Oleh AM Bambang Prawiro[1]
Ujian Nasional (UN)
yang diselenggarakan tahun ini sepertinya menjadi penyelenggaraan terkacau
sepanjang sejarah, dari tingkat terendah yaitu panitia UN di sekolah hingga
tingkat wilayah dan nasional terjadi kekisruhan yang sangat mengecewakan bagi
seluruh pihak yang berhubungan dengan UN 2013. Pada tingkat nasiona terjadi
penundaan pelaksanaan di beberapa propinsi, sementara pada tingkat wilayah dan
sekolah terjadi pula kekisruhan yang mengkhawatirkan tidak hanya bagi peserta
UN namun juga panitia dan orang tua peserta.
Saya sebagai petugas
Pemantau Satuan (PS) yang dulu dikenal dengan istilah Tim Pemantau Independent
(TPI) merasa kecewa dengan kurangnya sosialisasi UN tahun ini. Pemantauan yang
saya lakukan pada pelaksanaan UN pada hari pertama di tempat saya mengawas
yaitu di salah satu SMK di Bogor pelaksanaannya sangat kacau. Dimulai dari
waktu pelaksanaan yang tidak sepenuhnya diketahui oleh peserta dan panitia UN
tingkat Sekolah, hingga sosialisasi yang tidak jelas pada saat pembekalan bagi
para pengawas ruang UN.
Kekisruhan pertama
terjadi pada peserta UN, karena sosialisasi yang tidak jelas sebagian mereka mengira
bahwa pelaksanaan UN seperti tahun-tahun sebelumnya yaitu pukul 08.00 WIB,
sehingga sebagian peserta datang terlambat, rata-rata peserta datang pada pukul
07. 45 WIB. Setelah dikonfirmasi ke peserta ternyata sebagian mereka lupa dan
tidak mengetahui jadwal pelaksanaan UN. Perlu diketahui bahwa lokasi
pelaksanaan UN tempat saya mengawas berada kurang lebih 50 KM dari pusat kota
Bogor, jadi sebagian peserta UN memang rumahnya lebih jauh dari itu, namun
tentu saja ini bukan alasan utama keterlambatan peserta.
Kekisruhan kedua terjadi
pada panitia UN, sosialisasi yang kurang jelas ketika dilakukan penjelasan bagi
para pengawas ruang UN menjadikan sebagian pengawas juga datang terlambat.
Keterangan yang diperoleh dari seorang panitia menyebutkan bahwa pada saat
sosialisasi jumlah peserta terlalu banyak sementara sound system tidak
menjangkau seluruh ruangan. Hal inilah yang menjadikan para pengawas UN dan
panitia tidak mengetahui seluruh penjelasan dari panitia wilayah. Lebih dari
itu kekisruhan justru terjadi pada hal yang sangat vital yaitu kesalahan lembar
soal dan LJK yang tidak sesuai dengan peserta ruangan. Kesalahan pertama
terjadi pada soal UN yang tidak sama dengan jumlah peserta dalam satu ruang. Pada
ruang 3 jumlah soal hanya 15 eksemplar padahal jumlah peserta adalah 20, pada
ruang 4 terjadi juga hal serupa. Kesalahan kedua terjadi pada amplop, ternyata
soal adalah untuk jurusan Akuntansi (AK) padahal peserta UN dalam ruang adalah
jurusan AK (Akuntansi) dan Administrasi Perkantoran (AP), sebaliknya pada ruang
4 yang jurusan Pemasaran (PM) soalnya adalah untuk jurusan Administrasi
Perkantoran (AP). Atas kesepakatan panitia dan saya selaku PS (Pengawas Satuan)
akhirnya dilakukan pertukaran soal antara ruang 1 dan ruang 4.
Setelah dilakukan
pertukaran, ternyata masalahnya belum selesai, masih ada dua siswa yang belum
mendapatkan lembar soal. Akhirnya setelah berkordinasi dengan SMK terdekat disepakati
kepala sekolah dan saya selaku Pengawas Satuan (PS) mengambil soal di SMK
terdekat. Kahirnya dengan terpaksa dua peserta UN menunggu datangnya lembar
soal dan LJK hingga 60 menit. Kejadian ini menjadikan panitia berinisiatif
untuk menambah jam pelaksanaan UN sampai pukul 10.00 WIB. Sebagai konsekuensi
dari kejadian ini maka panitia kemudian menukar bangku peserta UN sekaligus
merubah semua absensi dan berita acara
untuk pelaksanaan di hari berikutnya.
Saya bersyukur karena
di SMK lain justru dengan terpaksa soal untuk jurusan Administrasi Perkantoran
(AP) diberikan kepada jurusan lainnya. Kejadian ini sangat dikahwatirkan oleh
peserta, panitia dan orang tua siswa, mereka khawatir dengan kesalahan lembar
soal dan LJK mengakibatkan siswa tidak lulus UN.
Kejadian ini seharusnya
menjadi perhatian pihak-pihak terkait bahwa ternyata urusan UN bukanlah hanya urusan
yang sederhana, ia melibatkan tidak hanya peserta namun juga panitia, orang tua
dan seluruh komponen bangsa yang terlibat dalam pelaksanaan UN. Ke depan
diharapkan kepanitiaan UN lebih professional baik dalam penyediaan soal,
sosialisasi dan jika memang UN banyak menimbulkan kekisruhan maka pelaksanaan
UN sendiri bisa ditinjau ulang lagi, sebagaimana desakan dari beberapa pihak
yang menginginkan agar UN tidak lagi dilaksanakan namun diganti dengan model
EBTANAS seperti tahun 1990-an.
[1]
Penulis adalah Pengawas Satuan (PS) UN 2013 dari Universitas Djuanda
Bogor dan STAI Al-Hidayah Bogor
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...