Oleh : Abdullah
SEJARAH PASAR
BEGOG
Kota Banten, atau
Bantahan menurut sebutan negara Barat, dikenal sebagai kota
metropolitan sekaligus kota yang produktif. Karena dilihat dari
sarana dan pra sarana sejak dulu seperti Pelabuhan Karangantu yang
menarik para pedagang Eropa dan Asia. Menurut Cornelis de Houtman
asal Belanda pada tahun 1596 Banten disebut Kota Pelabuhan dan
Perdagangan yang sama besar dengan Kota di Amsterdam saat itu, sama
pula yang diungkapkan oleh Vincent Leblanc asal Perancis
waktu tiba di Banten pada abad 16, beliau mencari hasil bumi terutama
LADA dan beliau berucap bahwa Kota Banten ini hampir sama dengan Kota
Rouen di negerinya yang ramai dengan para pedagang. Sebelum Banten
menjadi Kota Muslim, Banten terkenal dalam perdagangan Ladanya yang
menjadi daya tarik bangsa Eropa. Pada tahun 1522 Protugis mengadakan
perjanjian dagang dengan para pengusaha Banten, saat itu Banten masih
dibawah Kerajaan Pajajaran yang beragama Hindu.
Perdagangan lada ini
begitu ramai dan menguntungkan, sehingga para sultan Banten
mengambil strategi untuk mengendalikan sepenuhnya komoditi tersebut.
Perdagangan lada di Banten sangat ramai karena mutu jenis lada di
Banten lebih baik dibadingkan mutu lada dari Malabar dan Aceh. Lada
ini lah yang sangat di gemari oleh bangsa Eropa termasuk bangsa
Spanyol yang mengintruksikan Magellan dan Portugal untuk mencari lada
di Banten pada tahun 1519, sebelum melakukan petualangannya untuk
mengelilingi dunia.
Para sultan
mengadakan tindakan pengetatan pada hasil produksi lada di Banten,
dengan cara menginstruksikan semua penduduk di pedalaman ataupun di
kota untuk membawa hasil lada mereka ke Kota Banten, untuk diolah
dengan standar mutu tinggi. Begitu pula penduduk di daerah Sumatera
diwajibkan untuk menanam 500 pohon lada dan hasilnya dikirimkan ke
Kota Banten. Di Banten pusat industri untuk produksi lada adalah di
Kampung Pamarican yang masih dikenal hingga kini. Dengan tindakan ini
bangsa Eropa menilai Banten sudah menjadi Imperium Lada.
Dengan
armadanya yang kuat akhirnya Banten mampu berdagang langsung dengan
Mekkah, India, Siam, Kamboja, Vietnam, Taiwan dan Jepang. Berita yang
paling meyakinkan tentang hubungan Banten dengan Eropa, India dan
Cina (FAVORIT PASTI ITIK) adalah dengan diketemukannya peta yang
dibuat oleh Claudius Ptolomeus. Peta ini dibuat pada tahun 165 M.
berdasarkan tulisan geograf Starbo (27 - 14 SM) dan Plinius (akhir
abad pertama masehi). Dalam peta ini digambarkan tentang jalur
pelayaran dari Eropa ke Cina dengan melalui: India, Vietnam, ujung
utara Sumatra, kemudian menyusuri pantai barat Sumatra, Pulau
Panaitan, Selat Sunda, terus melalui Laut Tiongkok Selatan sampai ke
Cina (Yogaswara, 1978: 21-38).
Barang yang
Diperjualbelikan di Pasar Begog
Pasar Begog termasuk
salah satu pasar tradisional yang terletak di Kampung Begog Kec
Pontang Kab. Serang Banten. Pengunjung pasar begitu ramai (biasa
pembeli penjual lalu lalang). Sebuah pasar kecil jauh dari keramaian
kota, dan pengunjung pembeli rata rata penduduk lokal. Penjual
sandang pangan, klontongan, baju, celana yang harganya relatif tidak
mahal, kue kue jajanan, mainan anak, sayur sayuran, ikan, ayam, itik,
daging kerbau dll. Tempat jualan pun sederhana hanya beralaskan dan
tiang dari bambu, plastik, terpal lusuh (tatanan pasar mirip di
cerita sinetron Angling Darma)
Di pasar
Begog, ada pedagang itik / daging itik (karkas) mereka menjual
layaknya seperti daging ayam, yaitu di kilo / di timbang. dan
kebiasaan ini sudah ada sejak dahulu. Saya perhatikan ada yang beli
satu ekor, untuk keluarga kecil (suami istri anak satu) mereka bisa
membeli setengah (satu ekor di belah dua) kemudian di timbang.
Hal kedua
yang unik lagi, perkilo daging itik rata rata, Rp. 35.000
(luar biasa)
Harga pasar
Jakarta saat ini lewat....!
