Oleh Ummu Reza
Secara bahasa halaqoh artinya lingkaran dan liqo` artinya pertemuan. Sedang secara istilah halaqoh berarti pengajian dimana orang-orang yang ikut dalam pengajian itu duduk melingkar. Dalam bahasa lain bisa juga disebut majelis ta'lim atau forum yang bersifat ilmiyah.
Tetapi halaqoh yang saya maksud di sini berbeda dengan halaqoh yang ada di majelis ta'lim atau majelis ilmu. Halaqoh di sini sering kita jumpai di pinggir-pinggir jalan. Bisa jadi di perkampungan atau di perumahan. Mereka berkumpul, ngeriung sambil duduk di pinggir jalan. Tiap menit, tiap jam, tiap hari selalu berganti topik. Topik hari ini tentang fulan, menit berikutnya tentang fulana, jam berikutnya tentang keluarganya, bila kehabisan topik, suami/istri mereka dijadikan topik pembicaran. Nikmatnya lagi halaqoh di sini sambil disuguhi rujakan atau makanan kecil. Adzan pemanggil shalat pun mereka abaikan. Mereka berasik masyuk dengan suguhan yang ada dan diiringi dengan candaan. yang penting hati senang dan bisa tertawa. Na'udzubillahi min dzalik.
Duduk-duduk di pinggir jalan sambil nongkrong, ngobrol atau makan dan minum sudah menjadi kebiasaan hampir mayoritas penduduk di negeri ini. Siapapun pasti senang melakukannya, baik dengan sengaja ataupun tidak.
Dibalik kebiasaan ini, mereka lupa bahwa apa yang mereka lakukan itu mengganggu pengguna jalan yang berlalu lalang di sana, padahal Dienul Islam telah menyinggung masalah ini sejak dulu. Mari sejenak kita Renungkan hadits di bawah ini.
Dari Abu Sa’id al-Khudriy radhiallaahu 'anhu bahwasanya Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: “Janganlah kalian duduk-duduk di (pinggir-pinggir) jalan!”. Lalu mereka berkata: “wahai Rasulullah! Kami tidak punya (pilihan) tempat duduk-duduk untuk berbicara (disana)”. Beliau bersabda: “bila tidak bisa kalian hindari selain harus duduk-duduk (di situ) maka berilah jalan tersebut haknya!”. Mereka berkata: “Apa hak jalan itu, wahai Rasulullah?”. beliau bersabda: “memicingkan pandangan, mencegah (adanya) gangguan, menjawab salam serta mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran”. (H.R. Muttafaqun ‘alaihi).
Hadits diatas menunjukkan kesempurnaan dienul Islam dalam syari’at, akhlaq, etika, menjaga hak orang lain serta dalam seluruh aspek kehidupan. Asal hukum terhadap hal yang berkenaan dengan “jalan” dan tempat-tempat umum adalah bukan untuk dijadikan tempat duduk-duduk, karena implikasinya besar, diantaranya adalah dapat menimbulkan fitnah, mengganggu orang lain baik dengan cacian, kerlingan ataupun julukan, mengintip urusan pribadi orang lain, membuang-buang waktu dengan sesuatu yang tidak bermanfaat.
Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak tergelincir dua kaki seorang hamba pada hari kiamat sehingga Allah menanyakan empat hal: Umurnya, untuk apa selama hidupnya dihabiskan; Waktu mudanya, digunakan untuk apa saja; Hartanya, dari mana dia mendapatkan dan untuk apa saja dihabiskannya; Ilmunya, apakah diamalkan atau tidak.” (HR. Tirmidzi )
Dari dua hadits di atas kita dapat ketahui bagaimana sempurnanya ajaran Islam yang haq ini. Bila sudah tau ilmunya, maka sedikit demi sedikit kita mulai untuk belajar memperbaikinya. Sebelum malaikatul maut menjemput, tidak pernah ada kata terlambat untuk kebaikan. Di akhir tulisan ini, saya tuliskan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasalam untuk pengingat kita semua agar tidak lalai terhadap waktu.
“Ada dua nikmat yang mayoritas orang merugi pada keduanya, yaitu (nikmat) sehat dan waktu luang.” (HR. Al Bukhari dari Ibnu Abbas)
Wallahu A'lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...