Senin, 01 Agustus 2022

Siswi Muslimah Tak Mau Berjilbab: Salah Siapa?

Oleh: Misno Mohd Djahri

 


Sebuah berita kembali beredar di tengah masyarakat Indonesia, seorang siswi kelas 10 di SMAN 1 Banguntapan menangis hingga lemas di toilet sekolah, setelah katanya “dipaksa” untuk memakai jilbab. Kronologinya adalah ketika Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS), ia dipanggil oleh guru Bimbingan Koseling (BK) dan dinasehati serta diajarkan cara memakai jilbab. Namun kemudian dia minta izin ke toilet dan menangis di sana, siswi ini mengalami depresi hingga kemudian menjadi berita yang segera menyebar “Siswi depresi karena dipaksa memakai jilbab…”.  

Berita ini kemudian menyebar dan memunculkan kontroversi, ada yang membela siswi tersebut karena dianggap memaksa dan melanggar hak asasi manusia, ada juga yang menyalahkan siswi tersebut karena tidak mau mengikuti peraturan sekolah dan agamanya. Di dunia maya muncul ajakan “Kembalikan Seragam Sekolah” yang maknanya kurang lebih siswa dan siswi harus menggunakan seragam sekolah, Adapun menggunakan jilbab itu hanya pilihan saja. Berita ini semakin panas dan digoreng media karena membawa Islam dan syariahnya yang selalu dianggap kontroversial. Apalagi beritanya sangat menarik “siswi depresi karena dipaksa memakai jilbab”.

Orang-orang dan kelpmpok yang tidak suka dengan Islam akan terus mengejar berita ini dan menyebarkannya, “Tuh lihat… Islam memaksa siswi pakai jilbab, melanggar HAM”. Ada juga kalangan liberal yang selalu memancing di air keruh “Jilbab itu khan beda pendapat, ada yang mewajibkan ada yang tidak, ada ulama di Indonesia juga anaknya tidak berjilbab”, itu pembelaan dari orang-orang liberal yang selalu mencari muka dan sengaja memperkeruh suasana. Sementara mereka yang benci dengan Islam akan terus menyerang dengan berbagai strategi, pelanggaran Hak Asasi Manusia, Perlindungan Anak, Seragam Sekolah, Indonesia bukan negara Islam, Sekolah tidak boleh memaksa anak siswi berjilbab dan berjuta alasan lainnya. Semua berujung kepada kebencian mereka terhadap Islam dan syariahnya, hingga segala strategi dilakukan untuk menghancurkan Islam.

Lepas dari semua itu, bahwa sejatinya Islam telah memberikan aturan yang jelas mengenai kewajiban jilbab bagi Muslimah yang sudah baligh. Firman Allah Ta’ala dalam QS. Al-Ahzab: 59 jelas mewajibkannya “Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha penyayang.” Demikian pula dalam QS. An-Nur: 31 “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak daripadanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita.”. selain itu banyak hadits dan juga pendapat ulama yang menunjukan wajibnya berjilbab bagi Muslimah.

Pertanyaannya adalah “Siapa yang salah ketika ada kasus seperti ini?”, tentu saja kita tidak boleh menyalahkan pihak-pihak tertentu tanpa melihat lebih detail permasalahan tersebut. Tapi melihat dari tanggungjawabnya maka pihak pertama yang bertanggungjawab dalam hal ini adalah orang tuanya. Keduanya bertanggungjawab dunia akhirat terhadap anak-anak perempuannya termasuk dalam pemakaian jilbab. Ayah menjadi penanggungjawab utama, ia harus menyuruh, mengajarkan dan memberikan kesadaran kepada putri-putrinya untuk berjilbab, tentu saja termasuk ibunya dan keluarga dekatnya. Pada kasus ini ayahnya telah membelikan jilbab untuk putrinya tersebut, sehingga bisa jadi dia telah berusaha agar anaknya tersebut memakai jilbab, salah satu buktinya adalah ia menyekolahkan anaknya di sekolah tersebut karena tahu di sana sangat ditekankan bagi siswi muslimah untuk berjilbab.

