Senin, 23 Agustus 2021

Bukan Tak Mau Divaksin...

 Oleh: Misno Mohd Djahri


Pandemi Covid-19 hingga saat ini belum selesai, bahkan di awal Agustus 2021 jumlahnya semakin meningkat. Hal ini yang kemudian menjadikan pemerintah menggenjot vaksinasi untuk semua warga negara. Jika pada awal mulainya program vaksinasi banyak terjadi kontroversi terkait dengan kehalalan vaksin, isu tentang chips yang ada pada vaksin hingga ancaman kematian apabila divaksin. Kontroversi ini perlahan mulai mereda dengan berbagai kampanye, isu dan pola komunikasi pemerintah yang massif kepada masyarakat hingga kemudian menjadi program nasional di tahun 2021.

Pihak-pihak yang menolak vaksin kini bisa dihitung, dari sedikit mungkin penulis salah satunya. Entah karena alasan ideologis, atau termakan berbagai isu tentang vaksinasi hingga logika sederhana yang selalu ada di benak “Saat ini saya sehat, Alhamdulillah. Kalau saya divaksin saya takut malah jadi sakit”. Entah sampai kapan logika ini akan bertahan, beberapa waktu lalu penulis sudah didaftarkan untuk ikut vaksinasi di Puskesmas dekat tempat kerja, namun karena jadwal yang tidak bisa diganggu gugat akhirnya tidak jadi vaksinasi. Waktu berjalan hingga lebih kurang dua bulan, kini lembaga membuka kembali program vaksinasi. Penulis sempat mendaftar melalui aplikasi dan meyakinkan diri untuk mengikutinya.

Namun, keraguan itu kembali muncul,  “Sekarang khan saya sehat, kalau nanti vaksin apa bisa menjadi tetap sehat?” pikirku dalam hati. “Belum lagi masih banyak tanggungan hutang, dan memakai uang orang lain yang harus dikembalikan. Juga rumah yang belum selesai dibangun serta anak dan istri yang masih memerlukan kehadiran saya”. Intinya kekhawatiran kalau divaksin takut malah jadi sakit dan.... MATI di akhirnya.

Bisa jadi alasan ini tidak benar, apalagi melihat berbagai kampanye tentang vaksin yang begitu massif dan menjamin bahwa vaksin itu aman. Bahkan seorang teman sangat menyayangkan sikap tidak mau divaksin, walaupun ada satu teman lagi yang hingga saat ini juga belum mau divaksin. Mungkin alasan yang disebutkan itu salah, karena terlalu egois atau terlalu takut mati. Belum lagi suara sumbang yang menyatakan bahwa mereka yang tidak mau divaksin adalah yang mengikuti atau minimal simpati dengan golongan agama tertentu.

Saya bukan tidak mau divaksin, tapi memang perlu waktu untuk meyakinkan diri bahwa vaksin itu perlu dan penting. Maklum saya termasuk orang yang suka ngeyel dan perlu waktu untuk memutuskan suatu permasalahan. Logika ini masih selalu terngiang-ngiang “Sekarang saya sehat, kalau divaksin takut jadi sakit dan.... bisa mati”. Terlalu norak dan tidak logis mungkin untuk sebagian orang, tapi biarlah untuk sementara ini saya masih bertahan dengan tidak divaksin. Entah sampai kapan, mungkin sampai saya yakin atau keadaan dan pihak lain memaksa untuk vaksin.

Bukan saya menolak vaksin, tapi saya perlu waktu untuk memikirkan kembali keputusan ini. Kalau dibilang mau kapan lagi? Jawabannya ya saya sendiri tidak tahu sampai kapan, karena keyakinan itu perlu argumentasi subyektif bagi saya. Kalau dibilang ngeyel memang iya, sudah sejak awal saya ungkapkan. Tapi, ya sudahlah... biarkan saja terserah orang mau berpendapat apa. Doakan saja pintu hati saya terbuka untuk segera divaksin... Bogor, menjelang tengah malam 23082021.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...