Senin, 10 Juni 2013

Tabu, Pamali dan Buyut


Pengertian Tabu
                Sigmund Freud (2001:31) mengatakan bahwa tabu adalah kata dalam bahasa Polinesia yang sulit kita terjemahkan karena ia berkonotasikan gagasan yang tidak lagi kita punyai. Sampai sekarang, kata ini masih dipakai dan kata sacer dalam bahasa Romawi kuno bermakna sama dengan kata taboo dalam bahasa Polinesia.
                Demikian halnya di Indonesia kata tabu sama dengan kata pantangan yang merupakan suatu perbuatan yang terlarang baik dalam hal perkataan, perbuatan, atau yang berhubungan dengan wujud fisik. Pada umumnya pantangan atau tabu tersebut terdapat pada kehidupan masyarakat yang masih tradisional, yang pada dasarnya kehidupan masyarakat tersebut sangat kuat dalam menjalankan adat istiadat yang diwariskan oleh leluhur masyarakat tersebut.
                Sigmund Freud lebih jauh mengatakan bahwa makna kata tabu mencabang ke dua arah yang berlawanan. Di satu sisi ia berarti kudus, suci; tetapi, disisi lain ia berarti aneh, berbahaya, terlarang, dan kotor. Dengan kata lain tabu dalam arti kudus dan suci mengandung makna bahwa tabu merupakan suatu larangan yang ditujukan kepada anggota masyarakat dalam suatu masyarakat untuk melindungi sesuatu yang dikuduskan atau disucikan agar tetap terjaga kesuciannya. Selanjutnya tabu dalam arti aneh, berbahaya, terlarang dan kotor mengandung makna bahwa tabu merupakan suatu larangan yang ditujukan kepada anggota masyarakat dalam suatu masyarakat terhadap sesuatu perbuatan, perkataan, atau sesuatu yang berwujud fisik yang pantang dilakukan oleh leluhur mereka yang memiliki makna tersendiri bagi masyarakatnya.
                Northcote W. Thomas (Sigmund Freud; 2001:33) menerangkan tabu, dalam pengertian yang luas, yang bisa digolongkan ke dalam berbagai kelas yaitu:
1)       Tabu alami atau langsung, akibat dari “mana” misterius (kekuatan yang inheren dalam diri orang atau benda). Tabu alami atau tabu langsung ini muncul dari suatu kekuatan misterius pada diri seseorang atau suatu benda yang menyebabkan terjadinya suatu pantangan seperti halnya seorang supir yang selalu sial dalam mengendarai kendaraannya karena sering mengalami kecelakaan, walaupun ia telah berusaha untuk menyetir mobilnya dengan baik, dan pada suatu saat ia memutuskan tidak akan menjadi supir lagi, maka hal tersebut bagi dirinya merupakan tabu.
2)       Tabu terhubungkan atau tabu tak langsung, juga merupakan akibat “mana” tetapi (a) didapat atau (b) ditimpakan secara paksa oleh seorang pendeta, kepala suku atau orang lain. Tabu terhubungkan atau tabu tak langsung ini muncul atau lahir dari orang lain dengan tujuan untuk menjaga atau melindungi sesuatu, jangan sampai terjadi atau menimpa pada anggota keluarga, atau kelompok masyarakat karena akan berakibat buruk pada si pelaku tersebut dan kelompok masyarakatnya. Tabu tersebut lahir sebagai amanat leluhur yang harus ditaati dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya; apabila tidak dilaksanakan akan ada akibatnya (bagi masyarakat Kampung Naga misalnya tabu menyebut kata “garing” yang berarti kering).
3)       Tabu tengahan, ketika kedua faktor di atas ada, seperti dalam kasus dipisahkannya seorang istri dari suaminya. Tabu tengahan ini muncul atau lahir dikarenakan tabu alami dan tabu tak langsung itu ada, sehingga menjadi suatu kekuatan pada diri individu tersebut dalam menjaga dan melaksanakan bentuk tabu tersebut.   
                Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan tabu adalah sesuatu kekuatan yang misterius dalam diri seseorang atau suatu benda, yang muncul secara alami, didapat atau ditimpakan oleh seseorang pada orang lain dengan tujuan untuk melindungi sesuatu yang disucikan atau menjauhi sesuatu perbuatan yang kotor yang bisa menimbulkan kerusakan dan malapetaka bagi suatu kelompok masyarakatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Please Uktub Your Ro'yi Here...