Kalau dibandingkan
masalah harga antara pasar tradisional pada waktu itu dengan pasar
yang ada pada saat ini sangat berbeda kemajuannya. Pasar tradisional
saja seperti pasar begog yang mungkin sudah ada sejak Zaman Sultan
Ageng Tirtayasa tahun 1850 (masa masa ke Emasan KeSulthanan Banten,
yang wilayah kekuasaan dari Jayakarta sampai Palembang), dan mungkin
pasar ini sudah ada sebelum Gunung Krakatau Meletus. tetapi konsep
perdagangan daging itik sudah sangat modern dan sangat menguntungkan
peternak. dibandingkan saat ini tidak seimbang dengan harga pakan (
makanan ternak ) dan penawaran pembeli. Kalau memang sejak dahulu
penjualan daging itik ditimbang dan harganya disesuaikan seperti di
atas pastinya Peternak itik Indonesia akan mampu menyekolahkan anak -
anaknya menjadi dokter, bidan, kuliah di luar negeri. Kembali lagi
melihat kondisi pasar itik di kota kota besar..... saya pun
berpendapat lalu siapa orang yang bertanggung jawab merubah konsep
tatanan jual beli di atas dan tentunya saat ini merugikan peternak
itik...! di nusantara tercinta. Bagaimana solusi yang harus dicari?
apakah penjajah yang membuat pola baru, atau siapa?
Inilah Bukti –
Bukti Pengalaman yang Dikutip dari Sejarah Banten :
1. KeSultanan Banten
dahulu pernah mengeluarkan mata uang dan berlaku di Eropa abad ke 17
(1580). Bertulis kan Pangeran Ratou Ing Bantam.
2. Numismatika,
berupa koleksi mata uang, baik mata uang asing maupun mata uang yang
dicetak oleh masyarakat Banten. Mata uang yang pernah dipakai sebagai
alat tukar yang sah dalam transaksi jual beli ketika itu adalah
caxa/cash, mata uang VOC, mata uang Inggris, tael dan mata uang
Banten sendiri.
3.Masih tersimpan
mesin pencetak uang Oridab (Oeang Republik Indonesia Daerah Banten),
yang digunakan selama masa pergerakan kemerdekaan. Ini terlihat jelas
bahwa sejak zaman dahulu Banten mengalami zaman keemasan, Sultan
Banten merupakan awal dari peradaban moderen terlihat dari bukti para
peneliti tentang mata uang yang beredar pada masa itu, zaman yang
harus kita kenang karena Banten masa keemasan memiliki data tarik
yang tinggi dan tidak bisa diangap remeh oleh masyarakat indonesia
terbukti dari hasil penelitian. Dari hasil penelitian terlihat di
gambar mata uang kertas masjid dan menara Banten Lama, dan dari hasil
study di Belanda ditemukannya mata uang Banten yang sudah cukup tua
serta mereka menjaga dan melestrarikan di museum di Denhag.
4. Etnografika,
berupa koleksi miniatur rumah adat suku Baduy, berbagai macam senjata
tradisional, dan peninggalan kolonial seperti tombak, keris, golok,
peluru meriam, pedang, pistol, dan meriam. Ada juga koleksi pakaian
adat dari masa kesultanan Banten, kotak peti perhiasan dan alat-alat
pertunjukkan kesenian debus.
5.Keramologika,
berupa temuan-temuan keramik, baik itu keramik lokal maupun keramik
asing. Keramik asing berasal dari Birma, Vietnam, Cina, Jepang, Timur
Tengah, dan Eropa. Masing-masing keramik memiliki ciri-ciri khas
sendiri. Keramik lokal lebih dikenal sebagai gerabah yang diproduksi
dan berkembang di Banten. Gerabah tersebut biasa digunakan sebagai
alat rumah tangga, bahan bangunan, serta wadah pelebur logam yang
biasa disebut dengan istilah qowi.
6.Seni rupa, berupa
hasil reproduksi lukisan atau sketsa yang menggambarkan aktivitas
masyarakat di Banten masa itu. Di antaranya yang terkenal adalah
lukisan peta yang menggambarkan posisi Kesultanan Banten pada abad
ke-17. Terdapat pula reproduksi lukisan duta besar Kerajaan Banten
untuk Kerajaan Inggris, yakni Kyai Ngabehi Naya Wirapraya dan Kyai
Ngabehi Jaya Sedana yang berkunjung ke Inggris pada tahun 1682.
Reproduksi kartografi Banten in European Perspective, lukisan-lukisan
yang menggambarkan suasana di Tasikardi dan diornamen latihan perang
prajurit Banten.
7.Meriam Ki Amuk.
Meriam yang berusia lebih dari empat ratus tahun itu beratnya
mencapai tujuh ton dan panjang sekitar 2,5 meter. Konon karena belum
ada penelitian ilmiahnya. Ki Amuk punya kembaran yang bernama Ki
Jagur yang sekarang sekarang berada di Museum Fattahillah Jakarta.
Terdapat pula sebuah artefak bekas penggilingan lada yang terbuat
dari batu padas yang sudah tak utuh lagi. Konon, mesin penggiling
lada inilah yang menjadikan Banten sukses sebagai pengekspor lada
terbesar di Asia Tenggara.
8.Syaikh Nawawi
al-Bantani al-Jawi sangat kesohor. Disebut al-Bantani karena ia
berasal dari Banten, Indonesia. Beliau bukan ulama biasa, tapi
memiliki intelektual yang sangat produktif menulis kitab, meliputi
fiqih, tauhid, tasawwuf, tafsir, dan hadis. Jumlahnya tidak kurang
dari 115 kitab dan sampai saat ini kitab Beliaupun masih dipakai
sebagai kurikulum wajib di Univ Al Azhar Cairo, dan timur tengah.1
1
Halwany, Michrob,
(1989), Catatan Sejarah & Arkeologi : Ekspor Impor di Zaman
Kesultanan Banten, Kadinda Serang,(1991),
The
Shift of The
Karangantu-Market Site in Banten Lama
(1993), Catatan Masa
Lalu Banten.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...