Oleh : Abu Aisyah
Kehidupan itu bagaikan roda yang berputar, kadang kita berada di atas dan kadang di bawah, hari ini kita miskin di lain waktu kita kaya. Perputaran roda kehidupan sendiri tidak ada yang mengetahui kecuali Allah ta'ala. Sebagai hamba kewajiban kita adalah mengimani dan yakin bahwa setiap yang menimpa kita adalah jalan terbaik yang Dia ciptakan.
Jika hidup serba berkecukupan tentu kita akan merasa nyaman dengannya, mudah beribadah, tenang dalam menjalani kehidupan dan untuk berbuat kebajikanpun mudah tentunya dengan wasilah harta yang kita miliki. Ingin berangkat haji mudah karena ada biaya, ingin umrah juga mudah ingin berzakat dan membantu anak yatim juga mudah. Intinya dengan harta yang kita miliki semua kegiatan ibadah akan terasa lebih mudah, sehingga menikmati hidup kaya adalah sesuatu yang biasa.
Bagaimana jika keadaan ekonomi kita serba kekurangan, untuk makan hari ini saja harus banting tulang, biaya sekolah anak juga hutang tidak ada tabungan untuk persiapan jika musibah datang. Tak ada pikiran untuk berangkat haji yang biayanya semakin tinggi dan tidak terjangkau lagi. Bagaimana jika keadaan kehidupan kita miskin, apakah kita masih bisa menikmati kehidupan ini?
Menikmati miskin adalah proses dari pengalaman kehidupan yang menjadi bagian tak terpisahkan dari keimanan. Ketika seseorang beriman, seharusnya ia yakin bahwa Allah ta'ala telah menetapkan rizqi hamba-hambaNya sehingga seseorang tidak akan kehilangan rizqi yang telah Allah ta'ala tetapkan bagiNya. Inilah prinsip prinsip pertama yang harus ada dalam diri kita, “Kemiskinan adalah takdirNya” kalimat ini terasa kmenyakitkan jika dibaca secara bahasa, namun bukan itu yag dimaksud. Kemiskinan adalah salah satu dari takdir Allah ta'ala sehingga tidak usah kita merasa berduka denganNya. Bahkan seharusnya kita dalam hati yakin bahwa ini adalah takdirNya.
Tentu saja ini terkesan teoritis, namun saya sendiri pernah merasakannya betapa hidup itu terasa “kurang”, makan seadanya untuk makan dengan ayam saja harus menunggu lebaran. Tentunya yang diperlukan bagi orang-orang miskin adalah keimanan yang mendalam untuk menghadapi kemiskinan ini. Penuh kesabaran dan selalu bersyukur dengannya adalah solusi utama.
Dalam prakteknya tentu akan sangat sedikit orang miskin yang dapat menikmati kemiskinannya. Apalagi di tengah masyarakat dengan gaya hidup materialisme, segala sesuatu ditentukan oleh uang. Sehingga uang bagaikan tuhan yang menentukan segala sendi kehidupan, mau makan pakai uang, mau minum pakai uang, buang hajat pakai uang, naik haji pakai uang semuanya serba uang. Apakah hanya dengan uang kita bisa menikmati kehidupan? Tentu saja tidak bahkan dengan iman dengan takdirNya kita bisa menikmati kemiskinan.
Menikmati miskin dalam Islam selanjutnya adalah bahwa dalam Islam kemiskinan bukanlah sebuah aib atau kekurangan. Berprinsip pada keyakinan pertama maka kemiskinan yang menimpa seseorang bukanlah sebuah cela baginya, apa bedanya orang kaya dengan orang miskin? Keduanya sama-sama akan dimintai pertanggungjawabannya. Orang kaya tentu dalam penghitungan tanggung jawab di akhirat akan lebih lama karena banyaknya harta yang harus dipertanggungjawabkannya. Sementara orang miskin akan lebih cepat hisab (penghitungan) amalnya karena tidak banyak harta yang harus dipertanggungjawabkan. Nah.... mereka yang lebih dulu masuk surga adalah mereka yang tanggung jawabnya tidak banyak, termasuk hartanya yang tidak ada.
Selain itu syariat Islam juga menjadikan kemiskinan sebagai bala' (cobaan), maka siapa saja yang lulus dengan cobaan ini tentu ia akan mendapatkan kebahagiaan yang tiada tara. Cobaan yang dimaksud adalah dengan sedikitnya harta yang diberikan kepadanya sehingga bisa jadi hidup terasa sempit dan serba kekurangan. Jika orang kaya dicoba dengan banyaknya harta, maka orang miskin dicoba dengan kekurangan harta, semuanya sesuai kehendakNya.
Karena kemiskinan adalah takdirNya tentu ada hikmah yang tersembunyi yang tidak semua manusia memahaminya. Bisa jadi orang-orang kaya mengetahui hikmahnya, misalnya ketika tidak ada orang miskin tentu orang-orang kaya akan kesusahan untuk menyalurkan zakat, infak dan shadaqahnya. Demikian pula berapa banyak ayat-ayat yang berbicara tentang kewajiban untuk mengasihi orang-orang miskin akan mubadzir karena ketidakadaan mereka. Pemikiran ini tentu saja tidak membiarkan kemiskinan itu selalu ada di sekitar kita, menikmati miskin sendiri bukan berarti pasrah dengan kemiskinannya. Kembali ke prinsip awal bahwa kehidupan bagaiman roda maka kemiskinan juga akan berselang dan berputar, ini tentunya jika kita selalu berusaha dan bertawakal padaNya.
Secar ringkas dapat disimpulkan bahwa menikmati miskin adalah suatu seni dalam menikmati kehidupan, ia memiliki beberapa rincian :
1.Mengimani bahwa kemiskinan adalah takdirNya, termasuk semua rizqi manusia telah ditetapkan
2.Menggali hikmah adanya kemiskinan
3.Kehidupan bagaikan roda kehidupan kadang kita berada di bawah dan kadang di atas
4.Kemiskinan bukanlah aib dalam Islam, ia adalah bala' (cobaan) bagi hambaNya
5.Seorang yang miskin akan lebih cepat hisabnya di akhirat
6.Adanya kemiskinan bukan berarti kita pasrah dengan takdirNya karena manusia diberikan kehendak untuk berusaha dan memperbaiki kehidupannya.
7.Bersabar dan selalu bersykur dalam menghadapi kemiskinan adalah seni dalam menikmati kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...