Oleh : Abu Aisyah
Kebodohan yang menimpa umat Islam tidak hanya terjadi karena kurangnya proses belajar-mengajar, lebih dari itu, kebodohan ini juga terjadi karena proses pembelajaran yang kurang sempurna pada umat Islam. Di antara penyebabnya adalah kurangnya ilmu yang ada pada da’i saat ini. Keberanian dan semangat berdakwah yang tidak diimbangi oleh pemahaman mendalam tentang agama ini menjadikannya seringkali “berfatwa” tanpa ilmu.
Maka yang terjadi adalah pembodohan tanpa disadari oleh da’i itu sendiri. Permasalahannya semakin komplek ketika itu berkaitan dengan masayarakat luas yang pemahaman terhadap agamanya minim. Maka terjadilah berbagai bentuk penyimpangan di masyarakat, dari mulai pemahaman aqidah yang tidak tepat hingga tindakan tanpa ilmu yang berakibat kepada citra buruk Islam.
Akar permasalahan dari semua itu adalah bekal yang kurang dari seorang da’i, sehingga belajar sebelum mengajar adalah sebuah keniscayaan. Pentingnya ilmu bagi para da’i telah menjadi keharusan. Sehingga telah sejak lama para ulama kita membuat sebuah kaidah “Ilmu Sebelum Perkataan dan Perbuatan”
Semangat dalam berdakwah tentu saja tidak cukup, apalagi dengan alasan realita di masyarakat. Walaupun sebatas penyampai dan tetap komitmen dengan pemahaman tentunya menjadi keharusan. Dalam kata lain aktivitas belajar bagi seorang da’i dalam keadaan ia mengajar adalah sebuah keharusan.
Sebenarnya modal semangat dalam berdakwah juga terjadi pada masa terdahulu, dalam sejarah Islam kita mengenal adanya berbagai halaqah (Kelompok studi ilmu) yang diadakan di berbagai tempat. Ketika seorang peserta halaqah dipandang telah mumpuni dan mampu menguasai secara mendalam sebuah ilmu, maka ia diberikan kesempatan untuk membuat halaqah tersendiri mengembangkan ide-idenya.
Hal inilah yang dilakukan oleh seorang cendekiawan Islam Abu Yusuf, setelah dianggap mampu untuk membimbing halaqah tersendiri, ia membuat halaqah baru yang terpisah dengan gurunya yaitu Imam Abu Hanifah. Namun sebagai pembimbing halaqah pemula, ia perlu mendapatkan semacam “ujian” dari guru awalnya. Maka Abu Hanifah memberikan ujian tersebut, namun rupanya soal-soal yang diajukan belum bisa diselesaikan oleh Abu Yusuf. Sehingga Abu Hanifah berkata kepadanya, Engkau mengisi sebelum dirimu penuh, engkau mengajar sebelum pandai. Barangsiapa merasa tidak perlu lagi belajar maka hendaklah ia mengisi dirinya!
Karena itu, hendaklah bagi seorang da’i dan siapa yang berkomitmen mendakwahkan Islam hendaknya ia tidak merasa puas dengan apa yang dimilikinya. Ia harus terus belajar, lebih ideal lagi ia belajar sebelum mengajar. Dan tidak ada kata terlambat, mengajarlah sambil belajar karena belajar adalah kewajiban dari kelahiran hingga ajal menjelang. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...