Oleh Heri Ruslan
Pada era keemasan Islam, sarjana dan
ulama menjadikan masjid sebagai tempat untuk menyusun buku.
Tradisi menulis dan menerbitkan buku
telah dikembangkan peradaban Islam sejak abad ke-8 M. Penulisan dan penerbitan
buku semakin gencar dilakukan para sarjana dan ulama setelah peradaban Islam
berhasil menemukan teknologi pembuatan kertas dan tinta.
Jika dunia Barat baru mengenal pabrik
kertas pada 1276 di Fabrino, Italia, dan seabad kemudian berdiri pabrik kertas
di Nuremberg, Jerman, dunia Islam telah mengembangkan kertas sebagai bahan
utama untuk memproduksi buku sejak 793 M. Percetakan kertas pertama di Baghdad
didirikan pada 793 M, era Khalifah Harun al-Rasyid dari Daulah Abbasiyah.
Setelah itu, pabrik-pabrik kertas segera bermunculan di Damaskus, Tiberia,
Tripoli, Kairo, Fez, Sicilia Islam, Jativa, Valencia dan berbagai belahan dunia
Islam lainnya.
“Pembuatan kertas telah menciptakan
revolusi kultural,” papar Ahmad Y al-Hasan dan Donald R Hill dalam Islamic
Technology: An Islamic History. Betapa tidak, sejak saat itulah produksi buku
berkembang begitu pesat di dunia Islam.
Pada masa itu, buku terdapat di
mana-mana. Tak cuma itu, profesi penjual buku pun menjamur. “Produksi kertas
tak hanya memberi rangsangan luar biasa untuk menuntut ilmu, tetapi juga
membuat harga buku semakin murah dan mudah diperoleh. Hasil akhirnya adalah
revolusi budaya,” cetus Ziauddin Sardar dalam Distorted Imagination.
Penulisan dan penerbitan buku secara
besar-besaran telah membuat kota-kota Muslim menjadi pusat peradaban.
Masyarakat Muslim pun begitu gemar membaca buku. Hal itu menyebabkan permintaan
buku menjadi sangat tinggi, bahkan di Kota Timbuktu, Mali, dan Afrika Barat
sekalipun.
Setiap orang berlomba membeli dan
mengoleksi buku. Sehingga, perdagangan buku menjanjikan keuntungan yang lebih
besar dibanding bisnis lainnya. Pada abad ke-12, misalnya, buku menjadi tiga
komunitas unggulan, setelah garam dan emas.
Proses penulisan dan penerbitan buku
pada era kekhalifahan boleh dibilang sangat unik. Pada era itu, sarjana dan
ulama menjadikan masjid sebagai tempat untuk menyusun buku. Sebelum sebuah buku
diterbitkan, seorang penulis atau ilmuwan harus mempresentasikan isi bukunya
kepada publik di masjid.
Sayangnya, perkembangan penerbitan buku
di dunia Islam dimatikan secara sistematis oleh penjajah dari Eropa. Ketika
teknologi cetak berkembang, ada semacam penolakan di dunia Islam. Hal itu
menyebabkan perkembangan percetakan Islam tertinggal jauh dibandingkan dunia
Barat yang telah memulainya sejak abad ke-17 M.
Percetakan buku-buku bertema agama Islam
baru terjadi di dunia Islam pada paruh kedua abad ke-19 M. Geliat aktivitas
percetakan Islam itu mulai terjadi pada Kesultanan Usmaniyah di Turki dan Iran.
Penerbitan dan percetakan buku di dunia
Islam bertambah marak ketika mesin cetak litografis diperkenalkan pada 1850 M.
Sehingga, percetakan dan penerbitan buku menjadi lebih murah. Pada masa itulah,
di Iran, Turki, dan Mesir, penerbitan buku-buku bertema agama berkembang pesat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...