Minggu, 31 Maret 2013

Waqaf, Tradisi Sejak Masa Kenabian

Oleh: Sugeng Priyono



Dalam sejarah Islam, wakaf dikenal sejak masa Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam. Wakaf disyariatkan setelan Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam berada di Madinah, pada tahun kedua Hijriyah. Ada dua pendapat yang berkembang di kalangan ahli yurisprudensi Islam (fuqaha) tentang siapa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf. Menurut sebagian pendapat ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan wakaf adalah Rasulullah Saw, yaitu wakaf tanah milik Nabi Shalallahu Alaihi Wasalam untuk dibangun masjid.
Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Umar bin Syabah dari Amr bin Sa’ad bin Mu’adz, ia berkata: ”Dan diriwayatkan dari Umar bin Syabah, dari Umar bin Sa’ad bin Mu’ad berkata, Kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam Islam? Orang Muhajirin mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan orang-orang Anshor mengatakan adalah wakaf Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam.” (Asy-Syaukani: 129).
Rasulullah Shalallahu Alaihi Wasalam pada tahun ketiga Hijriyah pernah mewakafkan ketujuh kebun kurma di Madinah; diantaranya ialah kebun Airaf, Shafiyah, Dalal, Barqah dan kebun lainnya. Menurut pendapat sebagian ulama mengatakan bahwa yang pertama kali melaksanakan syariat wakaf adalah Umar bin Khatab.
Hukum wakaf sama dengan amal jariyah. Sesuai dengan jenis amalnya maka berwakaf bukan sekedar berderma (sedekah) biasa, tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang berwakaf. Pahala yang diterima mengalir terus menerus selama barang atau benda yang diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Hukum wakaf adalah sunah. Ditegaskan dalam hadits:
اِذَا مَاتَ ابْنَ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يَنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدِ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Kepentingan diri sendiri sebagai pahala sedekah jariyah dan untuk kepentingan masyarakat Islam sebagai upaya kepedulian dan tanggung jawab kaum muslimin. Mengenai hal ini, Rasulullah Saw bersabda dalam salah satu haditsnya:
مَنْ لاَ يَهْتَمَّ بِاَمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مْنِّى (الحديث)
Artinya: “Barangsiapa yang tidak memperhatikan urusan dan kepentingan kaum muslimin maka tidaklah ia dari golonganku.” (Al Hadits)
Mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi. Wakaf biasanya diberikan kepada badan hukum yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan kaidah usul fiqih berikut ini.
مَصَالِحِ الْعَامِّ مُقَدَّمُ عَلى مَصَالِحِ الْجَاصِّ
Artinya: “Kemaslahatan umum harus didahulukan daripada kemaslahatan yang khusus.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...