Oleh : Abu Aisyah
Cinta adalah sebuah kalimat penuh pesona, mengguncang jiwa, merasuk sukma, menggairahkan raga dan menjadikan hidup lebih bermakna. Benarkah cinta demikian adanya? Para pemuja cinta akan menjawab “Tentu saja”. Namun orang-orang yang telah merasakan dikhianati cinta akan menganggap cinta itu dusta. Ia hanya nafsu penuh hawa, dusta berbalut suka, nestapa berlapis pesona dan bencana berlumur cita.
Terlepas dari semua pemahaman tentang cinta, kita sering sekali merasa bahwa cinta membuat hidup kita lebih bermakna. Inikah cinta? Kenapa kita dapat merasakan hidup memesona dengannya? Sejatinya cinta adalah sebuah perasaan yang ada pada setiap makhlukNya, sebuah perasaan “suka” pada sesuatu yang didasari oleh berbagai kepentingan jiwa dan raga. Itulah makna cinta yang saya pahami untuk sementara. Jika demikian maka rasa cinta adalah suka karena ada rasa, antara suka dan rasa dalam arti suka atau cinta pada sesuatu karena ada rasa dalam jiwa dan raga yang ada. Maka bagaimana kita dapat menikmati cinta?
Setiap makhlukNya tentu memiliki rasa suka (baca:cinta), entah itu pada keluarga, pasangan dan sesuatu yang ada di luar dirinya. Pada beberapa kasus rasa suka ini berbalik ke arah kepada dirinya sendiri. Maka bisakah kita menikmatinya? Atau hanya ilusi yang akan binasa seiring berjalannya masa?
Cinta yang didasari atas kepentingan dunia tentu akan mudah binasa, ia akan hilang seiring hilangnya kepentingan itu. Ketika kita mencintai seseorang karena ada sesuatu pada dirinya yang membuat kita suka, maka ketika sesuatu hilang dari dirinya niscaya rasa cinta itu akan hilang pula. Jika demikian maka alasan “sesuatu” yang membuat rasa cinta kita senantiasa ada haruslah selalu ada sepanjang masa. Sesuatu yang yang menjadi sebab kecintaan kita haruslah abadi selamanya. Apakah ada yang abadi di dunia ini? Allah Sang Maha Abadi adalah satu-satunya Dzat yang terus hidup dan berdiri sendiri, Dia akan ada ketika suka dan duka menyapa. Inilah dasar yang seharusnya menjadi pijakan cinta.
Sehingga menikmati cinta berarti mendasarkan semua rasa tersebut kepada Sang Maha Pencipta, bukan hanya kepentingan dunia apalagi nafsu raga sementara. Demikian pula ia menjadi sebab kita menerima cinta dari semua manusia. Jika seseorang menyukai kita hanya karena dunia maka tolaklah cinta itu jika tak ingin terbelenggu dalam cinta palsu.
Permasalahannya adalah bagaimana kita mengetahui cinta seseorang yang bukan dusta? Ujilah ia, karena cinta sejati tak pernah mati, walau raga dalam bumi, ia akan terus bersemi hingga kembali berdiri di hadapan Ilahi......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...