Dinasti Bani Buwaih
Masa pemerintahan ini yaitu periode ketiga dari pemerintahan bani Abbas , dimana kekhilafahannya dikuasai oleh bani Buwaih sejak 334 -447 H/945-1055 kehadiran bani Buwaih berawal dari tiga orang putera Abu Syuja' Buwaih, seorang pencari ikan yang tinggal di daerah Dailam, yaitu Ali, Hasan dan Ahmad. Untuk keluar dari tekanan kemiskinan, tiga bersaudara ini memasuki dinas militer yang ketika itu dipandang banyak mendatangkan rezeki ( Yatim, Badri.2006), sehingga sebagian besar ahli sejarah Islam merangkai awal dari kemunculan bani Buwaih dala paggung sejarah bani Abbas bermula dari kedudukan panglima perang yang diraih Ali bin Ahmad dalam psukan Makan Ibn Kali dari dinasti Saman, tetapi kamudian berpinadah ke kubu Mardawij . Ketika Mardawij tebunuh pada tahun 943 ,Ali sudah menjadi penguaa Isfahan dan sedang berusaha menjadi penguasa yang andiri. Kira-kira dua tahun kemudian ketiga orang bersaudara ini menguasai bagian barat dan barat daya Persia, dan pada tahun 945, setelah kematian jendral Tuzun, penguasa sebenarnya atas Baghdad, Ahmad memasuki Baghdad dan memulai kekuasaan Bani Buwaih atas khalifah Abbasiyah. Gelar mu’izz al- Daulah (yang memuliakan Negara) diperolehnya dari khalifah. Ia memerintah Baghdad selama leih dari 24 tahun, sementara kedua saudaranya menguasai bagian kerajaan sebelah timur.( watt, di dalam Maryam siti. 2009)
Sebenarnya keturunan Bani Buwaih adalah keturunan kaum Syi’ah , dan bukan keturunan Bani Abbas secara langsung pada saat itu. Melihat kekuasaan Bani abbas yang semakin melemah di dalam bidang pemerinahan atau perpolitikan yang mngakibatkan timbilnya keinginan dari daulat-daulat kecil yang ada di bawah kekuasaan Baghdad. Kesempatan ini tidak kalah pentingnya bagi Ali sebagai pemimpin Bani Buwaih sehingga langkah awal yang dilakukan yaitu mulai menakkan di daerah-daerah Persia menjadikan Syiraz sebagi pusat pemerintahan. Ketika Mardawij meninggal, Bani Buwaih yang bermarkaz di Syiraz itu berhasil menalukkan beberapa daerah di Persia seperti Rayy, Isfahan, dab daerah-daerah Jabal. Ali berusaha mendapat legalisasi dari Khlifah abbasiyah Al- Radhi Billah, dan mengirimkan sejumlah uang untuk pembendaharaan Negara.Ia berhasil mendapat legalitas itu. Kemudian, melakukan ekspasi ke Irak, Ahwaz, dan Wasith. Dari sini tetara Buwaih menuju Baghdad untuk merebut kekuasaan di pusat pemerintahan .ketika itu ,Baghdad dilanda kekisruhan politik, akibat perebutan jabatan Amir Al Umara’ antara wazir dan pemimpin miiter. Para pemimpin militer meminta bantuan kepada Ahmad Ibnu Buwaih yang berkedudukan di Akhwaz permintaan itu dikabulkan, Ahmad dan pasukannya tiba di Baghdad pada tanggal 11 jumadil ula (334 H/945M). (Al Isy ,Yusuf.1968)
Seperti yang telah disebutkan diatas Bani Buwaih bermahzab Syiah sehingga mereka patut menjadikan seorang khalifah dari syiah zaidiyah, akan tetapi mereka menerima kailafah Abbasiah. Sehingga timbullah pertanyaan apa yang menjadi penyebab semua itu?
