Sabtu, 09 Maret 2013

Fiqh Siyasaah VS Hukum Waris

Oleh : Faqih Abdurrahman

Fikih Siyasah adalah ilmu yang memperlajari tentang hukum islam yang behubungan dengan negara atau organisasi yang berdasarkan al-qur’an dan al-hadist yang terperinci.  Selain itu juga fiqih siyasah itu berasal dari dua kata, yaitu fiqih dan siyasah. Fiqh sendiri juga memili makna yaitu secara etomologi dan terminologi. Fiqih secara etomologi merupakan bentuk mashdar dari kata fiqha-yafqahu-fiqhan yang berarti pemahaman yang mendalam dan akurat sehingga dapat memahami tujuan ucapan dan atau tindakan tertentu. Sedangkan fikih dari segi terminologis yaitu ilmu tentang hukum-hukum syara’ yang bersifat perbuatan yang dipahami dari dalil-dalilnya yang rinci.
            Sementara mengenai siyasah secara etomologi terdapat tiga pendapat : Pertama, sebagaimana dianut Al-Maqrizy menyatakan, siyasah berasal dari bahasa mongol, yakni dari kata yasah yang mendapat imbuhan huruf sin berbaris kasrah di awalnya sehingga di baca siyasah. Pendapat tersebut di dasarkan kepada sebuah kitab undang-undang milik jengish khan yang berjudul ilyasa yang berisi panduan pengelolaan Negara dengan berbagai bentuk hukuman berat bagi pelaku tindak pidana tertentu. Kedua, sebagaimana dianut Ibn Taghri Birdi, siyasah berasal dari campuran tiga bahasa, yakni bahasa Persia,turki dan mongol. Ketiga, semisal dianut Ibnu manzhur menyatakan, siyasah berasal dari bahasa arab, yakni bentuk mashdar dari tashrifan kata sasa-yasusu-siyasatun, [3] yang semula berarti mengatur, memelihara, atau melatih binatang, khususnya kuda. Sejalan dengan makna yang disebut terakhir ini, seseorang yang profesinya sebagai pemelihara kuda.
Kemudian secara terminology juga banyak definisinya menurut para yuridis islam. Salah satunya yaitu Abu al-Wafa Ibn ‘Aqil, beliau mengatakan bahwa “Siyasah berarti suatu tindakan yang dapat mengantar rakyat lebih dekat kepada kemaslahatan dan lebih jauh dari kerusakan , kendati pun Rasulullah tidak menetapkannya dan Allah juga tidak menurunkan wahyu untuk mengaturnya”. Sedangkan dalam redaksi yang berbeda Husain Fauzy al-Najjar mendefinisikan siyasah sebagai berikut:
“siyasah berarti pengaturan kepentingan dan pemeliharaan kemaslahatan rakyat serta pengambilan kebijakan (yang tepat) demi menjamin terciptanya kebaikan bagi mereka atau terjaminnya kemaslahatan umat.”
            Itu dati merupakan beberapa definisi fikih dan siyasah. Selain itu juga fikih dan siyasah atau fikih siyasah tercakup dalam berbagai macam hal, salah satunya adalah hukum waris. Di dalam bahasa Arab kata waris berasal dari kata   ورث-يرث-ورثا yang artinya adalah Waris. Contoh,  ورث اباه yang artinya Mewaris Harta (ayahnya). Dalam perkembangan sejarah hukum di indonesia,  Hukum Waris Islam di indonesia (HWI) berkembang sangat pesat, di tandai dengan munculnya peraturan dan pendapat dan pendapat dari beberapa ahli, di antaranya :
1.                  Gagasan tentang harta bersama (gono-gini) dan sistem bilateral, dikemukakan     oleh  Prof. Dr. Hazairin, SH. Beserta ahli hukum lainnya.
2.                  UU No. 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang mengatur kewenangan dan tata cara pemeriksaan perkara-perkara orang Islam, yaitu : masalah perkawinan, Warisan, dan Wakaf.
3.                  Amandemen UU No. 3 tahun 2006 yang memperluas kewenangan Peradilan Agama memeriksa perkara-perkara : Zakat, Infak, Shadaqah, dan Ekonomi Syari’ah.
4.                  Inpres No. 1 tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang mengatur perkawinan, Waris, dan Wakaf.
