Oleh: Nur Khamidin
Suatu kenyataan
yang tidak bisa dibantah, bahwa tinju adalah suatu cabang olahraga yang banyak
ditonton oleh seluruh lapisan masyarakat, mulai dari masyarakat awam sampai
para pejabat pemerintah pusat, baik tinju amatir maupun professional. Apalagi
kalau berlangsung pertandingan tinju berkaliber internasional untuk
memperebutkan gelar resmi dari WBA atau WBC umpamanya, masyarakat dan negara/pemerintah.
Misalnya kalau yang bertanding Joe Louis yang “The Brown Bomber”. Muhammad Ali,
atau Mike Tyson, si Leher Beton yang mampu merobohkan dengan KO si Benar (The Thruth) Carl Williams
dalam waktu hanya 93 detik.
Tampaknya tinju
bukan hanya suatu atraksi yang sangat menarik bagi banyak orang yang ingin
menyaksikan pertarungan yang seru dengan
berbagai teknik tinju yang tinggi
kelincahan gerakan, kecepatan dan kedahsyatan pukulan serta kekuatan
fisik dan mental, melainkan tinju itu juga sangat menarik di kalangan remaja
dan pemuda dewasa ini, karena melihat hasilnya sangat menggiurkan hati, berupa
kekayaan yang luar biasa dan kemasyuran namanya sejagat. Misalnya Ellyas Pikal yang
tidak tamat SD dalam satu pertarungan mempertahankan gelarnya melawan juan
polo, ia mendapat bayaran sekitar 135 juta rupiah – kalah atau menang – dan Mike
Tyson menerima 20 juta dolar dalam waktu hanya 91 detik merobohkan Michael Spinks,
kemudian ia mendapat bayaran 4 juta dolar baru–baru ini karena dapat meng- KO Carl
Williams dalam tempo 93 detik. Dan lebih hebat lagi Carl yang kalah itu masih
mendapat bayaran 1,3 juta dolar. Inilah salah satu keanehan dunia tinju.[1]
Namun,
disamping kemasyuran dan keharuman nama, penghasilan dari kekayaan para petinju
besar yang sangat fantastik itu, maka disadari tau tidak bahwa tinju itu diakui
oleh siapa pun yang berpikiran sehat termasuk olah raga yang mengandung resiko
yang tinggi sekali, sebab pukulan–pukulan para petiinju itu sangat dahsyat,sehingga
apabila mengenai bagian–bagian tubuh yang sangat rawan, sepeti kepala dan muka
bisa berakibat fatal, baik yang akut (mendadak) misalnya pendarahan otak yang
bisa berakibat kematian atau kelumpuhan dan patah tulang, maupun yang kronis
(menahun). Misalnya Parkinson yang dialami oleh petinju Muhammad Ali atau kematian/putus
jaringan otak yang bisa berakibat kelumpuhan pula.
Melihat resiko
akibat pukulan tinju demikian hebatnya, maka di kalangan kedokteran, ada yang
pro dan ada pula yang kontra terhadap tinju. Dan pihak yang kontra menyarankan
agar tinju di nyatakan terlarang. Bahkan ada Negara yang melarang pertandingan
tinju di negerinya, seperti Inggris kabarnya. Dan pernah pula terjadi unjuk
rasa di Inggris untuk menentang adu tinju itu.
Bagaimana tinju
menurut hukum Islam? Masalah tinju adalah termasuk masalah ijtihadiyah, karena
tiadanya nash yang sharih (penjelasan yang kongkret) dari
Al–Qur’an dan sunnah mengenai hukumnya.