Seperti yang dicantumkan dalam buku Al isy yusuf,tahun 1968 M yaitu mereka adalah orang yang berpandangan jauh,para sejarawan menyebutkan bahwa Ahmad bin Buwaih,pernah bermusyawarah dengan orang-orang untuk menunjuk seorang khalifah dari keluarga Ali.Namun,orang-orangnya mengingatkan dia agar menjauhinya mereka berkata,”jika kamu membawa salah seorang diantara mereka,kamu pasti menjadi pembantu,dan dia akan menjadi pemimpin.Dailam adalah kelompoknya.jika dia menyuruh orang untuk membunuhmu.kanu akan ada didalam tangannya seperti cincin.Adapun ketika kamu membiarkan khalifah Abbasiah,kamu akan menjamin untuk dirimu seseorang yang bisa kamu kendalikan sesuai dengan kehendakmu.Kamu bisa memecatnya jika kamu mau untuk mengantikannya dengan yang lain kapanpun kamu mau.Orang-orang Dailam adalah kelompokmu.mereka tidak akan taat denga nama madzhab dan nama baiat yang ada didalam pundakmu.”
Dengan hal itulah Ahmad bin Buwaih menghindari penunjukan kalangan keluarga Ali sebagai Khalifah.padahal pada awalnya rakyat Irak telah menerima Abbasiyah sebagai khilafah yang sudah menjadi bagian dari hidup mereka, atau jabatan khalifah adalah jabatan yang bersifat mutlak di dalam agama yang tidak akan pernah bisa diganggu gugat,dan inilah alasan untuk memnerima bani Abbasiyah menjadi khilafah pada masa itu.
Dengan berkuasanya Bani Buwaih, aliran Mu’tazilah bangkit lagi, terutama diwilayah Persia, bergandengan tangan dengan kaum Syi’ah. Pada masa ini muncul banyak pemikir Mu’tazilah dari aliran Basrah yang walaupun nama mereka tidak sebesar para pendahulu mereka dimasa kejayaannya yang pertama, meninggalkan banyak karya yang bisa dibaca sampai sekarang. Selama ini orang mengenal Mu’tazilah dari karya-karya lawan-lawan mereka, terutama kaum Asy’ariyah. Yang terbesar diantara tokoh Mu’tazilah periode kebangkitan kedua ini adalah al-Qadi Abd al-jabbar, penerus aliran Basra setelah Abu Ali dan Abu Hasyim.(Al- Isy, Yusuf.1968)
Di dalam masalah politik yang berperan penting hanya bani buwaih yang memegang jabatan penting pada Amir Al umara’,sehingga orang-orang bani Buwaih menetapkan orang-orang Abbasiyah dalam pemerintahan, namun tidak memberikian kekuasaan .Mereka melarang khalifah memperoleh pendapatan untuk kemudian mereka ambil sendiriu.Mereka ,membuat pasukan khusus untuk khlifah yang berjumlah lima ribu dirham sehari. Hal tersebut terjadi dimasa Almustakfa.( Al-Isy Yusuf,1968).
Sejak saat itu para khalifah tunduk kepada Bani Buwaih, sehingga para khalifah Abbasiyah benar-benar tinggal nama saja. Pelaksanaan pemerintahan sepenuhnya berada di tangan amir-amir Bani Buwaih.
Di bidang ilmu pengetahuan.
Para penguasa Bani Buwaih mencurahkan perhatian secara langsung dan sungguh-sungguh terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan kesusastraan. Pada masa Bani Buwaih ini banyak bermunculan ilmuwan besar, di antaranya: Al-Farabbi (w.950 M), Ibn Sina (980-1033M), Al-Afghani, Abd Al-Rahman Al-Shufi (w.986M), Ibn Maskawaih (w.1030M) Abu Al-‘Ala Al-Ma’arri (973-1057M) dan kelompok Ikhwan Al-Shafa. (Badri yatim,2008)
Di bidang Arsitektur dan Ekonomi
Jasa Bani Buwaih juga terlihat dalam pembangunan kanal-kanal, mesjid-mesjid, beberapa rumah sakit, dan sejumlah bangunan umum lainnya. Kemajuan tersebut di imbangi dengan laju perkembangan ekonomi; pertanian, perdagangan, dan industri, terutama permadani( Badri Yatim,2008).
