Purnama, Ramadhan Mulia dan Wabah Corona
Oleh: Abd Misno Mohamad
Memasuki Ramadhan hari ke-15 tahun 1441 H, umat Islam masih berada di bawah ancaman Covid-19. Hingga hari ini, Kamis 07 Mei 2020 jumlah korban positif sebanyak 12.776 orang, sedangkan jumlah yang meninggal 930 orang. Tentu saja jumlah yang tidak sedikit mengingat setiap hari terus bertambah jumlah korbannya, walaupun jumlah yang sembuh terus meningkat namun dikhawatirkan masih tetap berlanjut wabah ini hingga beberapa bulan ke depan.
Hari ke-15 Ramadhan menghadirkan purnama yang begitu indah di mata, walaupun ia jauh di angkasa sana namun puncak cahayanya telah memberi rasa berbeda dari hari-hari lainnya. Namun, purnama di Ramadhan tahun juga menyinari umat manusia yang masih berduka. Virus Corona yang menerpa umat manusia masih belum ada tanda-tanda akan kemusnahannya.
Tentu saja wabah di Ramahan mulia ini menjadi cobaan (fitnah) yang sangat berat bagi umat Islam. Hampir semua ibadah yang bersifat jama’ah di masjid belum bisa dilaksanakan. Shalat taraweh sebagai syiar Islam terpaksa dilakukan di rumah masing-masing, shalat Jumat di beberapa wilayah masih ditiadakan hingga kemungkinan shalat Idhul Fitri yang ditiadakan pula. Amalan sunnah yang sangat dianjurkan seperti i’tikaf kemungkinan juga tidak ada. Ujungnya tradisi hari raya yang ratusan tahun ada harus berubah karena kondisi dan suasana yang berbeda.
Hilangnya syiar-syiar Ramadhan di tahun ini betul-betul membuat umat Islam sangat berduka, beberapa kelompok umat Islam memaksakan diri untuk shalat taraweh dan shalat Jumat. Namun berita di beberapa media menakut-nakuti mereka hingga akhirnya mereka tidak berani lagi beribadah di masjid. Memang wabah ini menjadi alasan kuat untuk tidak melaksanakan berbagai syiar Islam di bulan suci ini, karena terancamnya jiwa (nyawa) umat Islam adalah hal yang harus diperhatikan.
Purnama di bulan Ramadhan yang mulia ini menjadi saksi tentang duka umat Islam karena Corona. Supermoon yang ada di langit malam ini adalah bukti bahwa dalam hati, jujur hal ini sangat menyakitkan. Ya, begitu sakit terasa di hati karena syiar-syiar Ramadhan dan Idhul Fitri tidak dapat dilaksanakan. Duka yang sangat luar biasa karena banyak ibadah yang kehilangan keutamaannya. Walaupun beberapa da’i dan mubaligh menghibur umat bahwa semua keutamaan itu dapat diperoleh juga walaupun dari rumah. Tapi rasa di dada tak pernah dusta, khususnya mereka yang berada di wlayah-wilayah yang sejatinya masuk zona hijau yang bisa jadi tidak akan terjadi apa-apa jika tetap melaksanakan semua syiar agama di rumahNya.
Hilangnya syiar-syiar Ramadhan berpengaruh kepada setiap individu muslim, sudah 15 hari shalat taraweh dilaksanakan di rumah. Tentu saja hal ini membawa pada rasa tidak nyaman tersendiri, biasa di masjid dengan imam dan jamaah lainnya. Tapi sekarang dilaksanakan di rumah. Memang hal itu dibolehkan karena Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam sendiri hanya melaksanakan 3 kali. Tapi rasa tidak nyaman itu betul-betul terasa dalam hati. Ketiadaan shalat Jumat di beberapa wilayah benar-benar membuat hati ini merasa was-was, apalagi bagi yang tinggal di zona hijau, ingin sekali tetap melaksanakannya tapi kadang rasa was-was tertular Corona kembali muncul. Rasa sayang keluarga khawatir tertular ketika pulang dari masjid, bisa jadi ini hanya alasan dan lemahnya iman kita. Terutama mereka yang tinggal di zona hijau, faktanya sampai sekarang tidak ada yang tertular di wilayah itu, tapi sudah lebih 5 jumat berlalu tanpa melaksanakannya.
Walaupun sebagai seorang muslim kita memang harus meyakini bahwa semua yang terjadi adalah takdir Ilahi. Tidak boleh kita menyesali semua yang tengah dan telah terjadi, pasti ada hikmah tersembunyi yang nanti kita akan ketahui. Hadirnya Covid-19 ini adalah kuasa Ilahi, yakin dan percaya bahwa semua itu pasti sudah merupakan skenario Allah yang Maha Kuasa. Hal yang kita takutkan adalah bila rasa takut kepada Corona lebih besar daripada takut kepada Allah Ta’ala. Atau hati kita merasa nyaman dengan ibadah di rumah, Na’udzubillah. Kita semua berlindung dari sifat-sifat ini.
Purnama di bulan Ramadhan mulia ini menjadi saksi tentang umat Islam yag berada dalam kegundahan, khawatir diri ini menjadi munafik dan terlalu memudah-mudahkan hal yang tidak perlu dikhawatirkan. Risau jangan sampai menjadi nyaman beribadah di rumah, padahal shalat berjama’ah lima waktu dan shalat jumat adalah sesuatu yang dianjurkan bbahkan sebagian ulama mewajibakkanya. Demikian pula iktikaf yang memiliki banyak keutamaan harus ditinggalkan hanya karena ketakutan dengan corona.
Hanya Allah Ta’ala yang mengetahui hati-hati kita semua, apakah betul kita takut Corona, takut tertular dan menjaga keluarga kita. Semoga bukan karena takut dengan datangnya kematian, karena ia adalah suatu kepastian. Kita selalu berdoa kepada Allah Ta’ala, agar tetap memebrikan hidayahNy akepad akita hingga ghirah (semangat) untuk selalu memakmurkan masjid selalu membara dalam dada. Jangan sampai kita merasa nyaman beribadah di rumah, apalagi ibadah-ibadah yang disyariatkan di masjid dan berjamaah.
Karena masjid adalah pusat dari peradaban umat Islam, dari masjidlah semuanya dilaksanakan, ibadah, syariah dan juga muamalah. Masjid sebagai tempat ibadah umat Islam haruslah selalu ada dalam diri umat Islam. Setelah corona ini hilang semoga kita akan bisa kembali memakmurkan masjid, karena syiar Islam itu sebagian besar di masjid.
Purnama di bulan mulia tahun ini menjadi saksi, tentang satu fase sejarah umat manusia yang berada dalam ancaman Virus Corona, semoga wabah ini segera berakhir dan umat Islam kembali dapat beribadah di rumahNya yang mulia. Kita juga berlindung dari godaan syaithan yang membisikan dan memasukan rasa nyaman beriabadah di rumah, kita dari sikap kemunafikan karena beberapa pekan tidak melaksanakan shalat Jumat. Na’udzubillahi minal fitnah Corona... Aamiin Ya Rabbal ‘aalamiin.Purnama di 15 Ramadhan 1441 H/07 Mei 2020.
Kira2 berakhirnya kapan ya ust.
BalasHapusSpt itu pula Pak yg ada dalam benakku... Saya yg berada di daerah tanpa kasus penularan Corona.
BalasHapusSaya sudah mulai merasakan misi di balik CORONA stadz...
BalasHapusSemua dibuat tak normal..
Tidak ada jabat tangan
Tidak ada jamaah sholat
Tidak ada silaturahmi
Tidak ada taklim
Kita dipaksa..Wallahu alam