimana ekonomi saat ini hancur oleh adanya riba, yang kaya makin kaya dan yang miskin makin miskin. Terjadi jurang pemisah yang sangat dalam antara yang kaya dan yang miskin, semua itu terjadi karena riba yang telah berjalan dan menjadi hal yang biasa di masyarakat. Ini menjadi sebab kenapa keberkahan di negeri ini seolah-olah semakin berkurang. Padahal, sebagai orang beriman maka meraih keberkahan adalah harapan dan cita-cita kita bersama.
Keberkahan bermakna  النماء والزيادة  an-namaa wa ziyadah (tumbuh dan bertambah) keberkahan atas harta bermakna bertambahnya harta dengan manfaat yang terus-menerus. Kamus Munawwir memaknai berkah atau barokah البركة  dengan nikmat. Sementara Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan makna berkah dengan “Karunia Tuhan yang mendatangkan kebaikan bagi kehidupan manusia”. Secara istilah keberkahan bermakna ziyadatul khair (bertambahnya kebaikan)  atau sesuatu yang banyak dan melimpah, mencakup berkah-berkah material dan spiritual, seperti keamanan, ketenangan, kesehatan, harta, anak, dan usia.
Sehingga keberkahan harta tercermin dari manfaat dari harta tersebut yang optimal dan bertambah secara berkesinambungan. Ar-Raghib Al-Ashfahani mendefinisikan keberkahan dengan:
ثبوت الخير الألهي في الشيء
Tetapnya kebaikan Ilahi pada sesuatu.
Sementara Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyyah menyatakan bahwa hakikat keberkahan adalah:
البركة حقيقتها الثبوت واللزوم والاستقرار
Keberkahan pada hakikatnya adalah tetap, langgengnya kebaikan dan berlipat-lipatnya atau bertambahnya kebaikan.
Merujuk pada makna keberkahan, maka sejatinya tanda-tanda dari keberkahan ini nampak dari harta yang kita miliki. Ia akan memberikan manfaat positif untuk diri kita, cenderung bertambah dan membawa kepada kebaikan kita di dunia dan akhirat. Ciri lainnya dari keberkahan adalah harta yang kita miliki semakin mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, maka jika harta kita justru semakin menjauhkan diri dari Allah Ta’ala maka itu tanda tidak adanya berkah dalam harta kita. Mudah-mudahan Allah Ta’ala sentiasa memberikan keberkahan kepada kita dan harta yang kita miliki.

Korelasi antara keberkahan dan riba adalah bahwa riba yang dilakukan oleh seorang individu akan menutup pintu keberkahan. Lebih dari itu ia akan membawa kemudharatan baik bagi individu ataupun masyarakat. Allah Ta’ala berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آَمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. QS. Al A’raf: 96.
Ayat ini menunjukan bahwa keberkahan Allah Ta’ala adalah bagi masyarakat yang bertakwa kepada Allah Ta’ala. Meninggalkan riba adalah salah satu bukti ketakwaan seseorang sebagai firmanNya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. QS. Al-Baqarah: 278.
Merujuk pada ayat ini maka setiap orang beriman diperintahkan untuk bertakwa kepada Allah Ta’ala, dan bukti ketakwaan ini teraplikasikan dalam meninggalkan segala bentuk riba.

Sebagai seorang muslim kita harus meyakini bahwa  seluruh syariat Allah Ta’ala adalah baik bagi umat manusia. Setiap syariatNya memiliki mashlahat dalam arti memberikan manfaat bagi manusia. Termasuk dalam hal keharaman riba, maka ia pasti memiliki mudharat (bahaya) yang sangat besar bagi manusia. Lebih dari itu ia menutup pintu keberkahan dari harta dan kehidupan kita. Dalam banyak hal keberadaan riba telah merusak tatanan ekonomi masyarakat. Maka sebagai seorang muslim kita wajib untuk taat kepada Allah dan RasulNya dengan tidak mencari-cari jalan lain yang tidak disyariatkan sebagaimana firmanNya:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا مُبِينًا
Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. QS. Al-Ahzab: 36.
Ayat ini menunjukan kepada kita bahwa sebagai mukmin dan muslim maka tidak boleh untuk mencari hukum lain ketika Allah dan rasulNya telah menetapkan suatu perkara. Termasuk dalam masalah keharaman Riba, tidak ada alasan bagi kita untuk mencari-cari hukum selainnya atau alasan masih belum mampu untuk meninggalkannya dan alasan keduniaan lainnya. 
Semoga Allah Ta’ala sentiasa memberikan hidayah dan inayahNya kepada kita semua sehingga kita akan mampu untuk terus melaksanakan syariatNya dan menjauhi segala bentuk laranganNya. Aameen Ya Rabbal ‘Alamiin ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...