Oleh: Muhammad Zamroni
Perilaku jujur adalah
perilaku yang mulia. Namun di zaman sekarang ini, perilaku ini sangat sulit
ditemukan. Kejujuran telah banyak dicampakkan dari tata pergaulan
sosial-ekonomi-politik dan disingkirkan dari bingkai kehidupan manusia.
Fenomena ketidakjujuran benar-benar telah menjadi realitas sosial yang
menggelisahkan. Drama ketidakjujuran saat ini telah berlangsung sedemikian
transparan dan telah menjadi semacam rahasia umum yang merasuk ke berbagai
wilayah kehidupan manusia.
Era reformasi yang
telah berlangsung lebih dari sepuluh tahun, praktek kolusi, korupsi dan
suap-menyuap sebagai bentuk dari ketidakjujuran masih saja menjadi kebiasaan
masyarakat. Untuk mengatasi dan mengurangi penyakit ketidakjujuran tersebut,
puasa merupakan ibadah yang paling ampuh dan efektif, asalkan pelaksanaan puasa
tersebut dilakukan dengan dasar iman yang mantab kepada Allah, dan ihtisab
(mawas diri), serta penghayatan yang mendalam tentang hikmat yang terkandung di
dalam ibadah puasa.
Secara psikologis,
kejujuran mendatangkan ketentraman jiwa. Sebaliknya orang yang tidak jujur akan
tega menutup-nutupi kebenaran dan tega melakukan kedzaliman terhadap hak orang
lain. Sedangkan ketidakjujuran selalu meresahkan masyarakat, yang pada
gilirannya mengancam stabilitas nasional. Berlaku jujur, sungguh menjadi
bermakna pada masa sekarang, masa yang penuh dengan kebohongan dan kepalsuan.
Jujur berarti berkata yang benar yang bersesuaian antara lisan dan apa yang ada
dalam hati. Jujur secara bahasa dapat berarti perkataan yang sesuai dengan
realita dan hakekat sebenarnya.[1]
Kebalikan perilaku jujur adalah dusta.
Dalam beberapa ayat,
Allah ta’ala telah memerintahkan untuk berlaku jujur. Di antaranya pada firman
Allah ta’ala:
يَٰٓأَيُّهَا
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَكُونُوا۟ مَعَ ٱلصَّٰدِقِينَ
Hai orang-orang yang beriman bertakwalah
kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar. QS. At-Taubah:
119
Dalam hadis dari
sahabat Abdullah bin Mas’ud ra juga dijelaskan keutamaan sikap jujur dan bahaya
sikap dusta. Ibn mas’ud menuturkan bahwa nabi SAW bersabda:
عليكم
بالصدق فإنّ الصدق يهدى إلى البرّ وإنّ البرّ يهدى إلى الجنّة وما يزال الرجل يصدق
ويتحرّى الصّدق حتّى يكتب عند الله صدّيقا وإيّاآم والكذب فإنّ الكذب يهدى إلى الفجور
وإنّ الفجور يهدى إلى النار وما يزال الرجل يكذب ويتحرّى الكذب حتّى يكتب عند
الله آذّابا
Hendaklah kalian senantiasa berlaku
jujur, karena sesungguhnya kejujuran akan mengantarkan pada kebaikan dan
sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada surga. Jika seseorang senantiasa
berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah
sebagai orang yang jujur. Berhati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena
sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan
mengantarkan kepada neraka. Jika seseorang suka berdusta dan erupaya untuk
berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.[2]
[1] Said bin
Muhammad Daib Hawwa, Al Mustakhlas fi Tazkiyah al-Anfus, terj. Aunur Rafiq
Shaleh, Mensucikan Jiwa: Konsep Tazkiyatun Nafs Terpadu (Jakarta: Robbani
Press, 2002), 322.
[2] Hadis Sahih,
lihat: Muslim, Sahih Muslim, jilid 4, hal. 2012. Al-Tirmizi, Sunan al-Tirmizi,
jilid 4, hal. 347. Ibn Hibban, Sahih Ibn Hibban, jilid 1, hal. 496. Teks hadis
riwayat Muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...