Oleh : Amir Mahrudin
Komponen kurikulkum meliputi 1) tujuan; 2) bahan
pembelajaran; 3) proses pembelajaran; dan 4) penilaian.[1]
Oleh karena, desain kurikulum meliputi komponen-komponen itu.
1.
Merumuskan Tujuan Kurikulum
Tujuan
kurikulum ada yang bersifat umum dan khusus. Tujuan umum, yaitu tujuan
pendidikan nasional atau tujuan institusional ( aim) dijabarkan menjadi
tujuan-tujuan yang lebih khusus atau tujuan kurikuler (goal), dan kemudian
dijabarkan lagi kepada tujuan-tujuan khusus atau tujuan instruksional (
objective). Tujuan umum menggambarkan menggambarkan nilai-nilai, kebutuhan dan
harapan masyarakat. Rumusan tujuan ini masih umum, relative abstrak perlu
dijabarkan dan dirumuskan dalam tujuan yang lebih khusus, yang menggambarkan
penguasaan pengetahuan, kecapakapan atau kemampuan dalam bidang studi atau
aspek tertentu, dalam bentuk tujuan kurikuler. Tujuan kurikuler jug masih
relatif umum dan perlu dijabarkan lagi dalam tujuan yang lebih khusus, lebih
konkrit dan spesifik, yang menggamarkan perilaku atau kecakapan khusus, yaitu
tujuan pembelajaran.[2]
2.
Mengembangkan Isi
Kurikulum
Bahan pembelajaran dapat berupa pengetahun yang meliputi
pengetahuan fakta, konsep, prinsip, dalil, teori, dsb. Selain itu, dapat juga
berupa kemampuan (keterampilan, kecakapan, kompetensi, dsb.) atau gabungan
keduanya. Kriteria dalam pengembangan dan pemilihan bahan atau isi kurikulum
diseralaskan dengan kebutuhan peserta didik, masyarakat, bangsa, dan kehidupan
global. Relevan dengan uraian ini, Hilda Taba menjelaskan bahwa criteria dalam
memilihan bahan pembelajaran sebagai berikut:[3]
a. Bahan itu harus
shahih ( valid) dan berarti ( significant). Artinya,
menggambarkan pengetahuan yang mutakhir.
b. Bahan itu harus
relevan dengan kenyataan social dan cultural, agar anak-anak mampu memahami
dunia tempat ia hidup, serta perubahan-perubahan yang terus terjadi,
c. Bahan pelajaran itu
harus mengandung keseimbangan antara keluasaan dan kedalaman.
d. Bahan pelajaran
situ harus mencakup berbagai ragam tujuan, baik berupa tujuan pengetahuan, sikap, keterampilan,
berpikir, dan kebiasaan.
e. Bahan pelajaran itu
harus dapat disesuaikan dengan kemampuan, murid untuk mempelajarinya dan dapat
dihubungkan dengan pengalamannya.
f. Bahan pelajaran itu
harus sesuai dengan kebutuhan dan minat relajar.
Selain itu, Ronald C. Doll memberikan criteria dalam
pemilihan bahan pembelajaran sebagai berikut:[4]
a. Validitas dan
signifikasi bahan.
b. Keseimbangan antara
bahan pembelajaran untuk survey dan untuk studi pandalaman.
c. Kesesuaian bahan pembelajaran
dengan kebutuhan dan minat relajar.
d. Kemantapan bahan,
yakni yang tidak segera usang.
e. Hubungan antara
bahan pembelajaran dengan ide-ide pokok dan konsep-konsep.
f. Disesuaikan dengan
kemampuan murid untuk mempelajarinya.
g. Kemungkinan untuk
menjelaskan itu dengan data dari disiplin ilmu lain.
3.
Proses Pembelajaran
Proses pembelajaran merupakan langkah-langkah strategis
yang ditempuh agar pembelajaran mencapai tujuan yang optimal. Ausubel dan
Robinson membagi keseluruhan kegiatan pembelajaran dalam empat kutub yang
terletak dalam dua garis kontinum, yang dapat digambarkan dengan garis vertical
dan garis horizontal yang bersilangan.[5]
Pada garis kontinum vertikal terletak kutub belajar mencari dan menerima dan
pada garis kontinum horizontal terletak kutub belajar bermakna-menghafal,
sehingga membentuk empat kuadran pembelajaran berlawan dengam arah jarum jam.
Semua pendekatan, model dan metode pembelajaran dapat diletakkan dalam kuadran-kudran tersebut. Pembelajaran
yang efektif adalah pembelajaran yang menekankan makna dan mengaktifkan siswa,
sehingga berdasarkan efektivitasnya kuadran-kuadran pembelajaran berurutan dari
kuadran 1,4, 2,dan 3.
4.
Penilaian Kurikulum
Ketercapaian
tujuan kurikulum dapat diketahui melalui penilaian. Penilaian yang baik
bersifat komprehensif, meliputi penilaian desain, impkementasi, hasil, dan faktor-faktor
penunjangnya. Beberapa model penilaian kurikulum yang dapat digunakan antara
lain discrepancy model, yaitu menilai kesenjangan antara yang
diharapkan dengan yang dilaksanakan.
Stake menggunakan model kontigeni-kongruensi (contingency congruence
model), yaitu membandingkan apa yang diharapkan dengan apa yang dilaksanakan,
kemudian mendekatkan harapan dan pelaksanaan tersebut sehingga kongruen dengan
kegiatan pembelajaran siswa.[6] Stufflebean mengambangkan model CIPP (Context,
Input, Process and Product). [7]
Keseluruhan
komponen kurikulum mulai dari context atau kebutuhan-kebutuhan yang
ingin dipenuhi oleh kurikulum yang dirumuskan dalam tujuan, input atau masukan yang terlibat
dalam proses pembelajaran (siswa, guru, desain, media, dan sarana prasarana
belajar), process atau aktivitas pembelajaran yang dilakukan guru dan proses
belajar yang dilakukan siswa, serta produk atau hasil belajar yang dikuasai
siswa.
[1] S.
Nasution, Pengembangan Kurikulum,
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1991, hal.
7.
[2]
L.W. Anderson dan Krathwohl (de), A Taxonomy For Learning, Teaching and Assessing,
Addison Wesley Longman, Inc.,New York, 2001, hal. 16-17.
[4]
Ronald C.Doll, Curriculum Improvement,
Boston: Allyn and Bacon, Inc, 1978, hal. 144-115.
[6] J.P Miller
and W. Seller, Curriculum : Perspective and Practice, New York:
Longman, 1985, hal. 310-311
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...