Oleh : Abu Aisyah
Siapa bilang hidup kaya itu enak, siapa bilang hidup kaya itu menyenangkan dan siapa bilang hidup kaya itu penuh dengan kedamaian dan kebahagiaan? Ternyata kekayaan tidak bisa menjamin kebahagiaan seseorang. Kekayaan bahkan menjadi fitnah (cobaan) yang sering kali menggelincirkan manusia kepada kekufuran, kemaksiatan dan berbagai bentuk perbuatan yang tidak membawa kemanfaatan.
Allah ta'ala berfirman bahwa anak-anak dan kekayaan adalah fitnah, hal ini disebutkan dalam firmanNya :
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ ۚ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar” QS Ath-Thaghabun : 15.
Jika harta adalah fitnah (cobaan) maka bagaimana cara menjadikan cobaan itu menjadi wasilah untuk mengantarkan kita kepada ridhaNya?
Sebagai sebuah amanah maka harta yang ada pada kita akan dimintai pertanggunjawabannya. Maka agar kita dapat menikmati kekayaan itu maka hal pertama yang harus diingat bahwa kekayaan tersebut di akhirat akan ditanya dari mana mendapatkannya dan ke mana dibelanjakan. Dua pertanyaan yang seharusnya menjadikan kita ingat bahwa kekayaan kita adalah pemberian dan bentuk kasih sayang dari Ar-Rahman. Ketika kekayaan tersebut berasal dari hasil yang tidak halal maka ia akan dimintai pertanggungjawaban. Demikian juga bila harta tersebut dibelanjakan pada hal-hal yang menjauhkan diri dari jalan Allah ta'ala tentu ia akan menjadi bala' di akhirat sana.
Saya punya seorang teman ayahnya adalah seorang Profesor di sebuah Perguruan Tinggi Negeri terkenal, sementara anak-anaknya semuanya berkuliah di berbagai perguruan tinggi favorit. Kehidupan mereka jelas berada di atas kehidupan orang-orang kaya. Jumlah rumah mereka lebih dari tiga, kendaraan dan berbagai kekayaan yang sulit dihitung. Namun apa yang terjadi, justru keluarga ini berantakan karena iman di dalamnya tidak tertanam. Keadaan ini terus berlanjut hingga anaknya yang sudah menjadi dokter dan bersuamikan dokter juga berumah tangga, ternyata rumah tangga mereka juga penuh dengan bencana dan rumah tangga yang tidak rukun dan sejahtera. Anaknya yang laki-laki terkena serangan struk dan yang perempuan menjadi anak yang durhaka kepada orang tuanya.
Inti dari kisah mereka adalah bahwa harta tidak menjamin kebahagiaan dan kedamaian keluarga. Mereka tidak bisa menikmati kekayaannya, bahkan mereka terisksa dengan hartanya.
Maka menikmati kaya dalam hal ini berarti memanfaatkan kekayaan secara optimal untuk kemaslahatan di dunia dan lebih-lebih di akhirat sana. Menikmati kekayaan bukan berfoya-foya dengan kekayaan tersebut. Bukan pula bahagia dan merasa puas dengan kekayaan yang melimpah ruah. Menikmati kaya berarti menjadikan kekayaan tersebut sebagai sarana dalam mendekatkan diri kepada Allah ta'ala.
Ada beberapa pedoman agar kita dapat menikmati kekayaan dengan sebenarnya, berikut adalah rinciannya :
1.Kekayaan adalah bala' (cobaan) maka gunakan ia untuk mendekatkan diri kepada Ar-Rahman.
2.Kekayaan hakiki adalah ketika kekayaan itu diinfakkan di jalanNya.
3.Kekayaan adalah datang dari Allah ta'ala bukan hanya karena usaha kita saja. Karena itu berikanlah hak kekayaan tersebut dalam bentuk zakat dan yang selainnya.
4.Menikmati kekayaan berarti dapat berbagi dengan orang-orang yang tidak memiliki kekayaan seperti kita.
5.Kekayaan bukan untuk kesombongan karena harta tersebut sewaktu-waktu akan diambil oleh pemiliknya yaitu Allah ta'ala.
6.Selalu bersyukur dengan kekayaan yang ada dan selalu berdoa agar kekayaan itu tidak menjaugkan kita dari Allah ta'ala.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...