Membangun bendungan dan jembatan yang membelah sungai Kur dengan Shiraz.jembatan itu mampu menyambungkan dinasti Buwaih dengan dinasti dan kerajaan lainnya, seperti Samanid Hamdaniah, Byzantium, dan fatimiah. Penguasa Buwaih pun turut menopang geliat seni dan kesusastraan. Dinasti Buwaih menjadikan kota Ray dan Nayyin di Iran serta Baghdad di Irak menjadi pusat kebudayaan. Ferdowsi (935-1020M) dan Mutanabbi adalah dua pujangga yang termasyhur dengan karya sastra yang indah dan menawan. Pada zaman itu juga berkembang pesat industri permadani.
Ciri khas kerajinan perak yang di kembangklan para seniman Buwaih biasanya dihiasi dengan motof binatangbuas, burung, serta musisi. Motif hiasan itu dilukis dengan gaya tradisi orang Sasanid. Pencaoaian itu membuktikan betapa seni dan kesusastraan mendapat tempat yang terhormat pada zaman itu.
Salah satu penyebab kekacauan pemerintahan Bani Buwaih adalah keberadaan tentara yang terdiri dari orang-orang Dailam dan orang-orang Turki. Kadang Buwaih berpihak kepada kelompok yang satu, terkadang kepada kelompok yang lain. Kedua kelompok tersebut sering berselisih dan bertengkar. Pertempuran pun terjadi hingga menyebabkan situasi lebih kacau dari sebalumnya. Pertama-tama Mu’izz Addaulah mendekati bangsa Turki. Bisa jadi dia melakukan hal tersebut untuk membujuk orang-orang sunni di Baghdad. Sebab, bangsa Turki adalah orang sunni seperti mereka. Serta, bisa jadi dia melakukan hal tersebut karna bangsa Turki lebih taat dari orang-orang Dailam. Orang-orang Dailam adalah orang-orang yang keras, kasar, dan tidak bisa untuk taat. Adapun bangsa Turki, jika ada yang memimpin mereka pasti akan di taati dan di turuti.
Orang-orang Dailam marah karna raja menjauhi mereka serta memberi bangsa Turki tanah dan harta dalam jumlah yang besar. Lalu, Razbihan Addailami memberontak di Ahwaz. Orang-orang Dailam lebih memihak Razbihan dari pada keberpihakan mereka terhadap Mu’izz Addaulah. Ketika Mu’izz Addaulah menumpas revolusi tersebut, ketegangan semakin bertambah antara Mu’izz Addaulah dan orang-orang Dailam. Akhirnya, dia pun semakin menjauhi mereka. Selanjutnya muncul Bakhtiar bin Mu’izz Addaulah, dia melihat bangsa Turki sangat kaya dan menguasai tanah-tanah dalam jumlah besar. Ketika itu Bakhtiar sedang membutuhkan harta, lalu dia pun mengambil harta pemimpin mereka, Subuktakain. Orang-orang Addailah akhirnya mendekatinya supaya mereka bisa aman dari ancaman bangsa Turki. Lalu, mereka yangtelah kita lihat, terjadilah pertempuran antara dia dan mereka, hingga datang bantuan dari negara menguatkan posisinya.