Penanggungjawab berikutnya adalah guru dan pengajarnya di sekolah, karena orangtuanya telah menyerahkan anaknya ke sekolah maka guru bertanggungjawab untuk mendidiknya. Salah satu pendidikan yang penting adalah menyuruhnya untuk berjilbab, apalagi apabila dia sudah baligh. Sekolah yang ada dalam berita tersebut memang sangat menekankan agar siswi Muslimah berjilbab, sebagai salah satu bentuk Pendidikan yang merupakan tugas dan tangguungjawab mereka. Maka kita tidak bisa menyalahkan kepala sekolah dan guru yang “menekankan” siswi Muslimah untuk berjilbab. Alasan bahwa itu adalah sekolah negeri bukan sekolah Islam sejatinya tidak kuat dan dengan mudah dibantah, pemerintah sendiri telah memberikan alternatif seragam berjilbab bagi siswa muslimah. Jika ada satu sekolah yang sangat menekankan hal ini maka ini adalah salah satu dari kebijakan yang harus didukung. Tentu saja unsur pendidikan harus dikedepankan, bahwa memang tidak semua siswi muslimah mau berjilbab, tapi bukan berarti membolehkannya tapi dengan terus mendidiknya dan mengajarkan untuk berjilbab mudah-mudahan ia dengan ikhlas akan memakai jilbab. Karena pemakaian jilbab sejatinya salah satu dari cara dalam mendidik mereka, agar sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu insan yang beriman serta bertaqwa terhadap yang kuasa yang Maha Esa serta berbudi pekerti luhur, mempunyai pengetahuan serta keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yg mantap serta berdikari serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan serta kebangsaan.

Maka semua pihak bertanggungjawab dalam pemakaian jilbab bagi Muslimah, oranng tua khususnya bapak bertanggungjawab penuh agar mendidik anak putrinya untuk berjilbab, sebagai firman Allah Ta’ala dalam QS. At-Tahrim: 6 “Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.”. salah satu menjaga keluarga dari api neraka adalah dengan memerintahkan anak perempuan yang sudah baligh untuk memakai jilbab. Selanjutnya adalah ornag-orang terdekat dari seorang Muslimah yang bertanggungjawab memerintahkan, mengajak, mendidik dan menyuruh untuk mereka memakai jilbab. demikian pula guru, kepala sekolah, ustadz, ustadzah dan semua yang terlibat dalam dunia Pendidikan, mereka bertanggungjawab untuk mendidiknya, salah satunya adalah dengan mengajarkan mereka untuk memakai jilbab.

Apabila orang tua, kerabat, guru, dan masyarakat sudah berusaha secara maksimal dan terus-menerus untuk mengajak Wanita Muslimah memakai jilbab namun ternyata Muslimah tersebut tidak mau maka sudah lepas tanggungjawabnya. Ia hanya dituntut untuk terus menasehatinya, bisa dengan kekuasaannya, dengan lisannya dan dengan hatinya. Orang tua yang telah berusaha untuk mengajarkan dan memerintahkan anak putrinya untuk memakai jilbab namun ternyata anak tersebut tidak mau hingga dewasa maka lepas sudah tanggungajwabnya. Ia hanya memiliki kewajiban untuk terus memperingatinya, jika ia telah dewasa maka dosanya akan dipikul sendiri sedangkan kedua orang tuanya tidak ikut dosa selama keduanya terus berusaha. Hal ini berlaku juga untuk guru dan orang-orang pada umumnya. Memaksa dalam makna yang beretika tentu tidak menjadi masalah, tidak melanggar HAM karena ini merupakan tanggungjawab bersama. Kalau memaksa dengan kekerasan tentu ini juga harus dilihat dulu, seperti apa kekerasannya, apakah sekadar mengancam atau berniat menyakiti.

Jika ada seorang Muslimah yang sampai depresi karena tidak mau Ketika diperintahkan untuk berjilbab maka banyak faktor yang bisa menjadi penyebabnya. Bisa karena Pendidikan dalam keluarganya, kedua orang tua dan lingkungannya atau teman-teman yang dekat dengannya. Maka dalam hal ini para orang tua harus betul-betul menjaga anak putrinya, mendidiknya di rumah, mencari teman-teman dan lingkungan yang baik dan selalu menasehatinya agar memakai jilbab. Pemaksaan dalam konteks mendidik bagi orang tua menurut saya tidak masalah, dan Ketika hingga dewasa ia tidak mau memakai jilbab dan orang tua sudah terus-menerus memerintahkannya maka itu menjadi dosa bagi anak tersebut yang sudah dewasa tidak mau berjilbab.

Jadi, tidak ada yang perlu disalahkan, selama orang tua sudah optimal mendidik dan menyuruh anak putrinya untuk berjilbab. Demikian pula guru tidak salah Ketika menekankan siswi Muslimah untuk berjilbab karena itu merupakan salah satu dari cara mendidik. Kesalahan adalah mereka yang tidak suka dengan Islam dan syariahNya kemudian menyebarkan ke masyarakat dengan berdalih dengan hak asasi manusia dan perlindungan anak. Wallahu’alam. 01082022.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...