Oleh : Abu Fathi Arijulmanan
Paradigma Tauhid adalah landasan bagi penumbuhkembangan
karakter insan muslim dalam segala sendi kehidupan, termasuk didalamnya pengelolaan sumberdaya insani. Hal ini sangat mendasar karena sebuah konsep
tanpa landasan yang kokoh maka dia akan menjadi sesuatu yang rapuh “termakan”
atau terpengaruh oleh variabel-variabel lainnya.
Paradigma Tauhid dalam hal ini adalah berbicara tentang
Aqidah Islamiyah. Definisi Aqidah
mengacu pada Lisaanul ‘Arab karya Ibnu Manzhur dan Mu’jamul Wasiith yang
dikutip oleh Yazid Jawas, Aqidah menurut bahasa berasal dari kata “al-‘Aqdu yang berarti ikatan, at-Tautsiqu yang berarti kepercayaan
atau keyakinan yang kuat, al-Ihkamu
artinya mengokohkan/menetapkan, dan ar-rabthu
biquwwah yang berarti mengikat dengan kuat. Sedangkan menurut istilah adalah iman yang
teguh dan pasti,yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya.[1]
Sehingga dalam penjelasan yang lebih luas , dikemukakan
bahwa Aqidah Islamiyah adalah : Keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada
Allah SWT dengan segala pelaksanaan kewajiban bertauhid (Tauhid
Rububiyyah,Tauhid Uluhiyah dan Asma’ dan Shifat Allah) dan taat
kepada-Nya,beriman kepada Malaikat-Malaikat-Nya, Rasul-rasul-Nya,Kitab-kitab-Nya,hari
akhir, taqdir baik dan buruk dan mengimani seluruh apa-apa yang sudah shahih tentang Prinsip –prinsip Agama
(Ushuluddin), perkara-perkara yanmg ghaib,beriman kepada apa yang menjadi ijma’
(konsensus) dari Salafus Shalih,serta seluruh berita-berita qath’i (pasti),baik secara ilmiah maupun secara amaliyah yang
telah ditetapkan menurut al-Quran dan as-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafus
Shalih[2]
Dengan acuan terhadap definisi Aqidah sebagaimana telah
dijelaskan dimuka, maka tatkala manajemen sumberdaya insani adalah juga bagian dari aktifitas seorang muslim yang
terkait dengan kehidupan didunia dan diakhirat , maka pemahaman terhadap aqidah
menjadi sebuah keniscayaan.
Dalam penjelasan lain, disebutkan bahwa tatkala seorang
muslim melakukan aktivitas kehidupannya termasuk
didalamnya adalah dengan bekerja menjadi karyawan, makan
sesungguhnya dia juga sedang berada dalam aktivitas untuk mempersiapkan bekal
bagi kehidupan sesudah mati, tanpa melupakan kewajiban-kewajibannya, baik
terhadap dirinya,terhadap sesama manusia dan terhadap alam lingkungannya
sebagai khalifah Allah SWT dimuka bumi.
Seorang muslim yang bekerja pun akan senantiasa mempertimbangkan akibatnya pada hari
kemudian, artinya
menurut dalil ekonomii, orang akan membandingkan
manfaat dan biaya (benefit-cost) dalam memilih kegiatan ekonomi dengan
menghitung nilai sekarang dari hasil yang akan dicapai pada masa
mendatang. Hasil kegiatan mendatang ini
adalah semua yang diperoleh baik sebelum maupun sesudah mati.[3].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...