Undang – Undang dan Inpres tersebut merupakan hukum positif di indonesia itu artinya, HWI adalah hukum yang berlaku dan dilaksanakan oleh negara melalui Peradilan Agama. HWI, yang dinyatakan sebagai hukum positif dan ini, belum diatur dalam undang-undang. Namun demikian, para hakim telah mengacu pada Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam menyelesaikan perkara. Oleh sebab itu, sudah selayaknya Kompilasi Hukum Islam (KHI) segera diatur dalam undang-undang  agar dapat menjadi aturan yang kuat. Di seluruh Indonesia, mungkin tidak ada masalah hukum yang lebih membingungkan daripada masalah waris. Itu dikarenakan belum ada kesimpulan yang menyeluruh dan Undang-undang yang mengaturnya. Oleh karena itu dalam islam semuanya sudah jelas termasuk hukum waris. Dalam islam hukum waris dapat di uraikan walau serba dangkal tetapi hokum waris dalam islam memiliki beberapa keuntungan diantaranya bentuknya yang seragam, sederhana dan langsung. Hukum waris atau rumus pembagian waris dalam islam di sebut dengan FARA’IDL yaitu jelas dan tepat. Seperdelapan untuk istri, seperenam untuk suami, kakek, ibu, nenek, saudara perempuan, dan kemanakan perempuan, anak perempuan berhak mendapatkan separo jika tidak ada laki-laki, sepertiga bila ada anak laki-laki, dan seterusnya. Oleh karena itu ketentuan tentang pembagian waris disebut dalam Al-Qur’an. Selain dari Al-Qur’an hukum pembagian dilengkapi juga oleh ketentuan yang dijelas oleh nabi Muhammad SAW. Hukum waris juga memiliki beberapa teori yaitu sebagai berikut :
A.    Sumber Hukum Waris Islam
1.      Al-Qur’an
2.      As-Sunnah
3.      Ijtihad
B.     Asas-asas Pewarisan dalam Hukum Islam
1.      Bagian warisan laki-laki dengan perempuan adalah 2 berbanding 1.
2.      Pembagian harta peninggalan bersifat individual, yaitu mengakui adanya hak milik perseorangan dan setiap ahli waris berhak atas bagian harta yang telah di tentukan.
3.      Pembagian harta peninggalan bersifat bilateral; artinya , pembagian ini berlaku kepada dua pihak (laki-laki dan perempuan).
4.      Bagian harta dari masing-masing ahli waris selalu berubah sesuai dengan keberadaan ahli waris lainya.
C.     Unsur-unsur Hukum Waris Islam
1.      Rukun terjadinya warisan:
a.       Pewaris
b.      Ahli waris
c.       Tirkah (harta peninggalan)
2.      Syarat-syarat terjadinya warisan :
a.       Pewaris benar-benar meninggal
b.      Ahli waris masih hidup pada waktu pewaris meninggal
c.       Ilmu pengetahuan tentang Fara’idh atau HWI
(catatan:  Nomor 1 dan 2 bersifat kumulatif)
3.      Seba-sebab terjadinya warisan:
a.       Nikah
b.      Keturunan
c.       Wala’ atau kemerdekaan hamba.
4.      Terhalang untuk saling mewarisi dapat terjadi karena:
a.       Berbeda agama.
b.      Membunuh dan memfitnah
c.       Menjadi budak orang lain.
( Catatan: Nomor 3 dan 4 bersifdat alternatif)
5.      Hal-hal yang berhubungan dengan harta peninggalan:
a.       Kewajiban yang melekat seperti: zakat, jaminan.
b.      Biaya penyelenggaraan jenazah.
c.       Membayar hutang
d.      Membayar wasiat (maksimum 1/3bagian.)
e.       Pembagian kepada ahli waris
Kemudian hukum waris islam memiliki beberapa ke istimewaan yaitu :
1.      Universal: dapat diterima setiap lapisan masyarakat.
2.      Ijbari: berlaku menurut ketetapan Allah dan Rasul. Allah Swt. Menjanjikan syurga untuk orang yang melaksanakan HWI dan mengancam dengan neraka untuk orang yang tidak melaksanakannya (QS. 4:13-14.)
3.      Bilateral: ahli waris dari pihak ibu dan bapak.
4.      Hak berimbang: sesuai dengan hak dan kewajiban.
5.      Individual: mengakui hak pribadi.
6.      Menghormati hak orang tua dan istri.
7.      Memiliki keunggulan komparatif daripada hukum waris barat dan adat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...