Pengertian Tabu
Sigmund
Freud (2001:31) mengatakan bahwa tabu adalah kata dalam bahasa Polinesia yang
sulit kita terjemahkan karena ia berkonotasikan gagasan yang tidak lagi kita
punyai. Sampai sekarang, kata ini masih dipakai dan kata sacer dalam bahasa
Romawi kuno bermakna sama dengan kata taboo dalam bahasa Polinesia.
Demikian
halnya di Indonesia kata tabu sama dengan kata pantangan yang merupakan suatu
perbuatan yang terlarang baik dalam hal perkataan, perbuatan, atau yang
berhubungan dengan wujud fisik. Pada umumnya pantangan atau tabu tersebut
terdapat pada kehidupan masyarakat yang masih tradisional, yang pada dasarnya
kehidupan masyarakat tersebut sangat kuat dalam menjalankan adat istiadat yang
diwariskan oleh leluhur masyarakat tersebut.
Sigmund
Freud lebih jauh mengatakan bahwa makna kata tabu mencabang ke dua arah yang
berlawanan. Di satu sisi ia berarti kudus, suci; tetapi, disisi lain ia berarti
aneh, berbahaya, terlarang, dan kotor. Dengan kata lain tabu dalam arti kudus
dan suci mengandung makna bahwa tabu merupakan suatu larangan yang ditujukan
kepada anggota masyarakat dalam suatu masyarakat untuk melindungi sesuatu yang
dikuduskan atau disucikan agar tetap terjaga kesuciannya. Selanjutnya tabu
dalam arti aneh, berbahaya, terlarang dan kotor mengandung makna bahwa tabu
merupakan suatu larangan yang ditujukan kepada anggota masyarakat dalam suatu
masyarakat terhadap sesuatu perbuatan, perkataan, atau sesuatu yang berwujud
fisik yang pantang dilakukan oleh leluhur mereka yang memiliki makna tersendiri
bagi masyarakatnya.
Northcote
W. Thomas (Sigmund Freud; 2001:33) menerangkan tabu, dalam pengertian yang
luas, yang bisa digolongkan ke dalam berbagai kelas yaitu:
1) Tabu alami atau
langsung, akibat dari “mana” misterius (kekuatan yang inheren dalam diri orang
atau benda). Tabu alami atau tabu langsung ini muncul dari suatu kekuatan
misterius pada diri seseorang atau suatu benda yang menyebabkan terjadinya
suatu pantangan seperti halnya seorang supir yang selalu sial dalam mengendarai
kendaraannya karena sering mengalami kecelakaan, walaupun ia telah berusaha
untuk menyetir mobilnya dengan baik, dan pada suatu saat ia memutuskan tidak
akan menjadi supir lagi, maka hal tersebut bagi dirinya merupakan tabu.
2) Tabu terhubungkan
atau tabu tak langsung, juga merupakan akibat “mana” tetapi (a) didapat atau
(b) ditimpakan secara paksa oleh seorang pendeta, kepala suku atau orang lain.
Tabu terhubungkan atau tabu tak langsung ini muncul atau lahir dari orang lain
dengan tujuan untuk menjaga atau melindungi sesuatu, jangan sampai terjadi atau
menimpa pada anggota keluarga, atau kelompok masyarakat karena akan berakibat
buruk pada si pelaku tersebut dan kelompok masyarakatnya. Tabu tersebut lahir
sebagai amanat leluhur yang harus ditaati dan dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya; apabila tidak dilaksanakan akan ada akibatnya (bagi masyarakat
Kampung Naga misalnya tabu menyebut kata “garing” yang berarti kering).
3) Tabu tengahan, ketika
kedua faktor di atas ada, seperti dalam kasus dipisahkannya seorang istri dari
suaminya. Tabu tengahan ini muncul atau lahir dikarenakan tabu alami dan tabu
tak langsung itu ada, sehingga menjadi suatu kekuatan pada diri individu
tersebut dalam menjaga dan melaksanakan bentuk tabu tersebut.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tabu adalah sesuatu
kekuatan yang misterius dalam diri seseorang atau suatu benda, yang muncul
secara alami, didapat atau ditimpakan oleh seseorang pada orang lain dengan
tujuan untuk melindungi sesuatu yang disucikan atau menjauhi sesuatu perbuatan
yang kotor yang bisa menimbulkan kerusakan dan malapetaka bagi suatu kelompok
masyarakatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...