Selasa, 30 Mei 2017

Bara 212: Refleksi Jiwa Mengharap RidhaNya... Bag. 04

Keterharuan saya semakin memuncak ketika Ust. Arifin Ilham naik ke Panggung, dzikir-dzikir yang terdengar begitu menghujam dalam dada, merasuk ke dalam sendi-sendi jasad dan mengalir bersama aliran darah “Astaghfirullah… astaghfirullah…” Alunan suci itu telah menggetarkan jiwa saya, mempengaruhi raga dan tak terasa air mata ini mengalir dengan derasnya. Saya tak mau orang lain mengetahui hal ini, saya tutup sebagian muka saya dengan sorban. Namun, alunan tahlil, tasbih dan tahmid dan takbir itu telah merasuk ke alam bawah sadar, hingga tangisan itu tak kuasa lagi saya tahan. Semoga air mat ain imenjadi saksi di akhirat sana…  
Setelah mencari tempat yang paling dekat dengan panggung saya dan Abang Diki duduk di bagian depan jamaah lainnya, tepatnya di baris ketiga. Alunan tahlil, tasbih dan tahmid dan takbir masih terdengar dengan jelas dan mengaduk-aduk perasaan saya. Air mata ini terus mengalir hingga tak terasa beberapa jam berlalu. Hujan rintik-rintik yang perlahan turun memberikan nuansa haru yang sangat terasa. Saya betul-betul tenggelam dalam haru-biru aksi itu.
Tausiah dari asatidzah di aksi 212 telah kembali menge-charge semangat saya, saya masih tenggelam dalam keharuan luar biasa. Perasaan bangga menjadi saksi sejarah, merasa kecil di hadapanNya dan berjuta rasa dalam jiwa. Semua menyatu bersama dengan insan-insan mulia di lapangan Monas Jakarta.
Hujan semakin deras ketika pelaksanaan shalat Jumat akan dimulai. “Kita sudah siap dengan semuanya, jangankan hujan air hujan anak panahpun saya sudah siap” itulah kata-kata dari Abang Diki yang menambah motivasi saya. Benar, saya benar-benar dengan siap dengan segala yang ada.  Basah pakain dengan air belum seberapa dibandingkan dengan mujahid Badr yang basah dengan darah syuhada.
Hujan semakin deras, namun semangat kami telah menghilangkan rasa dingin dan basahnya pakaian kami, sebaliknya yang muncul adalah rasa penuh spirit perjuangan, bara 212 hingga air yang membasahi pakaian dan tubuh kami menjadi guyuran rahmatNya. Tanah yang kami pijak seolah bertasbih kepadaNya bersama kami yang sedang melaksanakan shalat jumat. Bahkan, ketika kening ini menyentuh bumi untuk bersujud, aroma bumi menghangatkan sekujur tubuh kami. Benar, ketika sujud berlangsung, kami betul-betul merasakan kehangatan bumi, seolah ia meyelimuti kami dalam satu peribadahan kepada Allah Ta’ala. Kami menyatu dengan jutaan umat Islam, hujan, matahari, bumi dan semesta alam, semuanya bertasbih mengagungkan kuasa Ar-Rahman.
Selesainya shalat Jumat dan sambutan dari kepala negara mengakhiri aksi kami, secara rapi kami dan jutaan umat Islam bergerak menuju tempat masing-masing. Saya keluar mengikuti arus umat Islam yang bergerak keluar dari lapangan Monas. Lagi-lagi sebuah pengalaman yang tidak pernah saya saksikan, puluhan umat Islam terutama ibu-ibu dan akhwat berdiri di samping jalan keluar lapangan Monas dengan menjajakan berbagai jenis makanan dan minuman. Mereka membagikan secara gratis semua jenis makanan dan minuman, saya sendiri sempat mengambil dua nasi bungkus dan beberapa roti. Tak ada yang memanfaatkan keadaan, atau mencari kesempatan dalam kesempitan. Mengambil seperlunya sebatas yang dibutuhkan, bahkan sebagian umat Islam tidak mengambilnya karena merasa cukup dengan bekal yang ada. Sementara para pemberi sedekah bukan hanya diam menunggu umat Islam yang mengambil makanan atau minuman, tapi mereka bergerak menyodorkan kepada para peserta aksi. Subhanallah, Luar biasa… kata-kata itu yang keluar dari mulut saya.
Saya sempat keluar dari lapangan Monas dan menuju Bunderan HI, melihat beberapa aparat keamanan yang berbaris rapi, namun tak berfungsi karena melihat aksi umat Islam yang damai tanpa anarki. Beberapa kelompok umat Islam masih melanjutkan orasi di beberapa tempat, sementara sebagian yang lain bergerak sebagai pasukan semut yang membersihkan sampah-sampah yang ada. Walaupun tidak banyak sampah yang berserakan karena setiap sampah yang ada sudah dibersihkan sedemikian rupa oleh umat Islam yang berada di dekatnya. Saya menyaksikan dengan mata kepala, seorang ibu dengan jilbab panjang mengambil dengan tangannya sendiri beberapa potong sampah yang di permukaan aspal yang tergenangi air berwarna kecoklatan. Sementara melalui media saya membaca bahwa setelah aksi berakhir segerombolan santri dan relwan langsung membersihakan lapangam Monas hingga lebih bersih dari keadaan sebelumnya.
Inilah Bara 212, sebuah hari penuh keajaiaban menjadi penyemangat iman bagi umat Islam. Saksi sejarah bagi Indonesia dan dunia bahwa umat Islam masih dan selalu peduli dengan agamanya. Siapa saja yang menghina umat Islam dan kitabNya maka akan berhadapan dengan para pemeluknya. Bara 212 adalah awal yang akan terus memberikan energy kepada seluruh umat Islam khususnya mereka menjadi saksi sejarah dalam aksi ini. Semoga Allah Ta’ala senantiasa memberikan hidayah dan inayahNya sehingga umat Islam akan senantiasa terjaga, hingga akhir masa. Wallahua’lam.

Ujungmanik, 30 Desember 2016


Abdurrahman Misno Bambang Prawiro
Abu Aisyah As-Silasafi

                  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...