Oleh Ummu Reza
Umurnya belum genap 10 tahun, dia baru duduk di kelas 3 SD. Pertama kali bertemu dengan Mufidah di sebuah kajian, kebetulan dia duduk di sebelahku di shaf paling depan. Iseng aku bertanya, ‘Siapa namanya?”. “Mufidah” Jawabnya. “o…Kelas berapa?” Aku bertanya lagi. “kelas 3. Saya datang sama Abi, Umi ngga ikut, jagain adik. Adik saya ada 5”…Ah, Subhanalloh…Aku jadi teringat sabda Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam yang berbunyi, “Nikahilah wanita yang banyak anak lagi penyayang, karena sesungguhnya aku berlomba-lomba dalam banyak umat dengan umat-umat yang lain di hari kiamat (dalam riwayat yang lain : dengan para nabi di hari kiamat)”.
[Hadits Shahih diriwayatkan oleh Abu Daud 1/320, Nasa'i 2/71, Ibnu Hibban no. 1229, Hakim 2/162 (lihat takhrijnya dalam Al-Insyirah hal.29 Adazbuz Zifaf hal 60) ; Baihaqi 781, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 3/61-62]
[Hadits Shahih diriwayatkan oleh Abu Daud 1/320, Nasa'i 2/71, Ibnu Hibban no. 1229, Hakim 2/162 (lihat takhrijnya dalam Al-Insyirah hal.29 Adazbuz Zifaf hal 60) ; Baihaqi 781, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah 3/61-62]
Rasa kagumku mulai timbul pada anak ini. Tanpa aku tanya Mufidah terus bercerita tentang tempat tinggalnya, sekolahnya dan adik-adiknya. Tak lama kajianpun dimulai, aku pun mulai menyiapkan alat tulis untuk mencatat materi kajian. Begitu pula dengan Mufidah, gadis kecil ini dengan tekun mendengarkan dan mencatat apa yang disampaikan Ustadz. Sesekali aku melirik ke arahnya. Dia masih sibuk menulis materi kajian, kadang dia tertinggal, sesekali dia melirik ke arah catatanku. Aku tersenyum. Buku catatan aku geser agar lebih dekat dengan dia. Mufidah sedikit tersipu…Ah…anak ini telah membuat air bening di mataku sedikit meluap. Aku begitu terharu. Ibu siapa yang tak bangga mempunyai anak sholihah seperti Mufidah.
Aku usap punggungnya sambil berkata, “Belajar yang rajin ya nak..”. Dia hanya mengangguk dan masih sibuk mencatat dalil-dalil yang disampaikan Ustadz pemateri kajian hari itu. Aku membayangkan seandainya Mufidah adalah anakku, betapa bahagianya aku. Datang ke kajian bersama, duduk berdampingan sambil lirik-lirikan hasil catatan materi kajian. Ah..Indahnya.
“Permen Ummu…” Mufidah membuyarkan lamunanku , dia menawarkan permen kepada ku. Aku menolaknya dengan halus… “Makasih, untuk kamu aja ya..nanti buat di jalan. Rumah mufidah kan masih jauh di bekasi”. Subhanalloh anak ini...Tak terasa airmataku mengalir di balik cadarku. Ah..untung saja airmata yang mengalir di pipiku ini tidak kelihatan, coba kalau kelihatan, kan malu sama Mufidah.
Kajian hari ini selesai sudah, dilanjutkan shalat berjama’ah. Tapi aku kehilangan mufidah, entah di shaf mana shalatnya. Pastinya kajian hari itu begitu spesial. Sampai di rumah, aku ceritakan pada anak-anakku. Memberikan motivasi kepada mereka untuk lebih giat lagi menuntut ilmu syar’i. Dengan menuntut ilmu syar’i kita dapat mengetahui bagaimana cara beribadah yang benar, karena Islam adalah agama yang sempurna, semua aspek kehidupan pun di atur di sana. Islam itu indah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Barangsiapa meniti satu jalan untuk mencari ilmu, niscaya –dengan hal itu- Allah jalankan dia di atas jalan di antara jalan-jalan surga. Dan sesungguhnya para malaikat membentangkan sayap-sayap mereka karena ridha terhadap thalibul ilmi (pencari ilmu agama). Dan sesungguhnya seorang alim itu dimintakan ampun oleh siapa saja yang ada di langit dan di bumi, dan oleh ikan-ikan di dalam air. Dan sesungguhnya keutamaan seorang alim atas ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama daripada seluruh bintang-bintang. Dan sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi. Para Nabi itu tidak mewariskan dinar dan dirham, tetapi mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah mengambil bagian yang banyak." (HR. Abu Dawud no. 3641 dan ini lafazh-nya; Tirmidzi no. 3641; Ibnu Majah no. 223; Ahmad, 4/196; Darimi no. 1/98. Dihasankan Syaikh Salim al-Hilali di dalam Bahjatun Nazhirin, 2/470, hadits no. 1388).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...