Oleh: Abdurrahman
Rumah tangga itu memang berjuta rasanya, dari mulai
manis, asem, hambar, hingga pahit. Semua ada dalam sebuah rumah tangga. Pada awalnya
ras manis begitu terasa, apalagi di awal-awal pernikahan karena harapan untuk
senantiasa bersama dengan kekasih pujaan bisa terwujudkan. Dengan berjalannya
zaman rasa manis itu sudah mulai terasa “asem”, karena ada banyak hal yang
selama ini tidak kita ketahui dari pasangan ternyata tidak mengenakan dan
membuat kita mulai ada rasa tidak nyaman dengan pasangan. Jika keadaan ini
tidak dikomunikasikan dan dibiarkan maka lama-lama “rasa” rumah tangga itu akan
semakin hambar. Keadaan ini sebenarnya sudah memberi sinyal bahwa rumah tangga
itu sudah memerlukan “bantuan” karena sudah dianggap berada di awal keretakan.
Rumah tangga yang hambar biasanya lebih dikarenakan
kurang adanya komunikasi dengan pasangan. Seoang suami sudah tidak nyaman jika
berada di rumah, seoang istri juga tidak nyaman ketika suaminya berada di
sisinya. Dalam keadaan seperti ini sudah mulai muncul perasaan-perasaan untuk
mengakhiri kehidupan bersama, karena merasa sudah mulai tidak ada kecocokan
dengan pasangan. Penyebabnya sangat beranea ragam, dari mulai masalah yang
berasal dari dalam diri masing-masing, masalah pengasuhan anak, masalah
keuangan keluarga, masalah mertua hingga kehadiran orang ketiga dalam rumah
tangga.
Jika keadaan ini terus dibiarkan maka rumah tangga
itu akan terasa pahit dan memuakan. Pada sisi yang lebih mengkhawatirkan rumah
tangga sudah seperti neraka yang tidak ada lagi rasa suka dan kedamaian tinggal
di dalamnya. Jika pada awal pernikahan dunia terasa milik berdua maka pada
tahap ini dunia terasa mirip neraka. Semua yang ada di dalam rumah tangga
terasa menyesakan jiwa. Tingkah laku pasangan yang sebenarnya biasa saja terasa
menyakitkan luar biasa. Keinginan pasangan untuk berbuat kebaikan juga dianggap
sebagai perbuatan menghinakan. Semuanya bernilai negatif, yang positif hanya
dirinya sendiri. Akhirnya perceraian adalah sebuah pilihan…
Sebelum tindakan perceraian dilakukan sudah selayaknya
kita berfikir ulang dan dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan akibat dari
perceraian tersebut. Lebih sederhananya coba kita hitung-hitung dampak negatif
dari perceraian. Sebenarnya dampak negatifnya akan sangat banyak, dari mulai
mencari pasangan yang harus sesuai keinginan, masalah pengasuhan anak yang
menjadi korban perceraian hingga rasa suka yang sebarnya masih ada yang
terkorbankan.
Satu masalah yang menurut saya menjadi pertimbangan
utama dan menjadi bahan renungan ketika akan melakukan perceraian adalah
mengenai pasangan dalam kehidupan. Berikut ini saya sebutkan beberapa
pertanyaan sebagai bahan renungan sebelum perceraian:
1. Jika pasangan kita membosankan maka pertimbangan apa yang
menjadikan kita bosan? Apakah perilaku dan tindakannya? Atau kecantikan dan
kegantengannya?
2. Jika pasangan kita tidak mau menuruti kita, apakah kita juga
menuruti kemauannya? Karena ia juga manusia yang punya keinginan.
3. Tidak ada manusia yang sempurna, semua orang punya kekurangan
temasuk diri kita. Kalau kita hany amelihat dari sisi kekurangan tersebut maka
akan banyak bermunculan kekurangan-kekurangan pasangan tersebut.
4. Siapa yang bisa menjamin kita akan mendapatkan pasangan yang
tidak punya kekurangan? Tidak ada, karena manusia tidak ada yang sempurna dan
semua pasti memiliki kekurangan.
5. Apakah ada jaminan kehidupan dengan pasangan berikutnya tidak
akan terjadi perceraian? Tidak ada yang bisa menjamin apalagi jika kita masih
bersikap egois dan selalu merasa menang sendiri dan pasangan kita salah.
Masih banyak renungan lainnya yang belum disebutkan,
namun inti dari tulisan ini adalah bahwa jika perceraian itu terjadi maka tidak
ada yang bisa menjamin bahwa pasangan hidup kita setelahnya juga sesuai yang
kita inginkan karena setiap orang pasti punya kekurangan. Lebih baik memahami
kekurangan pasangan kita saat ini daripada harus mencari pasangan lain yang
belum tahu kekurangannya seperti apa, iya gak?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...