Menurut hemat
penulis, tinju itu terutama yang professional dilarang oleh islam berdasarkan
dalil–dalil syar’i antara lain sebagai berikut:
a. Al–Qur’an surat Al - Baqarah
(#qà)ÏÿRr&ur
Îû È@Î6y
«!$# wur
(#qà)ù=è? ö/ä3Ï÷r'Î/
n<Î) Ïps3è=ökJ9$#
¡ (#þqãZÅ¡ômr&ur
¡ ¨bÎ)
©!$# =Ïtä
tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÒÎÈ
Dan
belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan
dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, Karena Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Baqarah : 195)
Ayat ini
mengingatkan manusia agar tidak gegabah
berbuat sesuatu yang bisa berakibat fatal bagi dirinya. Padahal tinju
itu bisa membawa maut, kelumpuhan, patah
tulang, dan penderitaan lain yang luar biasa seperti Parkinson.
b. Al–Qur’an surat Al–Baqarah
ayat 30, Al–Tin ayat 4, dan Al–Isra’ ayat 70 menunjukkan, bahwa manusia itu
tertinggi diantara semua mahluk Tuhan lainnya, sampai ia dimuliakan oleh Tuhan sendiri,
diangkat sebagai khalifah di bumi, dan dihormarti oleh para malaikat. Karena
itu, seyogyanya manusia itu menjaga martabatnya sebagai makhluk yang terhormat,
tidak rela merendahkan dirinya seperti hewan yang mau diadu dengan bayaran agar
mau saling membantai lewat pertarungan tinju yang tidak manusiawi itu.
c. Hadits Nabi Riwayat beberapa
ahli hadits yang kenamaan antara lain Malik dan Ibnu Majah:
لا َضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh
membikin mudarat pada dirinya dan tidak boleh pula membikin mudarat pada orang
lain”[2]
Dalam
pertarungan tinju, pasti satu sma lain berusaha dengan sekuat tenaga
mengalahkan lawannya dengan berbagai teknik dan terkadang memakai cara yang
curang. Dan biasanya petinju yang menang atau yang kalah pun mengalami cedera
atau luka, baik yang akut atau yang
kronis maupun yang relatif ringan saja. Tetapi apabila terjadi kematian
petinju di ring atau setelah sampai dirumah sakit akibat pukulan tinju
lawannya, maka bisa jadi kasus tinju yang mematikan ini termasuk perbuatan yang
diancam oleh nabi dengan sabdanya:
اِذَاا لَْتََقَىَ الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفِيْهِمَا, فَالْقَا
تِلُ وَالْمَقْتُوْلُ فىِ نَارِفَقُلْتُ: يَارَسُوْلاَللهِ, هَذَاالُقَا تِلَ,فَمَا بَالُ الْمَقْتُلِ ؟ قَلَ:اِنَّهُ
كاَ نَ حَرِيْضًا عَلىَ قَتْلِ صَا حِبِهِ
“Apabila dua
orang berduel dengan kedua pedangnya, maka yang membunuh dan yang dibunuh masuk
neraka. Kemudian aku(perawi hadits bernama abu bakrah) bertanya, “hai utusan Allah!
Itu pembunuhnya (maklum masuk neraka karena pembunuhannya)! Mak bagaimana si
terbunuh masuk neraka? “jawab nabi, “sesungguhnya ia sangat berkeinginan pula
membunuh temanya.”[3]
Demikian pula dalam
pertarungan tinju, satu sama lain tentu bertekad bulat untuk mengalahkan lawannya
dengan konsekuensi to be or not to be atau to kill or to be killed,
akibat emosi atau rayuan setan.
d. Kaidah hukum Islam
دَرْءُالْمَفَا
سِدِ مُقَدَّ مٌ عَلىَ جَلْبِ لْمَصَا لِحِ
Menghindari
kerusakan / resiko itu didahulukan atas menarik kemaslahatan.[4]
Tinju memang
termasuk olah raga yang mengandung unsur yang juga positif seperti pada cabang
– cabang olah raga lain. Misalnya bisa mendidik keberanian, kepercayaan pada
diri sendiri, dan keterampilan membela diri. Namun, negative / mudaratnya jauh
lebih besar dari pada manfaatnya, dan mudarat / manfaat tinju itu juga lebih
besar dari pada mudarat / resiko cabang – cabang olah raga lainnya yang untuk
bela diri, seperti pencak silat, yudo, karate, dan sebagainya. Sebab sasaran
utama tinju adalah kepala, tempat otak manusia, dimana berfungsi/ tidaknya otak
manusia itu dijadikan criteria hidup matinya seseorang, sebagaimana rumusan Kongres
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) tahun 1985, yang menghendaki rumusan pp. no.
