Oleh : Bambang Sahaja
Pada sebuah kesempatan, sebut saja Hasan ditanya oleh seorang temannnya “Hasan, kamu mau berangkat haji?” hasa yang hanya pegawai biasa dengan penghasilan pas-pasan hanya berucap “kalau Niat sih ada, tapi realistis aja lah.... buat makan aja susah” katanya jujur.
Lain lagi dengan Ahmad, ia dibesarkan di keluarga yang kurang mampu, sehingga ketika ditanya “Kamu mau jadi orang kaya?” dia hanya menjawab “Saya mah orangnya realistis aja, nggak macam-macam, nikmati saja hidup ini”.
Realistis aja.... itulahh inti dari dari jawaban Hasan dan Ahmad. Mereka adalah orang-orang yang selalu berpikir logis dan tidak neko-neko (banyak angan-angan). Berpikir logi sendiri memandang bahwa semua yang ada di dunia adalah apa yang dapat dicerna oleh panca indra. Sehingga ketika ditanya mau berangkat haji atau tidak, dia akan menjawab “Realistis saja lah..... buat kebutuhan sehari-hari saja kurang” atau ajwaban Ahmad “Tidak usah banyak mengkhayal pengin jadi orang kaya, realistis saja....”
sepintas realistis adalah sifat orang “pintar” yang mengutamakan analisa pikiran atau logika, ia akan cenderung melihat sesuatu dengan panca indra dan apa yang dapat dicerna dengan otaknya. Memang ada yang salah dengan ini semua?
Sikap realistis telah mengabaikan dan menghilangkan sesuatu keadaan atas kendali Ar-Rahman. Tidak semua yang kita hadapi dapat dicerna oleh panca indra. Seseorang yang sakit parah dan diivonis oleh dokter hanya berumur beberapa hari saja, ternyata dengan izin Allah ta'ala ia dapat sembuh dan hidup dalam jangka waktu yang lama. Demikian juga seseorang yang mengalami tabrakan, secara logika dia akan meninggal, namun dengan kehendak Allah ta'ala ia tidak mengalami luka sedikitpun ketika tabrakan itu menimpanya.
Demikian pula seseorang yang secara logika tidak mungkin bisa berangkat haji seseorang yang tidak memiliki uang sepeserpun. Namun lagi-lagi kuasaNya telah mengantarkannya ke Makkah yang Mulia.
Semua itu adalah peristiwa yang tidak bisa dicerna oleh panca indra, tidak masuk logika dan tidak realistis lah ya..... semua itu terjadi dengan kehendakNya. Peristiwa-peristiwa itu juga sering kali terjadi di sekitar kita, bahkan saya sendiri telah mengalaminya. Apakah anda juga telah merasakannya juga?
Selama ini kita terlalu bangga dengan logika, sehingga sering kali kita menafikan apa yang disebut dengan “KuasaNya”. Pola pemikiran seperti ini sangat bahaya karena perlahan namun pasti telah mengikis nilai keimanan kita. Apa maksudnya? Seseorang yang mengandalkan logika bisa jadi cenderung melihat segala sesuatu yang nampak saja, padahal seperti kita ketahui bahwa kehidupan ini terdiri dari dua dimensi, dimensi nyata dan ghaib. Keimanan sebagai salah satu dimensi kehidupan haruslah kita yakini dan amalkan. Seseorang yang cenderung terpaku kepada logika akan melihat seala sesuatu dengan “ketajaman” logikanya. Padahal apa sih... kekuatan logika? Apalagi jika dihadapkan pada kuasaNya. Tak ada setetes airpun dibandingkan samudera ilmuNya. Jika demikian kenapa kita masih bangga dengan logika, dan kita lupa dengan kuasaNya.
Logika hanya digunakan untuk masalah dunia, tidak terkait dengan agama. Jika ia masuk ke dalam ranah agama bisa jadi agama ini akan rusak dan tidak lagi bermakna. Maksudnya adalah bahwa logika yang diciptakanNya memiliki keterbatasan jika sudah sampai kepada ranah agama apalagi masalah keimanan maka tidak ada baginya tempat.
Kembali ke pembahsan bahwa makna “Realistis Saja.... “ cenderung ke arah peniadaan KuasaNya sehingga menyandarkan segala sesuatu yang hanya bisa dicerna dengan panca indra. Sementara sesuatu yang sering kali kita lupa..... Allah Maha Kuasa sering kita lupakan. Karena itu janganlah kita terlalu bangga dengan logika, sehingga seolah-olah semua yang ada di dunia harus dapat dicerna olehnya, padahala semua yang ada di dunia adalah atas kehendakNya. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...