Tujuan pendidikan menurut al-Ghazali harus mengarah kepada
realisasi tujuan keagamaan dan akhlak, dengan titik penekanannya pada perolehan
keutamaan dan taqorrub kepada Allah dan bukan untuk mencari kedudukan yang
tinggi atau mendapatkan kemegahan dunia. Sebab jika tujuan pendidikan diarahkan
selain untuk mendekaykan diri kepada Allah, akan menyebabkan kesesatan dan
kemudharatan. Al-Ghazali berkata: “Hasil dari ilmu sesungguhnya ialah
mendekatkan diri kepada Allah, dan menghubungkan diri dengan para malaikat yang
tinggi dan bergaul dengan alam arwah, itu semua adalah keberasan, pengaruh
penerintahan bagi raja-raja dan penghormatan secara naluri” Metode dan media
yang dipergunakan menurut Al-Ghazali harus dilihat secara psikologis,
sosiologis, maupun pragmatis dalam rangka keberhasilan proses pembelajaran.
Metode pengajaran tidak boleh monoton, demikian pula media atau alat
pengajarannya. Perihal kedua masalah ini, banyak sekali pandapat Al-Ghazali
tentang metode dan metode pengajaran. Misalnya menggunakan metode mujahadah dan
riyadhlah, pendidikan praktek kedisiplinan, pembiasaan dan penyajian dalil
nagli dan aqli, serta bimbingan dan nasehat. Sedangkan media/alat digunakan
dalam pengajaran. Beliau menyetujui adanya pujian (reward) dan hukuman
(punishment), di samping keharusan menciptakan kondisi yang mendukung
terwujudnya akhlak yang mulia (kondusif).
Al-Ghazali melihat bahwa pendidikan anak usia dini sangatlah
penting, karena pembentukan kepribadian sejak kecil, akan berdampak kepada fase
kehidupan setelahnya, menancap dalam, seperti lukisan di atas batu.[23] Di
mulai dari pendidikan keluarga dengan menciptakan lingkungan yang kondusif
untuk pembelajarannya, misalnya; dengan tidak membiasakan hidup dalam
kenikmatan dan mengisi fitrahnya dengan bacaan al-Qur’an, memberikan hadiah dalam setiap tingkah laku dan
tindakan yang baik dari anak untuk menancapkan rasa percaya diri dalam dirinya,
tidak menonjolkan kesalahan yang ia buat serta memberikan izin kepada anak
untuk bermain dan beristirahat sekedarnya, karena melarang bermain bagi anak
akan mematikan rasa dari hatinya dan menghancurkan potensi kecerdasannya. (Al-Ghazali.
Ihya’ Ulumuddin, I dan III. 1991. Beirut: Darul Fikr)
Kemudian di lanjutkan dengan pemahaman tentang kewajiban dan hikmah yang terkandung di dalamnya serta
larangan dan alasan di jauhinya. Tentang kewajiban misalnya, seperti: 1)
Berbakti kepada kedua orang tua, dan menghormati yang lebih tua. 2)
Memperlakukannya dengan penuh kemuliaan, seperti, dengan tidak iktu serta
bermain dengannya. 3) Tidak memberikan toleransi saat meninggalkan sholat. 4)
Melatih puasa ketika bulan Ramadlan. 5) Melarang memakai pakaian dari sutera
dan emas. 6) Memberikan pemahaman tentang kewajiban yang harus di lakukan
seperti sholat dan lainnya. Sedangkan tentang larangan yang harus di jauhi
seperti; mencuri, memakan barang haram, berkhiantan, berbohong dan lainnya. (Tahqiq,
Al-Ghazali dan Ali Muhyiddin. Ayyuhal Walad. 1985. Beirut: Darul Basyair
al-Islamiyah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...