18/1981 tentang kriteria mati yang ditandai dengan berhentinya denyut jantung
dsn pernapasan itu direvisi. Karena menurut penemuan mutakhiur didalam dunia
kedokteran, orang yang jantungnya sudah tak berdemyut lagi bisa dipacu sehingga
bisa berdenyut kembali, sekali pun syarafnya sudah tidak bekerja. Tanpa syaraf
yang bekerja, manusia tidak lagi bisa dikatakan hidup.
e. Hadits Nabi tersebut di dalam kitab Al – Mujazat Al – Nabawiyyah oleh syarif Ridha:
مَنْ كَسَبَ مَا لاَ مِنْ نَهَا وِشَ أَنْفَقَهُ فىِ نَهَا بِرِ
“Barang
siapa mendapat harta benda dengan cara tidak wajar (tercela dan tidak halal),
maka ia memakainnya untuk hal – hal yang terlarangdan tidk bermanfaat sama
sekali baginya”.[5]
Pantas
dipersoalkan , apakah Carl Williams yang di-KO dalam waktu 93 detik wajar
menerima bayaran 1,3 juta dolar, dan Mike Tyson
menerima 4 juta dolar untuk “kerja” yang hanya 11/2 menit
lebih sedikit. Suatu bayaran yang tak ada tandingannya melebibhih aji
presidennya sendiri di amerika serikat. Untuk apa hasil sebanyak itu? Untuk
maksiat sesuai dengan sabda nabi itu!
f. Last but not least, alasan
Islam melarang tinju terutama yang professional, ialah karena bisa menjadi
sarana perjudian yang sudah tentu mempunyai dampak yang sangat negatif bagi
para pecandu judi, khususnya dan masyarakat pada umumnya. Sedangkan Islam
melarang dengan tegas perjudian dalam segala bentuknya sebagaimana tersebut
dalam al-Qur’an Surat Al – Maidah ayat 90 – 91, karena perjudian dapat
menyebabka orang lengah /lalai pada kewajiban – kewajibannya terutama kewajban
ibadahnya, dan bisa menimbulkanpermusuhan, kebencian dan kerawanan dalamm
berbagai bidang kehidupan masyarakat (sosial, ekonomi, budaya, pendidikan,
politik, keamanan, dan sebagainya).
Suatu hal sangat
ironis, masyarakat padda umumnya peka dan kasihan melihat ayam, kucing,
kambing, dan sebagainya yang sedang bertarung dan mereka segera berusaha menghentikan
pertarungannya. Dan masyarakat pada umumnya juga tidak begitu suka tertarik
melihat adu jago, apalagi ikut terlibat adu juga dengan taruhan/judi, karena
menyadari perbuatan semacam itu adalah perbuatan kriminal dan tidak manusiawi.
Teapi mengapa masyarakat pada umumnya bersikap berbeda menghadapi adu manusia
(adu tinju), padahal menurut dunia kedokteran, bahwa tinju itu mempunyai
probabilitas resiko fatal yang sangat tinggi bagi petinju (kelumpuhan dan
kematian mendadak)
[1] Prof. Drs. H. Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah, (Jakarta: LPT.
Toko Gunung Agung,), h. 165
[2] Haris Dimyati, Al-Qawaidul Fiqiyah,h. 18
[3] Vide Ali al – Siba’i
et. al., Al – Mursyid Fi al –din al Islami, vol. I cairo , Al – Amiriyah, 1952, hlm. 163 - 164
[4] Ibid. h. 20
[5] Vide Syarif Ridha, Al
– Majazat al – Nabawiyyah, Cairo Muassasah Al – Halabi Wa Syurakauh, 1967,
hlm. 1689 - 171
Demikian hukum olahraga bertinju dan olah lain yang sejenis dengan tinju adalah HARAM.
BalasHapusDengan ini, bagaimana sauda semuslim kita yang terjun pada dunia ini, apa landasan untuk mereka menentang hukum yang telah di tetapkan Islam?
BalasHapus