Sejarah Kampung Naga
memiliki beberapa versi, diantaranya adalah: Pertama kalinya kampung
Naga terbentuk dengan datangnya suku Badui dari daerah Banten, kedatangannya
karena diusir oleh kepala suku Badui Banten yang kemudian singgah di Salawu
Desa Neglasri dan mendirikan pemerintahan sendiri atau otonomi daerah dan
diberi nama Kampung Naga.
Kampung Naga berasal
dari bahasa Sunda yaitu kata Nagawir = tebing, karena kampung Naga ini
dikelilingi oleh tebing-tebing. Kata Naga diambil agar masyarakat lebih cepat
mengenal nama kampung tersebut. Kampung ini sudah berdiri 500 tahun yang lalu,
kampung ini pernah di bakar oleh DI-TII pada tahun 1956. Seluruh rumah dan
peninggalan purbakala serta buku-buku sejarah lenyap dilahap sijago merah. Pada
tahun 1957 kampung Naga dibangun kembali.
Sejarah atau asal-usul
kampung Naga menurut salah satu versinya bermula pada masa kewalian Syeh Syarif
Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati, seorang abdinya yang bernama Singaparna,
ditugasi untuk menyebarkan agama Islam kesebelah Barat. Kemudian dia sampai ke
daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari. Di tempat tersebut,
Singaparna oleh masyarakat Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana. Suatu
hari ia mendapat ilapat atau petunjuk harus bersemedi. Di dalam persemediannya,
Singaparana mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami suatu tempat yang
sekarang disebut Kampung Naga.
Nenek moyang Kampung
Naga yang paling berpengaruh dan berperan bagi masyarakat kampung Naga “Sa
Naga” yaitu Eyang Singaparna atau Sembah Dalem Singaparna yang disebut lagi
dengan Eyang Galunggung, dimakamkan disebelah Barat Kampung Naga. Makam ini
dianggap oleh masyarakat Kampung Naga sebagai makam keramat yang selalu
diziarahi pada saat diadakan upacara adat bagi semua keturunannya.
Namun kapan Eyang
Singaparna meninggal ? tidak diperoleh data yang pasti, bahkan tidak seorang
pun warga Kampung Naga yang mengetahuinya. Menurut kepercayaan yang mereka
warisi secara turun menurun, nenek moyang masyarakat Kampung Naga tidak
meninggal dunia, melainkan raib tanpa meninggalkan jasad. Dan di tempat itulah
masyarakat Kampung Naga menganggapnya sebagai makam, dengan memberikan tanda
atau petunjuk kepada keturunan masyarakat Kampung Naga.
Ada sejumlah nama para
leluhur masyarakat Kampung Naga yang dihormati, seperti : Pangeran Kudratullah,
dimakamkan di Gadog Kabupaten Garut, seorang yang dipandang sangat menguasai
pengetahuan agama Islam. Raden Kagok Katalayah Nu Lencing Sang Seda Sakti,
dimakamkan di Taraju, Kabupaten Tasikmalaya yang menguasai ilmu kekebalan
“kewedukan”. Ratu Ineng Kudratullah atau disebut Eyang Mudik Batara Karang,
dimakamkan di Karangnunggal, Kabupaten Tasikmalaya, menguasai ilmu kekuatan
fisik “kebedasan”. Pangeran Mangkubawang, dimakamkan di Mataram Yogyakarta,
menguasai ilmu kepandaian yang bersifat keduniawian atau kekayaan. Sunan
Gunungjati Kalijaga, dimakamkan di Cirebon menguasai ilmu pengetahuan bidang
pertanian.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...