Kekuatan politik Bani Buwaih tidak bertahan lama, setelah generasi pertama (tiga bersaudara) kekuasaan menjadi ajang pertikaian diantara anak-anak mereka. Masing-masing merasa berhak atas kekuasaan pusat. Misalnya, pertikaian antara ‘Izz Al-Daulah Bakhtiar, putera Mu’izz Al-daulah dan ‘Adhad Al-Daulah, putera Imad Al-daulah, dalam perebutan jabatan amir al-umara. Perebutan kekuasaan di kalangan keturunan Bani Buwaih ini merupakan salah satu faktor internal yang membawa kemunduran dan kehancuran pemerintahan mereka. Faktor internal lainnya adalah pertentangan dalam tubuh militer, antara golongan yang berassal dari Dailam dengan keturunan Turki. Ketika amir al-umara dijabat oleh Mu’izz Al-Daulah persoalan itu dapat diatasi, tetapi manakala jabatan itu diduduki oleh orang-orang yang lemah, masalah tersebut muncul kepermukaan, mengganggu stabilitas dan menjatuhkan wibawa pemerintah.
Pemerintahan bani Buwaih berawal dari dinas kemiliteran yang di duduki oleh mereka, dengan menaklukkan Bani Abbasiyah , dimana kekuasaannya, yang bersifat mutlaqyang tidak bisa di pindah tangankan kepada bani lain.Sehingga pemerintahan dikuasai oleh orang-orang bani Buwaih dibawah kekuasaan bani Abbasiyah.Sehingga para sejarawan menyimpulkan bahwa Khilafah Abbasiyah pada masa itu tinggal nama saja yang mana semua hak kekuasaan di berikan sepenuhnya kepada orang-orang Buwaihiyah. Kemunculan merekapun dipertanyakan , ternyata mereka adalah keturunan kaum syi’ah yang bermadzhab syi’ah zaidiyah, sedangkan sebagian rakyat Irak bermadzhab sunni (ASWAJA). Dari perbedaan inilah seri9ng terjadi bentrok antara pemerintah dengan rakyat sendiri.
Bani Buwaih memerintah dari tahun 334 -447 H/945-1055 ,banyak mengalami perubahan baik itu yang bersifat positif atau sebaliknya, amirnya banyak melakukan ekspansi-ekspansi kedaerah lain, tetapi kerap kali yang dimunculkan di dalam sejarah yaitu kemajuan dibidang pemerintahgan atau perpolitikan, dan juga ilmu pengetahuan, pembangunan, ekonomi danlain sebagainya.tetapi semua ini tidak berlangsung lama karena terjadi faktor-faktor intern ataupun eksternal, khususnya di pusat pemerintahan, yaitu adanya perebutan kekuasaan dari anak-anak (tiga bersaudara / pendiri) yang mengakibatkan pertikaian yang akan melibatkan khalifah sendir, inilah yang menyebabkan turunnya pamor pemerintah dimata rakyat, faktor ini lah yang akan mengakhawatirkan khlifah , akan terancamnya kedudukan beliau sebagai raja dari bani Abbasiyah.
Mempelajari dan mengetahui sejarah Islam adalah bagian dari kewajiban kita sebagai generasi penerus yang akan menjadi penggerak di masa yang akan dating, karena denan mempelajarinya kita bisa mendapatkan bayak hal sebagai perbadingan utuk menyusun langkah di dalam memajukan pribadi, masyarakat pada umumnya.
Al-Isy Yusuf.2007.Dinasti Abbasiyah.Munandar Arif,penerjemah. Jakarta : Pustaka Al-Kautsar. Terjemahan dari:Tarikh ‘Ashr Al-Khilafah Al-‘Abbasiyyah.
Basuki,Gufron Su’ud,Moh.Jama’ah.1999/2000.Sejarah Kebudayaan Islam untuk aliyah kelas
II.Jakarta: Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam.
Maryam, Siti.dkk .Sejarah peradaban Islam dari Masa Klasik Hingga Modern .Yogyakarta:LESFI.
Yatim Badri.2008.Sejarah Peradaban Islam.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Syukron, jazakillah, Artikel nya bermanfaat
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus