Oleh: Abu Aisyah
Memiliki
pasangan yang cantik, pengertian, penyabar, penyayang dan sholehah tentu adalah
dambaan setiap pria. Demikian pula memiliki seorang pasangan yang gagah,
jantan, perkasa dan sholeh adalah dambaan setiap wanita. Apalagi jika ada yang
belum menikah pasti ia akan mendaftar kriteria yang harus ada pada calon
pasangannya. Padahal kita ketahui bersama bahwa tidak ada manusia yang
sempurna. Bagaimana dengan yang sudah menikah? Apakah kriteria yang dulu
didambakan itu ada pada diri pasangannya?
Bisa
jadi untuk memperoleh pasangan ideal seseorang harus melalui masa penjajagan
yang membutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk mengenal
lebih dekat pasangannya (baca: pacaran). Tentu saja hal ini tidak menjamin
bahwa ia akan memperoleh gambaran yang meyakinkan dari calon pasangannya tersebut.
Pada beberapa kasus justru pacaran malah menjadi media untuk menyembunyikan
setiap kekurangan, sehingga ketika pacaran yang muncul ke permukaan adalah
kebaikan dan kelebihan pasangan. Padahal ketika sudah menikah baru ketahuan
bahwa ternyata selama ini ia menyimpan segudang kebusukan. Maka lamanya pacaran
bukan jaminan seseorang akan mendapatkan pasangan ideal ataupun memahami
pasangannya dengan benar.
Bagaimana
jika ternyata pasangan hidup kita juga adalah seseorang yang tidak sempurna? Tentu
saja kesempurnaan hanya milik Allah ta’ala sehingga akan sangat sulit untuk
mengharapkan pasangan kita sempurna. Cara menyikapi ketidaksempurnaan pasangan
inilah yang membutuhkan adanya ketulusan dan kecintaan yang didasari oleh
kecintaan kepada Allah ta’ala. Maksudnya adalah bahwa ketika kita memiliki
pasangan namun ternyata pasangan tersebut sering sekali tidak sesuai dengan
kriteria kita sebelumnya, atau mungkin setelah menikah baru mengetahui sisi “lain”
dari kehidupannya. Maka dalam hal ini sejatinya kecintaan kita sedang diuji, “Benarkah
kecintaan kita kepada pasangan karena lillahi ta’ala atau jangan-jangan
karena keuntungan dunia?”
Sering
kali kita merasa bahwa banyak orang lain di luar sana yang lebih bisa memahami
kita, sementara pasangan kita sering sekali beda pendapat dan bertentangan
keinginannya dengan kita. Bagaimana menghadapi ini semua? Lagi-lagi kedewasaan
dan ketulusan cinta karena Allah ta’ala akan menjadikan pasangan kita indah di
pandang mata. Apalagi jika usia rumah tangga lebih dari lima tahun, tentu
hal-hal yang tidak kita inginkan seringkali muncul menghadap bahtera rumah
tangga. Sehingga ada beberapa teman yang mengatakan “Saya benci pasangan saya”
setelah ditanya kenapa demikian, ia menjawab dia tidak pernah memahami saya,
dia tidak pernah sependapat dengan saya dan alasan-alasan lainnya.
Memang
hidup berumah tangga dengan pasangan “itu-itu saja” butuh akan pengertian dan
kedewasaan. Bukan lagi saatnya untuk membincangkan tentang kecantikan atau
kegagahan, ia telah sirna bersama sang masa, yang ada saat ini adalah cinta
karena Allah ta’ala. “Dia adalah pasangan saya sehingga saya harus
menyayanginya” kata-kata ini sudah selayaknya muncul dari para pasangan yang
menganggap pasangannya tidak sempurna dan mulai hilang pesonanya, niat yang
sedari awal untuk menyempurnakan agama dan mendapatkan ridhaNya adalah obat
mujarab untuk mengobati kebosanan dalam rumah tangga. “Bagaimana dengan
pasangan anda?” pernahkan pasangan anda menyakiti anda? Atau dalam hati anda
berkata “Saya benci pasangan saya” kalau ini terjadi segeralah beristighfar dan
kembalikan semuanya ke niat awal, karena lagi-lagi tidak ada manusia yang
sempurna, pasangan kita adalah manusia karena itu ketika ia menyakiti kita segeralah
menasehatinya dengan arif dan bijaksana, karena bisa jadi sebelumnya kita telah
menyakiti perasaannya….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Please Uktub Your Ro'yi Here...