Jumat, 31 Agustus 2018

Tak Ada Manusia Sempurna


Oleh: Bambang Sahaja

No Body Perfect, tidak ada manusia yang sempurna.  Kata-kata tentu saja mudah untuk ditulis, dibaca dan diucapkan. Namun seringkali sulit untuk diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Setiap kita ingin perfect (sempurna), untuk diri sendiri lebih-lebih untuk orang lain.
Kita selalu ingin sesempurna mungkin, demikian juga orang lain harus sempurna tanpa adanya aib dan cela. Istilah ini telah sejak awal dipahami oleh wahyu yang mulia, Islam telah memberikan satu pedoman bahwa Manusia itu adalah mahalul khata' wa nisyan (tempatnya salah dan lupa). Bahkan demikianlah manusia, dalam hadits Qudsi disampaikan bahwa seandainya manusia tidak berbuat dosa dan kesalahan maka Allah Taala akan menggantikan makhluk lainnya yang ketika berbuat dosa kemudian segera bertaubat kepada Allah Ta'ala.
Pemahaman bahwa manusia tempat salah dan lupa tentu saja tidak dijadikan dalil atau alasan untuk seseorang berbuat dosa atau membiarkan orang lain berbuat dosa. Ada niat, ada tindakan dan ada hukuman itulah yang balance (seimbang) .
Sebuah pertanyaan yang sering muncul adalah kenapa seorang yang paham agama juga melakukan dosa dan kesalahan? Maka kita korelasikan antara teori manusia tempat salah dan dosa, penciptaan manusia dengan dihiasi oleh hawa serta fungsi Al-Ghafur, Allah Taala.
Ustadz juga manusia, dia pasti pernah berbuat kesalahan. Hal ini terjadi karena ustadz sebagai manusia diciptakan sama dengan manusia lainnya yaitu dihiasi dengan hawa nafsu. Sebuah istilah yang tepat menggambarkan hal ini adalah ungkapan "Semakin pohon itu tinggi maka angin dan badai semakin kencang menerpanya". Semakin seseorang bertambah imannya maka semakin kuat cobaan yang akan dihadapinya.
Bukan melegitimasi ustadz yang berbuat kesalahan, tetapi sebagai pemahaman awal serta menjawab berbagai persoalan kenapa ustadz juga berbuat kesalahan.
Nilai terpenting ketika seseorang berbuat kesalahan adalah segera untuk memperbaiki diri, ketika dia berbuat kesalahan lagi maka kembali terus memperbaiki diri. Mujahadah (kesungguhan)  dalam proses memperbaiki diri inilah seharusnya yang menjadi pertimbangan. Kita masih ingat dengan kisah 99 pembunuh yang ingin bertaubat,  endingnya adalah dia meninggal setelah membunuh seorang ahli agama menuju jalan perbaikan. Mujahadah dia menuju kebaikan walaupun hanya beberapa hasta (meter) menjadi nilai yang sejatinya nilai akhir dari hidupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...